BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya selalu dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi seluruh rakyat.
Penciptaan tujuan dimaksud diwujudkan melalui berbagai proses pembangunan di segala bidang yang saling terkait dan saling menunjang satu sama lain sebagai
bagian dari pembangunan nasional. Salah satu diantaranya adalah “Pembangunan Kesejahteraan Sosial”. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang
terencana dan terarah yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah
sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial Edi Suharto, 1997 : 97. Pengertian tersebut berarti bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan
sosial mencakup seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia termasuk warga masyarakat yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Salah satu
penyandang masalah kesejahteraan sosial sebagai sasaran dari pembangunan kesejahteraan sosial yaitu orang-orang yang berstatus penyandang cacat
Keputusan Menteri Sosial RI, 1996 : 17. Berdasarkan hasil pendataan jumlah penyandang cacat yang dilakukan
oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial pada tahun 2009 di 9 Provinsi yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Jawa Barat terdapat sebanyak 299.203 jiwa penyandang cacat. Dan 10,5 31.327 jiwa merupakan
Universitas Sumatera Utara
penyandang cacat berat yang mengalami hambatan dalam kegiatan sehari-hari. Dan sekitar 67,33 penyandang cacat dewasa tidak mempunyai keterampilan dan
pekerjaan. Jumlah penyandang cacat laki-laki lebih banyak dari perempuan sebesar 57,96. Jumlah penyandang cacat tertinggi terdapat di Provinsi Jawa
Barat 50,90 dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo 1,65. Dari kelompok umur,yaitu usia 18-60 tahun menempati posisi tertinggi. Kecacatan
yang paling banyak dialami adalah cacat kaki 21,86, mental retardasi 15,41 dan bicara 13,08. Sedangkan adapun hasil dari jumlah pendataan
para penyandang cacat pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah 1.544.184 jiwa penyandang cacat http:database.depsos.go.idmodules.php?name=Pmks
Dalam hal ini penyandang cacat juga merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang juga berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dengan
mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat hidup layak dan sejajar dengan warga masyarakat lainnya. Selama ini, masyarakat masih kurang menghargai
2009. Pada dasarnya penyandang tuna daksa ini memiliki kesamaan dengan
manusia normal lainnya, hanya saja perbedaannya terletak pada kelainan bentuk tubuh dan keberfungsian kondisi fisiknya dimana akibatnya banyak penyandang
cacat yang mengalami hambatan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Selain itu, dampak dari perbedaan bentuk tubuh tersebut juga dapat menyebabkan para
penyandang cacat merasa rendah diri, kurang percaya diri, dan cenderung menghindari pergaulan dengan manusia normal lainnya. Ditambah lagi perlakuan
dari masyarakat yang cenderung mengabaikan keberadaan para penyandang cacat, sehingga membuat para penyandang semakin pesimis dan menganggap bahwa
dirinya tidak berguna karena tidak memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Universitas Sumatera Utara
kemampuan dan keberadaan penyandang cacat, akibatnya banyak fasilitas umum tidak bisa dijangkau oleh para penyandang cacat. Ketiadaan fasilitas yang
seharusnya menjadi hak mereka mengakibatkan para penyandang cacat, menuntut adanya kemudahan ruang gerak yang sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Adanya kemudahan berupa fisik merupakan faktor penting yang ikut membantu menumbuhkan kemandirian
penyandang cacat. Dengan berbagai keterbatasan yang ada dalam dirinya, maka penyandang
cacat memerlukan adanya uluran tangan pihak lain yang dapat membantu kemudahan terhadap peluang kerja sebagai bekal untuk hidup mandiri di
masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menyalurkan tenaga kerja penyandang tuna daksa cacat tubuh pada berbagai perusahaan negara dan
swasta di sektor industri sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki dan tingkat kecacatannya http:www.depsos.go.id.
Jika ditinjau lebih jauh, sebenarnya ada sebagian dari mereka yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan diberdayakan secara optimal
dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial bagi para penyandang tuna daksa tersebut, sehingga mereka dapat berfungsi secara wajar dan ikut berperan di
tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kebijakan pemerintah dalam penanganan penyandang cacat ini tertuang dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial UPKS bagi penyandang cacat. Berdasarkan kedua landasan
Universitas Sumatera Utara
tersebut, dikemukakan bahwa pemerintah dan masyarakat mempunyai tanggung jawab yang sama dalam melakukan pembinaan demi kesejahteraan penyandang
cacat. Untuk itu, pemerintah dalam menjalankan tugasnya tersebut, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bersama-sama pemerintah
melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat pasal 23-25 UU No.4 tahun 1997.
Dimana inti daripada undang-undang tersebut adalah menjelaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada
pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh : 1 pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 2 pekerjaan
dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan , pendidikan, dan kemampuannya; 3 perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan
dan menikmati hasil-hasilnya; 4 aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; 5 rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan 6
hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat http:www.depsos.go.id modules.php?name=Newsfile=article sid=594.
Namun, pada realitanya tidak semua hal yang dicantumkan dalam undang- undang tersebut dapat direalisasikan dengan baik, seperti dapat kita lihat di dalam
kehidupan sehari-hari masih banyak para penyandang cacat yang mengalami diskriminasi dan perlakuan yang tidak baik dari masyarakat. Penyandang cacat
Universitas Sumatera Utara
bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi justru dengan kondisi yang ada pada mereka, maka mereka patut untuk kita bantu. Banyak penyandang cacat yang
tidak mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial karena keterbatasan informasi. Oleh karena itu, para penyandang cacat perlu mendapat perhatian yang
khusus dengan memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial agar mereka memiliki akses dalam memperoleh berbagai informasi-informasi yang berkenaan
dengan peningkatan status dan kesejahteraan penyandang cacat. Mengingat kondisi pelaksanaan pelayanan sosial terhadap penyandang
cacat kini masih sangat memperihatinkan, dimana karena masih minimnya perhatian dan keseriusan di dalam pelaksanaan pelayanan sosial yang diberikan
kepada penyandang tuna daksa dari pihak pemerintah maupun pihak swasta. Oleh karena itu, pihak masyarakat juga seharusnya ikut berperan di dalam pemberian
pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa dalam hal peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat tentunya dengan bekerjasama dengan
pihak-pihak yang terkait lainnya seperti LSM, NGO, tokoh-tokoh masyarakat, guru, psikolog, dokter, serta profesi-profesi lainnya yang turut mendukung dalam
hal peningkatan kesejahteraan sosial tersebut. Dimana juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang
menjelaskan bahwa : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial”.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu yayasan pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa ini adalah Yayasan
Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Medan. Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan atau yang sering disingkat dengan istilah YPAC Medan adalah
sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan sekitarnya. Mereka yang dibina
YPAC Medan diberikan pelayanan menyeluruh dalam sebuah institusi yaitu Pusat Rehabilitasi Anak PRA. Dimana layanan rehabilitasi yang akan dikembangkan
di PRA tersebut mempunyai tugas untuk melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang cacat tuna daksa yang meliputi : a. Kunjungan rumah
b. Bimbingan dan Penyuluhan c. Layanan pengembangan bakat dan minat