pasangannya untuk ikut dengan keyakinannya dan ada beberapa masyarakat yang ikut dengan keyakinan pasangannya. Biasanya jika pria Bali yang menikah
dengan masyarakat Suku lain maka mereka akan membawa pasangan mereka untuk ikut dengan keyakinan mereka, sementara hal yang berbeda akan terjadi
jika wanita Suku Bali yang menikah dengan masyarakat berbeda Suku, mereka cenderung akan ikut dengan kepercayaan pasangan masing-masing. Hal ini tentu
bukan tanpa sebab, karena kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan dalam masyarakat Suku Bali memiliki posisi yang berbeda. Anak laki-laki merupakan
penerus garis keturunan masyarakat yang bertanggungjwab secara penuh terhadap orang tua dan keluarganya, sehingga jika anak laki-laki berpindah keyakinan
maka akan terputus hubungan keluarganya, dan hal yang serupa tidak berlaku bagi anak perempuan.
4.2.2. Hambatan dalam Berkomunikasi
Dalam melakukan komunikasi antarbudaya tentu terdapat hambatan- hambatan yang dialami oleh para pelaku komunikasi, hal ini dapat disebabkan
oleh perbedaan latar belakang budaya yang pada akhirnya dapat menyebabkan ketidaksamaan makna dari komunikator dengan komunikan. Masyarakat Hindu
Bali di Kampung Bali juga mengalami bebebrapa hambatan dalam proses komunikasi yang mereka lakukan.
Informan I, Bapak Nyoman Sumandro mengatakan bahwa hambatan yang dialaminya dalam melakukan komunikasi pada dasarnya tidak terlalu besar, dalam
segi bahasa Ia paham dan mengerti Bahasa Jawa, hanya saja Bahasa Karo yang Ia kurang pahami. Faktor waktu menjadi satu-satunya hambatan yang berarti bagi
Bapak Nyoman Sumandro dalam berkomunikasi dengan masyarakat di Kampung Bali, pasalnya masyarakat yang berprofesi sebagai petani mengahbiskan waktu
mereka di ladang dengan waktu kerja yang berbeda-beda sehingga sulit untuk ditemui. Bapak Nyoman Sumandro mengakui tidak ada hal lain yang menjadi
hambatannya dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat di Kampung Bali, Ia juga tidak pernah memiliki konflik dengan masyarakat.
Informan II, Bapak Nyoman Suyetno mengatakan bahwa bahasa tidak pernah menjadi hambatan baginya ketika berkomunikasi dengan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Mayoritas masyarakat yang bersuku Jawa membuatnya handal dalam menggunakan bahasa Jawa. Hambatan yang sering dialami Bapak Nyoman
Suyetno ketika melakukan komunikasi dengan masyarakat yaitu tanggapan dan respon yang tidak sesuai, hal ini dikarenakan perbedaan persepsi yang diberikan
dengan yang ditangkap oleh lawan komunikasinya. Selain hal tersebut Bapak Nyoman Suyetno mengaku tidak memiliki hambatan lainnya, Ia juga tidak pernah
memiliki konflik dengan masyarakat. Informan III, Bapak Wayan Weto mengatakan bahwa Ia tidak pernah
memiliki hambatan dalam berkomunikasi dalam hal bahasa, sebab Ia tealah berpuluh tahun hidup berdampingan dengan masyarakat berbeda-beda suku
sehingga Ia dapat memahami dan menggunakan bahasa daerah yang digunakan masyarakat dari suku lain. Bapak Wayan Weto mengaku tidak pernah mengalami
hambatan komunikasi ketika Ia berkomunikasi dengan masyarakat di Kampung Bali, Ia juga tidak pernah memiliki konflik dengan masyarakat.
Informan IV, Bapak Nyoman Sutejo mengatakan bahwa bahasa tidak pernah menjadi hambatan bagi dirinya dalam melakukan komunikasi dengan
masyarakat di Kampung Bali. Waktu menjadi satu-satunya hambatan baginya dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat yang ada di Kampung Bali, hal
ini disebabkan oelh kesibukan masyarakat dengan pekerjaannya masing-masing sehingga sulit untuk menyesuaikan waktu untuk berkomunikasi. Bapak Nyoman
Sutejo juga tidak pernah memiliki konflik dengan masyarakat. Informan V, Bapak Wayan Dangin mengatakan bahwa bahasa tidak
menjadi kendala bagi dirinya untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat di Kampung Bali, pasalnya Ia bisa menggunakan Bahasa Jawa, walaupun Ia tidak
mengerti Bahasa Karo, Ia menggunakan Bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat Suku Karo. Selain hal tersebut, Bapak Wayan Dangin
mengaku tidak pernah memiliki hambatan dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat di Kampung Bali, beliau juga tidak pernah memiliki konflik dengan
masyarakat karena hal tersebut memang benar-benar dihindarinya. Informan VI, Bapak Made Suprapto mengatakan bahwa Ia pernah bingung
dengan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat ketika berkomunikasi, karena Ia dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, jika dengan
Universitas Sumatera Utara
masyarajat Suku Karo beliau mengaku menggunakan bahasa Indonesia. Hambatan yang dialami Bapak Made ketika melakukan komunikasi adalah
perbedaan persepsi, menurutnya hal tersebut memang tidak dapat dipungkiri. Selain perbedaan persepsi, faktor waktu juga menajdi hambatan yang dialami oleh
Bapak Made Suprapto. Bapak Made Suprapto juga tidak pernah memiliki konflik dengan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
123
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan temuan data penelitian dan pembahasan tentang Pola komunikasi masyarakat Suku Bali dalam berinterkasi
dengan lingkungan yang multietnis di Desa Cipta Dharma, Kecamatan Sei Wampu, Kabupate Langkat, adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat Suku Bali memiliki hubunganyang harmonis dengan sesama
Suku Bali maupun dengan suku lainnya. Mereka saling berinteraksi dan berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, terdapat dua pola komunikasi
yang digunakan oleh masyarakat Suku Bali dalam berinterkasi dengan sesama Suku Bali maupun dengan masyarakat yang berbeda suku. Pola
komunikasi dua arah atau pola komunikasi timbal balik digunakan masyarakat Suku Bali ketika bertamu dan melakukan KAP dengan
masyarakat yang ada di Kampung Bali, baik itu sesama Suku Bali maupun dengan yang berbeda suku. Sementara pola komunikasi
multiarah digunakan ketika dalam pertemuan Suka-duka, pertemuan BPKD dan pertemuan lainnya yang sifatnya sementara dan tidak rutin.
Pola komunikasi ini digunakan karena pada pertemuan suka-duka maupun BKPD terdapat banyak peserta komunikasi, dan setiap peserta
komunikasi dapat bertukar pikiran secara dialogis. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Suku Bali ketika berkomunikasi dengan
sesamanya tidak lagi sepenuhnya menggunakan Bahasa Bali, mereka menggunakan bahasa yang disesuaikan dengan kemampuan berbahasa
yang dimiliki lawan bicaranya, begitu juga halnya ketika berkomunikasi dengan masyarakat yang berbeda suku. Masyarakat Suku Bali di
Kampung Bali masih melaksanakan ritual tradisi dan keagamaan, mereka juga masih memahami makna dibalik tradisi dan ritual yang
merekalakukan
Universitas Sumatera Utara