kehilangan kemampuanna untuk melakkan perbuatan hukum yang menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum itu menyangkut pengurusan dan
pengalihan harta bendanya yang telah ada. Tindakan pengurusan dan pengalihan harta bendanya berada pada
Kurator. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, Debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya
itu, namun harta yang diperolehnya itu kemudian akan menjadi bagian dari harta pailit. Putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan Debitor sejak
putusan itu dikeluarkan dimasukkan ke dalam harta pailit.
46
B. Harta Kekayaaan SuamiIstri dalam Kepailitan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan sesuai dengan konsideran yang melatar belakangi pembentukannya, merupakan salah satu
bentuk unifikasi hukum dalam lapangan hukum perkawinan yang hendak diperlakukan bagi seluruh bangsa Indonesia. Demikianlah rumusan Pasal 66
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang dengan tegas menyatakan tidak berlaku lagi ketentuan tentang perkawinan yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen, Perkawinan Campuran selama dan sepanjang hal itu telah diatur dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Salah satu ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 adalah mengenai harta benda dalam perkawinan. Pasal 35 ayat 1 Undang-
46
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal. 256-257.
Universitas Sumatera Utara
Undang Perkawinan menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta bawaan dari masing-masing suami dan
istri dan harta benda yang diperolehnya masing-masing, sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak
menentukan lain, demikian Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak mengadopsi sepenuhnya
konsepsi persatuan harta menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, melainkan hanya sebatas pencampuran harta secara terbatas. Ketentuan Pasal 61
Undang-Undang Kepailitan menyatakan bahwa kepailitan seorang suami atau istri yang kawin dalam suatu persatuan diperlakukan sebagai kepailitan persatuan
tersebut, yang meliputi segala benda yang jatuh ke alam persatuan. Kepailitan suami dan istri secara bersama-sama tersebut diberikan untuk kepentingan semua
Kreditor yang berhak meminta pembayaran dari harta benda persatuan. Apabila suami atau istri yang telah dinyatakan pailit mempunya barang-barang yang tidak
jatuh dalam persatuan, maka barang-barang ini pun termasuk dalam kepailitan, namun hanya untuk pembayaran utang-utang yang mengikat Debitor pailit secara
pribadi. Dengan rumusan yang demikian berarti kepailitan dari suami istri yang menikah dengan pencampuran harta secara terbatas, juga demi hukum
mengakibatkan kepailitan istri atau suami yang menjadi pasangan hidupnya. Harta kepailitan itu meliputi seluruh harta kekayaan Debitor pada saat
putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, hal ini berarti seluruh harta kekayaan Debitor pailit berada dalam
penguasaan dan pengurusan curator atau Balai Harta Peninggalan, sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
disebutkan di dalam Pasal 1 UUKPKPU. Pembentukan Undang-undang memberikan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan Pasal 21 UUKPKPU,
tidak semua harta kekayaan Debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, Debitor pailit masih
mempunyai hak penguasaan dan pengurusan atas beberapa barang atau benda sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 22 UUKPKPU, yaitu:
1. Benda, ternasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor
sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 Tiga Puluh hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai
pengajuan dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
3. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban
memberi nafkah menurut undang-undang. Yang termasuk harta kepailitan adalah kekayaan lain yang diperoleh
Debitor pailit selama kepailitan misalnya warisan. Pasal 40 UUKPKPU menyebutkan bahwa segala warisan yang jatuh kepada Debitor pailit selama
kepailitan tidak boleh diterima oleh kuratornya, kecuali dangan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan. Sedangkan untuk menolak
warisan, kurator memerlukan kuasa dari Hakim Pengawas. Selanjutnya mengenai hibah, Debitor pailit yang dilakukan mengenai hibah yang dilakukan oleh Debitor
Universitas Sumatera Utara
pailit dapat dimintakan pembatalannya oleh kurator apabila dapat dibuktikan bahwa pada waktu dilaksanakan hibah, Debitor pailit mengetahui atau patut
mengetahui bahwa tindakannya tersebut dapat merugikan para Kreditor. Ketika seorang Debitor dinyatakan pailit, bukan berarti Debitor yang bersangkutan tidak
cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum dalam rangka mengadakan hubungan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan, misalnya melakukan
perkawinan, mengangkat anak dan sebagainya. Debitor pailit hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan
dan pengurusan harta kekayaannya. Demikian pula seorang suami yang bersangkutan berhenti membayar
utangnya, berkaitan dengan kepailitan suami atau istri ini, pengaturannya terdapat dalam Pasal 62, Pasal 63 dan Pasal 64 UUKPKPU. Pasal 62 ayat 1 UUKPKPU
menyebutkan apabila suami atau istri dinyatakan pailit, istri dan suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak dan tidak bergerak
yang merupakan harta bawaan dan istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai secara khusus. Tetapi masih mempergunakan ketentuan
Pasal 60 ayat 1 FV yang menyebutkan apabila seorang suami dinyatakan pailit, istrinya diperkenankan mengambil kembali semua barang bergerak dan tidak
bergerak yang menjadi kepunyaannya, yang tidak jatuh dalam persatuan harta. Secara maknawi, maksud ketentuan Pasal 62 ayat 1 UUKPKPU tersebut dengan
Pasal 60 ayat 1 FV yang disebutkan kemungkinan pailit “suami” tanpa membuka kemungkinan “istri” juga dinyatakan pailit, sedangkan Pasal 62 ayat 1
UUKPKPU lebih sesuai dengan keadaan dewasa ini. Di samping itu, Pasal 62 ayat
Universitas Sumatera Utara
1 UUKPKPU lebih merinci barang-barang yang tidak masuk budel pailit itu dibandingkan dengan ketentuan Pasal 60 ayat 1 FV.
Selanjutnya, Pasal 62 ayat 1 UUKPKPU mengatur bahwa apabila benda milik istri atau suami telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum
dibayar atau hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit, istri atau suami berhak mengambil kembali uang haril penjualan tersebut. Pada dasarnya,
ketentuan demikian sama dengan Pasal 60 ayat 5 FV yang tidak dicabut atau diubah oleh UUK. Maksud dari ketentuan tersebut adalah, apabila seorang suami
dinyatakan pailit dan telah menjual barang istrinya atau sebaliknya yang dinyatakan pailit istrinya dan istrinya tersebut telah menjual barang suaminya
maka istrinya tersebut berhak mengambil kembali uang hasil penjualan belum tercampur dengan budel pailit. Kemudian Pasal 62 ayat 3 UUKPKPU
menyebutkan bahwa untuk tagihan yang bersifat pribadi terhadap istri atau suami maka kredeitor terhadap harta pailit adalah suami atau istri. Ketentuan tersebut
dapat dibandingkan dengan ketentuan Pasal 60 ayat 6 FV yang menyebutkan untuk piutang-piutang pribadinya, istri tampil kemuka orang sebagai orang
berpiutang. Pasal 64 ayat 1 UUKPKPU menyebutkan bahwa kepailitan suami atau
istri yang kawin dalam suatu persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan kesatuan harta tersebut. Ketentuan demikian yang hakikatnya sama dengan
ketentuan Pasal 62 ayat 1 FV yang tidak diubah atau dicabut UUK metpakan ketentuan yang logis, karena kepailitan itu mengenai harta kekayaan bukan
mengenai pribadi yang bersangkutan. Ketentuan Pasal 64 ayat 3 UUKPKPU
Universitas Sumatera Utara
menyatakan bahwa dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit mempunya benda yang tidak termasuk persatuan harta, benda tersebut termasuk harta pailit,
tetapi hanya dapat digunakan untuk membayar hutang pribadi suami atau istri yang dinyatakan pailit. Maksud ketentuan di atas pada dasarnya sama dengan
ketentuan Pasal 62 ayat 1 FV dengan perubahan redaksi.
47
C. Akibat Pernyataan Pailit SuamiIstri