37
Kebanyakan dari mareka adalah pimpinan politik yang berpengaruh, sehingga pengangkatan mareka ke posisi militer yang lebih tinggi diharapkan akan mendorong keinginan para
pemuda dari daerah asal mareka untuk menjadi anggota pasukan itu
28
.
Barangkali yang mendapat latihan hampir sama baiknya dengan PETA adalah HEIHO, yakni sebuah pasukan pembantu kecil yang dibentuk pada akhir 1942 dan terutama
digunakan untuk tugas-tugas penjagaan, komandan-komandannya seluruhnya terdiri dari opsir-opsir jepang. Kaum nasionalis dibawah pimpinan soekarno dan masjumi memiliki
pasukan para militer mareka masing-masing, yakni barisan pelopor dan hizbullah. Disamping itu terdapat sejumlah besar organisasi pemuda umumnya, seinendan barisan pemuda dan
anggota-anggotanya semuanya berasal dari lapisan, atau gakutai yang terdiri dari murid- murid sekolah menengah saja. Pemuda-pemuda itu tidak hanya mendapat latihan militer,
tetapi pada diri mareka juga ditanamkan perasaan yang sangat anti sekutu yang dengan cepat berkembang menjadi suatu nasionalisme radikal.
Tentara PETA memiliki peran besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Beberapa tokoh nasional yang dulunya tergabung dalam PETA antara lain mantan presiden Soeharto
dan Jendral Besar Soedirman. Veteran-veteran tentara PETA telah menentukan perkembangan dan evolusi militer Indonesia, antara lain setelah menjadi bagian penting dari
pembentukan Badan Keamanan Rakyat BKR, Tentara Keamanan Rakyat TKR, Tentara Keselamatan Rakyat, Tentara Republik Indonesia TRI hingga akhirnya TNI.
II.1.3 Laskar Rakyat
Sebagian besar dari mareka yang berkecimpung dalam revolusi kemerdekaan adalah mareka yang dalam masa-masa sebelumnya memang merupakan “aktivis’ gerakan
28
Hendri F. Isnaeni, Kontroversi Sang Kolaborator,
Ombak, Jakarta, 2008, hal 15
Universitas Sumatera Utara
38
kemerdekaan pada saat revolusi kemerdekaan dicetuskan, mareka telah menjadi politisi profesional. Marekalah yang dianggak memiliki kemampuan untuk mengendalikan revolusi
dan pada umumnya mareka pernah mendapatkan pendidikan belanda.
Sebaliknya, bagian terbesar dari mareka yang terlibat dalam revolusi adalah para pemuda. Pemuda inilah yang kemudian mengorganisasikan diri menjadi cikal bakal tentara
indonesia. Jurang sosial antara pemuda yang dilatih oleh jepang dengan golongan elit yang mendapatkan pendidikan belanda sangatlah besar. Semenjak tahun 1920-an dan tahun 1930-
an pemimpin pemerintahan yang telah terjun kedalam pergerakan nasinal kebanyakan datang dari kalangan urban yang merupakan kelompok elit yang mengenyam pendidikan belanda.
Sedangkan para komandan tentara senior hanya mengenal dan dibesarkan dalam dalam lingkungan kebudayaan tradisional dan berpendidikan rendah dan hanya sedikit yang
menguasai bahasa belanda. Maka tidak mengherankan pada masa-masa revolusi ada pertentangan diam-diam antara kaum tentara dengan politisi sipil. Pertentangan ini tidak ada
ubahnya dengan perbadaan pendapat antara “rasionalisme” politik yang dipegang oleh para politisi sipil dengan “spirit” perjuangan yang senantiasa ditiup-tiupkan oleh pihak militer
29
.
Namun para pemimpintentara sendiri juga menyadari bahwa mareka tidak siap untuk melancarkan suatu revolusi sosial bersenjata dalam skala yang luas. Kebanyakan dari mareka
memilki kesadaran identitas yang tipis dengan masa-rakyat di desa-desa dan tidak berminat untuk mengerahkan revolusi melawan belanda menjadi revolusi sosial yang sesungguhnya.
Pada umumnya mareka lebih tertarik pada kemungkinan-kemungkinan bahwa karir mareka akan memberikan mobilitas sosial daripada penggalangan potensi untuk melakukan
perubahan sosial.
29
Ben Anderson, op-cit, 1988, hal 298
Universitas Sumatera Utara
39
Tetara yang dibentuk dalam revolusi kemerdekaan Indonesia bukanlah tentara rakyat yang umum dikenal dalam studi-studi perbadingan militer. Tentara Indoesia sesungguhnya
tidak berdiri dalam susunan ideologi yang cukup solid seperti yang tampak dalam gerilyawan rakyat pada umumnya dan juga tidak melibatkan massa dalam jumlah besar seperti masa
petani atau buruh. Elemen-elemen penyusun tentarapun sangat majemuk, Tentara indonesia pada masa revolusi ini terdiri dari para eks-KNIL, anggota-anggota PETA yang mendapatkan
pendidikan dari jepang dan laskar-laskar perjuangan lokal yang dibentuk baik atas dasar agama maupun kesukuan
30
. Mengingat susunan yang tidak homogen ini maka kemudian timbul gesekan-gesekan yang memunculkan konflik.
Para perwira eks-KNIL adalah mareka yang mendapatkan pendidikan militer secara professional dan banyak berhimpun di Markas Besar angkatan Bersenjata. Hal ini tentu saja
menimbulkan keinginan yang kuat bagi mereka untuk mengorganisir tentara yang professional seperti yang pernah mareka dapatkan ketika masih tergabung didalam KNIL.
dari segi usia mareka adalah orang-orang dewasa yang seumur dengan para elit politik sipil sehingga mareka sangat fasih berbahasa belanda dan memakai kebudayaan belanda dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya tentara PETA yang mendapatkan pendidikan jepang pada umumnya pangkat tertinggi yang pernah mareka capai adalah komandan pleton, sebagian
besar dari mareka adalah para pemuda yang berpendidikan rendah dan hidup dalam lingkup kebudayaan tradisional, mareka berbeda dari para perwira eks-KNIL baik dalam jenjang
kepangkatan, pendidikan, pengalaman militer dan kebudayaan.
Sementara itu, bagian terbesar yang mengisi tentara republik adalah laskar-laskar perjuangan. Mareka adalah para pemuda yang sama sekali tidak pernah mendapatkan
pendidikan militer sebelumnya. laskar-laskar inipun didalamnya sangat majemuk, sebagian
30
UlfSundhauseen, Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwifungsi ABRI, Jakarta: LP3ES, 1986, hal 14
Universitas Sumatera Utara
40
dari mareka memiliki latar belakang keagamaan yang kuat dan atas dasar itu membentuk laskar perjuangan hizbullah, sementara di lain pihak ada yang mendasarkan diri pada
ideology sosialis seperti PesindoPemuda Sosialis Indonesia. Selain itu banyak organisasi yang beranggotakan pemuda-pemuda daerah walaupun identitas nasional mareka tidak
diragukan.
Hisbullah Sabilillah
Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI tidak bisa dilepaskan dari peran para pejuang muslim, atau lebih tepatnya kaum santri. Kurun 1943-1945 hampir semua
pondok pesantren membentuk laskar-laskar, dan yang paling populer adalah Hizbullah- Sabilillah. Pada kurun waktu tersebut kegiatan Pondok Pesantren adalah berlatih perang dan
olah fisik. Bahkan peristiwa-peristiwa perlawanan sosial politik terhadap penguasa kolonial, pada umumnya dipelopori oleh para kiai sebagai pemuka agama, para haji, dan guru-guru
ngaji. Peran kiai dalam perang kemerdekaan tidak hanya dalam laskar Hizbullah-Sabilillah saja, tetapi banyak diantara mereka yang menjadi anggota tentara PETA Pembela Tanah
Air. Tercatat dari enam puluh bataliyon tentara PETA, hampir separuh komandannya adalah para kiai. Patut diketahui, Hizbullah dan Sabilillah adalah laskar rakyat paling kuat yang
pernah hidup di bumi Indonesia. Meskipun dalam sejarah, keberadaan laskar tersebut disisihkan. Buktinya, perjuangan mereka tidak ditemukan dalam museum-museum.
Dikarenakan para laskar ini seringkali berselisih paham dengan pemerintah Soekarno yang tidak bersikap tegas dalam menentang pendaratan pasukan Sekutu dan Belanda ketika itu.
Laskar Hizbullah sendiri dibentuk atas anjuran Masjoemi pada 21 Juli 1945. Selain
untuk dipertahanan Pulau Jawa, organisasi ini juga ditujukan untuk membela dan menyebarkan Islam. Pedoman llmu yang ditentukan oleh Masjoemi, sedang pimpinannya
dipegang oleh ulama dan kiai. Sebagian besar anggotanya berasal dari pesantren dan
Universitas Sumatera Utara
41
madrasah. Dalam kongres Masjoemi. pada 7 dan 8 November 1945, diputuskan untuk membentuk suatu badan perjuangan lain, Sabilillah. Pimpinannya terdiri dari K.H Masjkoer,
Wondoamiseno, H. Hasjim dan Soelio Adikoesoemo. Pria di bawah usia 35 tahun menjadi anggota Hisbullah, sedang yang berumur di atasnya masuk Sabilillah. Organisasi untuk
pemuda adalah GPII Gerakan Pemuda Islam Indonesia.
GPII Gerakan Pemuda Islam Indonesia
GPII menempatkan diri sebagai organisasi yang bisa menerima pemuda dari semua kalangan Islam. Bahkan dalam perkembangannya karena sebelum ada GPII sudah ada
organisasi pemuda Islam yang mengkhususkan diri dalam perjuangan kelasykaran, yaitu Hizbullah. maka pada tanggal 5 Oktober 1945 diadakan kesepakatan untuk menggandengkan
penyebutan GPII dengan Hizbullah. GPII garis miring atau dalam kurung Hizbullah. Dari saat berdirinya sampai dipaksa membubarkan diri oleh pemerintah yaitu pada
tanggal 10 Juni 1963 Presiden Soekarno membubarkan Gerakan Pemuda Islam Indonesia GPII dengan KEPPRES RI NO. 1391963 yang menyatakan organisasi GPII termasuk
bagian-bagiannyacabang-cabangranting-rantingnya diseluruh wilayah Indonesia sebagai organisasi terlarang dan diperintahkan untuk menyatakan pembubaran organisasi GPII dalam
waktu 30 hari sejak tanggal tersebut. Sampai sekarang ini keppres tersebut belum pernah dicabut dan beberapa tokohnya ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim orde lama tanpa ada
proses pengadilan. BPRI
Barisan Pemberontak Republik Indonesia
BPRI berpusat di Surabaya sedang kegiatannya terutama bertumpu pada pemimpinnya, Bung Tomo. yang sangat populer berkat pidato-pidato radionya yang
bersemangat dan membakar. Ideologi mereka yang ekstrim-revolusioner diterima oleh masyarakat luas termasuk pengikut Masjoemi. Pada kenyataannya, berkat agitasi massanya
yang terus menerus, BPRI berhasil memainkan peranan sebagai pemersatu.
Universitas Sumatera Utara
42
Perkembangannya yang cepat menimbulkan juga kekacauan organisasi seiring dengan kecondongan anarki mereka.
II.2. Pembentukan tentara nasional