KINERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PERPARKIRAN DALAM PENATAAN PARKIR DI KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

KINERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PERPARKIRAN DALAM PENATAAN PARKIR

DI KOTA SURAKARTA

Disusun Oleh : Irfan Bayu Alfathoni

(D0105086)

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Administrasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si NIP. 195310091980032003


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari :

Tanggal :

Panitia Penguji :

1. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si ( )

NIP. 195909071987021001 Ketua Penguji

2. Drs. Suryatmojo, M.Si ( )

NIP. 195308121986011001 Sekretaris Penguji

3. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si ( )

NIP. 195310091980032003 Penguji

Mengetahui,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Dekan

Drs. H. Supriyadi SN, SU. NIP. 195301281981031001


(4)

commit to user

iv

MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan

itu ada kemudahan. Maka apabila

engkau telah selesai (dari

sesuatu urusan), tetaplah

bekerja keras (untuk urusan yang

lain)”

(Q.S AL-Insyirah 6 & 7)

“Orang yang berakal tidak akan bosan

untuk meraih manfaat berfikir, tidak

putus asa dalam menghadapi keadaan

dan tidak akan pernah berhenti dari

berfikir dan berusaha”.

(Aidh bin Abdullah Al-Qarni)

“Pengetahuan tanpa agama adalah

lumpuh,

agama tanpa ilmu pengetahuan adalah

buta, dan

ilmu dan agama adalah wajah yang

cantik dan tampan”


(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk :

Ø

Bapak (alm) dan Ibu tercinta, terima kasih atas doa, dukungan, dan

kasih sayang yang telah engkau berikan padaku selama ini.

Ø

Dhina Isramardhani terima kasih atas pengertianmu, kesabaranmu,

semangat darimu. Perjalanan panjang kita memberi banyak pelajaran

hidup. Semoga apa yang menjadi harapan kita akan tercapai pada

nantinya.

Ø

Sahabat-sahabatku di AMC ( Tege, Toge, Usman, Sudar, Luthu,

Firman, Tukul, gembil, dedy, dll, ) dari kalianlah aku belajar tentang

arti persahabatan.

Ø

Teman-temanku di Honda City Sport Team ( HCST ) Solo, BEKICOT,

dan alumni SMOEPHY ’05 terima kasih atas segalanya.


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KINERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PERPARKIRAN DALAM PENATAAN PARKIR DI KOTA SURAKARTA”.

Penulis menyadari bahwa sejak awal selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si selaku pembimbing skripsi, atas

bimbingannya, arahan, dan motivasi serta kesabarannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Sudarto, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga selaku Pembimbing Akademik.

3. Bapak Drs. H. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Anindita Prayogo selaku Kepala UPTD Perparkiran Kota

Surakarta atas pemberian ijin kepada penulis dalam penelitian ini.

5. Bapak Mudo Prayitno, S.Si.T dan segenap pegawai UPTD Perparkiran Kota Surakarta, atas kerja samanya dalam rangka penyusunan skripsi ini.

6. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu.

Akhir kata penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang menuju ke arah perbaikan skripsi ini akan penulis perhatikan. Meskipun demikian penulis berharap agar penelitian ini dapat


(7)

commit to user

vii

dijadikan awal bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dan dapat memberikan manfaat bagi siapa pun yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, Januari 2011


(8)

commit to user

viii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 6

C. Tujuan Penelitian ... ... 6

D. Manfaat Penelitian ... ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ……….. 8

1. Kinerja... 8

1.a. Pengukuran Kinerja ... . 11

1.b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 16

1.c. Indikator kinerja... ... 20

B. Kerangka Berpikir ... ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... .. 37

A. Lokasi Penelitian ... 37

B. Bentuk Penelitian ... ... 37

C. Teknik Sampling ... .. 37

D. Sumber Data…. ... ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data... 38


(9)

commit to user

ix

G. Teknik Analisis Data ... ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 42

A. Deskripsi Lokasi ………. ... ... 42

1. Visi dan Misi ……… ... 43

2. Tugas Pokok dan Fungsi ………... 43

3. Struktur Organisasi ……… ... 44

4. Kepegawaian ……… ... 47

5. Program Kerja UPTD Perparkiran Kota Surakarta ……… ... 50

B. Analisis Data ... ... 53

1. Efektivitas ... ... 58

2. Responsivitas ... ... 67

3. Akuntabilitas……….. ... 78

BAB V PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... ... 86

B. Saran ... ... 90 DAFTAR PUSTAKA


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Daftar Gambar : Halaman

Gambar 1.1. Bagan Kerangka Pikir……… 35

Gambar 1.2. Bagan Proses Analisa Data Interaktif……… 41

Gambar 1.3. Bagan Organisasi Susunan Organisasi UPTD Perparkiran Kota Surakarta... 47 Gambar 1.4. Bagan Alur Pengelolaan Dana Retribusi Parkir di Kota


(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Daftar Tabel Halaman

Tabel 1.1 Tarif Retribusi Parkir Kota Surakarta…………... 4 Tabel 1.2. Jumlah Pegawai Pegawai UPTD Perparkiran Kota Surakarta

Berdasarkan Jabatan ……... 48 Tabel 1.3. Identifikasi Pegawai UPTD Perparkiran Kota Surakarta

berdasarkan Golongan...…... 49 Tabel 1.4. Data Jumlah Pegawai UPTD Perparkiran Kota Surakarta


(12)

commit to user

xii

ABSTRAK

Irfan Bayu Alfathoni, D0105086. Kinerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran Dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kompleksitas masalah yang dihadapi oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran dalam menata parkir di Kota Surakarta. Beberapa permasalahan yang ada misalnya keterbatasan lahan parkir yang pada gilirannya memunculkan tempat-tempat parkir yang tidak sesuai prosedur dan mengganggu lalu lintas di sekitarnya. Selain itu juga adanya masalah dalam aspek tarif parkir. Masalah retribusi parkir adalah masalah yang memang banyak menjadi sorotan dari masyarakat, dikarenakan memang masyarakat sendiri belum mengetahui tarif parkir yang baku, di sisi lain juga banyak dari petugas parkir itu sendiri yang memungut jasa parkir tidak sesuai dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana kinerja UPTD Perparkiran dalam menata penyelenggaraan parkir di Kota Surakarta dengan menggunakan tiga indikator kinerja terpilih, yaitu efektivitas, responsivitas, serta akuntabilitas.

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan model analisis interaktif dan selanjutnya diuji keabsahannya melalui triangulasi sumber atau data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara garis besar kinerja UPTD Perparkiran Kota Surakarta masih belum optimal. Hal ini disebabkan karena dari tiga indikator kinerja yang dipakai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua indikator yang belum berjalan dengan baik. Pertama, indikator efektivitas yang mana dipahami sebagai ketercapaian tujuan UPTD Perparkiran Kota Surakarta dalam menata parkir, yaituterciptanya kondisi perparkiran di Kota Surakarta yang tertata rapi, teratur, pelayanan yang ramah, cekatan, dan terampil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang menilai bahwa kondisi perparkiran di Kota Surakarta masih semrawut dan belum tertata dengan rapi dan teratur. Kedua, indikator responsivitas, yakni kemampuan UPTD Perparkiran Kota Surakarta dalam melaksanakan kinerjanya untuk mengatasi, menanggapi dan memenuhi kebutuhan, keluhan, tuntutan dan aspirasi masyarakat dalam menangani permasalahan perparkiran. Responsivitas dan kesiapsiagaan UPTD Perparkiran dalam mengatasi dan menindaklanjuti setiap permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat terkait perparkiran dinilai masih kurang dan belum mampu memberikan solusi yang cepat dan tepat. Sedangkan untuk indikator akuntabilitas hingga sejauh ini sudah dijalankan dengan baik, terbukti dengan adanya proses pelaporan pertanggungjawaban mulai dari bawahan ke atasan dan adanya mekanisme feed back dan koreksi terhadap laporan yang telah dilaporkan itu. Pada akhirnya dengan pelaksanaan kinerja penataan parkir yang masih belum berjalan baik, hal ini berdampak pula pada kelancaran dan ketertiban lalu lintas di Kota Surakarta yang sampai sekarang masih semrawut.


(13)

commit to user

xiii

ABSTRACT

Irfan Bayu Alfathoni, D0105086. The Performance of Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) in Managing Parking Lots in Surakarta. Thesis. Administrative Department. Faculty of Social and Politic. Sebelas Maret University. 2010.

The background of this research is that the complex problems faced by Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) in managing parking lots in Surakarta. One of the problems is the limitation of parking lots causing the presence of some parking lots which are not accordance with the procedures and the disruption of the surrounding traffic. Another problem is that the parking retribution which becomes the consideration of the society since they have not known the standard of parking charge. Besides, most of the parking attendants beg for parking charge without considering the standard of parking charge made by the regional government.

The objective of this research is to know about the UPTD performance in managing the parking lots in Surakarta by using three performance indicator i.e. effectiveness, responsiveness, and accountability.

This descriptive and qualitative research used interview, observation and documentation in collecting the data needed. The collected data was analyzed by using analysis interactive model and the validity of the data was tested through the triangulations of sources or data.

The result of this research shows that the UPTD performance has not been optimal since two of three performance indicators have not done well. The first indicator is effectiveness which refers to the achievement of the goal of UPTD to make a good condition of parking lots in Surakarta. Based on the research, most of the society argue that the condition of the parking lots in Surakarta have not been managed well. The second indicator is responsiveness which refers to the ability of the UPTD to solve, to respond and to fulfill the needs, the complaints, the demands and the aspirations of the society in solving the parking problems. The responsiveness and the readiness of the UPTD in solving and following up every complained parking problem have not been able to give the right and immediate solution. For the third indicator, accountability, has done well. It is proven by the presence of the process of accountability reports from the subordinates to superiors and also the presence of the process of feed back mechanism and correction to the reports. Finally, by the implementation performance in managing the parking lots which has not been going well affects the traffic order in Surakarta.


(14)

commit to user

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penilaian kinerja suatu organisasi merupakan suatu kegiatan yang penting atau harus dilakukan karena dapat dijadikan tolak ukur dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam hal mencapai tujuannya. Untuk instansi pemerintah yang menjadi pelayan publik pengukuran kinerjanya menjadi sangat penting untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, apakah sudah memenuhi harapan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan dalam hal pemberian pelayanan, selain itu juga pengukuran kinerja dapat dijadikan tolok ukur apakah masyarakat sudah puas dengan kinerja pelayanan yang ada. Dengan adanya informasi tentang penilaian kinerja tersebut dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki kinerja agar lebih sistematis dan tepat arah sehingga tujuan ataupun misi organisasi bisa tercapai dan pelayanan publik yang diberikan bisa lebih optimal. Dengan adanya kinerja birokrasi yang tinggi maka organisasi tersebut akan berjalan secara efektif, efisien dan responsif dalam memberikan pelayanan.

Agus Dwiyanto (2002:45) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk


(15)

commit to user

xv

menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa.

Surakarta merupakan kota batik dan kota budaya yang saat sekarang sedang berkembang dengan pesat. Surakarta terletak di propinsi Jawa Tengah mempunyai lokasi yang sangat strategis terhadap lalu lintas nasional terutama yang lewat jalur selatan. Kota Surakarta merupakan salah satu bentuk perwujudan dari pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi Daerah , maka Pemerintah Kota Surakarta harus mampu mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk mengelola perparkiran yang ada di Kota Surakarta. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2004, pengertian parkir adalah keadaan yang tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara sedangkan menurut Bapak Mudo Prayitno selaku Koordinator Pengkajian, perparkiran adalah kegiatan penyelenggaraan fasilitas parkir baik di badan jalan maupun di luar badan jalan dengan tujuan memberi tempat istirahat kendaraan dan menunjang arus kelancaran lalu lintas. Perparkiran merupakan UPT pada Dinas yang dipimpin oleh seorang Kepala Perparkiran yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta.

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran Kota Surakarta yang bertindak sebagai pengelola perparkiran di Surakarta harus mempunyai kinerja yang baik dalam rangka pengelolaan perparkiran Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan masih banyaknya persoalan yang ditimbulkan dari adanya


(16)

commit to user

xvi

perparkiran itu sendiri, yang di dalamnya juga menyangkut tentang masalah penataan perparkiran. Yang dimaksud masalah penataan perparkiran itu sendiri adalah tentang penataan tempat khusus parkir dan retribusi parkir yang berbeda-beda di setiap tempat. Pemerintah Surakarta menangani masalah penataan tempat perparkiran dengan menyediakan tempat khusus parkir, tempat khusus parkir adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah, baik yang dikelola sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga, yang meliputi pelataran, lingkungan, taman dan gedung parkir, yang digunakan untuk fasilitas tempat khusus parkir kendaraan.

Untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan tersebut UPTD Perparkiran mempunyai beberapa program yaitu :

1. Mewajibkan tiap bangunan menyediakan parkir minimum

2. Merencanakan lokasi-lokasi parkir diluar badan jalan sekaligus membatasi lahan parkir di badan jalan.

3. Meningkatkan kualitas angkutan umum dalam rangka mengurangi jumlah pengendara kendaraan pribadi.

Dalam pelaksanaan program tersebut juga terdapat beberapa kendala yang dihadapi, yaitu :

1. Tata guna lahan yang sudah terbentuk

2. Lalu lintas di jalan setiap waktu terus meningkat dan semakin menambah lahan parkir.


(17)

commit to user

xvii

Selain itu, pemerintah Surakarta juga menetapkan tarif retribusi yang ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 yang tercantum di Tabel 1.1 sebagai berikut :

Tabel 1.1

Tabel Reribusi Parkir di Kota Surakarta

No Jenis Kendaraan Tarif Sekali Parkir

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sepeda

Andong / Dokar

Sepeda Motor

Mobil penumpang / pick Up / Taksi

Bus Sedang / Truck Sedang

Bus Besar / Truck Besar

Rp 300,00

Rp 500,00

Rp 500,00

Rp 1.000,00

Rp 1.500,00

Rp 3.000,00

Sumber : Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 (Pasal 20) tentang Retribusi

Parkir di Tepi Jalan Umum

Pengertian Retribusi itu sendiri adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi Parkir di Kota Surakarta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dalam rangka menunjang penerimaan pendapatan asli daerah kota Surakarta. Masalah retribusi ini adalah masalah yang memang banyak menjadi sorotan dari masyarakat, dikarenakan memang


(18)

commit to user

xviii

masyarakat sendiri belum mengetahui tarif parkir yang ditetapkan oleh pemerintah, tetapi juga banyak dari petugas parkir itu sendiri yang memungut jasa parkir tidak sesuai dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu UPTD sendiri juga akan melakukan beberapa program agar masalah retribusi ini dapat teratasi. Adapun program tersebut antara lain : 1. Sosialisasi kepada masyarakat bahwa tarif parkir di kota Solo tidak selalu

sama dipinggir jalan dan di tempat-tempat khusus yaitu di mall, bandara, stasiun, dll.

2. Mengadakan operasi gabungan kepada petugas parkir gadungan yang melibatkan Dinas Perhubungan (Dishub) kota Surakarta, Detasemen Polisi Militer (Denpom) kota Surakarta, Polresta Surakarta, Satpol PP, serta Pengadilan dan Kejaksaan.

3. Setiap tahun mengadakan pembinaan teknis kepada petugas parkir dan biasanya dilakukan selama 3 hari.

4. Melakukan patroli tiap hari.

Adapun hambatan yang dihadapi dalam mengtasi masalah tersebut yaitu : 1. Karena rendahnya kualitas SDM terkadang masih banyak muncul kembali

petugas gadungan

2. Kesalahan pada filosofi perparkiran yang digunakan sebagai PAD, bukan sebagai pengendali lalu lintas.

Agar tercipta ketertiban dan kelancaran lalu lintas di Kota Surakarta, maka perlu menata ulang tata laksana perparkiran. Sehingga disini Pemerintah Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004


(19)

commit to user

xix

tentang Retribusi Parkir di tepi jalan umum, dan Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir. Dalam Peraturan daerah tersebut dibuat untuk mengatur semua pelaksanaaan yang menyangkut tentang penataan parkir yang dalam hal ini mencakup tentang penyediaan lahan parkir atau penyediaan tempat khusus parkir dan juga tentang retribusi parkir, sehingga dapat terwujud ketertiban dan kelancaran dalam lalu lintas.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “KINERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PERPARKIRAN DALAM PENATAAN PARKIR DI KOTA SURAKARTA.”

B. Perumusan Masalah

“Bagaimana Kinerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta?”

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Operasional

Untuk mengetahui Kinerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta.

b. Tujuan Fungsional

i. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami kinerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta.


(20)

commit to user

xx

ii. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat kepada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta

c. Tujuan Individual

Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta jurusan Ilmu Administrasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Menambah pengetahuan dalam memahami masalah sosial yang sedang

berkembang di dalam masyarakat.

2. Sebagai bahan pertimbangan yang bersifat konstruktif bagi peningkatan Kinerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta.

3. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk membantu penelitian selanjutnya yang sejenis.

4. Mempraktekkan teori-teori Administrasi Negara atas permasalahan kinerja organisasi publik


(21)

commit to user

xxi

BAB II

LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka

1. Kinerja

Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 191).

Dalam praktek, pengukuran kinerja seringkali dikembangkan secara ekstensif, intensif, dan eksternal. Pengembangan kinerja secara ekstensif mengandung maksud bahwa lebih banyak bidang kerja yang diikutsertakan dalam pengukuran kinerja, sedangkan pengembangan secara eksternal diartikan lebih banyak pihak luar yang diperhitungkan dalam pengukuran kinerja. Pemikiran seperti ini sangat membantu untuk dapat lebih secara valid dan obyektif melakukan penilaian kinerja karena lebih banyak parameter yang dipakai dalam pengukuran dan lebih banyak pihak yang terlibat dalam penilaian (Pollitt dan Boukaert dalam Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 192).

Benardin dan Russel dalam Yeremias T. Keban (2004:192) mengartikan kinerja sebagai ”....the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specied time period...”. Dalam definisi ini, aspek yang ditekankan adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dengan demikian, kinerja hanya mengacu


(22)

commit to user

xxii

pada serangkaian hasil yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai. The Scribner-Bantam English Dictionary dalam Sedarmayanti (2003 : 147) kinerja (performance) berasal dari akar kata “to perform” yang mempunyai beberapa “entries” berikut :

a. To do carry out; execute. (Melakukan, menjalankan,melaksanakan).

b. To discharge of fulfil; as a vow. (Memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar).

c. To portray, as character in a play. (Menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan).

d. To render by the voice or musical instrument. (Menggambarkannya dengan suara atau alat musik).

e. To execute or complete an undertaking. (melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab).

f. To act a part in play. (Melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan). g. To perform music. (Memainkan pertunjukan music).

h. To do what is expected of a person or machine. (Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin).

Arti performance atau kinerja dapat disimpulkan menjadi sebagai berikut :

“Performance” adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi,sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika.


(23)

commit to user

xxiii

Menurut Mahsun (2009:25) menyatakan kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasarn, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organsasi.

Pendapat lain mengutarakan bahwa kinerja merupakan terjemahan dari

“performance”, berarti: perbuatan, pelaksanaan pekerjaan, prestasi kerja, pelaksanaan pekerjaan yang berdaya guna. Performance is defined as the record of outcomes produced on a spesific job function or activity during a spesific time period (Berardin, John H & Joyce E.A Russel dalam Sedarmayanti, 2003:147)

Di samping itu menurut Sedarmayanti (2003:148) kinerja (performance)

diartikan sebagai hasil seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Berikut ini adalah beberapa kata kunci dari definisi kinerja yaitu : a. Hasil kerja pekerja.

b. Proses atau organisasi. c. Terbukti secar konkrit.

d. Dapat diukur, dan/atau dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan. (Irawan Prasetya dalam Sedarmayanti, 2003:148)

Definisi mengenai kinerja organisasi dikemukakan juga oleh Bastian dalam Hessel Nogi (2005:175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian


(24)

commit to user

xxiv

pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut

1. a Pengukuran kinerja

Menurut Chandler & Plano dalam Yeremias (2004:195) pengukuran kinerja adalah an evalution of an employee’s progress or lack of progress measured in terms of job effectiveness. Batasan ini lebih menekankan evaluasi kemajuan atau kegagalan dari seorang pegawai.

Sedangkan Bernardin dan russel dalam Yeremias (2004:195-196) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai “ a way of measuring the contributions of individuals to their organization”. Yang ditekankan dalam batasan ini adalah cara mengukur kontribusi yang diberikan oleh setiap individu bagi organisasinya. Dan tujuannya adalah memberikan insentif/disinsentif kepada hasil kerja yang dicapai pada masa lampau, dan memberi motivasi terhadap perbaikan kinerja di masa mendatang.

Menurut Robertson dalam Mohammad Mahsun (2009 : 25) Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalan mencapai tujuan.


(25)

commit to user

xxv

Sedangkan menurut Lohman dalam Mohamad Mahsun (2009:25-26) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivikasi dari tujuan strategis organisasi. Whittaker menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Adapun manfaat penilaian kinerja organisasi dikatakan oleh Bastian (dalam Hessel Nogi, 2005:173) akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan terus-menerus (berkelanjutan). Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan sebagai mekanisme dalam memberikan penghargaan atau hukuman (reward/ punishment), akan tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja.

Penilaian kinerja berhubungan dengan sistem manajemen kinerja. Penerapan sistem manajemen kinerja dalam organisasi akan membawa dampak positif, karena dengan melakukan penilaian terhadap kinerja organisasi baik dari level yang paling rendah maupun level yang tertinggi, akan berpengaruh terhadap manajemen organisasi, kepemimpinan, dan juga meningkatkan kualitas dalam kehidupan kerja karyawan.

Hal ini diungkapkan oleh Juhani Ukko yang ditulis dalam International Journal of Business Performance Management, Vol 10, No I, 2008 hal 86-98 (dalam www.inderscience.com) berikut ini:

When designing and implementing a Performance Management system there are always some impacts on the management, leadership and further on the QWL (quality of the working life) of the employees. Hence, the successful implementation of a PM system


(26)

commit to user

xxvi

should bring out positive impacts. If the PM system can support the management of the company in leadership and communication, it can enhance for example the employees’ commitment, motivation and possibilities to affect the decision making“.

(terjemahan: ketika merencanakan dan mengimplementasikan sebuah system manajemen kinerja selalu berdampak pada manajerial, kepemimpinan dan juga termasuk didalamnya kualitas kehidupan pekerja (QWL) dari para pekerja. Sehingga keberhasilan dari implementasi system manajemen kinerja selalu mambawa dampak positif. Jika dalam system manajemen kinerja dapat mendukung manajemen di perusahaan dalam hal kepemimpinan dan komunikasi, itu dapat dijadikan contoh sebagai komitmen karyawan, motivasi, dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.

Menurut Mohamad Mahsun (2009:26-28) terdapat empat elemen pokok dalam pengukuran kinerja yaitu:

1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategis organisasi

Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, visi dan misi organisasi.

2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja

Indikator kinerja mengacu pada penelitian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini


(27)

commit to user

xxvii

menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun non finansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manager untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.

3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi

Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti palaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.

4. Evaluasi kinerja

Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran tertentu. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian kemajuan


(28)

commit to user

xxviii

organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap ukuran ini merupakan upaya konkrit dalam memformulasikan tujuan strategis organisasi sehingga lebih berwujud dan terukur. Pengukuran kinerja juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi. Hal ini terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran kinerja yang digunakan (Mohamad Mahsun, 2006: 29-30).

Menurut Joko Widodo (2008:94) pengukuran kinerja merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang ditetapkan. Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/ kegagalan pelaksanaan kegiatan/ program/ kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi pemerintah. Pengukuran kinerja merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai organisasi, dalam melaksanakan kegiatan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Inti aktivitas pengukuran kinerja yakni melakukan penilaian. Untuk bisa melakukan penilaian tertentu dibutuhkan standar penilaian. Hakikat penilaian yakni membandingkan antara realita dengan dengan standar yang ada. Karena itu, cara melakukan pengukuran kinerja yakni dengan cara (a) membandingkan antara rencana dengan realisasi, (b) realisasi tahun ini dengan tahun lalu, (c)


(29)

commit to user

xxix

membandingkan organisasi lain yang sejenis (bench-marking), (d) membandingkan antara realisasi dengan standarnya.

Menurut Marcel Guenoun and Bruno Tiberghien dalam International Journal Public Sector Performance Management, Vol. 1, No. 1, 2007.

“The measurement of the performance in service activities must lead to focus our attention on various complementary criteria in a balanced way. This general view of performance avoids any focusing privileging the measurement of a single criterion with the detriment of the others”.

(terjemahan: Pengukuran kinerja dalam aktivitas pelayanan harus mengutamakan perhatiannya dalam mempertimbangkan beberapa tambahan kriteria. Pemikiran yang umum tentang kinerja menghindarkan dari pengukuran kinerja yang hanya mempunyai satu kriteria dengan kerugian yang lainnya).

Pengukuran kinerja ini menjadi suatu keharusan bagi setiap unit organisasi instansi pemerintah, karena: 1) Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara keberhasilan dengan kegagalan, 2) Jika suatu keberhasilan tidak diidentifikasi, maka kita tidak dapar menghargainya, 3) Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malahan akan menghargai kegagalan, dan 4) Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti juga tidak akan bisa belajar dari kegagalan. Mengingat arti pentingnya pengukuran kinerja, maka perlu dilakukan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan setiap aparatur pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja instansi (unit organisasinya). (Joko Widodo, 2008: 93-94).

1. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam Yeremias T. Keban (2004 : 203) untuk melakukan kajian secara lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penilaian kinerja di Indonesia, maka perlu melihat beberapa faktor penting sebagai berikut :


(30)

commit to user

xxx

1. Kejelasan tuntutan hukum atau peraturan perundangan untuk melakukan penilaian secara benar dan tepat. Dalam kenyataannya, orang menilai secara subyektif dan penuh dengan bias tetapi tidak ada suatu aturan hukum yang mengatur atau mengendaikan perbuatan tersebut.

2. Manajemen sumber daya manusia yang berlaku memiliki fungsi dan proses yang sangat menentukan efektivitas penilaian kinerja. Aturan main menyangkut siapa yang harus menilai, kapan menilai, kriteria apa yang digunakan dalam sistem penilaian kinerja sebenarnya diatur dalam manajemen sumber daya manusia tersebut. Dengan demikian manajemen sumber daya manusia juga merupakan kunci utama keberhasilan sistem penilaian kinerja.

3. Kesesuaian antara paradigma yang dianut oleh manajemen suatu organisasi dengan tujuan penilaian kinerja. Apabila paradigma yang dianut masih berorientasi pada manajemen klasik, maka penilaian selalu bias kepada pengukuran tabiat atau karakter pihak yang dinilai, sehingga prestasi yang seharusnya menjadi fokus utama kurang diperhatikan.

4. Komitmen para pemimpin atau manajer organisasi publik terhadap pentingnya penilaian suatu kinerja. Bila mereka selalu memberikan komitmen yang tinggi terhadap efektivitas penilaian kinerja, maka para penilai yang ada dibawah otoritasnya akan selalu berusaha melakukakan penilaian secara tepat dan benar.


(31)

commit to user

xxxi

Ruky dalam Hessel Nogi (2005: 180) mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut:

1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi, semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut.

2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi;

3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan;

4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan;

5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organsiasi;

6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi, dan lain-lainnya.

Sedangkan menurut Soesilo dalam Hessel Nogi (2005:180-181) mengemukakan bahwa kinerja suatu organsiasi birokrasi di masa depan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

1. Struktur organsiasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organsasi;


(32)

commit to user

xxxii

3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal;

4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi;

5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan organisasi pada setiap aktivitas organisasi.

Atmosoeprapto dalam Hessel Nogi (2005:181-182) mengemukakan bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal seperti berikut ini:

1. Faktor eksternal yang terdiri dari:

a. Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal.

b. Faktor ekonomi, yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar.

c. Faktor sosial, yaitu orientasi nilai yang berkembang ditengah masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi.


(33)

commit to user

xxxiii 2. Faktor internal yang terdiri dari:

a. Tujuan organisasi, yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi.

b. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada.

c. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan.

d. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identita suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan.

1. c Indikator Kinerja

Indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi (Mohammad Mahsun, 2009 : 71).


(34)

commit to user

xxxiv

Dalam Mohammad Mahsun (2009 : 71) definisi indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sementara menurut Lohman dalam Mohammad mahsun (2009 : 71) indikator kinerja

(performance indicators) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi.

Ada berbagai macam indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik. Menurut Mohammad Mahsun (2009 : 77) jenis indikator kinerja pemerintah daerah meliputi :

1. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini mengukur jumlah sumber daya seperti anggaran (dana), sumber daya manusia, peralatan, material dan masukan lain, yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya manusia, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan. Tolok ukur ini dapat pula digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga relevan.

2. Indikator proses (Process). Dalam indikator proses, organisasi merumuskan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Rambu yang paling dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan tersebut. Efisiensi


(35)

commit to user

xxxv

berarti besarnya hasil yang diperoleh dengan pemanfaatan sejumlah input. Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa suatu kegiatan dilaksanakan lebih murah dibandingkan dengan standar biaya atau waktu yang telah ditentukan untuk itu.

3. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non fisik. Indikator atau tolok ukur keluaran digunakan untuk mengukur keluaran yang dihasikan dari suatu kegiatan. Dengan membandingkan keluaran, instansi dapat menganalisis apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu, indikator keluaran, harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Misalnya untuk kegiatan yang bersifat penelitian, indikator kinerja berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah.

4. Indikator hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran pada jangka menengah (efek langsung). Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan indikator keluaran. Indikator outcome

lebih utama dari sekedar output. Walaupun produk telah berhasil dicapai dengan baik, belum tentu outcome kegiatan tersebut telah tercapai. Outcome

menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil lebih tinggi yang mungkin mencakup kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan dapat mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk


(36)

commit to user

xxxvi

output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.

5. Indikator manfaat (Benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil. Manfaat tersbut baru tempak setelah bebrapa waktu kemudian, khususnya dalam jangka menengah dan panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal yang diharapkan dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal (tepat loksi dan waktu)

6. Indikator dampak (Impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

Bastian dalam Hessel (2005 : 175) menetapkan indikator kinerja organisasi sebagai berikut :

1. Indikator masukan

(inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.

2. Indikator keluaran

(outputs), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.

3. Indikator hasil

(outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).


(37)

commit to user

xxxvii

4. Indikator manfaat

(benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

5. Indikator dampak

(impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Sedangkan Mahmudi (2007: 162-163) menjelaskan indikator kinerja merupakan sasaran atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan (ends). Indikator kinerja bagi organisasi sektor publik adalah sebagai tonggak (milestones) untuk menilai kinerja organisasi. Indikator dapat dimanfaatkan baik oleh pihak internal organsiasi maupun pihak luar. Bagi pihak internal, indikator kinerja digunakan untuk melaporkan hasil kerja sebagai bentuk dari pemenuhan akuntabilitas manajerial. Selain itu, bagi pihak internal indikator kinerja tersebut dapat digunakan sebagai sarana melakukan perbaikan berkelanjutan (continuos improvment). Sementara itu, bagi pihak eksternal indikator kinerja digunakan untuk melakukan evaluasi dan pemantauan kinerja. Indikator kinerja memiliki peran penting yaitu: 1) Membantu memperbaiki praktik manajemen, 2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung jawab secara eksplisit dan pemberian bukti atas suatu keberhasilan atau kegagalan, 3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian, 4) Memberikan informasi kepada manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja disemua level organisasi, 5) memberikan dasar untuk pemberian kompensasi.


(38)

commit to user

xxxviii

Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007: 174) menjelaskan bahwa indikator-indikator kinerja sangat bervariasi sesuai dengaan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut. Beberapa indikator tersebut antara lain:

1. McDonald dan Lawton dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007:174) mengemukakan: output oriented measures throughput, efficiency,

effectiveness.

a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organsiasi.

2. Salim dan Woodward dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007:174-175) mengemukakan: economy, efficiency, effectiveness, equity.

a. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.

b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.


(39)

commit to user

xxxix

d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan.

3. Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007:175) mengemukakan: responsiveness, responsibility, accountability.

a. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya tanggap provider terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.

b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. 4. Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007:175) mengemukakan: tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.

a. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya ketampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers. b. Reliability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan

pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.


(40)

commit to user

xl

d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.

e. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.

5. Selanjutnya menurut Agus Dwiyanto (2002 : 48-49 ) ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik yaitu sebagai berikut :

a. Produktivitas.

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

b. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung semakin menjadi penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayaan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan


(41)

commit to user

xli

kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik, akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik..

c. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiiki kinerja yang jelek pula.


(42)

commit to user

xlii

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

e. Akuntabilitas

Akuntabilitas Publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat publik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep dasar akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

6. Kumorotomo dalam Hessel (2005 : 52) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain adalah berikut ini.


(43)

commit to user

xliii a. Efisiensi.

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimmbangan yang berasal dari rasionalitas ekonmomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

b. Efektivitas.

Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

c. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan pada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

d. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruahan harus dapat


(44)

commit to user

xliv

dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini

Kinerja UPTD Perparkiran dapat diidentifikasikan melalui berbagai indikator kinerja yang mana hal ini dapat menjadi tolok ukur keberhasilan dalam kegiatan penataan parkir di Kota Surakarta. Dan untuk mengetahui bagaimana kinerja UPTD Perparkiran dalam penataan parkir di Kota Surakarta, maka digunakan tiga indikator sebagai indikasi untuk menilai kinerja yaitu efektivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Ketiga indikator ini dipilih dengan alasan bahwa indikator-indikator tersebut lebih banyak menyoroti kinerja dari sisi masyarakat pengguna jasa parkir. Apalagi jika kemudian dikaitkan dengan berbagai permasalahan terkait dengan penyelenggaraan parkir di Kota Surakarta, misalnya munculnya parkir liar, adanya pemungutan tarif parkir yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan lain sebagainya. Semua permasalahan perparkiran tersebut menjadikan masyarakat sebagai pihak utama yang merasakannya langsung. Sehingga dengan memilih indikator kinerja yang bersentral pada masyarakat pengguna jasa parkir, diharapkan akan mampu menghasilkan temuan yang objektif sebagaimana yang dirasakan oleh masyarakat. Dalam artian bahwa dengan memilih tiga indikator tersebut, diharapkan hasil penilaian kinerja tak hanya sebatas jawaban-jawaban formalitas dari pihak UPTD Perparkiran itu saja, tapi juga diharapkan mampu menggali dan menampung respon senyatanya dari masyarakat pengguna jasa parkir terkait dengan penilaian mereka atas kinerja UPTD Perparkiran.


(45)

commit to user

xlv

Berikut ini dijelaskan mengenai batas-batas terhadap indikator yang telah dipilih sebagai tolok ukur keberhasilan , yaitu sebagai berikut:

1. Efektivitas

Efektivitas merupakan salah satu indikator kinerja yang berorientasi pada proses. Suatu organisasi dapat dikatakan efektif kalau tujuan organisasi atau nilai-nilai yang telah disepakati bersama antara para stakeholder dari organisasi sebagaimana ditetapkan dalam visinya dapat tercapai. Menurut Amitai Etzioni (dalam Yeremias T. Keban, 2008:227) efektivitas organisasi menggambarkan sampai seberapa jauh suatu organisasi merealisasikan tujuan akhirnya. Sedangkan secara lebih umum, John R. Kimberly (dalam Yeremias T. Keban, 2008:227) menjelaskan bahwa efektivitas organisasi menyangkut semua kondisi yang diperlukan organisasi untuk bertahan hidup dengan istilah “survival“.

Dari beberapa definisi mengenai konsep efektivitas diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa efektivitas merupakan indikator kinerja yang menunjukkan sejauhmana keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran, baik jangka pendek maupun jangka panjang sesuai dengan visi yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini indikasi dari efektivitas UPTD Perparkiran dilihat dari sejauh mana keberhasilan UPTD Perparkiran dalam upaya mencapai tujuannya khususnya dalam penataan parkir di kota Surakarta.


(46)

commit to user

xlvi

Responsivitas merupakan indikator kinerja yang berorientasi pada hasil. Responsivitas ini dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Agus Dwiyanto (2002 : 48) responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Sedangkan menurut Hessel Nogi (2005 : 222) responsivitas berkaitan dengan kecepatan tanggapan yang dilakuka oleh aparatur atau petugas terhadap kebutuhan pengguna jasa, yang dalam hal ini adalah masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana diatur dalam perundangan yang berlaku.

Untuk dapat mengenali apa yang menjadi tuntutan, keinginan, dan harapan masyarakat, maka sebuah organisasi dituntut untuk mengerti kondisi masyarakat, karena dengan mengerti dan memahami kondisi dari masyarakat tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk menghasilkan sebuah hasil baik berupa barang maupun jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian halnya dengan UPTD Perparkiran, keberhasilan dalam upaya mencapai tujuan khususnya dalam kegiatan penataan parkir juga ditentukan oleh keselarasan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan dan keinginan masyarakat.


(47)

commit to user

xlvii

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa responsivitas manggambarkan kemampuan UPTD Perparkiran kota Surakarta dalam malaksanakan kinerjanya untuk mengatasi, menanggapi, dan memenuhi kebutuhan, keluhan, serta tuntutan dari masyarakat khususnya mengenai masalah parkir .

3. Akuntabilitas

Agus Dwiyanto (2002 : 55) mengemukakan pengertian akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian panyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai dan norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholders. Acuan pelayanan yang digunakan oleh organisasi publik juga dapat menunjukkan tingkat akuntabilitas pemberian pelayanan publik. Acuan pelayanan yang dianggap paling penting oleh suatu organisasi publik adalah dapat merefleksikan pola pelayanan yang dipergunakan yaitu pola pelayanan yang akuntabel yang mengacu pada kepuasan publik sebagai pengguna jasa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas UPTD Perparkiran kota Surakarta dalam penataan parkir merupakan bentuk pertanggungjawaban UPTD Perparkiran kepada seluruh pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu akuntabilitas UPTD Perparkiran juga dapat dimaknai bahwa pertanggungjawaban UPTD Perparkiran harus dilaksanakan sesuai dengan aturan perundang-undangan


(48)

commit to user

xlviii

yang berlaku yang mengatur tentang organisasi UPTD Perparkiran itu sendiri, dalam hal ini adalah Keputusan Walikota Surakarta Nomor 43 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Perhubungan Kota Surakarta.

B. Kerangka Berpikir

Gambar 1.1

Knerja UPTD Perparkiaran dalam Penataan Parkir di Kota Surakarta

Keterangan :

Kinerja UPTD Perparkiran Kota Surakarta dalam menata dan mengelola sistem perparkiran di Surakarta diukur dari beberapa indikator kinerja yaitu dari efektivitas, responsivitas dan akuntabilitas. Ketiga indikator di atas adalah tolok ukur UPTD Perparkiran dalam mengatasi semua masalah-masalah perparkiran yang melanda penataan perparkiran di

Mengatasi Masalah Perparkiran di Kota Surakarta

- Munculnya parkir liar

- Tarif parkir yang tidak sesuai

- Keterbatasan lahan parkir

Kinerja UPTD Perparkiran dalam penataan parkir di Kota Surakarta

- Efektivitas - Responsivitas - Akuntabilitas

Tercipta Kondisi Perparkiran di Kota Surakarta yang tertata rapi, teratur, pelayanan yang ramah, cekatan, dan terampil.


(49)

commit to user

xlix

kota Surakarta seperti munculnya parkir liar dan petugas gadungan, banyaknya pungutan liar, tarif parkir yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, masalah karcis, tempat parkir yang semrawut sehingga mengganggu lalu lintas dan pengguna jalan, masalah atribut seragam dan perlengkapan petugas parkir dan kurangnya pengetahuan petugas parkir akan peraturan dan cara mengatur lalu lintas. Efektifitas kinerja dari UPTD perparkiran dapat terlihat dari apakah visi,misi serta tujuan dari UPTD Perparkiran Surakarta dalam penataan perparkiran sudah tercapai atau belum, sehingga tidak adanya keluhan yang ditimbulkan dari kebijakan-kebijakan yang diambil dari UPTD Perparkiran dalam melaksanakan penataan perparkiran tersebut sehingga diharuskan UPTD Perparkiran mengerahkan segala macam cara dan upaya-upaya untuk mengatasi semua masalah-masalah perparkiran yang ada, sehingga kinerja UPTD Perparkiran sudah tidak diragukan lagi oleh masyarakat dan tercipta suatu ketertiban, kenyamanan serta kelancaran dalam berlalu lintas. Responsivitas UPTD Perparkiran adalah daya tanggap dan kemempuan UPTD Perparkiran dalam melaksanakan kinerjanya untuk menanggapi berbagai keluhan dan pengaduan serta untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari masyarakat dalam mengatasi permasalahan parkir di Kota Surakarta. Sedangkan akuntabilitas UPTD Perparkiran adalah pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pelayanan dalam mengatasi masalah parkir kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.


(50)

commit to user

l

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran Kota Surakarta yang beralamat di Jl. Aru No. 13 Surakarta. Pertimbangan yang mendasari pemilihan lokasi penelitian ini adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran Kota Surakarta merupakan pihak yang berkaitan langsung dengan penataan parkir di kota Surakarta, yang memiliki kedudukan, fungsi dan tugas penting agar tercipta ketertiban dan kelancaran lalu lintas di Kota Surakarta.

B. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, menurut H.B Sutopo (2002:35) dalam penelitian kualitatif data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau frekuensi.

C. Teknik Sampling

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling. Menurut H.B Sutopo (2002:36) dalam Purposive sampling pilihan sampel diarahkan pada sumber yang dipandang memiliki data yang penting berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Dalam teknik ini seperti yang dijelaskan H.B Sutopo (2002:56) memiliki kecenderungan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi


(51)

commit to user

li

dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.

D. Sumber Data

Data merupakan fakta atau keterangan dari objek yang diteliti. Menurut Lofland dalam Moleong (2002) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainnya.

Data dapat diperoleh secara langsung dari informan melalui wawancara dan observasi. Adapun informan yang peneliti tunjuk adalah sebagai berikut: 1. Kepala UPTD Perparkiran Kota Surakarta

2. Koordinator Pengkajian UPTD Perparkiran Kota Surakarta 3. Petugas Parkir Kota Surakarta

4. Masyarakat Pengguna Parkir

. Selain itu data juga diperoleh melalui pemanfaatan sumber data yang tersedia seperti dokumen, arsip, dan buku pedoman serta literatur yang terkait dengan penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melalui pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian dan pencatatan tentang keadaan atau fenomena yang diselidiki atau dijumpai secara sistematis.


(52)

commit to user

lii 2. Wawancara

Untuk memperoleh data dari informan sebagai sumber data yang sangat penting, maka dalam penelitian ini diperlukan wawancara secara mendalam (in-depth interviewing). Dalam melakukan wawancara mendalam situasi yang akrab selalu diusahakan dan dikembangkan dan menghindari situasi tanya jawab seperti dalam proses interogasi. Dalam H. B Sutopo (2002:58) Tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampau, dan memproyeksikan hal-hal itu dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari arsip atau dokumen dari instansi yang bersangkutan serta dari buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian.

F. Validitas Data

Validitas data dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam kenyataan di lokasi penelitian. Untuk menguji validitas data menggunakan teknik triangulasi data atau sumber. Menurut H. B Sutopo (2002:79) Triangulasi


(53)

commit to user

liii

data atau sumber memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis. Peneliti bisa memperoleh dari narasumber (manusia) yang berbeda-beda posisinya dengan teknik wawancara mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bisa dibandingkan dengan informasi dari narasumber lainnya.

G. Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah model analisis interaktif. Menurut H.B Sutopo (2002:91) Dalam analisis ini ada tiga komponen utama dalam analisis data yaitu: reduksi data, sajian data,dan penarikan simpulan serta verifikasinya. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Dimulai dari kerangka kerja konseptual, melakukan pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian, dan juga waktu menentukan cara pengumpulan data yang akan digunakan. (H.B Sutopo, 2002:91)

2. Penyajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data merupakan rakitan kalimat yang disusun secara


(54)

commit to user

liv

logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Kedalaman dan kemantapan hasil analisis sangat ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

Dari awal pengumpulan data, peneliti sudah harus memahami apa arti dari berbagai hal yang ia temui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi sehingga terjadi kesimpulan akhir. Simpulan itu pun perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.

Proses analisis data dengan menggunakan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. 2 Model Analisis Interaktif

(Sumber : H. B. Sutopo, 2002 : 96)

Pengumpulan Data

Penarikan Simpulan


(55)

commit to user

lv

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan uraian pada Bab IV mengenai Kinerja UPTD Perparkiran Kota Surakarta di depan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini :

1. Efektivitas UPTD Perparkiran Kota Surakarta dalam penataan parkir di Kota Surakarta secara umum masih belum berjalan secara optimal. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan pencapaian misi, visi ataupun tujuan dari UPTD Perparkiran itu sendiri, yaitu “Terciptanya kondisi perparkiran di Kota Surakarta yang tertata rapi, teratur, pelayanan yang ramah, cekatan, dan terampil”. Salah satu permasalahan masih belum efektifnya kinerja UPTD Perparkiran Kota Surakarta adalah masih belum berjalannya system pengawasan di lapangan oleh UPTD Perparkiran. Hal ini lebih banyak disebabkan karena minim dan terbatasnya jumlah personel yang dimiliki oleh UPTD Perparkiran (jumlah personel secara structural hanya berjumlah 17 orang yang terbagi dalam 8 bidang tugas). Persoalan efektivitas organisasi yang berujung pangkal pada keterbatasan jumlah personel ini misalnya kurangnya pengawasan dari UPTD Perparkiran Kota Surakarta terhadap penyelenggaraan tempat parkir legal di tempat umum. Dengan kurangnya pengawasan memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak bisa dianggap remeh, misalnya munculnya parkir liar dan


(56)

commit to user

lvi

petugas parkir gadungan. Sehingga dengan adanya kondisi yang demikian membuat tujuan organisasi UPTD Perparkiran Kota Surakarta belum tercapai secara efektif, efisien dan optimal. Dengan masih belum efektifnya kinerja UPTD Perparkiran, membuat penyelenggaraan parkir di Kota Surakarta juga belum tertata dengan baik. Dalam tataran yang lebih luas, kondisi penyelenggaraan parkir yang masih semrawut ini pada gilirannya berdampak pula pada kelancaran dan ketertiban lalu lintas di Kota Surakarta. Sehingga di banyak wilayah di Kota Surakarta masih sering dijumpai kemacetan yang disebabkan oleh penyelenggaraan parkir yang semrawut.

2. Responsivitas UPTD Perparkiran Kota Surakarta dalam menanggapi kritik dan saran serta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna jasa parkir dinilai masih rendah. Selain dari banyaknya kritikan yang disampaikan oleh masyarakat, responsivitas dalam hal ini juga bisa dinilai dari bagaimana “pensikapan” dari UPTD Perparkiran itu sendiri terhadap keluhan dari masyarakat. Sebenarnya pihak UPTD Perparkiran itu sendiri telah melakukan upaya-upaya dalam rangka meningkatkan responsivitasnya, yaitu dengan membentuk tim patroli yang rutin melakukan patroli setiap hari dan membuka nomer telepon yang khusus menerima kritik dan saran dari masyarakat. Akan tetapi masih sedikit masyarakat yang mengetahui adanya upaya-upaya peningkatan responsivitas UPTD Perparkiran tersebut. Sehingga bisa dikatakan bahwa berbagai upaya yang dilakukan UPTD Perparkiran Kota Surakarta dalam


(57)

commit to user

lvii

rangka meningkatkan responsivitas masih belum menyentuh kelompok sasaran. Hal ini terlihat dengan banyaknya masyarakat yang mengatakan jarang atau bahkan tidak pernah melihat adanya sidak yang dilakukan oleh UPTD Perparkiran, misalnya untuk menangkap tukang parkir gadungan, ataupun bentuk penyelewengan keparkiran yang lainnya. Media komunikasi melalui nomer telepon (0271) 642624 yang dibuka oleh UPTD Perparkiran untuk masyarakat pun ternyata juga belum banyak diketahui oleh masyarakat. Sehingga bisa dikatakan bahwa mekanisme kritik dan saran yang dibangun guna menciptakan responsivitas organisasi masih perlu dikaji ulang agar dapat benar-benar menjadi mekanisme yang tepat menyentuh kelompok sasaran. Dengan kondisi yang seperti ini maka dampak yang terjadi selanjutnya adalah memperburuk citra UPTD Perparkiran di mata masyarakat. Responsivitas dan kesiapsiagaan UPTD Perparkiran dalam mengatasi dan menindaklanjuti setiap permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat masih kurang dan dirasa belum mampu memberikan solusi yang cepat dan tepat. Hal ini mengakibatkan terjadinya semacam akumulasi permasalahan perparkiran di Kota Surakarta, yang pada akhirnya justru menimbulkan problem lalu lintas jalan, misalnya terjadinya kemacetan. Kondisi demikian menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara penyelenggaraan parkir dengan ketertiban dan kelancaran lalu lintas Kota Surakarta.

3. Akuntabilitas UPTD Perparkiran Kota Surakarta dapat dikatakan telah berjalan dengan cukup baik. Mekanisme akuntabilitas yang selama ini


(1)

commit to user

cii Gambar 1.4

Bagan Alur Pengelolaan Dana Retribusi Parkir di Kota Surakarta

Sumber : UPTD Perparkiran Kota Surakarta

Akuntabilitas juga tak hanya berbicara mengenai seberapa jauh tiap anggaran itu dilaporkan penggunaan dan alokasinya, tapi juga dalam kajian mengenai akuntabilitas sebuah instansi pemerintahan perlu juga dijelaskan menganai kepada siapa laporan tersebut diajukan. Berkenaan dengan hal ini, Bapak Mudo Prayitno, S.Si.T memberikan penjelasan sebagai berikut :

“UPTD Perparkiran melaporkan kegiatannya kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Surakarta serta kepada Wlikota Surakarta. Pelaporan juga dilakukan kepada Inspektorat dalam bentuk Nota Dinas yang kita laporkan di tiap bulannya. Selain itu agar menajdi lebih akuntabel, kita lakukan koordinasi dengan Kepala Dinas Perhubungan yang dilakukan setiap minggunya melalui Rapat koordinasi” (wawancara tanggal 28 Okotober 2010)

Juru Parkir UPTD

Perparkiran

UPTD Perparkiran


(2)

commit to user

ciii

Adapun hal-hal yang dilaporkan dan tindak lanjut atas laporan akuntabilitas tersebut lebih lanjut diterangkan oleh Bapak Mudo Prayitno, S.Si.T beriku ini:

“hal-hal yang kita laporkan ke atasan biasanya meliputi absensi karyawan, kegiatan, operasi penertiban parkir liar. Selanjutnya Inspektorat Kota Surakarta selalu melakukan pemeriksaan atau cross check ke kantor guna mengetahui lebih jauh kondisi serta data-data yang kita miliki dan kita laporkan tadi. Adapun laporan pertanggungjawaban yang kita ajukan ke atasan tadi juga dinilai melalui rapat koordinasi maupun surat pemberitahuan baik dari Dinas Perhubungan maupun dari Pemerintah Kota Surakarta.” (wawancara tanggal 28 Okotober 2010)

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa mekanisme akuntabilitas UPTD Perparkiran selama ini merupakan tipikal akuntabilitas hirarkhi yang hanya berpedoman pada struktur keorganisasian. Dalam artian bahwa bawahan harus melaporkan kinerjanya hanya kepada atasannya, bukan kepada masyarakat selaku pemberi mandate. Mekanisme semacam ini masih sangat identik dengan birokrasi tradisional yang lebih mengutamakan kepuasan atasan ketimbang mewujudkan kepuasan public. Tentunya ini menjadi koreksi juga bagi UPTD Perparkiran Kota Surakarta untuk melakukan perubahan dalam system akuntabilitasnya. Subtansi yang dilaporkan pun hanya berkutat pada hal-hal yang standar, misalnya saja absensi pegawai, laporan kegiatan dan operasi parkir liar. Perlu dirancang sebuah format pelaporan yang lebih menyeluruh, sehingga dapat diketahui seberapa siginifikan UPTD Perparkiran telah membuat peningkatan dalam kinerjanya. Signifikan atau tidaknya bisa terlihat dari dibuatnya indicator capaian dan rencana. Sehingga dengan membandingkan antara capaian dan perencanaan, atasan bisa mengetahui posisi UPTD Perparkiran, apakah mengalami kemajuan atau kemunduran. Jadi tidak hanya persoalan keuangan saja yang perlu dibuat


(3)

commit to user

civ

target dan realisasi, tapi komponen-komponen non-materi juga perlu disusun berupa capaian dan rencana.

Aspek lain yang penulis temukan dalam kaitannya dengan mengkaji indicator akuntabilitas UPTD Perparkiran adalah, UPTD Perparkiran hingga saat ini belum melakukan mekanisme akuntabilitas public yang memungkinkan masyarakat untuk meminta, membaca ataupun mengetahui laporan capaian hasil kerja dari UPTD Perparkiran. Padahal terbangunnya media yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses laporan kinerja menjadi suatu hal yang makin menguat dalam segi tuntutan dari masyarakat. Hingga sekarang ini, UPTD Perparkiran kota Surakarta hanya mengandalkan website Dinas Perhubungan (www.dishub_surakarta.com) sebagai saluran bagi masyarakat untu mengetahui hasil kerja UPTD Perparkiran. Padahal jika dilihat dalam kenyataannya website semacam itu hanyalah berisi informasi-informasi umum yang belum menjunjung tinggi keterbukaan kepada public sebagai indicator akuntabilitas public.

Dengan adanya beberapa hal di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa dalam hal indicator akuntabilitas, UPTD Perparkiran masih belum secara optimal mewujudkan akuntabilitas terhadap public. Pola yang berjalan selama ini hanya bergantung pada struktur organisasi, dimana hal tersebut menjadi pedoman dalam melaporkan hasil kerja, sehingga akuntabilitas yang berjalan di UPTD Perparkiran adalah jenis akuntabilitas hirarkhi, sesuai dengan struktur organisasi yang kaku dan formal. Adapun hal yang dilaporkan juga lebih banyak terfokus pada hal-hal yang standar. Ini tentunya perlu kembali menjadi koreksi bagi UPTD Perparkiran Kota Surakarta agar ke depannya masyarakat dapat memberikan nilai


(4)

commit to user

cv

A terhadap kinerja UPTD Perparkiran secara keseluruhan, khususnya untuk indicator akuntabilitas.


(5)

commit to user

cvi

DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto, dkk , 2002. Reformasi Birokrasi publik di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University press.

HB. Sutopo, 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Hessel Nogi S. Tangkilisan, 2005. Manajemen Publik. PT Gramedia Widiasarana

Indonesia . Jakarta.

Joko Widodo, 2008. Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang : Banyu Media

Publishing.

Lexy J Moleong, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Mahmudi, 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Mohamad Mahsun, 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : BPFE Ratminto dan Atik Septi Winarsih 2007. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Sedarmayanti, 2003. Good governance dalam rangka otonomi daerah. Bandung : Mandar Maju.

Yeremias T. Keban, 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik (Konsep

Teori dan Isu). Yogyakarta : Gava Media.

Sumber Lain :

Juhani Ukko. International Journal Business Performance Management, Vol. 10, No. 1, 2008. Copyright “The impacts of performance measurement on the

quality of working life”. http://www.inderscience.com. Diakses tanggal 20

Oktober 2010

Marcel Guenoun and Bruno Tiberghien. International Journal Public Sector

Performance Management, Vol. 1, No. 1, 2007. The governance of

contractual relationship: between regulation of the public action and search

for performance. http//www.inderscience.com. Diakses tanggal 20 Oktober

2010

Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2004 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 7 Tahun 2004 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 43 tahun 2008


(6)

commit to user