Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

(1)

(2)

Lampiran 1 Perhitungan % kematian larva Artemia Salina Leach

% �������� = jumlah larva mati

jumlah larva total awal x 100%  Konsentrasi 20 ppm :

% �������� = 3

30 x 100% = 10%  Konsentrasi 40 ppm :

% �������� = 7

30 x 100% = 23,33%  Konsentrasi 60 ppm :

% �������� =17

30 x 100% = 56,66%  Konsentrasi 80 ppm :

% �������� =18

30 x 100% = 60%  Konsentrasi 100ppm :

% �������� 7

30x100% = 76,66%

Perhitungan nilai LC50 Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

X Y XY X2

0 0 0 0

1,3 3,72 4,83 1,69

1,6 4,26 6,76 2,56

1,8 5,18 9,32 3,24

1,9 5,25 9,97 3,61

2 5,74 11,48 4

∑X= 8,6 ∑Y= 24,12 ∑XY=42,36 ∑X2

=15

X = Log Konsentrasi Y = Nilai Probit(∑X)


(3)

Persamaan regresi garis linier y = ax + b

�=∑XY−(∑X.∑Y)/n

∑X2(X)2/n

� = 2,911

� = (∑X

2)(Y)(X)(XY) n(∑X2) (X)2

�= −0,183 Dari persamaan garis regresi y = ax + b

Nilai LC50 :

5 = 2,899x – 0,156 2,899x = 5 + 0,156 X = 1,77

Antilog X = 58,88 ppm

Grafik Log Konsentrasi terhadap Probit y = 2,899x - 0,156

R² = 0,964

0 1 2 3 4 5 6 7

0 0,5 1 1,5 2 2,5

P

ro

b

it

Log Konsentrasi

Grafik Log konsentrasi Vs Probit

LC50 Linear (LC50)


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Adfa, M., 2005, Survey Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Brine

Shrimp Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Propinsi Bengkulu,Gradien 1 (1): 43, 45-46.

Anderson, J.E. 1991. A blind comparison of simple bench top bioassay and

human tumor cell cytotoxities as antitumor priesscrenns, natural product chemistry. Phytochemical Analysis 2 : 107 – 111

Anonim. 1996. Laporan Pengkajian Tahun Anggaran 1996/1997, Kapsulisasi Ekstrak Daun Benalu di Daerah Istimewa Yogyakarta, sentra P3T Provinsi D.I. Yogyakarta.

Carballo JL,dkk. 2002. Comparison between two brine shrimp assays to detect

in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology.

Dhahiyat, Y dan Djuangsih. 1997. Uji Hayati (Bioassay); LC 50 ( Acute Toxicity Tests) Menggunakan Daphnia dan Ikan. [Laporan Hasil Penelitian]. PPSDAL LP UNPAD.Bandung.

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Alami. Kanisius. Yogyakarta

Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 1, 2000. p. 3-4.

Dewi, N.A. 2011. Potensi Ekstrak Daun Rambutan (Naphelium lappaceum L.) sebagai pembasmi larva nyamuk Culex pipiens. Skripsi. Samarinda: Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.

Finney, N.D. (1971). Probit Analysis 3rd ed. Cambrige University Press.

Cambrige. England.

Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. FK-UI: Jakarta.

Gordon, M.H. 1990. The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsivier Applied Science. London.

Hamburger, M., Hostettmann, K., 1991. Bioactivity in plants: the link between phytochemistry and medicine. Phytochemistry 30 (12): 3864-3874 Hamilton, R.J. 1983. The chemistry of rancidity in foods. Di dalam: J.C. Allen

dan R.J. Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied science Publishers. London.


(9)

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan kedua. Penerbit ITB. Bandung.

Harmita., 2009, Buku Ajar Analisis Hayati,(Edisi III, Cetakan I), Dalam Manurung J., (Editor), Jakarta: EGC, hal: 42-43, 48, 76-78

Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam: Buku Ajar Analisis Hayati, Eds.3.EGC. Jakaerta:1-5.

Hieronymus, B. 2008. Ragam dan Khasita Tanaman Obat. Jakarta : AgroMedia Pustaka.

Indiastuti D.N., et al.,. 2008.Skrining Pendahuluan Toksisitas Beberapa Tumbuhan Benalu terhadap Larva Udang Artemia salina Leach,Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 6 (2): 82.

Ikawati, Muthi. 2008. Pemanfaatan Benalu Sebagai Agen Antikanker. Paper. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Isnansetyo Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton, Zooplankton. Pakan Alam untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Lamson, Davis W, MS, ND, and Brignall, Matthew S. ND. 2000. Antioxidants

and cancer III: Quercetin, Alternative Medicine Review Volume 5

Number 3

Mailandri, M. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia Roxb dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang Aktif. FMIPA UI.

Maukar, A. Morein. 2013. Analisis Kandungan Fitokimia Dari Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Soyogik (Sauraula bracteosa DC) Dengan Menggunakan Metode Maserasi. Jurnal Ilmiah Sains Vol.13. FMIPA. Universitas Sam Ratulangi, Manado.

McLaughin, J.L. and Rogers, L.L. 1988. The use of biological assay to

evaluate botanicals. Drug Information Journal 32 : 513-524.

Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putman, J.E., Jacsben, L.b., Nicols, D.E. and McLaughlin, J.L. 1982. Brine Shrimp : a convenient general bioassay

for active plant constituent. Plant Medica45: 31-34

Miller, N.D. 1996. Antiooxidant flavonoid structural usage alternative medical Review 1(2), 103-111.


(10)

Mudjiman, A. 1988. Udang Renik Air Asin (Artemia Salina). Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

Pitojo, S. 1996. Benalu Hortikultura Pengendalian dan Pemanfaatan. Trubus Agriwidya, Tegal, Jawa Tengah.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.

Priyanto, 2009, Toksikologi: mekanisme, terapi antidotum, dan penilaian resiko,(Cetakan I), Dalam Sunaryo H., (Editor), Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, hal: 151-152, 157.

Purnomo, B. 2000. Uji Ketoksikan Akut Fraksi Etanol Daun Benalu (Dendropathe Sp) Pada Mencit Jantan Dan Uji Kandungan Kimia, Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Riset Kesehatan Dasar Indonesia. 2013. Situasi Penyakit Kanker. Pusat Data

dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Rosidah, S. Yulinah ,Elin, S. Gana. 1999. Uji Aktivitas Antiradang pada Tikus Galur Wistar dan Telaah Fitokimia Ekstrak Daun Babadotan dan Ekstrak Rimpang Jahe. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id. [18 Maret 2008] Santoso, S.O. 1993. Perkembangan Obat Tradisional dan Ilmu Kedokteran di

Indonesia dan Upaya Pengembangannya Sebagai Obat Alternatif. Pidato Pengukuhan Pada Upacara Penerima Jabatan Sebagai Guru Besar dab Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 4 Sepetember 1993.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Cetakan Pertama. UGM-Press. Yogyakarta.

Sirait, M. 2000. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Penerbit ITB. Bandung. Siregar, J.P. C. Dan Amalia, L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan

Penerapan. Jakarta : EGC.

Soejono, 1995. Inventarisasi Pohon Inang Benalu di Kebun Raya Purwodadi. Makalah Seminar Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia IX 21-22 September 1995. Universitas Gadjah Mada.

Tamaru, C.S., H. Ako, R. Paguirigan, Jr. Pang. 2004. Enrichment of Artemia

for Use in Freshwater Ornamental Fish Production.

http://www.lama.kcc.edu/CSTA/Artemia.htm/ [13 September 2009]. Tjay, Tan Hoan. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia: Jakarta.


(11)

Wongkar, J.S., Max, J.R., Jemmy, A. 2015. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Benalu Langsat ( Dendrophthoe petandra (L) Miq) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) LC50. Jurnal FMIPA UNSRAT.


(12)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

- Rotary Vacum Evaporator Buch

- Penangas Uap Memmert

- Cawan porselen

- Labu alas Pyrex

- Labu Erlenmeyer Pyrex

- Neraca Analitis Mettler Toledo

- Pipet tetes - Blender - Botol reagen - Botol aquadest - Buret

- Tabung reaksi Pyrex

- Cawan penguap - Botol vial - Corong kaca

- Beaker glass Pyrex

- Batang pengaduk

- Gelas ukur Pyrex

- Aquarium kecil - Mikropipet - Aerator - Lampu pijar - Aluminium Foil - Mikroskop Stereo


(13)

3.2 Bahan – bahan - Daun benalu kopi

- larva udang Artemia salina Leach - Methanol

- Metanol p.a p.a Merck

- Aquadest - HCl (l)

- Air laut sintetik - DMSO 1% - Pereaksi Wagner - Perekasi Meyer - Pereaksi Dragendorff - Pereaksi Bouchardart - HCl (p)

- FeCl35%

- CeSO4 1%

- H2SO4 10%

- Ragi - Aquadest - Garam

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Serbuk Daun Benalu Kopi

Daun benalu kopi (Loranthus ferruginius Roxb.) segar yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air hingga bersih dari kotoran yang melekat dan ditiriskan. Daun dikeringkan dengan cara diangin – anginkan. Kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah yang tertutup.


(14)

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Pembuatan ekstrak metanol daun benalu kopi dilakukan dengan metode maserasi sebanyak 200g serbuk daun benalu kopi dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer, ditambahkan pelarut metanol hingga serbuk daun terendam. Didiamkan selama kurang lebih 48 jam dan ditutup dengan rapat lalu disaring menggunakan kertas saring. Selanjutnya filtrate yang diperoleh dipekatkan dengan Rotary Vacum Evavorator untuk memisahkan pelarutnya hingga diperoleh ekstrak metanol dari daun benalu kopi, kemudian dipanaskan diatas penangas uap untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa.

3.3.3 Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder 3.3.3.1 Uji Flavonoid

Filtrat metanol dari daun benalu kopi dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan larutan pereaksi FeCl3 1%. Jika terjadi perubahan menjadi

endapan berwarna hitam maka menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

3.3.3.2 Uji Terpenoid

Filtrat metanol dari daun benalu kopi diteteskan pada plat tipis, kemudian ditambahkan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%. Jika terbentuk warna merah

kecoklatan menunjukkan adanya senyawa terpenoid.

3.3.3.3 Uji Saponin

Filtrat metanol dari daun benalu kopi dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan aquades, kemudian dikocok kuat – kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit menunjukkan adanya senyawa saponin.

3.3.3.4 Uji Alkaloid

Filtrat metanol dari daun benalu kopi dimasukkan kedalam 4 tabung reaksi dan selanjutnya ditambahkan dengan pereaksi alkaloida diantaranya :

1. Tabung I ditambahkan larutn pereaksi Wagner. Jika terbentuk endapan menggumpal berwarna coklat, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.


(15)

2. Tabung II ditambahkan larutan pereaksi Meyer. Jika terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.

3. Tabung III ditambahkan larutan pereaksi Bouchardat. Jika terbentuk endapan bewarna coklat kemerahan, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.

4. Tabung IV ditambahkan larutan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk endapan merah atau jingga, menunjukkan adanya senyawa alkaloida.

3.3.4 Uji Toksisitas dengan Metode Brime Shrimp Lethality Test ( BSLT) 3.3.4.1Pembuatan Air Laut Buatan (ALB)

Siapkan air laut buatan dengan melarutkan 38 gram noniodium dalam 1 liter air mineral (Harmita, 2009).

3.3.4.2 Pembuatan Ekstrak Ragi

Ditimbang ragi sebanyak 3 mg, lalu ragi dilarutkan dengan 5 ml air laut buatan diaduk dan dihomogenkan. Disimpan ekstrak ragi didalam vial dan siap untuk digunakan.

3.3.4.3 Penyiapan Kontrol Negatif

Kontrol negatif yang digunakan untuk uji toksisitas pada larva udang Artemia

salina Leach yaitu dibuat dengan dimasukkan pelarut ( metanol p.a) kedalam vial

dan dikeringkan, lalu ditambahkan 1 ml air laut buatan, 1 tetes dimetil sulfoksida (DMSO) 1%, 10 ekor larva udang Artemia salina Leach dan 1 tetes ragi kedalam vial, kemudian ditambahkan air laut buatan sampai volumenya menjadi 5 ml.

3.3.4.4 Persiapan Larva Udang Artemia salina Leach

Telur udang ditetaskan 2 hari sebelum dilakukan uji. Disiapkan bejana untuk penetasan telur udang. Wadah yang digunakan dibagi menjadi dua bagian, bagian gelap dan terang kemudian ditambahkan air laut buatan. Satu ruang dalam bejana tersebut diberi penerangan dengan cahaya lampu pijar/neon 15 watt untuk menghangatkan suhu dalam penetasan agar suhu penetasan 25oC-31oC tetap


(16)

terjagadan merangsang proses penetasan. Sebelum ditetaskan telur Artemia salina Leach sebanyak 20 mg terlebih dahulu dicuci yakni ditaburkan dan direndam pada wadah berisi akuades selama 1 jam, lalu ditiriskan sampai airnya tuntas, kemudian telur ditempatkan / direndam pada bagian gelap dari wadah berisi air laut buatan sekitar 500 mL.

Telur udang yang terendam air laut buatan dibiarkan selama 2 x 24 jam sampai menetas menjadi benur (nauplius) yang matang dan siap digunakan dalam percobaan. Telur akan menetas dalam waktu 18-48 jam dan akan bergerak secara alamiah menuju daerah terang sehingga larva udang terpisahkan dari bagian telur atau kulit telur. Larva yang sehat bersifat fototropik dan siap dijadikan hewan uji setelah berumur 48 jam. Nauplius dipisahkan dari telurnya dengan dipipet ke dalam beker/vial yang berisi air laut buatan.

3.3.4.5 Persiapan Larutan Uji

Ekstrak yang kan diuji dibuat dalam beberapa konsentrsi 20 ppm, 40 ppm,60 ppm 80 ppm, dan 100 ppm. Ekstrak yang telah dalam variasi konsentrasi dipipet masing – masing sebanyak 100 µl menggunakan alat mikropipet ke dalam botol vial, dibuat tiga kali pengulangan (triplo).

3.3.4.6 Uji Toksisitas Brime Shrimp Lethality Test ( BSLT)

Vial disediakan untuk tiap kelompok sesuai peringkat konsentrasi dengan masing-masing disediakan 5 vial dan direplikasi sebanyak 3 kali(triplo), kemudian vial yang berisi larutan uji sebanyak 100 µl dikeringkan sampai semua pelarutnya menguap sehingga tidak berbau pelarutdan dapat ditunjukkan dengan proses pengeringan menghasilkan penimbangan yang konstan dengan bobot tetap (Adfa, 2005), kemudian ditambahkan DMSO 1 % 1-3 tetes (50-150 µL) termasuk vial kontrol untuk melarutkan sampel kembali jika diperlukan. Selanjutnya vial yang telah diisi sampel kemudian ditambah air laut buatan 1 mL (Indiastuti, 2008), kemudian 10 ekor larva udang Artemia salina Leach yang berumur 48 jam dimasukan dalam vial. Satu tetes ragi (0,6 mg/mL) dimasukkan ke dalam setiap vial sebagai makanan Artemia (Harmita & Radji, 2008), lalu ditambahkan air laut buatan sampai tanda batas volume 5 mL. Kontrol negatif (blanko) dilakukan cara


(17)

kerja yang sama tanpa memasukan ekstrak daun benalu kopi ke dalam vial. Vial-vial tersebut diletakkan di bawah penerangan. Jumlah Artemia salina Leach yang mati dalam tiap vial selama 24 jam dihitung dengan cara manual dan mikroskopik. Kriteria standar untuk menilai kematian larva udang adalah bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama beberapa detik observasi.Cara manual yaitu dengan mengamati larva di dalam vial dengan bantuan lup, kemudian diamati dalam kaca arloji dengan bantuan cahaya. Jumlah nauplii yang mati dihitung dengan mengurangkan jumlah total nauplii pada tiap konsentrasi dengan jumlah nauplii yang masih hidup. Sedangkan cara mikroskopik adalah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.

3.3.4.7 Analisa Toksisitas

Efek toksik diperoleh dari pengamatan dengan menghitung % kematian (mortalitas) larva Artemia salina Leach pada tiap konsentrasi. Ciri – ciri larva

Artemia Salina Leach yang mati dilihat dari fisik larva yang sudah tidak bergerak,

lalu dilihat dari warna tubuh yang lebih gelap, serta seolah – olah bentuk tubuh lebih ramping tidak memiliki sayap.Jumlah Artemia salina Leach yang mati dalam tiap vial selama 24 jam dihitung. Persen kematian diperoleh dari hasil perkalian rasio dengan 100%, yaitu larva yang mati dibagi jumlah larva awal dikali 100% untuk tiap replikasi. Lalu dibandingkan dengan kontrol dan dilakukan analisis hasil sehingga diperoleh harga LC50.

% ��������= jumlah larva mati

jumlah larva total awal x 100%

Apabila pada kontrol ada yang mati, persen kematian ditetapkan dengan rumus Abbott (Meyer et al., 1982; Harmita & Radji,2008).

%��������=jumlah larva yang mati pada uji−jumlah larva mati pada kontrol


(18)

Dari persen kematian, dicari angka/nilai probit tiap kelompok hewan uji melalui tabel, menentukan log dosis tiap-tiap kelompok kemudian dibuat grafik dengan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit vs log konsentrasi, y = bx + a. Dimana y : angka probit dan x : log konsentrasi, kemudian ditarik garis dari harga probit 5 (= 50% kematian) menuju sumbu X, didapatkan log konsentrasi. Log konsentrasi diantilogkan untuk mendapatkan harga LC50atau LC50 dapat juga

dihitung dari persamaan garis lurus tersebut dengan memasukkan nilai 5 (probit dari 50 % kematian hewan coba) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi. LC50 dihitung dan diperoleh dari antilog nilai x tersebut (Priyanto,


(19)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Ekstraksi Daun Benalu Kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)

200 g serbuk daun benalu kopi

Dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer

Direndam dengan 1 liter metanol selama 48 jam (± 2 hari) Disaring

Residu Filtrat

Dipekatkan dengan Rotary Vacum Evavorator

Dipanaskan diatas penangas air


(20)

3.4.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

dimasukkan kedalam tabung reaksi

tabung I + pereaksi Wagner

tabung II + pereaksi Maeyer

tabung III + pereaksi Dragendorf tabungIV + pereaksi Bouchardat

ditambahkan dengan aquadest dikocok Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

ditambahkan FeCl3 1%

Alkaloid Terpenoid Flavonoid Saponin ditambahkan

CeSO4 1% dalam H2SO4 10%


(21)

3.4.3 Uji Toksisitas dengan Metode Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), ( McLaughlin, 1988)

3.4.3.1 Persiapan Larva Udang

38 g garam non iodium untuk air laut buatan

Dimasukkan kedalam wadah yang telah disekat dua bagian ( setengah terbuka setengah tertutup) Ditambahkan 1 L aquadest

Dimasukkan 20 gram telur Artemia salina Leach pada bagian sekat yang tertutup

Diberikan lampu dibagian yang terbuka untuk menarik udang pada bagian sekat yang terbuka

Dibiarkan selama 24 jam, hingga telur menetas

Nauplii menuju bagian yang bercahaya

Dibiarkan selama 48 jam


(22)

3.4.3.2 Pembuatan larutan Induk 100 ppm

0.025 gram Ekstrak Methanol Daun Benalu Kopi

Dimasukkan kedalam labu takar 25ml

Ditambahkan Metanol p.a hingga garis batas Dihomogenkan

25 ml Larutan Induk 1000 ppm ppm

Dipipet 2,5 ml larutan induk 1000 ppm

Dimasukkan dalam labu takar 25 ml

Ditambahkan metanol p.a hingga garis batas Dihomogenkan


(23)

3.4.3.3 Uji Toksisitas 3.4.3.3.1 Larutan Ekstrak

25 ml larutan Ekstrak 100 ppm

Dibuat variasi 20,40,60,dan 80 ppm

Dipipet 5 ml dengan pipet volume Ditambahkan metanol p.a hingga baris batas Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml

Dihomogenkan

Dipipet 5 ml dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml Ditambahkan metanol p.a hingga baris batas

Dihomogenkan

Dipipet 5 ml dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml Ditambahkan metanol p.a hingga baris batas

Dihomogenkan

Dipipet 5 ml dengan pipet volume Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml

Ditambahkan metanol p.a hingga baris batas

Dihomogenkan

20 ppm 40 ppm 60 ppm 80 ppm

Dipipet 100 µl kedalam botol vial Dikeringakan/diuapkan

Diisi 3 ml air laut buatan Diteteskan 1 - 3 tetes DMSO 1% Dimasukkan 10 ekor larva udang Diteteskan 1 tetes ekstrak ragi Dibiarkan selama 24 jam Diamati jumlah larva yang mati Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali Dihitung nilai LC50


(24)

3.4.3.3.2 Larutan Kontrol

1 ml Metanol p.a

Dimasukkan kedalam botol vial

Dikeringkan/diuapkan

Ditambahkan 1 ml air laut buatan

Diteteskan 1 tetes DMSO 1%

Dimasukkan 10 ekor larva udang

Diteteskan 1 tetes ragi

Dibiarkan selama 24 jam

Diamati jumlah larva yang mati

Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali

Dihitung nilai LC50


(25)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Ekstrak metanol daun benalu kopi diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol, dilakukan skrining fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid, terpenoid, saponin dan alkaloid yang ditunjukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi Golongan Pereaksi Hasil Skrining

Fitokimia

Perubahan warna/endapan

Flavonoid FeCl3 1% +

Terbentuk

endapan berwarna hitam

Terpenoid CeSO4 1% dalam H2SO4 10

+

Berubah warna menjadi merah kecoklatan

Saponin Akuades - Tidak terjadi

perubahan

Bouchardat - Tidak terjadi

perubahan

Alkaloid Wagner - Tidak terjadi

perubahan

Meyer - Tidak terjadi

perubahan

Dragendorf - Tidak terjadi

perubahan

Perubahan warna/endapan menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, flavonoid, terpenoid dan saponin.


(26)

4.1.2 Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi Menggunakan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Uji toksisitas ditentukan berdasarkan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), yaitu metode yang menganalisa sifat toksik suatu bahan berdasarkan mortalitas larva Artemia Salina Leach. Seberapa mampu bahan bersifat racun terhadap larva Artemia Salina leach dan mampu membunuh larva Artemia Salina Leach hingga 50% dalam waktu 24 jam. Ekstrak metanol daun benalu kopi mampu membunuh dan bersifat racun terhadap larva Artemia Salina Leach, dalam beberapa variasi konsentrasi seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

a. Konsentrasi 20 ppm

a b c

Gambar 4.1 (a) tidak ada kematian larva pada replikasi ke 1 (b) kematian larva sebanyak 1 ekor pada replikasi ke 2 (b) kematian larva sebanyak 2 ekor pada replikasi ke 3


(27)

b. Konsentrasi 40 ppm

a

a b c

Gambar 4.2 (a) kematian larva sebanyak 3 ekor pada replikasi ke 1, (b)kematian larva sebanyak 1 ekor pada replikasi ke 2 (c)kematian larva sebanyak 3 ekor pada replikasi ke 3.

c. Konsentrasi 60 ppm

a b c

Gambar 4.3 (a)kematian larva sebanyak 6 ekor pada replikasi ke 1, (b) kematian larva sebanyak 5 ekor pada replikasi ke 2, (c) kematian larva sebanyak 6 ekor pada replikasi ke 3.


(28)

d. Konsentrasi 80 ppm

a b c Gambar 4.4 (a)kematian larva sebanyak 6 ekor pada replikasi ke 1, (b)kematian

larva sebanyak 6 ekor pada replikasi ke 2, (c)kematian larva sebanyak 6 ekor pada replikasi ke 3.

e. Konsentrasi 100 ppm

a b c

Gambar 4.5 (a) kematian larva sebanyak 8 ekor pada replikasi ke 1, (b) kematian larva sebanyak 8 ekor pada replikasi ke 2 (c) kematian larva sebanyak 7 ekor pada replikasi ke 3.

Keterangan : larva yang mati gambarnya tampak jelas dan berwarna lebih gelap ditunjukkan dengan panah berwarna merah


(29)

Adapun hasil pengukuran jumlah total kematian larva dapat ditunjukkan dalam tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Jumlah Total Kematian Larva Selama 24 Jam

C ( ppm) Log C Jumlah larva mati tiap replikasi

Rata – rata kematian

% kematian Probit 1 2 3

20 1.3 0 2 1 1 10% 3.72

40 1.6 3 1 3 2.33 23.33% 4.26 60 1.8 6 5 6 5.6 56.66% 5.18 80 2.9 6 6 6 6 60% 5.25

100 2 8 8 7 7.6 76.66% 5.74

kontrol - - - - - - - -

Dari persamaan garis linier diperoleh LC50 sebesar 58.88 ppm

Keterangan:

(-) : tidak ada larva yang mati 4.2 Pembahasan

4.2.1 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi

Berdasarkan hasil skrining fitokimia, diperoleh bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi pada golongan flavonoid dengan penambahan FeCl3, menunjukkan

adanya terbentuk endapan hitam. Pada golongan terpenoid dengan pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 10% menunjukkan adanya pembentukan endapan coklat

kemerahan. Pada golongan saponin dengan penambahan akuades, tidak menunjukkan adanya pembentukkan busa yang stabil saat dikocok. Pada golongan alkaloid dengan pereaksi Wagner, Bouchardat, dan Dragendorf tidak terjadi perubahan warna sedangkan dengan penambahan pereaksi Meyer tidak terjadi pembentukkan putih kekuningan. Sehingga, ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid dan terpenoid.


(30)

4.2.2 Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi Menggunakan Metode Brime Shrimp Lethality Test (BSLT)

Uji BSLT merupakan uji toksisitas yang paling sederhana dengan menggunakan larva Artemia Salina Leach sebagai hewan ujinya. Uji ini dimaksudkan untuk skrining awal potensi sebagai senyawa antikanker. Larva Artemia Salina Leach yang digunakan berumur 48 jam atau yang disebut dengan nauphilus. Larva

Artemia Salina Leach yang digunakan sebanyak 10 ekor dengan waktu

pengamatan 24 jam.

Ditabel 4.2 diatas telah dijelaskan hasil pengujian ekstrak metanol daun benalu kopi terhadap larva Artemia Salina Leach dengan waktu pengamatan 24 jam, dimana hasil pengujian terhadap Larva Artemia Salin Leach dengan konsentrasi 20,40,60,80, dan 100 ppm didapatkn persen kematian larva berturut – turut 10%; 23.33%; 56.66%; 60%; dan 76.66%. Untuk kontrol negatif dengan menggunakan pelarut metanol tidak menunjukkan adanya kematian, sehingga dapat dikatakan bahwa pelarut yang digunakan tidak mempengaruhi pengujian.

Kematian larva Artemia Salina Leach disebabkan oleh kandungan senyawa bioaktif yang terdapat dalam sampel yang diujikan. Senyawa bioaktif tersebut masuk kedalam tubuh larva, yang kemudian bertindak sebagai racun perut sehingga mengganggu sistem pencernannya. Selain itu, reseptor perasa pada mulut larva juga dihambat sehingga larva gagal mengenali makanannya yang kemudian menyebabkan kematian (Djarijah, 1995). Hasil pengujian menunjukkan bahwa persen kematian Artemia Salina semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi sampel yang diujikan dapat dilihat dalam gambar 4.6 berikut ini :


(31)

Gambar 4.6. Grafik hubungan antara konsentrasi dengan %kematian larva Artemia Salina Leach.

Untuk mengetahui toksisitas dari ekstrak metanol daun benalu kopi yang diujikan, dihitung nilai LC50 menggunakan persamaan regresi linier log

konsentrasi (x) vs probit (y) pada penelitian ini persamaan regresi linier yang didapat adalah y = 2,899x – 0,156. Dengan Persamaan tersebut dapat dihitung LC50 dari ekstrak metanol benalu kopi yang diujikan terhadap larva Artemia

Salina Leach.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ekstrak metanol benalu kopi mampu membunuh 50% populasi larva Artemia Salina Leach dengan konsentrasi 58,88 ppm. Berdasarkan hasil LC50 yang diperoleh menandakan bahwa ekstrak

metanol daun benalu kopi bersifat toksik.

4.2.3Hubungan Senyawa Toksik dengan Aktivitas Antikanker

Larva Artemia Salina Leach memiliki kemampuan berkembang biak yang cepat seperti sel kanker. Kesamaan lain yang dimiliki Artemia Salina Leach adalah membran kulitnya yang tipis seperti sel kanker. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada dalam ekstrak metanol daun benalu kopi ini diharapkan mampu menyebabkan kematian. Adanya kematian larva Artemia Salina Leach tersebut dapat diasumsikan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi yang diujikan dapat juga menyebabkan kematian pada sel kanker.

0 20 40 60 80 100

20 40 60 80 100

% K e m a ti a n Konsentrasi (ppm)


(32)

Kematian larva Artemia Salina Leach dihubungkan dengan adanya senyawa toksik. Didalam penelitian ini senyawa toksik berasal dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.). Berdasarkan uji skirining fitokimia ekstrak metanol daun benalu kopi mengandung senyawa bioaktif yang dapat larut dalam metanol yaitu flavonoid dan terpenoid. Flavonoid termasuk senyawa polifenol alam yang mempunyai bioaktifitas sebagai penangkal radikal bebas dan dapat menginhibisi protein karena adanya gugus fenol. Berdasarkan penelitian terdahulu tumbuhan benalu kopi mengandung flavonoid utama yaitu kuersetin. Kuersetin adalah kelompok flavonol terbesar, kuersetin juga merupakan suatu aglikon yang apabila berikatan dengan glikonnya akan menjadi glikosida, kuersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degenerative dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari low density lipoproteins (LDL) dengan cara menangkap radikal bebas dan mengkhelat ion logam transisi. Senyawa ini dapat beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus sel, berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan menghambat enzim tirosin kinase (Lamson et al., 2000).

Larva yang 60% tersusun atas protein mati dikarenakan senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid, dimana struktur fenol dari flavonoid mampu menginhibisi aktivitas protein kinase sehingga menghambat jalur transduksi sinyal dari membran sel ke inti sel, dan menggangu proses pencernaan serta pertumbuhan larva sehingga lama - kelamaan larva mati. Senyawa fenol pada senyawa alam yang dikenal sebagai polifenol dalam konsentrasi tinggibekerja dengan merusak membran sitoplasma secara total dengan mengendapkan protein sel. Akan tetapi bila dalam konsentrasi rendah , fenol merusak membran sel yang menyebabkan kebocoran metabolit penting dan menginaktifkan metabolisme pada tubuh larva (Carballo,2002). Hal ini dianggap bahwa senyawa flavonoid dapat bersifat toksik karena menimbulkan kematian pada larva Artemia Salina Leach.


(33)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid dan terpenoid.

2. Uji Toksisitas ekstrak metanol benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) dengan metode Brime Shrimp Lethality Test (BSLT) memiliki nilai LC50

sebesar 58,88 ppm. Ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) bersifat toksik dan berdasarkan hasil LC50 yang

didapatkan pada penelitian ini, ekstrak metanol daun benalu kopi berpotensi sebagai antikanker karena LC50< 1000 ppm (Meyer,et al., 1982).

5.2 Saran

Diharapkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti selanjutnya untuk menguji ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.)dengan uji sitoksisitas terhadap cell line kanker pada manusia untuk mengetahui apakah ekstrak metanol daun benalu kopi dapat dijadikan obat yang berpotensi sebagai antikanker.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan Benalu Kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.) 2.1.1 Deskripsi Tumbuhan

Benalu kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.) merupakan jenis tumbuhan yang hidupnya tidak memerlukan media tanah. Ia hidup sebagai parasit, melekat pada sel inang, dan menghisap nutrisi yang dimilikinya sehingga menyebabkan kematian pada sel inang tersebut. Adanya klorofil menyebabkan tanaman benalu memiliki kemampuan melakukan proses fotosintesis. Akan tetapi, tanaman ini tidak mampu mengambil air dan unsur hara secara langsung dari tanah yang menjadikannya sebagai tanaman parasit (Pitojo,1996)

Bentuk dari benalu kopi yaitu akar berbentuk ramping, menjalar pada inangnya dan berwarna kusam. Batang tumbuhan panjang tegak berwarna hijau kusam. Daun bentuk lonjong kecil – kecil yang memiliki warna hijau tua sedikit kasar permukaannya. Terdapat biji kecil – kecil disela – sela tangkai daun dan batang, biji berbentuk kecil seperti isi pensil, memiliki sungut pendek. Habitus dari tumbuhan ini sangat besar, cukup besar. (Pitojo,1996). Tumbuhan benalu kopi dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut :


(35)

2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan

Kandungan kimia yang terdapat dalam benalu adalah flavonoid, tanin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin (Anonim,1996). Berdasarkan berbagai penelitian, senyawa dalam benalu yang diduga memiliki aktivitas antikanker adalah flavonoid, yaitu kuersetin yang bersifat inhibitor terhadap enzim DNA topoisomerase sel kanker (Anonim,1996). Berdasarkan berbagai penelitian yang ada senyawa flavonoid pada benalu yang berperan dalam melawan kanker adalah kuersetin. Kuersetin memiliki aktivitas antioksidan yang dimungkinkan oleh komponen fenoliknya yang sangat reaktif. Kuersetin akan mengikat radikal bebas sehingga dapat mengurangi reaktifitas radikal bebas tersebut, (Purnomo, 2000).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan Benalu Kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.) hasilidentifikasi tumbuhan di laboratorium Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara, adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Santalales

Famili : Loranthaceae

Genus : Loranthus

Spesies :Loranthus Ferrugineus Roxb.

Nama lokal : Benalu Kopi ( Herbarium Medanense, 2015)

2.1.4 Khasiat Tumbuhan

Benalu kopi adalah salah satu tanaman parasit yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional. Sebagai tanaman parasit benalu tidak banyak dimanfaatkan, hal ini berkaitan dengan sifat parasit benalu yang dapat merusak


(36)

tanaman inangnya,sementara sebagai salah satu tanaman obat, benalu mempunyai peranan yang penting. Secara tradisional benalu digunakan antara lain sebagai obat batuk, amandel, campak, diabetes dan kanker (Pitojo,1996).

2.1.5 Perkembangbiakan Tumbuhan 2.1.5.1 Organ Perkembangbiakan Benalu

Tumbuhan benalu dapat berkembangbiak dengan cara generative dan vegetative. Pada kebanyakan spesies benalu, cara utama untuk perkembangbiakannya melalui cara generative, sedangkan bagi beberapa spesies benalu melalui cara generatif dan vegetative yang saling melengkapi. Organ perkembangbiakan generative berupa biji dan organ perkembangbiakan vegetative yaitu haustoria.

2.1.5.2 Pertumbuhan Benalu

Pertumbuhan benalu tidak secepat tanaman yang hidup dan mengambil makanan langsung dari tanah. Pertumbuhan benalu tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan hara yang dapat dimanfaatkan benalu dari tanaman yang dihinggapinya.

Pertumbuhan benalu mengeluarkan haustoria, menjalar kebagian lain tanaman inang, mengadakan penetrasi kejaringan, dan menghisap hara garam mineral, serta air dari tanaman inang. Benalu memiliki hijau daun sehingga dapat berasimilasi membentuk karbohidrat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, benalu termasuk kedalam kategori tumbuhan hemiparasit. Beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan benalu sebagai berikut :

a. Spesies Benalu

Perilaku pertumbuhan benalu berbeda – beda, ada yang tumbuhnya kuat, ada yang membentuk percabangan banyak, ada yang membentuk habitus kecil, dan lain – lain. Spesies benalu yang pertumbuhannya kuat antara lain Dendrophthoe. Benalu yang berhabitus kecil antara lain viscum.


(37)

Perilaku perakarannya pun bermacam – macam. Pada spesies Viscum, tidak membentuk haustoria diluar tanaman inang sedangkan pada Dendrophthoe menunjukkan cirri bahwa jaringan tanaman sempat berpijaknya benalu mengalami pertumbuhan abnormal yang dikenal dengan istilah hipertrofi. Pertumbuhan semacam itu juga terjadi pada tempat – tempat haustoria menetrasi tanaman. Apabila benalu hidup lama ditanaman inang, maka akan terbentuk tonjolan tak beraturan dan kadang – kadang berupa bangunan yang mempunyai nilai artistic. b. Jenis Tanaman Inang

Walau benalu dapat hidup menumpang pada tanaman berkayu golongan dikotil, tetapi tidak semua tanaman tersebut terserang benalu. Ada kelompok tanaman yang seolah – olah disukai benalu dan ada kelompok tanaman yang tidak disukai oleh benalu. Pada tanaman berdaun lebar atau yang berkulit lunak, benalu cenderung tumbuh lebih subur.

c. Letak atau Posisi Benalu

Benalu sering tumbuh dibatang, cabang atau di ranting tanaman. Adapun letak benalu bermacam-macam, ada yang di bagian tengah, atas atau samping tanama. Letak benalu tersebut cenderung mempengaruhi arah pertumbuhan benalu. Benalu yang berada di bagian tengah pohon biasanya cenderung tumbuh kearah bawah sehingga ranting-ranting benalu keliatan terkulai. Benalu yang berada di bagian atas, akan cenderung tumbuh ke atas, kearah sinar, dan membentuk cabang serta ranting yang kuat.

d. Iklim

Iklim makro maupun iklim mikro, selain mempengaruhi perkecambahan biji benalu, juga mempengaruhi pertumbuhan benalu. Di daerah yang mempunyai musim hujan dan musim kemarau jelas, memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan benalu. Di musim hujan,tanaman inang dan tumbuhan benalu sama-sama tumbuh subur. Sedangkan di musim kemarau, beberapa tanaman inang terpengaruh oleh suhu udara dan kebutuhan air sehingga benalu pun


(38)

bereaksi untuk mengatasi keadaan tersebut. Pada waktu tanaman inang gugur daunya, benalu akan mengikuti cara tersebut sehingga penguapan air terbatas. Pengaruh musim kemarau panjang sering menyebabkan benalu yang tumbuh di dekat batang lebih kuat mengatasi situasi yang tidak menguntungkan tersebut. Pada daerah-daerah yang bulan keringnya sedikit, serta di daerah-daerah yang lembab pertumbuhan benalu lebih baik daripada di daerah kering.

e. Hubungan antara inang dan benalu

Hubungan antara tumbuhan benalu dengan tanaman inangnya telah lama dipertanyakan oleh ahli botani, apakah hubungan tersebut seperti okulasi pada tanaman. Docters Van Leeuwen (1945) dalam tulisannya tentang benalu di jawa, pernah menyinggung kemungkinan adanya hubungan timbal balik, seperti hubungan okulasi pada benalu dendrophthoe magna yang hidup di atas Quereus pseudomoliveca yang hampir semua tajuknya didominasi oleh benalu tersebut. Pada peristiwa autoparasit atau hiperparasit yang pendukungnya sama-sama benalu diduga keras hubungannya seperti okulasi(Pitojo,1996).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan yang dapat larut sehingga dapat terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sampel yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, protein dan lain – lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai sampel dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain – lain.

Prosedur ekstraksi yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dari tanaman menggunakan pelarut yang selektif. Tanaman yang diekstrak mengandung campuran kompleks dari metabolit seperti alkaloida, glikosida, terpenoid, flavonoid.


(39)

Metode ekstraksi dengan maserasi adalah proses pengekstrakkan sampel dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokkan atau pengadukan pada temperature ruangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukkan yang kontinu (terus – menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Depkes, 2000).

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa metabolit pada makhluk hidup dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, senyawa metabolit primer dan senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit primer didefinisikan sebgai produk akhir dalam proses metabolisme makhluk hidup yang fungsinya sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme tersebut, serta terbentuk secara intraseluler. Contohnya, protein, lemak, karbohidrat dan DNA. Sedangkan senyawa metabolit sekunder dapat didefenisikan sebagai suatu produk metabolic yang dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder makhluk hidup, dimana produk tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh, serta terbentuk secara ekstraseluler. Metabolit sekunder banyak bermanfaat bagi manusia, dan makhluk hidup lain karena banyak diantaranya bersifat sebagai obat, vitamin, pigmen (Pratiwi, 2008) Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan kimia dalam suatu

tumbuhan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat untuk kesehatan diantaranya, alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin.

2.3.1 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih gugus hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tumbuhan termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid dapat bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2000). Sejumlah


(40)

flavonoid mempunyai rasa pahit hingga dapat menolak sejenis ulat tertentu (Sastrohamidjojo, 1996). Pemeriksaan senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau, merah ungu, ataupun hitam kuat (Mailandari, 2012).

2.3.2 Alkaloid

Alkaloid adalah metabolit basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya dalam gabungan berbentuk siklik.. Alkaloid umumnya memiliki sifat padatan kristal, sedikit alkaloid berbentuk amorf, dan sebagian ada yang cair, bersifat basa, berasa pahit, kebanyakkan alkaloid tidak berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, tetapi ada beberapa yang dapat larut dalam air (Sastrohamijdojo, 1996). Alkaloid dapat dideteksi dengan menggunakan pereaksi Dragendorf, Mayer, dan Bouchardat (Mailandari,2012).

2.3.3 Saponin

Pembentukkan busa sewaktu mengesktraksi tumbuhan atau pada saat memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti adanya saponin. Uji saponin yang sederhana adalah mengocok ekstrak alcohol – air dari tumbuhan dalam tabung reaksi dan diperhatikan apakah terbentuk busa tahan lama pada permukaan cairan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah (Harborne, 1996).

2.3.4 Terpenoid

Terpenoid adalah suatau senyawa yang tersusun atas isoprene dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5. Terpenoid

terdiri atas beberapa macam senyawa seperti monoterpene dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang sukar menguap dan yang tidak menguap triterpene dan sterol. Secara umum senyawa ini larut dalam lemak dn terdpat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya senyawa ini diidentifikasi dengan pereaksi Liberman-Bouchard (anhidrat asetat-asam sulfat) yang memberikan warna hijau kehitaman sampai biru (Mailandri,2012).


(41)

2.4 Toksitologi

Toksitologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya (Tjay, 2002). Toksikologi merupakan ilmu yang lebih tua dari Farmakologi. Disiplin ini mempelajari sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Sedikitnya 50.000 zat kimia kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat dihindarkan, maka kita harus sadar tentang bahayanya (Ganiswarna, 1995).

Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek toksik. Pada umumnya, hebatnya reaksi toksis berhubungan langusng dengan tingginya dosis, bila dosis diturunkan, efek toksis dapat dikurangi pula (Tjay, 2002).

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun, namun dosis tepat merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau suatu dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi, maka dosis yang kuat dapat menimbulkan efek farmakoterapeutik (Ganiswarna, 1995).

Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun, menyebabkan toksikologi tidak hanya meliputi sifat-sifat racun, tetapi lebih penting lagi mempelajari keamanan setiap zat kimia yang dapat masuk ke dalam tubuh. Zat-zat kimia itu disebut xenobiotik (xeno = asing). Setiap zat kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas (Ganiswarna, 1995).


(42)

Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik adalah dengan uji toksisitas terhadap larva udang dari Artemia Salina Leach (Brine ShrimpLethality Test). Metode ini sering digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Meyer, et all., 1982).

2.5 Brine Shrimp Lethality Test

Penelitian fitokimia saat ini lebih ditekankan pada penelitian untuk mendapatkan senyawa bioaktif. Uji hayati yang digunakan untuk tujuan ini sebaiknya sederhana, cepat, ekonomis, dan memiliki korelasi statistik yang valid dengan bioaktivitasnya yang diinginkan (Anderson, 1991).

Salah satu uji aktivitas yang mudah, murah, cepat dan akurat yaitu dengan menggunakan larva Artemia Salina Leach dikenal dengan istilah Brine Shrimp

Lethality Test (BSLT). Uji mortalitas larva udang merupakan salah satu metode

uji bioaktivitas pada penelitian senyawa bahan alam. Penggunaan larva udang untuk kepentingan studi bioaktivitas sudah dilakukan sejak tahun 1956 dan sejak saat itu telah banyak dilakukan pada studi lingkungan, toksisitas, dan penapisan senyawa bioaktif dari jaringan tanaman. Uji ini merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Adapun penerapan untuk system bioaktivitas dengan menggunakan larva udang tersebut antara lain, untuk mengetahui residu pestisida, anastetik local, senyawa turuna morpin, mikotoksin, karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta sebagai alternative metode yang murah untuk uji toksisitas (Hamburger dan Hostettman, 1991)

Senyawa aktif yang memiliki daya bioaktifitas tinggi diketahui berdasarkan nilai Lethal Concentration 50% (LC50), yaitu suatu nilai yang

menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50%. Data mortalitas yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis probit yang dirumuskan oleh Finney (1971) untuk menentukan nilai LC50 pada

derajat kepercayaan 95%. Senyawa kimia memiliki potensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari 1000 µ g/ml ( Meyer et al., 1982 )


(43)

2.5.1 Larva Artemia Salina Leach 2.5.1.1 Sistematika

Artemia salina merupakan bangsa udang-udangan yang diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum :Arthropoda Classes :Crustaceae Subclasses :Branchiopoda Ordo :Anostraca Familia :Artemid

Genus :Artemia (Mudjiman, 1992).

2.5.1.2 Tahap penetasan dan Morfologi.

Nama Artemia diberikan untuk pertama kali oleh Schlosscer yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian oleh Linnaeus (1758) melengkapkan jasad renik ini menjadi Artemia salina. Keistimewaan Artemia sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi) pada kisaran kadar garam yang sangat tinggi dimana tidak ada satupun organisme lain yang mampu bertahan hidup ternyata Artemia mampu mentolerirnya (Djarijah, 1995).

Artemia salina dijual-belikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut

dengan kista. Kista ini apabila dilihat dengan mata telanjang berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kecoklatan dengan diameter berkisar antara 200-350 mikron. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam apabila diinkubasikan dalam bentuk dalam air bersalinitas 5-70/mil (Mudjiman,1992).

Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius. Nauplius berwarna

orange berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikrometer, lebar 170 mikron dan beratnya 0,002 mg. Ukuran-ukuran tersebut sangat bervariasi tergantung strainnya. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang antena. Selain itu, di antara antenulla terdapat bintik mata yang disebut dengan ocellus (Mudjiman, 1992).

Artemia salina dewasa biasanya berukuran panjang 8-10 mm yang

ditandai dengan adanya tangkai mata yang jelas terlihat pada kedua sisi bagian kepala, antenna sebagai alat sensori, saluran pencernaan yang terlihat jelas, dan


(44)

sebelas pasang thorakopoda. Pada Artemia jantan, antena berubah menjadi alat penjepit (maskular gasper). Sedangkan pada Artemia betina antenna mengalami penyusutan, sepasang indung telur atau ovarium terhadap di kedua sisi saluran pencernaan, di belakang thorakopoda. Telur yang sudah matang disalurkan ke uterus (Mudjiman, 1992). Bentuk dari larva Artemia Salina Leach dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2 Artemia Salina Leach 2.5.1.3. Siklus Hidup

Artemia salina banyak ditemukan di danau-danau yang kadar garamnya sangat tinggi sehingga disebut brine shrimp. Toleransi terhadap kadar garam sangat menakjubkan, bahwa pada siklus hidupnya memerlukan kadar garam yang tinggi agar dapat menghasilkan kista. Kadar garam yang diperlukan agar Artemia salina tersebut dapat menghasilkan kista bervariasi tergantung strain, pada umumnya membutuhkan kadar garam di atas 100/ml (Mudjiman, 1992).

Keasaman air (pH) juga mempengaruhi kehidupan Artemia salina. Seperti halnya hewan-hewan yang hidup di air laut, Artemia salina juga membutuhkan pH air yang sedikit basa bersifat untuk kehidupannya. Agar Artemia salina dapat tumbuh dengan baik maka pH air yang digunakan untuk budidaya berkisar antara 7,5-8,5 (Mudjiman, 1992).

Artemia salina bersifat pemakan segala atau omnivora. Artemia salina

mengambil pakan dari media hidupnya terus menerus sambil berenang. Pengambilan makanan dibantu dengan antena II pada nauplius (Mudjiman, 1992).

Menurut cara reproduksinya, Artemia salina dibagi menjadi dua, yaitu Artemia yang bersifat biseksual dan Artemia yang bersifat partenogonik. Artemia


(45)

biseksual berkembangbiak secara seksual, yaitu didahului dengan perkawinan antara jantan dan betina. Sedangkan Artemia salina partenogonik berkembang biak secara partenogenesis, yaitu betina menghasilkan telur atau nauplius tanpa adanya pembuahan (Mudjiman, 1992).

Siklus hidup Artemia salina cukup unik, baik jenis biseksual maupun partenogenesis. Perkembangannya dapat secara ovovivar maupun ovipar tergantung kondisi lingkungan terutama salinitas. Pada salinitas tinggi akan dihasilkan kista yang keluar dari induk betina sehingga disebut dengan perkembangbiakan secara ovipar. Sedangkan pada salinitas rendah tidak akan menghasilkan kista akan tetapi langsung menetas dan dikeluarkan sudah dalam bentuk nauplius sehingga disebut dengan perkembangbiakan secara ovovipar (Mudjiman, 1992).

Ada 3 tahapan proses penetesan Artemia ini yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang, dan tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang yang disusul tahap pengeluaran yang terjadi beberapa saat sebelum nauplius keluar dari cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Secara alami makanan Artemia terdiri dari detritus bahan organik (sisa jasad hidup yang hancur), ganggang, bakteri dan cendawan. Dalam pemeliharaan makanan yang diberikan adalah katul padi, tepung beras, tepung kedelai atau ragi (Mudjiman, 1992). Secara keseluruhan siklus hidup larva Artemia Salina Leach dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini :


(46)

Uji BSLT dengan menggunakan larva udang Artemia salina dilakukan dengan menetaskan telur – telur tersebut dalam air laut yang dibantu dengan aerasi. Telur

Artemia salina akan menetas sempurna menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva Artemia salina yang baik digunakan untuk uji BSLT adalah yang berumur 48 jam

sebab jika lebih dari 48 jam dikhawatirkan kematian Artemia salina bukAn disebabkan toksisitas ekstrak melainkan oleh terbatasnya persediaan makanan (Meyer et al., 1982). Kista ini berbentuk bulatan – bulatan kecil bewarna kelabu kecoklatan dengan diameter berkisar 200 – 300µm. Kista yang berkualitas baik, apabila diinkubasi dalam air dengan kadar garam 5 – 70 permil akan menetas sekitar 18 – 24 jam. Artemia salina yang baru menetas disebut nauplius, bewarna orange, berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar 170 mikron dan berat 0,002mg. Nauplius berangsur – angsur mengalami perkembangan dengan 15 kali pergantian kulit hingga dewasa. Pada setiap pergantian kulit disebut instar (Mudjiman,1998).

Keunggulan penggunan larva udang Artemia salina untuk uji BSLTini adalah sifatnya yang peka terhadap bahan uji, waktu siklus hidup yang lebih cepat, mudah dibiakkan dan harganya murah. Sifat peka Artemia salina kemungkinan disebabkan oleh keadaan membran kulitnya yang sangat tipis sehingga memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuhnya. Artemia salina ditemukan hampir pada seluruh permukaan perairan dibumi yang memiliki kisaran salinitas 10 – 20g/l, hal inilah yang menyebabkannya mudah dibiakkan. Larva yang baru saja menetas berbentuk bulat lonjong dan berwarna kemerah – merahan dengan panjang 400 µm dengan berat 15µg. Anggota badannya terdiri dari sepasang sungut kecil (anteluena atau antenna) dan sepasang sungut besar (anten atau antenna II). Di bagian depan diantara kedua sungut kecil tersebut terdapat bintik merah yang berfungsi sebagai mata (oselus). Di belakang sungut besarnya terdapat sepasang mandibula (rahang) yang kecil, sedangkan dibagian perut (ventral) sebelah depan terdapat labrum (Mudjiman,1988).


(47)

2.5.2 Lethal Consentration -50 ( LC50)

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu singkat, dalam hal ini 24 jam. Sedangkan jika senyawa tersebut baru menimbulkan efek dalam jangka waktu yang panjang, disebut racun kronis (karena kontak yang berulang – ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Harmita, 2009)

LC50 ( Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan pada suatu waktu pengamatan tertentu, untuk beberapa penelitian

LC50 24 jam, LC50 48 jam , LC50 96 jam sampai waktu hidup hewan uji

(Dhahiyat dan Djuangsih, 1997)

Selanjutnya pengujian efek toksik dihitung dengan analisa probit yaitu menghitung mortalitas dengan cara : akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi

dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bilai nilai

LC50 < 1000 µg/ml untuk ekstrak dan < 30 µg/ml untuk suatu senyawa.

Tingkat toksisitas suatu ekstrak dapat diklasifikasikan berdasarkan LC50, yaitu

kategori sangat tinggi / highly toxic bila mampu membunuh 50% larva pada konsentrasi 1-10 µ g/ml, sedang / medium toxic pada konsentrasi 10 -100 µg/ml, dan rendah / low toxic pada konsentrasi 100 – 1000 µg/ml (Meyer, et al., 1982).


(48)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kanker adalah penyakit yang disebabkan terjadinya berkembangan sel – sel tubuh yang tidak normal, diluar kewajaran. Penyakit kanker merupakan penyakit penyebab kematian terbesar kedua setelah kardiovaskular. Selain itu angka peningkatan penderita yang mengidap penyakit kanker berkembang sangat pesat, yaitu mencapai angka 347.792 orang pada tahun 2013 dan terus bertambah setiap tahunnya (Riset kesehatan Dasar, 2013). Belum adanya terapi dan pengobatan yang dianggap tepat untuk mengatasinya memicu masyarakat pada umumnya dan peneliti pada khususnya untuk mengeksplorasi bahan – bahan alam yang dianggap potensial sebagai alternatif agen antikanker. Benalu kopi (Loranthus Ferrugineus Roxb.) merupakan salah satu dari daftar tanaman yang telah digunakan masyarakat sebagai tanaman obat yang berpotensi sebagai antikanker (Santoso,1993).

Benalu merupakan tanaman yang unik, satu sisi benalu merupakan parasit bagi inang tempat tumbuhnya tetapi benalu dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Soejono,1995). Berdasarkan pengalaman,benalu yang menempel pada tumbuhan tertentu telah digunakan dalam pengobatan tradisional. Benalu pada umumnya digunakan sebagai obat campak, sedangkan benalu pada jeruk nipis dimanfaatkan sebagai ramuan obat untuk penyakit amandel. Benalu teh sendiri digunakan sebagai obat kanker (Purnomo, 2000).

Kandungan kimia yang terdapat dalam benalu adalah flavonoid, tannin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin (Anonim,1996). Berdasarkan berbagai penelitian, senyawa dalam benalu yang diduga memiliki aktivitas antikanker adalah flavonoid, yaitu kuersetin yang bersifat inhibitor terhadap enzim DNA topoisomerase sel kanker (Anonim, 1996).

Penggunaan benalu tanaman sebagai antikanker yang menjanjikan masih membutuhkan eksplorasi lebih lanjut baik dari sisi budaya maupun formulasi, benalu dalam bentuk sediaan tradisional (jamu) dapat digunakan sebagai obat


(49)

untuk meringankan beban penderita kanker dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat (Ikawati, 2008).

Obat tradisional merupakan obat-obatan yang berasal dari alam dan telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Selain digunakan secara turun menurun dimasyarakat, obat ini lebih murah dan mudah didapat. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional, karena masih banyak yang belum diketahui bagaimana sifat toksisitas dari tanaman obat tersebut (Hyeronimus, 2008)

Senyawa toksik adalah suatu senyawa atau zat yang dapat merusak sel normal dan juga sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel tumor maligan (Siregar dan Amalia, 2004). Untuk mengetahui suatu tanaman memiliki potensi sebagai antitumor dan antikanker perlu dilakukan penelitian awal, salah satunya melalui uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp

Lethality Test (BSLT).

Pada penggunaan bahan baku obat baik terbuat secara alami maupun sintetis, bahan baku tersebut harus dilakukan uji toksisitasnya terlebih dahulu, sehingga dalam penerapan bisa dinyatakan aman dan diketahui seberapa besar jumlah senyawa toksik yang terkandung didalam bahan obat tersebut. Uji toksisitas merupakan salah satu aktivitas biologi terhadap ekstrak atau fraksi isolate tanaman dengan mengamati respon kematian pada hewan percobaan. Hewan percobaan untuk uji toksisitas biasanya menggunakan ikan, larva nyamuk dan larva udang. Kematian dari hewan percobaan dianggap sebagai respon terhadap pengaruh senyawa tertentu. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Meyer, senyawa kimia yang mempunyai nilai LC50 kurang dari 1000 ppm

dikatakan memiliki potensi toksik untuk bahan obat antikanker (Dewi, 2011). Uji toksisitas dengan menggunakan BSLT ini dapat ditentukan dari jumlah kematian Artemia salina Leach akibat pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam. Hasil uji dinyatakan sebagai LC50, dinyatakan bersifat toksik/aktif terhadap

Artemia salina Leach bila ekstrak tumbuhan tersebut memiliki LC50< 1000 µg/mL

dan berpotensi sitotoksik serta dapat dikembangkan sebagai antikanker (Meyer, 1982).


(50)

Jika hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tumbuhan sebagai usaha pengembangan obat alternatif antikanker. Jika hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan tidak bersifat toksik maka dapat dikembangkan ke penelitian lebih lanjut untuk meneliti khasiat-khasiat lain dari ekstrak tersebut.

Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ikawati, (2008) yang berjudul “Pemanfaatan Benalu Sebagai Agen Antikanker”, menyatakan benalu yang mengandung senyawa flavonoid yaitu kuersetin mempunyai potensi untuk menjadi agen antikanker salah satu contohnya adalah benalu teh dan membuka kemungkinan benalu lain yang masih dalam satu famili juga bersifat sebagai agen antikanker.

Menurut Maukar, (2013) yang berjudul “ Analisis Kandungan Fitokimia dari Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Soyogik (Sauraula bracteosa DC) Dengan menggunakan metode maserasi”, menghasilkan nilai LC50 yang diperoleh

berdasarkan uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT) daun soyogik yaitu sebesar 37,30 ppm kandungan fenolik, flavonoid, dan

tannin berturut – turut adalah 43,06 ; 6,52 dan 17,91 ppm. Ini menyatakan bahwa ekstrak metanol daun soyogik bersifat toksik

Menurut Wongkar, (2015) yang berjudul “Uji Toksisitas Ekstrak Daun Benalu Langsat (Dendrophthoe petandra (L) Miq) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) LC50“, menghasilkan nilai LC50 yang diperoleh

berdasarkan uji toksisitas metode BSLT ekstrak daun benalu langsat adalah sebesar 0,561 ppm ini menyatakan benalu tidak bersifat toksik, dikarenakan tidak ada terjadi kematian 50% pada masing – masing variasi konsentrasi.

Menurut Indiastuti, (2008) yang berjudul “Skrining Pendahuluan Toksisitas Beberapa Tumbuhan Benalu terhadap Larva Udang Artemia Salina Leach”, menghasilkan nilai LC50 dari ekstrak metanol benalu Loranthus

Peretandrus sebesar 29,24 µg/ml dan untuk nilai LC50 ekstrak metanol Viscum

articulatum sebesar 10,83 µg/ml. ini menunjukkan benalu tersebut bersifat toksik


(51)

Benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) adalah salah satu contoh dari beberapa tumbuhan yang dapat ditemukan pada pohon kopi yang berada di Desa Perbaji, Kecamatan Tigandreket, Kabuaten Kabanjahe, Sumatera Utara yang digunakan masyarakat setempat sebagai obat untuk mengatasi sakit perut, sakit pinggang dan dapat mengobati penyakit kanker. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang menyatakannya secara ilmiah, maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti ekstrak benalu kopi dengan uji toksisitas menggunakan metode Brine

Shrimp LethalityTest (BSLT) sebagai salah satu penelitian awal untuk mengetahui

aktivitas senyawa toksik dalam tumbuhan tersebut yang dapat bermanfaat untuk mengobati penyakit kanker.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini adalah :

1. Apa saja golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) berdasarkan uji skrining fitokimia?

2. Bagaimana hasil dari uji toksisitas ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) dan berapa nilai LC50 yang dihasilkan?

1.3. Pembatasan masalah

Dalam penelitian ini objek masalah dibatasi oleh:

1. Sampel benalu kopi yang digunakan berasal dari Desa Perbaji, Kecamatn Tigandreket, kabupaten Kabanjahe, Sumatera Utara.

2. Ekstraksi daun benalu pohon kopi dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut metanol

3. Skrinning fitokimia pada ekstrak metanol daun benalu kopi meliputi kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, dan terpenoid.

4. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test


(52)

5. Variasi konsentrsi uji toksisitas ekstrak metanol benalu kopi yang digunakan adalah 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm.

6. Volum ekstrak yang digunakan sebesar 100µl yang dipipet menggunakan mikropipet.

7. Perhitungan nilai LC50 menggunakan analisa Probit.

1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalam ekstrak metanol daun benalu kopi dengan skrinning fitokimia.

2. Untuk menguji daya toksisitas dari ekstrak metanol daun benalu kopi dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) terhadap larva udang

Artemia salina Leachdan mengetahui nilai LC50 dengan analisa Probit.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai komponen – komponen kimia metabolit sekunder serta memberikan informasi tentang daya toksisitas dari ekstrak metanol daun benalu kopi, dilihat dari nilai LC50 sebagai acuan untuk mengetahui apakah ekstrak metanol daun benalu kopi

dapat dijadikan bahan obat herbal yang berpotensi sebagai antikanker.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibeberapa labotarorium, diantaranya yaitu untuk pembuatan ekstrak metanol daun benalu kopi dan uji toksisitas dilakukan di laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU Medan, untuk pengamatan mortalitas larva udang dilakukan di laboratorium Terpadu USU Medan, dan untuk uji skrinning fitokimia dilakukan di laboratorium Kimia Organik Bahan Alam FMIPA USU Medan.


(53)

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium dan sebagai objek penelitian adalah daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) kering yang diperoleh dari Desa Perbaji, Kabanjahe. Daun benalu kopi dibersihkan dari kotoran, dikeringkan dengan cara diangin – anginkan, lalu daun benalu kopi dihaluskan dan kemudian ditimbang, selanjutnya direndam dengan metanol dan disaring lalu filtrat yang dihasilkan dari proses perendaman dipekatkan dengan Rotary Vacum Evavorator, ekstrak metanol diidentifikasi dengan skrinning fitokimia meliputi senyawa alkaloid, flavonoid, saponin dan terpenoid. Ekstrak metanol daun benalu kopi diuji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality

Test (BSLT) menggunakan larva Artemia Salina Leach dan ditentukan nilai LC50


(54)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK BENALU KOPI (Loranthus ferrugineus Roxb.) DENGAN METODE Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

ABSTRAK

Uji toksisitas dari ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) telah dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Daun benalu kopi yang telah dikeringanginkan dan dihaluskan, diekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol selama 2 hari, lalu disaring. Filtrat ekstrak metanol benalu kopi yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator. Ekstrak metanol daun benalu kopi diskrining fitokimia untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder. Ekstrak daun benalu kopi dibuat dalam konsentrasi 20; 40; 60; 80; 100 mg/ml, untuk diuji daya toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang sebanyak 10 ekor dengan volume ekstrak yang digunakan sebanyak 100 µl, dan ditentukan nilai LC50 menggunakan analisa

probit. Hasil uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun benalu kopi menujukkan adanya golongan flavonoid dan terpenoid. Hasil uji toksisitas ekstrak metanol daun benalu kopi dengan metode Brine Shrimp Lethatility Test (BSLT) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi memiliki potensi sebagai bahan antikanker karena dapat menimbulkan kematian diatas 50% populasi dengan nilai LC50 yang diperoleh sebesar 58,88 ppm.


(55)

TOXICITY ASSAY OF EXTRACT PARASITE COFFE (Loranthus

ferrugineus Roxb.) USING Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

ABSTRACT

Toxicity assaythe methanol extract of leaves parasite coffee (Loranthus

ferrugineus Roxb.) Has been performed using Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT). Coffee parasite leaves that have been dried and crushed, extracted by using methanol for 2 days, and the methanol extract coffee parasite concentrated by rotary vacuum evaporator. The methanol extract coffee parasiteleavesderived phytochemical screening to identify secondary metabolite coumpounds. Extracts of leaves parasite coffee made in a concentration of 20; 40; 60; 80; 100mg/ml, to test the toxicity of the methods Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) using as many as 10 fish shrimp larva extracts used with volume of 100 mL, and the LC50

value is determined using probit analysis. Phytochemical screening test showed appositive results on the class of flavonoid and terpenoid compounds. The toxicity assay methanol extract the parasite coffeeleaves using Brine Shrimp method Lethatility Test (BSLT) showed that the methanol extract coffee parasite leaves has potential as an anticancer substance because it can cause the death of more than 50% of the population with LC50 values obtained at 58.88 ppm.


(56)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK BENALU KOPI

(Lotanthus ferrugineus Roxb.) DENGAN

METODE Brine Shrimp Lethality

Test (BSLT)

SKRIPSI

SONYA CITRA BRATISCA

120802009

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(57)

METODE Brine Shrimp Lethality

Test (BSLT)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

SONYA CITRA BRATISCA

120802009

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(58)

PERSETUJUAN

Judul : Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi (Loranthus

ferrugineus Roxb.) dengan Metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT)

Kategori : Skripsi

Nama : Sonya Citra Bratisca

NomorIndukMahasiswa : 120802009

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Juni 2016

KomisiPembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr.Firman Sebayang, MS Dr.RumondangBulan, MS

NIP. 195607261985031001 NIP.195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.RumondangBulan, MS NIP.195408301985032001


(59)

PERNYATAAN

UJI TOKSISITAS EKSTRAK BENALU KOPI (Loranthus ferrugineus

Roxb.) DENGAN METODE Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2016

SONYA CITRA BRATISCA 120802009


(60)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MSselaku dosen pembimbing 1 danBapak Dr. Firman Sebayang, MS selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih juga kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU Medan. Kepada Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama perkuliahan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, Kak Fia dan Kak Vika selaku Kepala dan Laboran Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU, atas segala bantuan dan fasilitas yang telah disediakan. Kepada seluruh asisten laboratorium Biokimia FMIPA USU yang telah membantu dalam melakukan penelitian. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Sunjaya dan Ibunda Alm. Nelly Simanjuntak yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. Kepada adik-adik penulis Fuji Astuti Dwi Jayanti, Cinta Putri Jayanti dan Bunga Ramadhani Jayanti atas segala dukungan, doa, serta semangat yang telah diberikan kepada penulis, semoga kita menjadi anak-anak yang membanggakan kedua orang tua kita. Kepada Baehaqie Zaelani, SH. yang juga telah membantu, memberikan doa dan motivasi dalam proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Kepada bapak M Thohir dan Ibu Rospina yang juga telah mendukung penulis baik moril maupun materil selama proses perkuliahan.

Tidak lupa juga ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepadakakak dan abang Stambuk 2009-2011, adik-adik Stambuk 2013-2015, serta rekan seperjuangan Stambuk 2012 khususnya(Ayu Syufiatun, Rizki Maisaroh, Rizky H, Dian, Dieave, Dian, Nikmah dan Ester) yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini. Terimakasih kepada keluarga kost 25 yang selalu memberikan semangat dan doanya, serta tidak lupa Keluarga XII IPA 1 SMA Muhammadiyah 8 Kisaran yang terus memberikan semangat kepada penulis sejak bangku sekolah hingga saat ini.

Semoga Allah SWT memberikan berkah-Nya dan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan berlipat ganda. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.


(61)

UJI TOKSISITAS EKSTRAK BENALU KOPI (Loranthus ferrugineus Roxb.) DENGAN METODE Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

ABSTRAK

Uji toksisitas dari ekstrak metanol daun benalu kopi (Loranthus ferrugineus Roxb.) telah dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Daun benalu kopi yang telah dikeringanginkan dan dihaluskan, diekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol selama 2 hari, lalu disaring. Filtrat ekstrak metanol benalu kopi yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator. Ekstrak metanol daun benalu kopi diskrining fitokimia untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder. Ekstrak daun benalu kopi dibuat dalam konsentrasi 20; 40; 60; 80; 100 mg/ml, untuk diuji daya toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang sebanyak 10 ekor dengan volume ekstrak yang digunakan sebanyak 100 µl, dan ditentukan nilai LC50 menggunakan analisa

probit. Hasil uji skrining fitokimia ekstrak metanol daun benalu kopi menujukkan adanya golongan flavonoid dan terpenoid. Hasil uji toksisitas ekstrak metanol daun benalu kopi dengan metode Brine Shrimp Lethatility Test (BSLT) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun benalu kopi memiliki potensi sebagai bahan antikanker karena dapat menimbulkan kematian diatas 50% populasi dengan nilai LC50 yang diperoleh sebesar 58,88 ppm.


(62)

TOXICITY ASSAY OF EXTRACT PARASITE COFFE (Loranthus

ferrugineus Roxb.) USING Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

ABSTRACT

Toxicity assaythe methanol extract of leaves parasite coffee (Loranthus

ferrugineus Roxb.) Has been performed using Brine Shrimp Lethality Test

(BSLT). Coffee parasite leaves that have been dried and crushed, extracted by using methanol for 2 days, and the methanol extract coffee parasite concentrated by rotary vacuum evaporator. The methanol extract coffee parasiteleavesderived phytochemical screening to identify secondary metabolite coumpounds. Extracts of leaves parasite coffee made in a concentration of 20; 40; 60; 80; 100mg/ml, to test the toxicity of the methods Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) using as many as 10 fish shrimp larva extracts used with volume of 100 mL, and the LC50

value is determined using probit analysis. Phytochemical screening test showed appositive results on the class of flavonoid and terpenoid compounds. The toxicity assay methanol extract the parasite coffeeleaves using Brine Shrimp method Lethatility Test (BSLT) showed that the methanol extract coffee parasite leaves has potential as an anticancer substance because it can cause the death of more than 50% of the population with LC50 values obtained at 58.88 ppm.


(63)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar isi vi

Daftar table ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1Latar Belakang 2

1.2Perumusan masalah 4

1.3Pembatasan masalah 4

1.4Tujuan penelitian 5

1.5Manfaat penelitian 5

1.6Lokasi penelitian 5

1.7Metodologi penelitian 6

BAB 2 Tinjauan Pustaka 7

2.1 Uraian Tumbuhan Benalu Kopi 7

2.1.1 Deskripsi Tumbuhan 7

2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan 8

2.1.3 Sistematika Tumbuhan 8

2.1.4 Khasiat Tumbuhan 8

2.1.5 Perkembangbiakan Tumbuhan 9

2.1.5.1 Organ Perkembangbiakan Benalu 9

2.1.5.2 Pertumbuhan Benalu 9

2.2 Ektraksi 11

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder 12

2.3.1 Flavonoid 12

2.3.2 Alkaloid 13

2.3.3 Saponin 13

2.3.4 Terpenoid 13

2.4 Toksitologi 14

2.5 Metode Brime Shrimp Lethality Test 15

2.5.1Larva Artemia Salina Leach 16

2.5.1.1 Sistematika 16

2.5.1.2 Tahap Penetasan Dan Morfologi 16

2.5.1.3 Siklus Hidup 17


(64)

BAB 3 Metode Penelitian 21

3.1 Alat-alat 21

3.2 Bahan-bahan 22

3.3 Prosedur Penelitian 22

3.3.1 Pembuatan Serbuk Daun Benalu Kopi 22

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 22

3.3.3 Skrinning Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder 23

3.3.3.1 Uji Flavonoid 23

3.3.3.2Uji Terpenoid 23

3.3.3.3Uji Saponin 23

3.3.3.4Uji Alkaloid 23

3.3.4 UjiToksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test 24

3.3.4.1 Pembuatan Air Laut Buatan 24

3.3.4.2 Pembuatan Ekstrak Ragi 24

3.3.4.3 Penyiapan Kontrol Negatif 24

3.3.4.4 Persiapan Larva Udang 24

3.3.4.5 Persiapan Larutan Uji 25

3.3.4.6 Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi 25

3.3.4.7 Analisa Toksisitas 26

3.4 Bagan Penelitian 28

3.4.1 Ekstraksi Daun Benalu Kopi 28

3.4.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 29

3.4.3 Uji Toksisitas 30

3.4.3.1 Persiapan Larva Udang 30

3.4.3.2 Pembuatan Larutan Induk 100 ppm 31

3.4.3.3 Uji Toksisitas 32

3.4.3..3.1 Larutan Ekstrak 32

3.4.3.3.2 Larutan Kontrol 33

BAB 4 Hasil dan Pembahasan 34

4.1 Hasil Penelitian 34

4.1.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 35

4.1.2 Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 36

4.2 Pembahasan 38

4.2.1 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 38

4.2.2 Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 39


(65)

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

Daftar Pustaka 43


(66)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Hasil Skrining Fitokimia Estrak Methanol Daun 34 Benalu Kopi

4.2 Hasil Pengukuran Jumlah Total Kematian Larva 38 Selama 24 Jam


(67)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Tumbuhan Benalu Kopi 7

2.2 Larva Artemia Salina Leach 16

2.3 Perkembangbiakan Artemia Salina 18

4.1(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 20 ppm 35 Replikasi ke 1

4.1(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 20 ppm 35 Replikasi ke 2

4.1(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 20 ppm 35 Replikasi ke 3

4.2(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 40 ppm 36 Replikasi ke 1

4.2(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 40 ppm 36 Replikasi ke 2

4.2(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 40 ppm 36 Replikasi ke 3

4.3(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 60 ppm 36 Replikasi ke 1

4.3(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 60 ppm 36 Replikasi ke 2

4.3(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 60 ppm 36 Replikasi ke 3

4.4(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 80 ppm 37 Replikasi ke 1

4.4(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 80 ppm 37 Replikasi ke 2

4.4(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 80 ppm 37 Replikasi ke 3

4.5(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 100 ppm 37 Replikasi ke 1

4.5(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 100 ppm 37 Replikasi ke 2

4.5(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 100 ppm 37 Replikasi ke 3

4.6 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Dengan


(68)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Perhitungan % Kematian Larva 47

Artemia Salina Leach

2 Tabel Nilai Probit Finney 49

3 Hasil Identifikasi Tumbuhan Benalu Kopi 50 4 Alat-alat dan Bahan-bahan yang digunakan


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar isi vi

Daftar table ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1Latar Belakang 2

1.2Perumusan masalah 4

1.3Pembatasan masalah 4

1.4Tujuan penelitian 5

1.5Manfaat penelitian 5

1.6Lokasi penelitian 5

1.7Metodologi penelitian 6

BAB 2 Tinjauan Pustaka 7

2.1 Uraian Tumbuhan Benalu Kopi 7

2.1.1 Deskripsi Tumbuhan 7

2.1.2 Kandungan Senyawa Kimia Tumbuhan 8

2.1.3 Sistematika Tumbuhan 8

2.1.4 Khasiat Tumbuhan 8

2.1.5 Perkembangbiakan Tumbuhan 9

2.1.5.1 Organ Perkembangbiakan Benalu 9

2.1.5.2 Pertumbuhan Benalu 9

2.2 Ektraksi 11

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder 12

2.3.1 Flavonoid 12

2.3.2 Alkaloid 13

2.3.3 Saponin 13

2.3.4 Terpenoid 13

2.4 Toksitologi 14

2.5 Metode Brime Shrimp Lethality Test 15

2.5.1Larva Artemia Salina Leach 16

2.5.1.1 Sistematika 16

2.5.1.2 Tahap Penetasan Dan Morfologi 16


(2)

BAB 3 Metode Penelitian 21

3.1 Alat-alat 21

3.2 Bahan-bahan 22

3.3 Prosedur Penelitian 22

3.3.1 Pembuatan Serbuk Daun Benalu Kopi 22

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 22

3.3.3 Skrinning Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder 23

3.3.3.1 Uji Flavonoid 23

3.3.3.2Uji Terpenoid 23

3.3.3.3Uji Saponin 23

3.3.3.4Uji Alkaloid 23

3.3.4 UjiToksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test 24

3.3.4.1 Pembuatan Air Laut Buatan 24

3.3.4.2 Pembuatan Ekstrak Ragi 24

3.3.4.3 Penyiapan Kontrol Negatif 24

3.3.4.4 Persiapan Larva Udang 24

3.3.4.5 Persiapan Larutan Uji 25

3.3.4.6 Uji Toksisitas Ekstrak Benalu Kopi 25

3.3.4.7 Analisa Toksisitas 26

3.4 Bagan Penelitian 28

3.4.1 Ekstraksi Daun Benalu Kopi 28

3.4.2 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 29

3.4.3 Uji Toksisitas 30

3.4.3.1 Persiapan Larva Udang 30

3.4.3.2 Pembuatan Larutan Induk 100 ppm 31

3.4.3.3 Uji Toksisitas 32

3.4.3..3.1 Larutan Ekstrak 32

3.4.3.3.2 Larutan Kontrol 33

BAB 4 Hasil dan Pembahasan 34

4.1 Hasil Penelitian 34

4.1.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 35

4.1.2 Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 36

4.2 Pembahasan 38

4.2.1 Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 38

4.2.2 Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Benalu Kopi 39


(3)

BAB 5 Kesimpulan dan Saran 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

Daftar Pustaka 43


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Hasil Skrining Fitokimia Estrak Methanol Daun 34 Benalu Kopi

4.2 Hasil Pengukuran Jumlah Total Kematian Larva 38 Selama 24 Jam


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Tumbuhan Benalu Kopi 7 2.2 Larva Artemia Salina Leach 16 2.3 Perkembangbiakan Artemia Salina 18 4.1(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 20 ppm 35

Replikasi ke 1

4.1(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 20 ppm 35 Replikasi ke 2

4.1(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 20 ppm 35 Replikasi ke 3

4.2(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 40 ppm 36 Replikasi ke 1

4.2(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 40 ppm 36 Replikasi ke 2

4.2(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 40 ppm 36 Replikasi ke 3

4.3(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 60 ppm 36 Replikasi ke 1

4.3(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 60 ppm 36 Replikasi ke 2

4.3(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 60 ppm 36 Replikasi ke 3

4.4(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 80 ppm 37 Replikasi ke 1

4.4(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 80 ppm 37 Replikasi ke 2

4.4(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 80 ppm 37 Replikasi ke 3

4.5(a) Uji Toksisitas Konsentrasi 100 ppm 37 Replikasi ke 1

4.5(b) Uji Toksisitas Konsentrasi 100 ppm 37 Replikasi ke 2

4.5(c) Uji Toksisitas Konsentrasi 100 ppm 37 Replikasi ke 3

4.6 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Dengan


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Perhitungan % Kematian Larva 47 Artemia Salina Leach

2 Tabel Nilai Probit Finney 49 3 Hasil Identifikasi Tumbuhan Benalu Kopi 50 4 Alat-alat dan Bahan-bahan yang digunakan