Pihak Nasabah Para Pihak dalam Perjanjian Kredit

Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang berbeda tersebut. Dalam hal ini kegiatan ini dapatlah disebutkan pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh Bank Indonesia tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dialkukan oleh bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan bank senantiasa di bawah pengawasan Bank Indonesia.

2. Pihak Nasabah

Dalam peraturan bank Indonesia No. 77PBI2005 jo No. 1010PBI2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan walk-in customer. Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni : 36 a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. b. Nasabah Debitor, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. 36 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, hal 32- 33. Universitas Sumatera Utara Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah : a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain. b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya. c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit LC pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran. Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum , nasabah dapat berwujud dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu : 37 Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat a. Orang Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya. 37 Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia Bandung: Ghalia Indonesia, 2006, hal 24-27. Universitas Sumatera Utara perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat. b. Badan Hukum Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan corporate law. Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut : 1 Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda 2 Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 3 Badan Usaha Milik Daerah BUMD, diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda. 4 Badan Usaha Milik Negara BUMN, diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan Universitas Sumatera Utara 5 Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No.. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi 6 Yayasan, diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28 tahun 2004. 7 Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia. 8 Dana pensiun, diatur dalam UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dalam peraturan bank Indonesia No. 77PBI2005 jo No. 1010PBI2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan walk-in customer. Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni : 38 a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. b. Nasabah Debitor, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. 38 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, Bandung : citra Aditya Bakti, 2000, hal 32- 33 Universitas Sumatera Utara Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain. b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya. c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit LC pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran. Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum , nasabah dapat berwujud dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu : 39 a. Orang Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi 39 Try WidyoNo., Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia, 2006, hal 24-27 Universitas Sumatera Utara hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat. b. Badan Hukum Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan corporate law. Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut : 1 Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda 2 Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 3 Badan Usaha Milik Daerah BUMD, diatur dalam UU No..32 Tahun 2004 tentang Pemda. Universitas Sumatera Utara 4 Badan Usaha Milik Negara BUMN, diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan 5 Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi 6 Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28 tahun 2004. 7 Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia. 8 Dana pensiun, diatur dalam UUNo. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dengan lahirnya Undang-Undang Perbankan Tahun 1976 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 jo Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka di samping perjanjian pinjam uang yang dikenal di dalam KUHPerdata, Hukum Adat, terdapat ketentuan-ketentuan perjanjian. Kredit yang khusus berlaku bagi bank-bank dan mereka yang memperoleh kredit dari bank-bank tersebut. Pasal-Pasal 1759, 1760, 1761 dan 1762 KUHPerdata mengatur kewajiban- kewajiban orang yang meminjamkan. Pasal 1759 KUHPerdata menyatakan bahwa: “orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan”. Pasal 1760 KUHPerdata menyatakan jika tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, Hakim Universitas Sumatera Utara berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya menurut keadaan, memberikan sekedar kelonggaran kepada si peminjam. Dalam hal ini Asser Van Oven berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya tidak mengatur kewajiban pemberi pinjaman, akan tetapi kewajiban penerima pinjaman. Satu-satunya ketentuan yang mengatur kewajiban pemberi pinjaman adalah Pasal 1753 KUHPerdata akan tetapi ketentuan itu tidak bertalian dengan perjanjian pinjam uang, karena hanya mengatur perjanjian pinjam mengganti barang. Dari ketentuan-ketentuan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian kredit, bank memiliki kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit sesuai dengan tujuan kredit dan jangka waktu perjanjian. Kewajiban ini tidak bersifat mutlak Bank berhak menyimpanginya dalam hal penerima kredit tidak memenuhi syarat-syarat perjanjian itu. Untuk ini bank berhak secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau menegor penerima kredit, untuk tidak mengizinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh penerima kredit dan mengakhiri jangka waktu kredit yaitu dalam hal: a. Penerima kredit tidak atau belum mempergunakan kredit ini setelah lewat 3 tiga bulan sejak berlakunya perjanjian. b. Penerima kredit memberikan data-data yang tidak benar sehubungan dengan perjanjian. c. dan lain-lain Universitas Sumatera Utara Apabila kita simak dari defenisi penerima kredit sebenarnya sudah terangkum apa yang menjadi hak dan kewajiban dari penerima kredit yaitu mendapat kredit sebagai hak dan mengembalikannya kembali kepada bank.

C. Isi dari Perjanjian Pemberian Kredit