Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah

5.5. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah

Penggunaan Pupuk Bokashi. Dalam penelitian ini ada hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Gambaran hubungan Faktor Sosial Ekonomi dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi, dapat dilihat pada Tabel 20 berikut: Tabel 20. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah Penggunaan Pupuk Bokashi. Karakteristik Range Rata-rata rs t-hitung t-tabel Umur 26-65 tahun 42,5 -0,101 0.454 1,725 Pengalaman Bertani 2-15 tahun 5,6 -0,069 0,309 1,725 Tingkat Pendidikan 9-16 tahun 12 0,085 0,381 1,725 Jumlah Tanggungan 1-7 orang 4 -0,100 0,449 1,725 Total Pendapatan Rp. 354.333 – 11.397.750 Rp. 5.519.783 0,052 0,232 1,725 Luas lahan 0,08-0,6 Ha 0,22 0,277 1,289 1,725 Pupuk Bokashi 10-500 sak 113,4 - - - Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 17 Dari Tabel 20. dapat dilihat jumlah terendah untuk pupuk bokashi yang digunakan adalah 10 sak dan jumlah tertinggi pupuk bokashi yang digunakan adalah 500 sak dengan rata-rata jumlah penggunaan pupuk bokashi yaitu 113,4 sak. Sedangkan range umur petani adalah 26-65 tahun, umur terendah 26 tahun dan yang tertinggi 65 tahun dengan rat-rata 42,5 tahun. Untuk melihat hubungan umur dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai rs = -0,101, dan nilai thitung = 0,454 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel . Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, Universitas Sumatera Utara artinya tidak ada hubungan umur dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Dalam penelitian pengalaman bertani atau lamanya bertani cabai memiliki hubungan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Gambaran hubungan antara pengalaman bertani cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi dapat dilihat pada Tabel 20. Untuk melihat hubungan pengalaman bertani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai rs = -0,069 , dan nilai thitung = 0,309 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel . Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan pengalaman bertani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengalaman bertani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya. Untuk melihat hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai rs = 0,085 , dan nilai thitung = 0,381 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel . Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa Universitas Sumatera Utara ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Seperti yang kita ketahui bersama luas lahan yang digunakan petani mempunyai hubungan terhadap penggunaan pupuk bokashi, demikian halnya pada daerah penelitian. Untuk melihat erat tidaknya hubungan luas lahan cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,277 dan t hitung =1,289 serta t tabel = 1,725 . Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel . Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan luas lahan dengan penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara luas lahan cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan dalam penentuan penggunaan pupuk bokashi. Untuk melihat erat tidaknya hubungan jumlah tanggungan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = -0,100 dan t hitung = 0,449 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel . Hal ini berarti H diterima dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan jumlah tanggungan dengan penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Kondisi ekonomi petani yang lemah atau tidak memadai pada umunya dilihat dari tinggi rendahnya pendapatan seorang petani, yang dapat memperlihatkan sukses tidaknya usahataninya. Untuk melihat erat tidaknya Universitas Sumatera Utara hubungan total pendapatan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi maka dianalisis dengan menggunakan Korelasi Rank Spearman. Dari hasil analisis diperoleh rs = 0,052 dan t hitung = 0.232 serta t tabel = 1,725. Data ini menunjukkan bahwa t hitung t tabel . Hal ini berarti diterima H dan H 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan total pendapatan dengan penggunaan pupuk bokashi. Maka Hipotesis 5 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara total pendapatan dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi adalah ditolak. Dari Tabel 20, dapat diketahui bahwa tidak ada faktor sosial ekonomi yang berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi atau dengan kata lain faktor sosial ekonomi tidak berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi. Meskipum mereka telah mengadopsi teknologi pembuatan bokashi, dan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah positif tetapi data tersebut menunjukkan bahwa petani sampel masih sedikit menggunakan pupuk bokashi dalam usahatani cabainya dibandingkan pupuk kimia. Hal ini disebabkan karena, dampak pupuk bokashi terhadap tanaman lebih lambat dibanding pupuk kimia. Setelah pupuk bokashi ditaburkan pada tanaman, masih menunggu beberapa lama sampai bakteri dan virus yang ada di dalam tanah mati. Selain itu tanaman cabai yang sangat rentan terkena penyakit mendorong petani untuk lebih cepat melakukan pencegahan. Sehingga petani lebih dominan mengunakan pupuk kimia dalam usahataninya. Universitas Sumatera Utara

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 6.

Sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi di Desa Sondi Raya adalah positif yaitu dari 22 orang petani cabai, 13 orang 59,09 memiliki sikap positif dan 9 orang 40,91 memiliki sikap negatif. Oleh sebab itu sikap petani sampel terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi lebih dominan sikap yang positif dari pada sikap negatif, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah positif dapat diterima. 7. Tingkat adopsi petani cabai peserta pelatihan terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah tinggi sedangkan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi sedang. 8. Pada usahatani cabai tidak terdapat perbedaan dalam penggunaan pupuk bokashi pada petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi. 9. Faktor sosial ekonomi yang berkorelasi dengan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi adalah tingkat kosmopolitan sedangkan faktor sosial ekonomi yang tidak berkorelasi dengan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi adalah umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan, dan total pendapatan. 10. Tidak ada faktor sosial ekonomi yang berkorelasi dengan penggunaan jumlah pupuk bokashi atau dengan kata lain faktor sosial ekonomi tidak berkorelasi dengan penggunaan jumlah pupuk bokashi. Universitas Sumatera Utara