Pemeliharaan Nilai Bangunan Bersejarah

13 Pusaka Indonesia 2003 tema: Merayakan Keanekaragaman, Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia JPPI bekerjasama dengan International Council on Monuments and Sites ICOMOS Indonesia dan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia mendeklarasikan Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia 2003. Menurut Adhisakti 2008, piagam ini merupakan yang pertama kali dimiliki Indonesia dalam menyepakati etika dan moral pelestarian pusaka. Kesepakatan dalam piagam tersebut di antaranya adalah: a. Pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka saujana. Pusaka alam natural heritage adalah alam yang istimewa. Pusaka budaya cultural heritage adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka saujana cultural landscape adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu; b. Pusaka budaya mencakup pusaka tangible bendawi dan pusaka intangible non bendawi.

2.2.1.1 Pemeliharaan

Menurut [Dobby 1979, Conservation and Planning ] di dalam bukunya Conservation and Planning telah menjelaskan langkah-langkah di dalam mengaplikasikan konsep retensi dan konservasi. Di Malaysia, pendekatan konservasi dalam piagam internasional Piagam Burra digunakan sebagai referensi dalam praktek pemuliharaah bangunan bersejarah. Pendekatan- Universitas Sumatera Utara 14 pendekatan yang terkandung dalam piagam Burra diadopsi dengan luas diseluruh dunia khususnya di Eropa [Siti Norlizaiha Harun et.al 2010, Konservasi Bangunan Bersejarah, Universiti Teknologi Mara.].dalamRuslinda. Pelaksanaan kerja konservasi adalah mengacu kepada kebijakan untuk menyelamatkan dan membangun warisan dengan pendekatan kepada dua konsep yaitu keaslian dan penyesuaigunaan berikutnya mengacu pada tiga prinsip yang dapat digunakan seperti Raja. Gambar 2.1. Pendekatan Konservasi Sumber: Siti Norlizaiha Harun, 2010 Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 2.2 Dasar dan Prinsip Pemiliharaan Bangunan bersejarah dan monumen di Malaysia Sumber: Paiman Keromo, 2000

2.2.1.2 Nilai Bangunan Bersejarah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010, bahwa cagar budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh,unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui, sehingga dalam rangka menjaga cagar budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya menimbang : a. Bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu Universitas Sumatera Utara 16 dilestarikan dan dikelola secara tepat melaluiupaya pelindungan, pengembangan, danpemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; b. Bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya; c. Bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya; d. Bahwa dengan adanya perubahan paradigma pelestarian cagar budaya, diperlukan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan ekonomis guna meningkatkan kesejahteraan rakyat; e. Bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti; f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Cagar Budaya; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 32 ayat Penelitian Utami 2004 mengatakan Rossi 1982 yang mengacu pada teori permanensi-nya Poete dan Lavedan melihat kota sebagai sejarah, yang terdiri atas dimensi waktu masa lalu, masa kini dari masa mendatang. Teori Poete dijelaskan dalam Rossi 1982 menggunakan dasar historical theory yang memfokuskan pada fenomena persistance berlangsung secara terus menerus atau Universitas Sumatera Utara 17 dapat bertahan, Kebertahanan ini dihubungkan dengan monumen, tanda-tanda fisik masa lampau yang terlihat pada layout dari rencana dasar kola.Kadangkala artefak ini bertahan dengan tidak berubah, berlangsung terus dan di suatu waktu mereka menghilang dan hanya tinggal permanensinya pada bentuk-bentuknya, tanda-tanda fisiknya atau berupa sisa yang ada pada lokusnya.Oleh karena itu Rossi kemudian membuat rumusan tentang Man Made Object. Antara lain dikatakan bahwa pembangunan kota mempunyai dimensi temporal yaitu dimensi masa lalu, kini dan yang akan datang dan pembangunan kota mempunyai Spatial Continuity kesinambungan spatial Utami, 2004. Rossi 1982 menjelaskan bahwa ditengah-tengah perubahan suatu kota kita masih dapat menyaksikan kehadiran nilai-nilai lama di masa kini. Nilai-nilai lama ini dapat kita saksikan dengan melihat elemen-elemen kota yang ada yang mampu menghadirkan masa lalu kola tersebut, misalnya dari segi fasade, Radjiman 2000 mengatakan bangunan tua mengekspresikan kesinambungan dan simbolis dari keadaan permanensi place without old building is like a person without a memory, Setiap kota mempunyai sejarah yang menghubungkannya kepada asal-usul. Tanda-tanda yang terlihat Juri sejarah tersebut dapat menentukan segi-segi utama rupa kota, sedangkan untuk daerah baru mengikuti simbol-simbol yang terlihat juri kepribadian kota lama yang memberikan kontinuitas dan karakter pada daerah baru Utami, 2004. Dikemukakan oleh Eko Budihardjo Konservasi Pusaka Budaya, 11 Mei 2010,yaitu sangat banyak bangunan-bangunan kuno bersejarah di segenap pelosok tanah air dibongkar untuk memberi tempat bagi pembangunan yang Universitas Sumatera Utara 18 modern, latemodern, new modern, post modern yang sering tidak kontekstual dan tidak berkarakter. Dalam era kekinian, terlihat kecenderungan bahwa para pemegangkebijakan sepertinya tidak memperhatikan keberadaan pusaka budaya di daerah masing-masing.Perhatian para pemegang kebijakan terlalu tercurah pada pembangunan ekonomi dan sarana prasarana fisik yang berkaitan dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. Undang-undang Benda Cagar Budaya yang disahkan tahun 1992, belum banyak dipahami atau dijadikan acuan dalam proses penataan ruang dan pembangunan daerah. Informasi yang perlu disebarkan ke berbagai pihak, bahwa konservasi pusaka budaya tidak hanya penting sebagai salah satu upaya menjaga lambang peradaban, cerminan jati diri identitas bangsa, menciptakan rasa kebanggaan civic pride namun juga berpotensi untuk menumbuhkan geliat perekonomian yang bertumpu pada budaya. Utami 2004 mengatakan Rossi 1982, menjelaskan bahwa sekilas awal akan terlihat bahwa permanensi memuat semua kontinuitas Juri urban artefak namun kenyataannya ini tidak dominan, karena kenyataanya tidak ada sesuatupun yang bertahan dalam suatu kota, Oleh karena itu dalam teori permanensi ini bisa dikatakan dipergunakan untuk menerangkan urban artifak yang mempunyai kekuatan dalam menerangkan suatu kola dengan melihat kola saat ini. Teori ini menggunakan metode historis sebagai pembatasnya.Metode ini digunakan tidak hanya untuk membedakan permanensinya saja, tapi untuk lebih memfokuskan pengujian apakah kola itu selalu dapat diindikasikan dengan melihat perbedaan waktu lalu dengan sekarang. Universitas Sumatera Utara 19 Utami mengatakan Papageogeon 1969] mengatakan dalam suatu kota vang mempunyai sejarah, pasti memiliki historic urban centre yang merupakan kawasan atau bagian kota yang memiliki nilai sejarah yang sampai saat ini masih tetap ada dengan bentuk yang asli dan merupakan pembentuk struktur kota. Suatu elemen yang walaupun dari sisi fungsi telah berubah namun bentuk aslinya tetap ada karena ini akan mengkaitkan sejarah yang terdahulu yang membentuk kota. Setiap pemerintahan pada setiap periode membawa bentukan wajah kota sendiri- sendiri yang memacu perjalanan pertumbuhan kota dan elemen kola itu ikut menentukan nilai kota tadi. Dengan demikian melihat dan menghuni kota tidak saja hanya dari wujud elemen kota pada hari ini saja, tapi juga wujud nilai sejarah yang ikut hadir pada masa kini. Melihat sejarahyang ada, berbagai macam bentuk- bentuk bangunan dan alam dapat memberikan nilai sejarah yang muncul. Kita dapat melihat atau menemukan sejarah kota dengan melihat unit-unit independendan komponen-komponen penting perkotaan. Lebih lanjut dikatakan perubahan tersebut tidak berhenti tapi selalu berdampak lanjut, sedangkan dalam jurnal penelitian Utami mengatakan menurut Sudaryono 1996 perubahan elemen kota yang ideal dijumpai pada kontinuitaskemenerusan dari seluruh nilai- nilai lama dari artefak perkotaan walaupun ini sangat sulit dijumpai. Atau dengan kata lain perubahan yang bersifat minor tetapi tidak secara keseluruhan. Dalam hasil penelitian Utami, tahun 2001 dikatakan bahwa elemen dominan datum kota bisa dilihat dari kontinuitas dan persistensinya datum perkembangan kota. Elemen dominan ini dijadikan araban datum perkembangan kawasan yang sering menuntut perubahan dan kemajemukan. Universitas Sumatera Utara 20 Utami mengatakan collective memory sendiri menurut Rossi 1982 adalah segala sesuatu khususnya menyangkut elemen fisik kota yang mampu memberikan kesan tertentu atau mengingatkan pada pengamat akan suatu peristiwa tertentu baik secara visual maupun non visual. Menurutnya the city is the theater of human events. Diperjelas dalam buku yang diterbitkan oleh Badan Warisan Sumatera BWS bangunan-bangunan yang mempunyai nilai histories adalah gudang penyimpanan memori social yang menjadi sumber yang paling baik untuk menginteprestasikan pengalaman masa lalu dan bangunan itu mempunyai kekuatan untuk membangkitkan memori social visual. Collective memory akan suatu ruang publik tidak terlepas dari memori- memori pribadi dari warga ruang publik tersebut. Berdasarkan itu, memori memori yang mengisi ruang publik ini juga memiliki kepentingan untuk di dokumentasi, sebagai upaya pembentukan collective memory bagi warga kota Widjaja, 2010.

2.2.2 Pengertian Pelestarian Kawasan