33
hingga menjelang siang hari. Hal ini telah menjadi rutinitas masyarakat setiap hari, sehingga di pagi hari hingga siang hari suasa di Kampung Bali sangat sepi,
dan menjalang sore dan malam hari barulah masyarakat saling berinterakasi satu sama lain.
4.1.3. Profil Informan 1 Bapak Nyoman Sumandro
Bapak Nyoman Sumandro adalah seorang pria bersuku Bali yang lahir dan besar di Sumatera Utara. Pria yang memiliki kulit sawu mateng ini merupakan
anak ketiga dari empat bersaudara. Beliau merupakan generasi kedua yang tinggal di Kampung Bali. Pria yang beragama Hindu ini sudah menikah dan memiliki tiga
orang anak. Bapak Nyoman Sumandro memiliki istri yang berasal dari luar Suku Bali. Istrinya yang bernama Ketut Triasih merupakan seorang wanita bersuku
Jawa yang berasal dari Desa Paya Tusam. Istrinya yang dulu memeluk agama Islam kini ikut dengannya memeluk agama Hindu. Berdasarkan tradisi yang
berlaku nama dari istrinya harus ditambahi dengan sistem penyebutan yang berlaku, maka ditambahkanlah kata Ketut dalam nama istrinya.
Pria yang berusia 41 tahun ini adalah seorang Kepala Dusun yang mengayomi 90 Kepala Keluarga yang ada di Kampung Bali. Setiap hari beliau
memberikan waktunya kepada masyarakat yang ada di Kampung Bali apabila ada keperluan. Memiliki lahan karet seluas ± 2 Ha merupakan sumber penghasilan
beliau. Untuk mengurus ladang karetnya ini beliau menghabiskan waktunya dari pagi sampai tengah hari siang di ladang.
Selain berperan sebagai Kepala Dusun, bapak dengan tiga anak ini juga dipercaya sebagai Pemangku untuk 34 Kepala Keluarga Masyarakat Bali yang ada
di Kampung Bali. Beliau ditunjuk sebagai pemangku pada saat beliau sudah menjabat sebagai Kepala Dusun. Karena pemangku terdahulu sudah tidak
sanggup lagi mengemban amanah dan berdasarkan hasil musyawarah di Pura maka beliau ditunjuk untuk mengemban amanah sebagi pemangku tersebut,
sehingga beliau kini menjabat posisi yang rangkap di Kampung Bali. Sebagai pemangku beliau bertugas untuk membimbing dan menuntun
Umat Hindu yang ada di Kampung Bali untuk bersembhyang di Pura. Dalam
Universitas Sumatera Utara
34
melakukan persembahyangan beliaulah yang bertugas untuk memimpin jalannya persembahyangan tersebut. Selain itu jika ada acara-acara yang berkaitan dengan
tradisi dan keadatan beliau jugalah yang bertugas untuk menjalankannya.
2 Bapak Nyoman Suyetno
Bapak Nyoman Suyetno adalah pria bersuku Bali yang berasal dari keuarga yang sederhana. Sehari-hari beliau bekerja sebagai petani karet. Selain
mengolah lahan karetnya beliau juga mengolah lahan karet milik orang tuanya. Dalam mengolah ladang karet miliknya dan orang tuanya, sehari-hari beliau
menghabiskan waktunya dari pagi hingga tengah hari di ladang. Pria dengan perawakan kurus ini merupakan orang kepercayaan dari
Kepala Dusun sekaligus Pemangku yaitu Bapak Nyoman Sumandro. Saat ini Bapak Nyoman Suyetno sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Sama
halnya dengan Pak Nyoman Sumandro, Bapak Nyoman Suyetno ini juga memiliki istri yang berasal dari Suku Jawa. Istrinya yang bernama Ibu Sri yang berasal dari
Desa Stungkit yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kampung Bali. Istri Bapak Nyoman Suyetno ini dulunya memeluk agama Islam dan kemudia ikut memeluk
agama Hindu saat menikah. Berbeda dengan Bapak Nyoman Sumandro yang menambahkan nama
istrinya dengan sistem penyebutan yang berlaku di masyarakat Bali, pria yang berusia 35 tahun ini tidak menggunakan hal yang serupa karena beliau
menganggap tidak menjadi permasalahan jika hal tersebut tidak dilaksanakan. Hingga saat ini ada tiga generasi dari masyarakat Bali yang tinggal di
Kampung Bali dan Bapak Nyoman Suyetno merupakan generasi kedua. Beliau juga lahir dan besar di Kampung Bali.
3 Bapak Wayan Weto
Bapak Wayan Weto adalah pria bersuku Bali yang lahir di Pulau Bali. Beliau merupakan generasi pertama yang tinggal di Kampung Bali. Saat berusia
18 tahun Bapak Wayan Weto ikut dengan orang tuanya pindah ke Kampung Bali. Pria ini merupakan orang yang dituakan di Kampung Bali karena hanya tinggal
sedikit dari generasi pertama yang masih hidup.
Universitas Sumatera Utara
35
Pria berusia 60 tahun ini memiliki seoarng istri yang bernama Ni Made Sara. Istrinya berasal dari suku Bali yang juga lahir di Pulau Bali. Pria yang sudah
berambut putih ini memiliki empat orang anak. Bapak Wayan Weto merupakan orang yang sangat pintar bergaul, beliau juga sering ikut jika teman-temannya
yang muslim ada perwiritan atau kenduri. Kesehariannya Bapak Wayan Weto bekerja sebagi petani, sebelumnya dia
hanya petani karet namun karena karet miliknya sudah mulai rusak kini beliau juga mendapatkan penghasilannya dari kelapa sawit. Setiap pagi beliau pergi ke
ladang dan pulang di siang hari untuk makan siang. Biasanya menjelang sore beliau kembali ke ladangnya hingga menjelang senja. Walaupun sudah terbilang
tua tetapi beliau masih giat dalam bekerja.
4 Bapak Nyoman Sutejo
Bapak Nyoman Sutejo atau yang akrab dipanggil Pak Tejo adalah seorang pria berdarah Bali yang lahir dan besar di Sumatera Utara, tepatnya di Kampung
Bali. Beliau merupakan generasi kedua dari masyarakat Suku Bali yang ada di Kampun Bali. Sehari-hari beliau bekerja sebagai petani karet, dari pagi hingga
siang hari beliau berada di ladangnya untuk menyadap karet. Selain sebagai petani karet beliau juga seorang tokeh karet atau masyarakat Kampung Bali biasa
menyebutnya tokeh getah. Beliau setiap hari menerima pembelian karet dari masyarakat dan setiap hari minggu beliau pergi ke Kota Tebing Tinggi untuk
mengantar Karet yang ia beli ke Pabrik yang ada disana. Pria berusia 36 tahun ini memiliki seorang istri yang bernama Ni Ketut
Santi dan dua orang anak. Istri beliau bersuku Jawa yang berasal dari Desa Patok Delapan Belas. Saat menikah istrinya ikut dengannya memeluk agama Hindu dan
berdasarkan ketentuan yang berlaku nama istrinya ditambahkan penyebutan berdasarkan sistem penyebutan yang berlaku di masyarakat Suku Bali.
Pria yang memiliki kulit gelap ini dipercaya oleh masyarakat Kampung Bali untuk menjabat sebagai Ketua Badan Pendapatan perKapita Desa BPKD.
Sebagi ketua BPKD beliau bertugas untuk mengajak dan memimpin masyarajat dalam hal gotong rooyong dan pembangunan desa, setiap enam bulan sekali
beliau mengumpulkan masyarakat di balai dusun untuk membahas BPKD terkait
Universitas Sumatera Utara
36
transparansi dana dan hal-hal yang ingin dilaksanakan untuk pembangunan Kampung Bali.
5 Bapak Wayan Dangin
Bapak Wayan Dangin adalah seorang pria bersuku Bali yang lahir dan besar di Sumatera Utara. Beliau merupakan generasi kedua dari masyarakat suku
Bali yang tinggal di Kampung Bali. Sehari-hari beliau bekerja sebagi seorang petani karet. Beliau menghabiskan waktunya di ladang dari pagi hingga siang hari.
Pria yang berusia 41 tahun ini memiliki seorang istri dan tiga orang anak. Istri dari Bapak Wayan Weto bernama Nyoman Suyati, istrinya merupakan wanita bersuku
Bali, sama dengannya. Selain sebagi petani, Bapak Wayan Dangin ini memiliki peran yang sangat
penting bagi masyarakat Bali yang ada di Kampung Bali. Pasalnya beliau merupakan ketua Suka-duka. Sebagai ketua Suka-duka beliau bertugas untuk
membimbing masyarakat Hindu Bali yang ada di Kampung Bali jika ada acara- acara keagamaan atau upacara-upacara Umat Hindu. Beliau biasanya
mengumpulkan masyarakat Hindu Bali di Pura dan melakukan musyawarah untuk pengambilan keputusan dalam pelaksanaan upacara atau perayaan yang mereka
laksanakan. Selain itu beliau juga bertugas jika ada masyarakat Hindu Bali yang
kemalangan atau ditimpa musibah. Sesuai dengan nama perkumpulannya yaitu Suku-duka, beliau bertugas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat
Hindu Bali, baik itu yang sifatnya suka cita atau duka cita.
6 Bapak Made Suprapto.
Bapak Made Suprapto atau yang sering dipanggil Made Prapto adalah seorang pria bersuku Bali yang lahir dan besar di Kampung Bali. Made Prapto
merupakan anak keempat ari tujuh bersaudara. Made Prapto ini merupakan adik kandung dari Bapak Nyoman Sutejo yang juga merupakan Informan dalam
penelitian ini. Beliau merupakan generasi kedua dari masyarakat Suku Bali yang tinggal di Kampung Bali ini.
Universitas Sumatera Utara
37
Pria berusia 31 tahun ini memiliki istri yang bernama Made Santi dan seorang anak yang masih balita. Istri beliau juga berasal dari Suku Bali yang
tinggal di Kampung Bali. Sehari-hari beliau bekerja sebagai seorang petani karet, di pagi hari terkadang beliau menghabiskan waktunya di ladang. Selain sebagi
petani, pria lulusan Sarjana Agama ini juga mengajar di salah satu SMP Negeri yang ada di dekat Kampung Bali.
Selain bertani dan mengajar, beliau juga handal dalam memperbaiki alat elektronik seperti televisi. Di malam hari beliau sering menghabiskan waktunya
untuk memperbaiki televisi jika ada meminta tolong kepadanya. Pria yang ramah ini memiliki hobi memancing, sering menjelang sore hari beliau pergi memancing
dengan teman-temannya.
4.1.4. Hasil Pengamatan dan Wawancara