Hubungan Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Dengan Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi.

(1)

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP TEKNOLOGI

PEMBUATAN PUPUK BOKASHI

(Kasus: Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

OLEH :

LENNY DINAMARIA SAMOSIR

040309032

SEP/PKP

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP TEKNOLOGI

PEMBUATAN PUPUK BOKASHI

(Kasus: Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh :

LENNY DINAMARIA SAMOSIR

040309032

SEP/PKP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing:

( Ir. Yusak Maryunianta, M.Si ) ( Emalisa, SP, M.Si ) Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

RINGKASAN

LENNY DINAMARIA SAMOSIR (040309032) dengan judul skripsi ”HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP TEKNOLOGI PEMBUATAN PUPUK BOKASHI ” (Kasus: Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun). Penelitian dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan Ibu Emalisa, SP, M.Si. Penelitian dilaksankan pada bulan Juli 2008 – September 2008, di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara yang dilakukan secara purposive.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara kelompok atas dasar kelompok petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan nonpeserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi yang diusahan pada lahan cabai sebanyak 22 sampel.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi di Desa Sondi Raya adalah positif yaitu dari 22 orang petani cabai, 13 orang (59,09 %) memiliki sikap positif dan 9 orang (40,91 %) memiliki sikap negatif.

2. Tingkat adopsi petani cabai peserta pelatihan terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah tinggi sedangkan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi sedang.

3. Pada usahatani cabai tidak terdapat perbedaan dalam penggunaan pupuk bokashi pada petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi.

4. Faktor sosial ekonomi yang berkorelasi dengan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi adalah tingkat kosmopolitan sedangkan faktor sosial ekonomi yang tidak berkorelasi dengan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi adalah umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan, dan total pendapatan.


(4)

5. Tidak ada faktor sosial ekonomi yang berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi atau dengan kata lain faktor sosial ekonomi tidak berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi.


(5)

RIWAYAT HIDUP

LENNY DINAMARIA SAMOSIR, lahir pada tanggal 11 Maret 1987 di Desa Sukadamai, Kabupaten Sibolga. Anak Pertama dari empat bersaudara dari keluarga Bapak K. Samosir dan Ibunda R. Sitohang.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 1992 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tigarunggu dan tamat tahun 1998.

2. Tahun 1998 masuk Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Jorlang Hataran dan tamat tahun 2001.

3. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU RK Budi Mulia P.Siantar dan tamat tahun 2004.

4. Tahun 2004 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB.

5. Bulan Juni – Juli 2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Mardinding, Kecamatan Pematang Silimahuta, Kabupaten Simalungun.

6. Bulan Juli 2008 - September 2008 melaksanakan penelitian skripsi di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi pada waktunya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan judul HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP TEKNOLOGI PEMBUATAN PUPUK BOKASHI ” (Kasus: Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun).

Skripsi ini selesai berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis dengan ketulusan dan kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu maupun mendukung penulis baik dari segi moril maupun materil. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing 2. Ibu Emalisa, SP, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP, selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian USU.

4. Ibu Ir. Salmiah sebagai Sekretaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian USU.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian USU.

6. Kepala Desa beserta seluruh staff Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun yang telah memberikan data dan informasi dalam skripsi penulis.

7. Seluruh PPL Kecamatan Raya yang telah banyak memberikan data dan informasi bekerjasama dengan penulis


(7)

8. Dan seluruh petani cabai di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun yang telah memberikan data dan informasi dalam skripsi penulis.

9. Rekan – rekan mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Orang tua tercinta Bapak K. Samosir dan Ibunda R. Sitohang atas segala perhatian, kasih sayang, nasihat, serta dukungan secara materi dan doa – doa yang diberikan kepada penulis selama perkuliahan sampai pada penyelesaian skripsi. Juga terima kasih kepada keluarga adikku Kristin Marienda Samosir, Rudol Nego thomas Samosir, dan Reflin Sazkia Samosir atas doa dan motivasinya.

Buat sahabat-sahabat spesial C8: Bunga hati Sinuraya, Fransiska Natalina Sitanggang, Julia E.O. Purba, Nancy Theresia Sihombing, Raintan Mariani Sinaga, Sama risda ulina Sinulingga, dan Yessi Siburian terimakasi atas semua dukungan, doa dan kebersamaan kita selama ini. Juga buat semua teman-teman SEP-(PEN & AGRI), teman-teman seperjuangan anak-anak bimbingan Pak Yusak dan Ibu Emalisa.

Buat kak Lisbeth, Runi, dan Yani terima kasi sudah banyak membantu dalam segala urusan yang menyangkut skripsiku ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, semoga skripsi ini dapat berguna di masa yang akan datang.

Medan, Desember 2008


(8)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6

2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.2. Landasan Teori ... 9

2.3. Faktor Sosial-Ekonomi ... 13

2.4. Kerangka Pemikiran ... 15

2.5. Hipótesis Penelitian ... 17

III. METOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18

3.2. Metoda Pengambilan Sampel ... 18

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 19

3.4. Metode Analisis Data ... 19

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 25

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 28


(9)

4.1.1. Keadaan Fisik dan Geografi ... 28

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 28

4.1.3. Sarana dan Prasarana ... 30

4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 31

4.2.1. Umur ... 32

4.2.2. Lama Bertani ... 32

4.2.3. Tingkat Pendidikan ... 32

4.2.4. Tingkat Kosmopolitan ... 33

4.2.5. Luas Lahan ... 33

4.2.6. Jumlah Tanggungan ... 33

4.2.7. Total Pendapatan ... 34

4.2.8. Teknik Pembuatan Bokashi ... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

1.1.Sikap Petani Cabai terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi di Daerah Penelitian. ... 37

1.2.Tingkat adopsi petani cabai peserta dan non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi pada usahatani cabai di daerah penelitian. ... 39

1.3.Perbedaan Penggunaan Pupuk Bokashi Bagi Petani Cabai Peserta dan Petani Cabai Nonpeserta Pelatihan Pembuatan Bokashi di daerah Penelitian ... 40

1.4.Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi ... 42

1.5.Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah Penggunaan Pupuk Bokashi ... 53

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 58


(10)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Kebutuhan Pupuk Bokashi untuk Tanaman Cabai

di Kecamatan Raya Tahun 2007 ... 3

2. Komponen Nutrisi Tanaman yang terkandung dalam Pupuk Bokashi ... 7

3. Jumlah Petani Sampel Penelitian Berdasarkan Petani Cabai Peserta Pelatihan dan Non Pelatihan Pembuatan Pupuk Bokashi di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2007 ... 19

4. Skala Likert ... 19

5. Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi Berdasarkan Literatur ... 20

6. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi ... 21

7. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 28

8. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 29

9. Sarana dan Prasarana di Nagori Sondi Raya ... 30

10. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Cabai Merah di Desa Sondi Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Tahun 2007 ... 31

11. Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi di Desa Sondi Raya ... 38

12. Analisis Perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan daerah penelitian ... 40

13. Hubungan Umur Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi ... 42

14. Hubungan Pengalaman Bertani Petani Cabai Merah dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi ... 44


(11)

15. Hubungan Tingkat Pendidikan Petani Cabai Merah dengan

Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi ... 46 16. Hubungan Tingkat Kosmopolitan Petani Cabai Merah

dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi ... 47 17. Hubungan Luas Lahan Petani Cabai dengan Sikapnya

Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi ... 49 18. Hubungan Jumlah Tanggungan Dengan Sikapnya Terhadap

Teknologi Pembuatan Bokashi ... 50 19. Hubungan Total Pendapatan Usahatani Cabai dengan Sikapnya

Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi ... 51 20. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Jumlah

Penggunaan Pupuk Bokashi ... 53


(12)

RINGKASAN

LENNY DINAMARIA SAMOSIR (040309032) dengan judul skripsi ”HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP TEKNOLOGI PEMBUATAN PUPUK BOKASHI ” (Kasus: Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun). Penelitian dibimbing oleh Bapak Ir. Yusak Maryunianta, M.Si dan Ibu Emalisa, SP, M.Si. Penelitian dilaksankan pada bulan Juli 2008 – September 2008, di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara yang dilakukan secara purposive.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara kelompok atas dasar kelompok petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan nonpeserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi yang diusahan pada lahan cabai sebanyak 22 sampel.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi di Desa Sondi Raya adalah positif yaitu dari 22 orang petani cabai, 13 orang (59,09 %) memiliki sikap positif dan 9 orang (40,91 %) memiliki sikap negatif.

2. Tingkat adopsi petani cabai peserta pelatihan terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah tinggi sedangkan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi sedang.

3. Pada usahatani cabai tidak terdapat perbedaan dalam penggunaan pupuk bokashi pada petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi.

4. Faktor sosial ekonomi yang berkorelasi dengan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi adalah tingkat kosmopolitan sedangkan faktor sosial ekonomi yang tidak berkorelasi dengan sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan bokashi adalah umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, luas lahan, dan total pendapatan.


(13)

5. Tidak ada faktor sosial ekonomi yang berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi atau dengan kata lain faktor sosial ekonomi tidak berkorelasi terhadap penggunaan jumlah pupuk bokashi.


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perhatian masyarakat terhadap soal pertanian dan lingkungan beberapa tahun terakhir ini menjadi meningkat. Keadaan ini disebabkan karena semakin dirasakanya dampak negatif yang besar bagi lingkungannya, dan jika dibandingkan dengan dampak positifnya bagi peningkatan produktifitas tanaman pertanian pengaruh bahan kimia tersebut tidak sebanding (Anonimous, 2005).

Pupuk, pestisida dan bahan kimia lainnya yang terus menerus dapat merusak biota tanah, keresistanan hama dam penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral pada komoditi sayuran dan buah. Hal ini mendorong di berbagai daerah untuk mengadakan pertanian organik. Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaannya berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat (Anonimous, 2005).

Salah satu bentuk pupuk organik yang sekarang sedang banyak digunakan adalah pupuk bokashi. Bokashi adalah suatu kata dalam bahasa Jepang yang berarti “bahan organik yang telah difermentasikan”. Oleh orang Indonesia kata bokashi ada yang memperpanjang menjadi “bahan organik yang kaya akan sumber kehidupan” (Wariyanto, 2006).

Dengan kemajuan teknologi, kita dapat membuat pupuk organik dalam waktu yang singkat, dengan menggunakan mikroorganisme atau bakteri pengurai dengan bakteri fermentasi. Pembuatan bokashi dapat dilaksanakan dalam waktu


(15)

yang singkat yaitu dalam waktu 3-14 hari, bahkan kita dapat membuat bokashi hanya 24 jam (Bokashi Express). Meskipun dapat dibuat dalam waktu singkat, tetapi kualitasnya tidak kalah dengan pupuk organik lainnya (Siagian.M, 2006).

Sikap seseorang terhadap suatu inovasi dilihat dari perilaku mereka yang dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan itu mengenai perilaku apa yang diharapkan oleh orang lain dan bertindak sesuai dengan harapan dalam diri individu (Kreitner dan Kinicki, 2003).

Kebanyakan petani kecil agak lamban dalam mengubah sikapnya terhadap suatu perubahan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan sumber daya yang mereka miliki, khususnya sumber daya lahan, terbatas sekali. Sehingga mereka agak sulit untuk mengubah sikapnya untuk adopsi inovasi karena mereka kawatir kalau adopsi inovasi baru itu ternyata gagal. Sebab sekali adopsi inovasi tersebut ternyata gagal, sehingga mereka akan sulit mencukupi makan anggota keluarganya (Soekartawi, 2002).

Pada awalnya sebelum petani mengenal dan menggunakan pupuk bokashi, dalam melakukan usahataninya kususnya cabai merah mereka mengunakan pupuk dasar dari bahan kimia dan setelah tanaman mulai berumur ± 2 bulan diberi pupuk kandang dari kotoran ternak seperti kotoran ayam dan kerbau. Sifat petani yang cenderung menggunakan pupuk organik ini dikarenakan daerah ini merupakan daerah yang sumber bahan organiknya mudah untuk diperoleh.

Melatih petani membuat bokashi diharapkan bisa mengurangi tradisi petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida dalam meningkatkan kesuburan tanah dan pengendalian hama penyakit tanamannya. Dalam hal ini petani yang


(16)

tergabung dalam pelatihan pembuatan pupuk bokashi diperoleh dari penyuluh PTT dalam bentuk “Demonstrasi cara”. Sedangkan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan pupuk bokashi memperoleh informasi cara pembuatan pupuk bokashi dari masyarakat sekitar, misalnya saudara/famili. Antara petani peserta dan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi memiliki sifat yang homogen dimana mereka sama-sama menggunakan pupuk bokashi dalam usahatani mereka.

Tabel 1. Kebutuhan Pupuk Bokashi untuk Tanaman Cabai di Kecamatan Raya Tahun 2007

NO. DESA JUMLAH PUPUK (Ton)

1 Dolok Huluan 2

2 Raya 6

3 Sondi Raya 9

4 Raya Bayu 4

5 Kariahan 5

6 Hapoltahan 5

7 Merek Raya 3

8 Simbou -

9 Bahapal -

10 Raya Usang 3

11 Dalik Raya -

12 Raya Huluan 4

13 Siporkas -

14 Bahbolon -

15 Raya Bosi -

16 Silau Buntu -

17 Sihibu Raya 2

Jumlah 42 Sumber: Kantor Kecamatan Raya Tahun 2008

Berdasarkan tabel diatas, pemilihan desa Sondi Raya sebagai daerah penelitian dengan alasan bahwa didesa tersebut kebutuhan petani terhadap pupuk bokashi paling besar namun dilihat dari keadaannya bahwa besarnya penggunaan petani terhadap pupuk bokashi tidak sesuai dengan kebutuhan tersebut.


(17)

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian?

2. Bagaimana tingkat adopsi petani cabai peserta dan non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi pada usahatani cabai di daerah penelitian?

3. Apakah terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan bokashi di daerah penelitian?

4. Bagaimana hubungan faktor sosial-ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani cabai dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi?

5. Bagaimana hubungan faktor sosial-ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani cabai dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yakni untuk:

1. Mengetahui sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian

2. Mengetahui tingkat adopsi petani cabai peserta dan non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi pada usahatani cabai


(18)

3. Mengetahui perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi bagi petani cabai peserta pelatihan dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan bokashi di daerah penelitian

4. Mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani dengan sikapnya terhadap teknologi pupuk bokashi 5. Mengetahui hubungan faktor sosial-ekonomi (umur, pengalaman bertani,

tingkat pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran bagaimana sikap petani terhadap teknologi pupuk Bokashi

2. Memberikan bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya penelitian mengenai sosial ekonomi pertanian

3. Memberikan bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam mengambil kebijakan pembangunan pertanian


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaanya berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Selain itu, juga untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah melalui penggunaan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian (Anonimous, 2005).

Dalam pelaksanaannya, pertanian organik membatasi ketergantungan petani pada penggunaan bahan kimia dan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya. Pupuk anorganik yang selalu digunakan petani dapat diganti dengan pupuk organik yang dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan alami seperti penggunaan pupuk bokashi yang dapat dibuat dari bahan jerami dan sampah rumah tangga (Anonimous, 2005).

Pupuk organik yang sekarang sedang banyak digunakan adalah pupuk bokashi. Bokashi merupakan “bahan organik yang telah difermentasikan”. Pupuk bokashi di buat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik dan EM (Efektif Mikroorganisme). Biasanya bokashi di temukan dalam bentuk serbuk atau butiran. Bokashi sudah digunakan para petani dalam perbaikan tanah secara tradisional untuk meningkatkan keragaman mikroba dalam tanah dan meningkatkan persediaan unsur hara bagi tanaman. Secara tradisional bokashi dibuat dengan cara menfermentasikan bahan organik seperti dedak dengan tanah


(20)

dari hutan atau gunung yang mengandung berbagai jenis mikroorganisme (Anonimous, 2005).

Meskipun sama-sama organik namun ada perbedaan yang cukup antara bokashi dengan pupuk organik lainnya. Bokashi merupakan teknologi untuk menghasilkan pupuk kompos yang lebih efektif melalui formulasi bahan-bahan pembuat. Bokashi ini memiliki kelebihan yang terkandung di dalam pupuk kimia sekaligus juga bisa menutupi kekurangan yang ada pada kompos, misalnya saja untuk kandungan gizi dan vitamin ( Anonimous, 2007).

Kelebihan lain dari bokashi ini, dengan formulasi bahan-bahan maka sangat mudah untuk mengontrol jumlah vitamin. Sementara unsur yang terkandung pada pupuk bokashi sama dengan kompos, bedanya kalau bokashi sama artinya dengan peragian dengan sistem cepat dengan jangka waktu 2minggu, bokasi sudah dapat digunakan sedangkan kalau pembuatan kompos prosesnya pembusukan dengan jangka waktu yang lebih lama mencapai waktu 2 bulan (Anonimous, 2007).

Bokashi merupakan pupuk organik dengan kandungan nutrisi tanaman yang dikandung yaitu :

Tabel 2. Komponen Nutrisi Tanaman yang terkandung dalam Pupuk Bokashi

Komponen Kandungan (%)

bahan organik 70 %

total N 1,2 %

ratio C/N 3,5 %

P2O5 0,5 %

K2O 0,3 %

Dengan kandungan tersebut bokashi mampu meningkatkan kesuburan tanah, memperluas pori bagi pertumbuhan akar dan mengefektifkan dampak positif pupuk kimia yang digunakan petani (Anonimous, 2005).


(21)

Gabungan dari mikroorganisme tersebut secara fisiologis mempunyai kecocokan untuk dapat hidup bersama dalam kultur campuran. Sewaktu kultur campuran tersebut dikembalikan ke dalam lingkungan alaminya, terdapat pengaruh yang paling menguntungkan pada setiap individu mikroorganisme itu secara cepat bertambah dalam aksi yang saling menunjang. Kultur campuran dari mikroorganisme yang saling menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi tanaman, kesehatan tanaman, lebih tahan terhadap hama dan penyakit memperbaiki dan menguraikan bahan organik dan residu tanaman serta mempercepat daur ulang hara tersebut (Tamba, 1999).

Bokashi EM yaitu bokashi dengan bahan organik yang difermentasikan dengan mikrooganisme efektif, bukan dengan tanah dari hutan atau dari gunung. EM yang digunakan dalam pembuatan bokashi adalah suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat terutama (bakteri fotosintetik dan bakteri asam laktat, ragi, actinary cetes dan jamur peragian) dan dapat digunakan sebagi inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Penggunaan EM dalam pembuatan bokashi selain dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah juga bermanfaat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah dan mutu hasil tanaman (Anonimous, 2005).

Pemupukan akan efektif jika sifat pupuk yang ditebarkan dapat menambah atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia di dalam tanah. Karena hanya bersifat menambah atau melengkapi unsur hara, sebelum digunakan harus diketahui gambaran tentang keadaan tanahnya terlebih dahulu, khususnya untuk mendukung pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).


(22)

Adapun teknologi yang digunakan untuk pembuatan pupuk bokashi ini yaitu mesin penggiling ‘Molen’, yang biasanya digunakan oleh tukang bangunan untuk mengkocok semen. Mesin ini digunakan untuk pengolahan bahan yang jumlahnya besar, sedangkan dalam jumlah kecil cukup di aduk dengan cangkul, pengolahan ini biasanya untuk petani yang membuat untuk kalangan sendiri.

2.2. Landasan Teori

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi kepribadian dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan siap mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalamn, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan. Perubahan sikap bergantung darai upaya mengubah perasaan-perasaan atau keyakinan-keyakinan tersebut. Manusia memiliki sikap yang terdiri dari berbagai macam komponen afektif dan kognitif. Afektif yang merupakan komponen yang emosional atau perasaan. Komponen kognitif sebuah sikap terdiri dari persepsi, opini dan keyakinan seseorang (Winardi, 2004).

Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristalkan sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 1997).


(23)

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan evaluatif terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi (Van den Ban, 1999).

Pernyataan sikap mungkin berisi hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Sebaliknya, pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal yang negatif mengenai objek sikap, yaitu yang bersifat tidak mendukung ataupun kontra terhadap objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 1997).

Apa yang terjadi pada sikap seluruh orang dewasa daripada selama pertengahan masa kedewasaanya. Tiga faktor yang perlu diperhitungkan tentang stabilitas sikap tengah baya, yaitu:

1. Kepastian kepribadian yang lebih besar 2. Merasa cukup pengalaman

3. Kebutuhan akan sikap yang kuat

Jadi pandangan konvensial tentang sikap umumnya yang cenderung tidak berubah bersamaan dengan usia seseorang dapat ditolak. Orang yang lanjut usia, dan orang yang beranjak dewasa, dapat berubah sikapnya karena mereka lebih terbuka dan kurangnya keyakinan diri (Kreitner dan Kinicki, 2003).

Sikap merupakan organisasi dari unsur-unsur kognitif, emosional dan momen-momen kemauan, yang khusus dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman


(24)

masa lampau, sehingga sifatnya sangat dinamis, dan memberi pengarahan pada setiap tingkah laku buruh, pegawai. Maka sikap ini dipengaruhi sekali oleh suksesan-kegagalan pengalaman di masa lalu. Kegagalan dan sukses itu sedikit atau banyak akan mengubah sikap jadi tingkah laku yang habitual terhadap suatu situasi (Kreitner dan Kinicki, 2003).

Sikap terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan mengenai perilaku apa yang diharapkan oleh orang lain dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normative tersebut membentuk norma subjektif dalam diri individu. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan perilaku yang bersangkutan. Kontrol perilaku ini sangat penting artinya ketika rasa percaya diri seseorang sedang berada dalam kondisi yang lemah (Azwar, 1997).

Pelaksanaan penyuluh menerapkan anjuran yang disampaikan oleh penyuluh lapangan, terdapat suatu proses yang disebut dengan proses penerimaan dan proses adopsi terhadap teknologi baru. alam penerimaan teknologi baru yang dianjurkan oleh penyuluh lapangan, maka kecepatan penerimaan petani terhadap teknologi tidaklah sama tergantung pada sikap dan kondisi masing-masing petani pada saat teknologi diperkenalkan kepada mereka.

Setiap orang apabila mendengar satu ide baru, akan mengikuti tingkat-tingkatan tertentu sebelum menerima ide tersebut, hal ini disebut “Proses Adopsi”. Seorang penyuluh perlu memperhatikn tingkatan tersebut dan tidaklah mencoba mendesak tergesa-gesa untuk menpercayainya. Tingkatan-tingkatan tersebut yaitu:


(25)

1. Sadar, seseorang belajar tentang satu ide baru, produk atau praktek baru 2. Tertarik, seseorang tidak puas hanya mengetahui keberadaan ide baru itu,

ingin mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih mendetail

3. Penilaian, seseorangmenilai semua informasi yang diketahuinya dan memutuskan apakah ide baru itu baik untuknya

4. Mencoba, sekali lagi diputuskan bahwa dia menyukai ide tersebut, dia akan mengadakan percobaan

5. Mengadopsi, adalah tahapan dimana dia menyakini akan keberadaan atau keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya

(Ginting, 2002).

Adopsi adalah keputusan yang diambil seseorang untuk menerima motivasi dan menggunakannya dalam usaha taninya. Keputusan untuk menerima inovasi merupakan perubahan perilaku yang meliputi kawasan pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang untuk mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerimanya (Adjid, 2001).

Adopsi adalah penerapan atau penguasaan suatu ide baru, alat-alat atau teknologi baru. Manivestasi dari bentuk adopsi teknologi dapat berupa perubahan yang terlihat pada sikap dan perilaku, metoda, perubahan dalam pemakaian peralatan atau teknologi yang digunakan dalam usahatani (Satia, 2000).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi baru:

1. Tingkat pendidikan petani ; mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi

2. Umur petani ; makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha


(26)

untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka belum berpengalaman soal adopsi tersebut

3. Luas pemilikan lahan ; petani yang memiliki lahan luas kemungkinan lebih mudah untuk menerima inovasi baru karena keefisienan penggunaan sarana produksi

4. Pengalaman bertani ; petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula, karena pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil kepetusan.

(Ginting.M, 2002).

2.3. Faktor Sosial-Ekonomi

Petani berkepentingan untuk meningkatkan penghasilan usahatani dan keluarga sehingga tidak mengherankan apabila ada teknologi baru, petani akan mempertimbangkan untung ruginya. Setelah secara teknis dan ekonomi dianggap menguntungkan barulah petani memutuskan untuk menerima dan mempraktekkan ide-ide baru tersebut.

Petani yang berumur 50 tahun ke atas biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka bersikap apatis terhadap inovasi. Semakin muda umur petani maka makin semangat untuk mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994).


(27)

Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usah petani berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan yang rendah (Kartasapoetra, 1994).

Pendapatan keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pertanian ditambah dengan pendapatan Rumah tangga dari luar usahatani. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan tersedianya dan yang cukup dalam berusaha tani. Rendahnya pendapatan menyebabkan turunnya investasi (Soekartawi, 2002).

Tingkat kosmopolitan dapat diartikan sebagai keterbukaan maupun hubungan petani dengan dunia luar yang nantinya akan memberikan inovasi baru bagi para petani dalam menjalankan usahataninya. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dari perkembangan inovasi baru, antara lain media elektronik (TV, Radio, Telepon) media cetak (Surat kabar, Tabloid, Majalah) dan beperginya petani keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memaskan usahatani mereka juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertanian (Fauzia dan Tampubolon, 1991).


(28)

Dinas perkebunan melalui penyuluh pertanian mensosialisasikan dan memberikan pelatihan teknologi pembuatan pupuk bokashi kepada para petani cabai. Didalam mengelola usahataninya, ada petani menggunakan teknologi pupuk bokashi dan yang tidak menggunakan teknologi pupuk bokashi. Hal ini akan menimbulkan dampak yang berbeda terhadap tingkat adopsi yang diterima oleh kedua kelompok petani tersebut.

Petani sebagai individu dalam kehidupan sehari-hari dihadapkan kepada berbagai stimulus atau rangsangan yang berasal dari lingkungan sosialnya. Petani yang dihubungkan dalam stimulus ini adalah petani cabai yang mengikuti pelatihan dan yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan pupuk bokashi. Salah satu dari stimulus yang diperkenalkan pada daerah penelitian adalah penggunaan pupuk bokashi dalam proses pemupukan tanaman mereka.

Untuk mengukur bagaimana sikap petani terhadap inovasi baru tidaklah mudah, karena sikap merupakan suatu hal yang tertutup, dimana dalam keadaan tertentu sikap dapat ditujukkan melalui perilaku akan tetapi tidak selamanya perilaku meunjukkan sikap yang ada dalam diri seseorang. Misalnya sikap petani cabai terhadap pembuatan pupuk bokashi adalah positif namun belum tentu petani tersebut menerapkannya.

Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi apabila tingkat adopsi petani tinggi. Beberapa faktor sosial petani meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan tingkat kosmopolitan maupun faktor ekonomi petani meliputi luas lahan, jumlah tanggungan, dan total pendapatan akan mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi.


(29)

Keterangan:

Menyatakan Pengaruh Menyatakan Hubungan

Petani Cabai

Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi

Penyuluh

Sikap

Adopsi

Faktor sosial-ekonomi Petani: 1. Umur

2. Tingkat Pendidikan 3. Pengalaman Bertani 4. Tingkat Kosmopilitan 5. Luas Lahan

6. Jumlah Tanggungan 7. Total Pendapatan


(30)

Sesuai dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Sikap petani cabai terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah positif

2. a. Tingkat adopsi petani peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah tinggi

b. Tingkat adopsi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah rendah

3. Terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi antara petani cabai peserta pelatihan dengan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi

4. Ada hubungan faktor sosial ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian

5. Ada hubungan faktor sosial ekonomi (umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan) petani dengan jumlah penggunaan pupuk bokashi didaerah penelitian


(31)

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian dipilih secara purposive yaitu Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan lokasi pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan kebutuhan petani terhadap pupuk bokashi paling besar namun besarnya penggunaan petani terhadap pupuk bokashi tidak sesuai dengan kebutuhan tersebut.

3.2. Metoda Pengambilan Sampel

Populasi di dalam penelitian ini adalah petani cabai yang ada di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya. Untuk penentuan sampel penelitian, dilakukan dengan metode pengambilan contoh acak kelompok dengan mengelompokkan populasi menjadi 2 kelompok berdasarkan petani cabai peserta pelatihan dan non pelatihan pembuatan bokashi pupuk bokashi. Sampel yang diambil sebanyak 25% dari total jumlah populasi (87 KK) yaitu sebanyak 22 KK, dengan jumlah petani peserta pelatihan sebanyak 11 KK dan petani nonpeserta pelatihan sebanyak 11 KK. Jumlah kedua kelompok sampel diambil sama dengan alasan karena melihat perbedaan kedua kelompok sampel dalam penggunaan jumlah pupuk bokashi. Distribusi populasi dan sampel penelitian di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya dapat dilihat pada Tabel 3.


(32)

Tabel 3. Jumlah Petani Sampel Penelitian Berdasarkan Petani Cabai Peserta Pelatihan dan Non Pelatihan Pembuatan Pupuk Bokashi di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2007

No Kelompok Petani Populasi KK Sampel (KK)

1 Petani Peserta 34 11

2 Petani Non Peserta 53 11

Total 87 22

Sumber: PPL Kecamatan Raya Tahun 2007

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar kuisoner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Simalungun, Kantor Kecamatan Raya dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1 dianalisis dengan menggunakan analisis Skala Likert, sebab hal yang dianalisis adalah sikap petani terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian, maka digunakan item positif dan item negatif yaitu:

Tabel 4. Skala Likert

Skala Likert Item Positif Item Negatif

Sangat tidak setuju (STS) 0 4

Tidak setuju (TS) 1 3

Ragu-ragu (R) 2 2

Setuju (S) 3 1


(33)

Untuk mengukur sikap digunakan skala pengukuran sikap likert dengan rumus: Skor standart yang digunakan adalah skor T yaitu:

T = 50 + 10        S X X

Keterangan: T = Skor standa X = Skor responden

X = Rata-rata skor kelompok S = Deviasi standart kelompok

Kreteria uji apabila T > 50 = sikap positif (Azwar, 1997).

Sedangkan untuk menguji hipotesis 2(a dan b) dengan menggunakan analisis deskriptif.

Tabel 5. Skor Tingkat Adopsi Komponen Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi Berdasarkan Literatur

N0 Komponen

Teknologi Indikator Bobot

1 Pelatihan a. Mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan melaksanakan pembuatan bokashi.

b. Mengikuti pelatihan pembuatan bokashi tapi tidak melaksanakan pembuatan bokashi. c. Tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi

tapi melaksanakan pembuatan bokashi

d. Tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi dan tidak melaksanakan pembuatan bokashi

3 2 1 0 2 Prinsip Pembuatan Bokashi

a. Mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran dan melaksanakan pembuatan bokashi b. Mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai

anjuran tapi tidak melaksanakan pembuatan bokashi

c. Tidak mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran tapi melaksanakan pembuatan bokashi

d. Tidak mengetahui prinsip pembuatan bokashi sesuai anjuran dan tidak melaksanakan pembuatan bokashi 3 2 1 0 3 Teknik Pembuatan Bokashi

a. Mengetahui teknik pembuatan bokashi sesuai anjuran dan melakukan pembuatan bokashi b. Mengetahui teknik pembuatan bokashi sesuai

anjuran tapi tidak melakukan pembuatan bokashi 3 2


(34)

sesuai anjuran tapi melakukan pembuatan bokashi

d. Tidak mengetahui teknik pembuatan bokashi sesuai anjuran dan tidak melakukan pembuatan bokashi

1

0 4 Cara

Penggunaan

a. Mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai anjuran dan melakukan pembuatan bokashi b. Mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai

anjuran tapi tidak melakukan pembuatan bokashi c. Tidak mengetahui cara penggunaan bokashi

sesuai anjuran tapi melakukan pembuatan bokashi.

d. Tidak mengetahui cara penggunaan bokashi sesuai anjuran dan tidak melakukan pembuatan bokashi

3 2

1

0 Sumber : Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Simalungun

Kriteria penilaian untuk skor adalah :

 Mengikuti semua anjuran dan melakukan pembuatan pupuk bokashi skor 3  Mengikuti semua anjuran dan tidak melakukan pembuatan bokashi skor 2  Tidak mengikuti semua anjuran dan melakukan pembuatan bokashi skor 1  Tidak mengikuti semua anjuran dan tidak melakukan pembuatan pupuk

bokashi 0

Dari tabel dapat dikemukakan bahwa jumlah skor tingkat adopsi teknologi pembuatan pupuk bokashi berdasarkan literatur berada antara 0-12.

Tabel 6. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi

No Kategori Range

1 Tinggi 9 - 12

2 Sedang 5 - 8

3 Rendah 0 - 4

Hipotesis 3 dengan menggunakan analisis statistik dengan uji beda rata-rata atau dengan uji 2 arah petani peserta pelatihan dan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi.


(35)

Jika :

H0 : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0

H1 : µ1 ≠ µ2 atau µ1 - µ2 ≠ 0

Keterangan:

µ1 = Rata-rata variable I (petani peserta pelatihan pembuatan bokashi)

µ2 = Rata-rata variable I (petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi)

Rumus:

t

h

=

2

2 2 2 1 1 2 1 1

1S n S

n X X      

2 1 2 1 2 1 2 n n n n n n    Dengan: 2 1 1 1 2 1 1 1

   

X X

n S i 2 2 2 2 2 2 1 1

     

X X

n

S i

Kriteria Uji dengan 2 pihak:

-(tabel-tabel) ≤ th≤ t-tabel Hipotesis H0 diterima

th < -(t-tabel) atau th> t-tabel Hipotesis H1 diterima

Dimana:

Ho = Tidak terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi bagi petani cabai peserta pelatihan dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi

H1 = Terdapat perbedaan penggunaan jumlah pupuk bokashi bagi petani cabai

peserta pelatihan dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi


(36)

Keterangan:

1

X = Rata-rata (mean) jumlah penggunaan pupuk petani peserta pelatihan pembuatan bokashi

2

X = Rata-rata (mean) jumlah penggunaan pupuk petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi

n1 = Banyaknya sampel petani peserta pelatihan pembuatan bokashi

n2 = Banyaknya sampel petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi

S1 = Standar deviasi petani peserta pelatihan pembuatan bokashi

S2 = Standar deviasi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi

Xi1 = Nilai individu petani peserta pelatihan pembuatan bokashi

Xi2 = Nilai individu petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi

(Djarwanto, 1996).

Hipotesis 4 dengan menggunakan metode korelasi range sperman dengan alat bantu SPSS:

Dengan kriteria sebagai berikut:

Sig < α (0.05) ...H0 ditolak

Sig > α (0.05) ...H0 diterima

(Triton, 2006).

dan dengan rumus :

r

s =

1

-N N di n i

 3 2 1 6

th = rs 2

1 2 rs N



tα = α ; db (n – 2)

dimana range rs = -1≤ 0 ≥ 1

- rs = koefisien korelasi

- di = selisih antara rangking nilai faktor petani dengan sikap - N = jumlah pasangan rangking

- db = derajat bebas Dengan kriteria sebagai berikut:

t-hitung ≤ tα(0,05)………. Ho diterima, atau tidak terima H1


(37)

H0: Tidak ada hubungan faktor sosial ekonomi dengan sikap petani terhadap

teknologi pembuatan pupuk bokashi

H1: Ada hubungan faktor sosial ekonomi dengan sikap petani terhadap teknologi

pembuatan pupuk bokashi

Hipotesis 5 dapat menggunakan metode korelasi range sperman dengan alat bantu SPSS :

Dengan kriteria sebagai berikut:

Sig < α (0.05) ...H0 ditolak

Sig > α (0.05) ...H0 diterima

Dan dengan rumus:

r

s =

1

-N N di n i

 3 2 1 6

th = rs 2

1 2 rs N



tα = α ; db (n – 2)

dimana range rs = -1≤ 0 ≥ 1

- rs = koefisien korelasi

-di= selisih antara rangking nilai faktor petani dengan penggunaan jumlah pupuk bokashi

-N = jumlah pasangan rangking -db= derajat bebas

Dengan kriteria sebagai berikut:

t-hitung ≤ tα(0,05)………. Ho diterima, atau tidak terima H1

t-hitung > tα(0,05)………. Ho ditolak, atau terima H1

H0: Tidak ada hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan jumlah

penggunaan pupuk bokashi

H1:: Ada hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan jumlah penggunaan

pupuk bokashi (Siegel, 1997).


(38)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Defenisi dan batasan operasional digunakan untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam melakukan penelitian.

3.5.1. Definisi

1. Sikap adalah perasaan, pikiran, dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tetentu dalam lingkungannya. 2. Sikap positif adalah sikap cenderung menyukai, mendekati, dan menerima

keberadaan teknologi pembuatan bokashi.

3. Sikap negatif adalah sikap yang cenderung menjauhi, membenci, menghindar atupun tidak menyukai keberadaan teknologi pembuatan kompos.

4. Adopsi adalah proses mental yang terjadi pada diri seseorang pada saat menerima atau mengetahui sesuatu yang baru bagi didrinya atau dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide atau alat-alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi

5. Pupuk bokashi adalah bahan organik yang telah difermentasikan yang di buat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik dan EM (Efektif Mikroorganisme).

6. Teknologi pupuk bokashi merupakan suatu inovasi yang disampaikan oleh penyuluh dalam bentuk cara pembuatan dan hasil yaitu pupuk bokashi

7. Umur adalah usia petani pada saat penelitian yang diukur berdasarkan usia kerja produktif yaitu 14-65 tahun.

8. Tingkat pendidikan petani adalah pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh petani.


(39)

9. Tingkat kosmopolitan adalah tingkat keterbukaan petani terhadap dunia luar yang diukur berdasarkan banyaknya melakukan kunjungan keluar desa serta penggunaan sarana informasi melalui media cetak dan frekuensi petani menggunakan media elektronik.

10.Pengalaman bertani adalah pengalaman bertani dalam usahatani dinyatakan dalam tahun.

11.Faktor sosial adalah faktor yang ada pada diri petani sebagai responden yang dapat mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pembuatan kompos yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, dan pengalaman bertani.

12.Luas lahan adalah luas area yang diusahakan petani yang dinyatakan dalam satuan Ha.

13.Pendapatan petani adalah hasil yang diperoleh petani dalam usahanya sebagai petani.

14.Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang belum berpenghasilan dan menjadi tanggung jawab.

15.Faktor ekonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi sikap petani terhadap teknologi pembuatan bokashi yang meliputi luas lahan, total pendapatan keluarga, dan jumlah tanggungan.


(40)

3.5.2. Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

2. Waktu Penelitian adalah Tahun 2008.

3. Sampel penelitian adalah petani cabai merah yang merupakan peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi dan non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi

4. Yang dimaksud dengan teknologi pupuk bokashi disini adalah hasil berupa pupuk yaitu pupuk bokashi


(41)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Gambaran Umum Derah Penelitian 4.1.1. Keadaan Fisik dan Geografi

Nagori Sondi Raya Kecamatan Raya berada pada ketinggian 900m diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 2.261 Ha. Secara administratif, nagori Sondi Raya mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan nagori Siporkas

 Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Pematang Raya  Sebelah Timur berbatasan dengan nagori Bahapal Raya

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan P.Raya

Nagori Sondi Raya terletak ± 2 Km dari Ibukota Kecamatan Raya, ± 3 Km dari pusat Ibukota Kabupaten Simalungun.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Nagori Sondi Raya sebanyak 4.259 jiwa, terdiri dari 2.105 orang laki-laki dan 2.154 orang perempuan dengan total kepala keluarga 730 KK. Keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur

No. Kelompok Umur(Tahun) Jumlah(jiwa) Persentase(%)

1 < 6 175 4,10

2 6-12 275 6,45

3 13-20 462 10,84

4 21-30 549 12,89

5 31-40 1.333 31,29

6 >40 1.465 34,39

JUMLAH 4.259 100


(42)

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat pada kelompok umur >40 tahun yakni 1.465 jiwa dengan persentase 34,39% dan terendah adalah kelompok umur <6 tahun yakni 175 jiwa dengan persentase 4,10%. Dan dari data tersebut dapat diketahui bahwa penduduk nagori Sondi raya berada pada usia tidak produktif.

Mayoritas penduduk di Nagori Sondi raya merupakan suku Batak Simalungun. Pada umumnya penduduk sudah saling mengenal satu sama lainnya. Hubungan kekeluargaan dapat dilihat dari adanya gotong royong, acara-acara adat baik dalam melaksanakan acara perkawinan yang dilakukan sesuai adat istiadat, maupun acara adat lainnya.

Mata pencaharian utama penduduk Nagori Sondi raya adalah bertani. selain bertani penduduk juga ada yang bekerja sebagai pegawai, pedagang, tukang dan lain-lain. Sebagai gambaran tentang keadaan penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase(%)

1 TNI / POLRI / PNS 213 5

2 Swasta 262 6,15

3 Wiraswasta 273 6,40

4 Petani 3019 70,88

5 Nelayan - -

6 Buruh 332 7,79

7 Pengerajin 5 0,11

8 Pedagang 155 3,63

TOTAL 4259 100

Sumber : Monografi Nagori Sondi Raya, Tahun 2008

Pada Tabel 8, diatas menunjukkan mata pencaharian penduduk Nagori Sondi raya sebagian besar bersumber dari sektor pertanian yaitu sebagai petani sebanyak 3019 orang (70,88%) yang pada umumnya mengusahakan sayur mayur terutama


(43)

sayur sawi, jahe, cabai, jagung, kopi, dan ada juga petani yang mengusahakan tanaman padi dan beternak.

4.1.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat memperlancar jalannya laju pembangunan sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Sarana dan prasarana yang ada di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini:

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Nagori Sondi Raya

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1 Sarana Pendidikan

- SD 4

- SMP -

- SMU 2

2 Sarana Komunikasi

- Pesawat telepon kios pon (wartel) 3

- Pesawat TV 705

3 Salon kecantikan 5

4 KUD 1

5 Rumah Ibadah

- Mesjid 2

- Gereja 4

6 Kantor kelurahan 1

7 Penyuluh Pertanian Lapangan 1

(Sumber : Monografi Nagori Sondi Raya, Tahun 2008)

Dari keadaan sarana dan prasarana di Nagori Sondi Raya menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat dibidang pendidikan, perekonomian dan sosial budaya belum terpenuhi dengan baik, sehingga masyarakat belum dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada.


(44)

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel dalam penelitian ini terdiri dari umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan berdasarkan petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi.

Karakteristik dari petani peserta pelatihan pembuatan bokashi dan petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Cabai Merah di Desa Sondi Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Tahun 2007

No Karakteristik Rentang Rata-rata Peserta pelatihan Non peserta pelatihan Peserta pelatihan Non pesrta pelatihan 1 Umur petani 26 - 63 thn 33 - 65 thn 41 thn 44 thn 2 Lama Bertani 2 -15 thn 2 - 8 thn 4,6 thn 6,5 thn 3 Tingkat

Pendidikan

9 -16 thn 9 -16 thn 13 -14 thn 11-12 thn 4 Tingkat

Kosmopolitan

18 - 47 17 - 44 33 26

5 Luas lahan 0,08 - 0,28 0,08 - 0,4 0,17 Ha 0,27 Ha 6 Jumlah

Tanggungan

1-5 jiwa 1-7 jiwa 3 jiwa 4 jiwa 7 Total

Pendapatan

Rp

954.036 – 10.973.500 Rp 354.333 – 11.397.750 Rp 5.988.224,24 Rp 5.049.570,15 (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1)


(45)

4.2.1. Umur

Umur petani sampel berpengaruh dalam pengelolaan usahataninya. Rata-rata umur petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 41 tahun dengan rentang umur 26-63 tahun, dan rata-rata umur petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 44 tahun dengan rentang umur 33-65 tahun.

4.2.2. Lama Bertani

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani adalah lama bertani. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata lama bertani petani sampel yang memakai bokashi dalam usahatani cabai adalah 6 tahun dengan rentang 2-15 tahun. Sedangkan petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 4,6 tahun, dan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 6,5 tahun. Sehingga dapat dikatakan bahwa lama bertani petani sampel yang memakai bokashi dalam usaha taninya berbeda antara petani peserta dan petani non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi.

4.2.3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Pendidikan formal juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan petani dalam hal menerima dan menyerap teknologi dan informasi untuk mengoptimalkan usahataninya. Dari Tabel 10 diketahui bahwa rentang tingkat pendidikan formal antara petani yang petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 13-14 tahun dan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan


(46)

bokashi 11-12 tahun, sehingga dapat dikatakan bahwa dari kedua jenis sampel memiliki rentang tingkat pendidikan yang berbeda pada rata-rata pendidikannya.

4.2.4. Tingkat Kosmopolitan

Petani yang memiliki kemauan untuk mengetahui informasi dari surat kabar, majalah, siaran radio, TV dan buku-buku pertanian, akan lebih mudah dalam menerapkan informasi baru. Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kosmopolitan petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 33 dengan rentang 18-47 dan rata-rata tingkat kosmopolitan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 26 dengan rentang 17-44. Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat kosmopolitan petani sampel yang peserta pelatihan lebih tinggi dibandingkan dengan petani sampel yang tidak peserta pelatihan pembuatan bokashi.

4.2.5. Luas Lahan

Rata-rata luas lahan untuk petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 0,17 Ha dengan rentang 0,08 – 0,28 Ha dan rata-rata luas lahan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 0,27 Ha dengan rentang 0,08 – 0,4 Ha.

4.2.6. Jumlah Tanggungan

Rata-rata jumlah tanggungan untuk petani peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah 3 jiwa dengan rentang 1-5 jiwa dan rata-rata jumlah tanggungan petani yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi 4 jiwa dengan rentang 1-7 jiwa.


(47)

4.2.7. Total Pendapatan

Pendapatan yang diperoleh petani akan mempengaruhi petani dalam mengelola usahataninya. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan petani sampel yang merupakan petani peserta pelatihan pembuatan bokashi adalah Rp 5.988.224,24 dengan rentang Rp 954.036 – 10.973.500. Sedangkan rata-rata pendapatan petani sampel yang tidak merupakan peserta pelatihan pembuatan boakshi adalah Rp 5.049.570,15 dengan rentang Rp 354.333 – 11.397.750. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan petani sampel peserta pelatihan pembuatan bokashi lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani sampel yang nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi.

4.2.8. Teknik Pembuatan Bokashi

Adapun indikator yang digunakan sebagai tingkat adopsi terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi adalah:

1. Pelatihan

Pelatihan yang dimaksud, yaitu kegiatan pembuatan pupuk bokashi yang dibimbing oleh penyuluh atau dalam kelompok tani.

2. Prinsip Pembuatan Bokashi

Prinsip-prinsip yang perlu diketahui dalam proses pembuatan Bokashi, sebagai berikut:

Faktor Kelembapan

Kelembapan bokashi harus mencapai kadar air 30-50%. Cara mengukurnya dengan membuat kepalan campuran bahan. Bila campuran


(48)

bahan tersebut dikepalan tidak lengket, tandanya kandungan air sudah mencapai 50%.

Faktor Temperatur

Usahakan agar temperatur tetap stabil pada suhu 400C-500C. Bila temperatur lebih rendah atau lebih tinggi dari tempetaratur tersebut, maka mikroorganisme yang terkandung dalam campuran bahan bokashi tidak akan berbiak / akan mati.

Faktor Tempat Bokashi

Tempat membuat bokashi harus dibawah naungan. Maksudnya bokashi terhindar dari siraman air hujan. Naungan dapat terbuat dari seng, terpal, plastik, atau atap rumbia.

Faktor Tempat Penyimpanan

Bokashi yang belum digunakan sebaiknya disimpan dalam naungan yang beratap dan teduh atau tidak terkena sinar matahri langsung. Maksudnya untuk menjaga agar kualitas bokashi tetap baik.

Faktor Air

Air yang digunakan untuk pembuatan bokashi tidak boleh mengandungantibiotik atau air ledingyang mengandung kaporit. Karena dapat menyebabkan mati atau tidak bekerjanya mikroorganisme. Sebaikknya gunakan air sumur atau air dari sumber air lainnya.

3. Teknik Pembuatan Bokashi

 Menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan : larutan EM4, limbah pertanian (top soil bambu, tanah humus), gula, air bersih, bahan organik, dedak halus, dll.


(49)

 Urutan kerja pembuatan bokashi: dengan mencampurkan larutan EM4 + bahan organik + air + dedak halus + gula, kemudian diaduksecara merata sampai mencapai kelembapan 30-50%. Kemudian digundukkan diatas lantai tanah yang kering lalu ditutup dan selalu dicek setiap hari, umumnya berlangsung 2 minggu.

4. Cara Penggunaan Bokashi

Penggunaan bokashi pada umunya sama dengan penggunaan pupuk kandang, namun masih ada perbedaan penggunaan jenis bokashi yang dibuat.

Secara umum penggunaan bokashi antara lain: a. Sebagai pupuk dasar

b. Untuk memupuk tanaman disebarkan disekitar perakaran atau dibawah tajuk ataupun disekitar piringan tanaman

c. Sebagai mulsa penutup tanah dan pupuk susulan

d. Sebagai penutup biji tanaman setelah biji dimasukan kelobang taburkan bokashi dan tanah

e. Sebagai media persemaian diberikan pada permukaan bedengan persemaian, dapat juga sebagai pengisi polibag.


(50)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan pada petani yang menggunakan pupuk bokashi, yang diteliti adalah bagaimana sikap petani tersebut terhadap pupuk bokashi baik petani yang mengikuti pelatihan maupun yang tidak mengikuti pelatihan pembuatan pupuk bokashi di Nagori Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilakukan pada bulan agustus 2008.

5.1. Sikap Petani Cabai terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi di Daerah Penelitian.

Sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan bokashi diketahui dengan melihat jawaban-jawaban petani cabai merah terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan. Pernyataan ini dibagi kedalam 10 pernyataan-pernyataan positif dan 10 pernyataan negatif. Sikap dalam hal ini merupakan suatu respon dalam wujud suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap petani bisa berupa positif dan negatif. Untuk pernyataan positif, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 0, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 1, Ragu-Ragu (R) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 3 dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 4. Demikian sebaliknya untuk pernyataan negatif, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 4, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 3, Ragu-Ragu (R) diberi nilai 2, Setuju (S) diberi nilai 1 dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 0. Dari jawaban setiap pernyataan akan diperoleh distribusi frekuensi responden bagi setiap kategori, kemudian secara kumulatif dilihat deviasinya menurut deviasi normal, sehingga diperoleh skor (nilai skala untuk masing-masing kategori jawaban), kemudian skor terhadap masing-masing pernyataan dijumlahkan.


(51)

Interpretasi terhadap skor masing-masing responden dilakukan dengan mengubah skor tersebut kedalam skor standart yang mana dalam hal ini digunakan model Skala Likert (Skor T). Dengan mengubah skor pada skala sikap menjadi skor T menyebabkan skor ini mengikuti distribusi skor yang mempunyai mean sebesar T= 50 dan standart deviasi S = 7,4. Sehingga apabila skor standart > 50, berarti mempunyai sikap yang positif. Jika skor standart ≤ 50, berarti mempunyai sikap negatif.

Sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi di Desa Sondi Raya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi di Desa Sondi Raya

No Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Positif 13 59,09 %

2 Negatif 9 40,91%

Jumlah 22 100 %

(Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d)

Berdasarkan Tabel 11 dapat dikemukakan bahwa dari 22 petani sampel, jumlah petani cabai merah yang menyatakan sikap positif terhadap teknologi pembuatan bokashi sebanyak 13 orang (59,09%) dan menyatakan sikap negatif sebanyak 9 orang (40,91%). Sehingga sikap petani cabai merah terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi lebih dominan positif dari pada sikap negatif di daerah penelitian. Dengan demikian Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa sikap petani cabai merah positif terhadap teknologi pembuatan bokashi dapat diterima.


(52)

5.2. Tingkat adopsi petani cabai peserta dan non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi pada usahatani cabai di daerah penelitian.

Berdasarkan indikator yang digunakan dan penilaian dari lampiran 15 maka, tingkat adopsi petani peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah tinggi. Berdasarkan hasil observasi dilapangan, yang menyebabkan petani peserta menerima teknologi pupuk bokashi yaitu para petani merasakan dampak yang positif dimana dari segi biaya yang cukup diminimalisirkan khususnya dalam pembuatan bokashi dan dampaknya terhadap tanah sangat subur sehingga dapat meningkatkan hasil produksi usahatani mereka namun dalam jangka waktu yang lama. Terlebih pada saat ini petani merasa terjepit karena harga pupuk kimia yang sangat mahal dan langka untuk ditemukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Anonimous, 2005) pada tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa: “Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaanya berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat”. Sehingga Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani cabai peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi adalah tinggi, diterima.

Sedangkan Tingkat adopsi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi terhadap pembuatan pupuk bokashi di daerah penelitian adalah sedang. Berdasarkan hasil observasi dilapangan, yang menyebabkan petani non peserta pelatihan kurang mengadopsi teknologi pembuatan pupuk bokashi karena petani tidak mengetahui bagaimana cara pembuatan pupuk bokashi, prinsip pembuatan dan teknik pembuatan pupuk bokashi yang benar. Sebenarnya petani non peserta


(53)

pelatihan bukan tidak menerima, namun mereka tidak mengetahui teknik-tekniknya sehingga ketika mereka melakukan pembuatan pupuk bokashi mereka hanya mengetahui sedikit informasi dan hasil dari perlakuan mereka kurang berhasil. Sehingga Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani non peserta pelatihan pembuatan bokashi adalah rendah, ditolak.

5.3. Perbedaan Penggunaan Pupuk Bokashi Bagi Petani Cabai Peserta dan Petani Cabai Nonpeserta Pelatihan Bokashi di daerah Penelitian

Analisis uji beda rata-rata (Paired t-test Sample) digunakan untuk mengetahui perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan pupuk bokashi.

Tabel 12. Analisis Perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan pembuatan bokashi di daerah penelitian

Paired Differences T df

Sig.(2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean Petani Peserta

- Petani Non

Peserta 45.000 00

112,09371 33,79753 1,331 10 0,213 (Sumber : Analisis Data Primer lampiran 14)

Berdasarkan hasil analisis uji beda rata-rata Perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan bokashi diketahui t-hitung = 1.331 lebih kecil dari pada t-tabel = 2.20 yang berarti menerima Ho dan menolak H1, di samping menggunakan perbandingan t hitung dengan t tabel dapat juga melakukan perbandingan Sig(2-tailed) dengan α,


(54)

perbedaan yang nyata penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani non peserta pelatihan bokashi. Sehingga Hipotesis 3 ditolak yang menyatakan bahwa ada perbedaan penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani cabai non peserta pelatihan bokashi di daerah penelitian.

Alasan kenapa tidak ada perbedaan yang nyata penggunaan pupuk bokashi bagi petani cabai peserta dan petani nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi yaitu:

1. Meskipun petani nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi tidak mengikuti pelatihan pembuatan bokashi namun, antara petani peserta dan nonpeserta pelatihan pembuatan bokashi sama-sama menggunakan pupuk bokashi dalam usahatani cabainya. Bagi petani nonpeserta pelatihan, pupuk bokashi mereka peroleh dengan melakukan pembuatan pupuk bokashi dan ada juga yang membeli dari dinas perkebunan.

2. Selain menggunakan bokashi petani nonpeserta pelatihan juga melakukan pembuatan pupuk bokashi walaupun mereka tidak mengerti cara dan teknis pembuatan yang sebenarnya.

3. Dilihat dari tingkat adopsi petani sampel, bahwa tingkat adopsi petani peserta lebih tinggi dan tingkat adopsi nonpeserta pelatihan dalam pembuatan pupuk bokashi sedang. Sehingga dari segi tingkat adopsi tidak terlalu jauh perbandingannya.


(55)

5.4. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Pupuk Bokashi

Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan sikap petani adalah umur, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan, luas lahan, jumlah tanggungan dan total pendapatan.

Untuk mengetahui hubungan faktor sosial ekonomi petani cabai merah dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan bokashi maka dianalisis dengan menggunakan analisis koefisien korelasi Rank Spearman dengan nilai α = 0,05 dan n = 22.

5.4.1. Hubungan Umur Petani Cabai Merah Dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat produktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal.

Untuk mengetahui bagaimana hubungan umur dengan sikap petani cabai merah dengan sikapnya terhadap teknologi pembuatan pupuk bokashi, dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini:

Tabel 13. Hubungan Umur Petani Cabai dengan Sikapnya Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi

No Umur Sikap Petani Cabai Total

Positif Negatif

1 14-39 6 (27,28%) 5 (22,72%) 11 (50 %)

2 40-65 7 (31,81%) 4 (18,19%) 11 (50 %)

Jumlah 13 (59,09 %) 9 (40,91%) 22 (100%) (Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1 dan 2d)


(1)

Lampiran 2c. Total Nilai Skala Sikap Jawaban Responden Terhadap Teknologi Pembuatan Bokashi

Total Skor

Sikap

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1

2

3

4

4

3

3

3

3

3

4

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

62

2

3

3

3

3

4

4

3

3

3

3

3

4

3

3

3

2

3

3

3

3

62

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

4

4

3

3

3

3

4

4

4

75

4

3

4

3

3

4

4

4

4

4

3

3

4

3

3

3

3

2

3

3

3

66

5

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

60

6

3

3

3

3

3

3

3

2

2

3

3

3

3

3

3

1

3

3

3

3

56

7

3

2

3

3

2

3

3

3

3

1

3

3

3

3

2

1

2

3

3

2

51

8

3

3

3

3

4

4

4

4

4

4

3

3

3

3

3

2

3

3

3

3

65

9

3

2

3

3

2

3

3

3

3

1

3

3

3

3

2

1

2

3

3

2

51

10

3

3

3

3

2

2

3

3

3

1

2

3

3

3

3

1

3

2

3

3

52

11

4

4

4

3

3

3

3

4

3

3

4

4

3

3

3

2

3

3

3

3

65

12

3

2

3

3

2

3

3

3

3

1

3

3

3

3

2

1

2

3

3

2

51

13

3

3

3

3

3

3

4

4

3

1

3

3

3

3

3

1

3

3

4

3

59

14

3

3

3

3

3

3

4

3

3

3

3

3

3

3

3

1

3

3

3

3

59

15

2

4

4

3

4

4

4

4

4

3

3

4

3

3

3

2

2

3

3

3

65

16

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

3

3

3

3

2

2

2

4

4

69

17

3

3

3

3

4

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

1

3

3

3

3

59

18

2

3

3

4

2

4

3

3

2

3

1

3

2

3

3

2

1

3

1

0

48

19

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

2

3

3

3

3

59

20

2

2

3

4

2

2

4

3

3

1

2

3

2

2

2

1

2

3

3

2

48

Positif

Negatif

Nomor


(2)

Lampiran 3. Biaya Bibit Usahatani Cabai Permusim Tanam di Desa Sondi Raya

Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

Nomor

Luas

Total Biaya

Sampel

Lahan (Ha)

Varietas/unit

Jumlah

Harga (Rp)

(Rp)

1

2

3

4

5

6

1

0,28

Unggul/ (bks)

4

70.000

280.000

2

0,2

Unggul/ (bks)

3

70.000

210.000

3

0,12

Unggul/ (bks)

2

65.000

130.000

4

0,12

Unggul/ (bks)

2

65.000

130.000

5

0,2

Unggul /(bks)

3

65.000

195.000

6

0,08

Unggul/ (bks)

1

60.000

60.000

7

0,16

Biasa/ (kg)

3

15.000

45.000

8

0,12

Unggul/ (bks)

2

75.000

150.000

9

0,28

Unggul/ (bks)

4

65.000

260.000

10

0,16

Biasa/ (kg)

1

8.000

8.000

11

0,24

Unggul/ (bks)

4

70.000

280.000

12

0,16

Unggul/ (bks)

2

60.000

120.000

13

0,2

Unggul/ (bks)

3

65.000

195.000

14

0,4

Unggul/ (bks)

4

65.000

260.000

15

0,4

Unggul/ (bks)

4

65.000

260.000

16

0,6

Amplop/ (bks)

2

15.000

30.000

17

0,12

Unggul/ (bks)

2

70.000

140.000

18

0,08

Biasa/ (kg)

0,5

7.000

3.500

19

0,4

Unggul/ (bks)

4

65.000

260.000

20

0,24

Unggul/ (bks)

3

60.000

180.000

21

0,24

Unggul/ (bks)

3

65.000

195.000

22

0,2

Biasa/ (kg)

3

8.000

24.000

Total

5

3.415.500

Rataan

0,22

155.250

I

II

Bibit

Strata


(3)

(4)

Lampiran 4. Penggunaan Biaya Obat-obatan Usahatani Cabai Per Musim Tanam di Desa Sondi raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun 2008

Nomor LL Total

Sampel (Ha) Herbisida Nilai (Rp) Pestisida Nilai (Rp) Fungisida Nilai (Rp) Insektisida Nilai (Rp) ZPT Nilai (Rp) Z.Buah Nilai (Rp) Z.Daun Nilai (Rp) (Rp)

(liter) (liter) (kg) (liter) (liter) (butir) (kg)

1 0,28 0,5 30.000 3 300.000 8 36.000 1 60.000 1,5 150.000 500 750.000 2,5 50.000 1.376.000 2 0,2 0,5 30.000 2 200.000 6 27.000 0,8 48.000 1 100.000 380 570.000 1,8 36.000 1.011.000

3 0,12 0 0 0,5 40.000 1 4.500 0 0 0,2 20.000 45 67.500 0,3 6.000 138.000

4 0,12 0,5 25.000 0,5 45.000 2 9.000 1 50.000 0,25 22.500 80 120.000 0,7 14.000 285.500 5 0,2 0,3 15.000 0,8 60.000 3 13.500 0,3 14.500 0,5 40.000 110 165.000 0,4 8.000 316.000

6 0,08 0 0 0,5 40.000 1 4.500 0 0 0,25 20.000 20 30.000 0,3 6.000 100.500

7 0,16 0 0 0 0 3 13.500 0,5 22.500 0,25 20.000 30 45.000 0,3 6.000 107.000

8 0,12 0,4 20.000 1 90.000 2 9.000 0,5 30.000 0,5 45.000 145 217.500 0,7 14.000 425.500 9 0,28 1 60.000 3,5 350.000 10 45.000 1,5 90.000 2 200.000 750 1.125.000 2,5 50.000 1.920.000 10 0,16 0,5 25.000 1 90.000 3 13.500 0,5 25.000 0,5 45.000 95 142.500 0,6 12.000 353.000 11 0,24 0,3 15.000 0,5 40.000 0 0 0,8 38.500 0,2 20.000 105 157.500 0,3 6.000 277.000 12 0,16 0,5 30.000 1,8 162.000 16 72.000 0,5 27.500 0,9 81.000 150 225.000 2 40.000 637.500 13 0,2 0,5 30.000 2,5 250.000 1,5 6.750 1 55.000 1,2 125.000 350 525.000 2,3 46.000 1.037.750 14 0,4 0,3 15.000 0 0 0,5 2.250 0,5 24.000 0,5 40.000 20 30.000 0,3 6.000 117.250

15 0,4 0,2 10.000 0 0 0 0 0,5 24.000 0,5 40.000 20 30.000 0,3 6.000 110.000

16 0,6 0 0 1 80.000 1,5 6.750 0,5 25.000 0,5 40.000 35 52.500 0,3 6.000 210.250 17 0,12 0,3 15.000 0,5 40.000 2 9.000 0,5 25.000 0,3 22.000 35 52.500 0,5 10.000 173.500

18 0,08 0 0 0 0 0,5 2.250 0,5 24.000 0 0 10 15.000 0 0 41.250

19 0,4 0,8 48.000 6 600.000 15 67.500 2 120.000 3 300.000 500 750.000 4 80.000 1.965.500

20 0,24 0 0 0,5 40.000 1 4.500 0 0 0 0 10 15.000 0,3 6.000 65.500

21 0,24 0 0 0,3 24.000 1 4.500 0,5 24.000 0 0 25 37.500 0,3 6.000 96.000

22 0,2 0 0 0,5 40.000 1 4.500 0,2 24.000 0 0 20 30.000 0,3 6.000 104.500

Total 5 6,6 368.000 26,4 2.491.000 79 355.500 13,6 751.000 14,05 1.330.500 3.435,00 5.152.500 21 420.000 10.868.500 Rataan 0,22 0,3 16.727,27 1,20 113.227,27 3,59 16.159,09 0,62 34.136,36 0,64 60.477,27 156,14 234.204,55 0,95 19.090,91 494.022,73

Obat-obatan Usahatani Cabai


(5)

Lampiran 10. Pendapatan Petani Sampel Per Musim Tanam di Desa Sondi

Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun 2008

No.

Luas Penerimaan

Pengeluaran

Pendapatan

Sampel

Lahan (Ha)

(Rp)

(Rp)

(Rp)

1

0,28

37.773.500

28.579.431

9.194.069,44

2

0,2

27.991.000

19.711.381

8.279.619,05

3

0,12

5.211.000

4.086.864

1.124.136,36

4

0,12

17.162.500

9.969.121

7.193.378,79

5

0,2

11.119.750

10.165.714

954.035,71

6

0,08

6.873.000

3.775.500

3.097.500,00

7

0,16

6.770.000

2.665.864

4.104.136,36

8

0,12

17.673.000

7.845.076

9.827.924,24

9

0,28

41.760.000

30.786.500

10.973.500,00

10

0,16

18.920.000

9.664.333

9.255.666,67

11

0,24

9.872.000

8.005.500

1.866.500,00

12

0,16

26.448.000

15.497.333

10.950.666,67

13

0,2

30.600.000

19.202.250

11.397.750,00

14

0,4

6.523.300

5.700.964

822.335,71

15

0,4

5.575.000

3.606.000

1.969.000,00

16

0,6

10.952.700

9.854.250

1.098.450,00

17

0,12

10.801.500

4.009.955

6.791.545,45

18

0,08

1.516.000

1.161.667

354.333,33

19

0,4

41.644.500

31.747.095

9.897.404,76

20

0,24

4.700.000

2.584.833

2.115.166,67

21

0,24

7.814.500

2.571.714

5.242.785,71

22

0,2

7.401.000

2.495.167

4.905.833,33

Total

355.102.250

233.667.012

121.415.738,28

Rataan

16.141.011,36

10.621.227,83

5.518.897,19

Strata

I


(6)

Lampiran 6. Biaya Penyusutan Alat Pertanian Usahatani Cabai per Musim Tanam di Desa Sondi raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun 2008

Nomor Luas Total

Sampel Lahan

Biaya

Jumlah Harga Umur (thn) Biaya Jumlah Harga Umur (thn) Biaya Jumlah Harga Umur (thn) Biaya Penyusutan (Ha) (buah) (Rp) Ekonmis Penystn(Rp) (buah) (Rp) Ekonmis Penystn(Rp) (buah) (Rp) Ekonmis Penystn(Rp) (Rp) 1

0,28

3 45.000 4 16.875 4 12.000 1,5 16.000 1 500.000 4,5 55.555,56 88.430,56 2

0,2

1 40.000 3,5 5.714 2 10.000 1,5 6.667 1 500.000 5 50.000,00 62.380,95

3

0,12

1 45.000 3 7.500 2 10.000 2 5.000 1 400.000 5,5 36.363,64 48.863,64

4

0,12

1 40.000 3 6.667 2 10.000 2 5.000 1 500.000 5,5 45.454,55 57.121,21

5

0,2

1 40.000 3,5 5.714 2 10.000 2 5.000 1 450.000 5 45.000,00 55.714,29

6

0,08

1 40.000 3 6.667 2 10.000 2 5.000 1 400.000 6 33.333,33 45.000,00

7

0,16

2 45.000 3 15.000 2 10.000 2 5.000 1 400.000 5,5 36.363,64 56.363,64

8

0,12

1 40.000 3 6.667 2 12.000 2 6.000 1 450.000 5,5 40.909,09 53.575,76

9

0,28

1 40.000 4 5.000 3 10.000 1,5 10.000 1 500.000 4 62.500,00 77.500,00

10

0,16

2 40.000 3 13.333 2 10.000 2 5.000 1 400.000 5 40.000,00 58.333,33

11

0,24

2 40.000 4 10.000 3 10.000 1,5 10.000 1 500.000 5 50.000,00 70.000,00 12

0,16

1 40.000 3 6.667 2 10.000 1,5 6.667 1 500.000 5 50.000,00 63.333,33 13

0,2

2 40.000 3 13.333 2 10.000 1,5 6.667 1 400.000 5 40.000,00 60.000,00

14

0,4

1 40.000 3,5 5.714 2 10.000 2 5.000 1 400.000 5 40.000,00 50.714,29

15

0,4

2 40.000 4 10.000 3 10.000 2 7.500 1 385.000 5 38.500,00 56.000,00

16

0,6

3 40.000 4 15.000 2 12.000 2 6.000 1 400.000 5 40.000,00 61.000,00

17

0,12

1 45.000 3 7.500 2 12.000 2 6.000 1 500.000 5,5 45.454,55 58.954,55

18

0,08

2 40.000 3 13.333 2 10.000 2 5.000 1 385.000 6 32.083,33 50.416,67

19

0,4

2 40.000 3,5 11.429 2 10.000 1,5 6.667 1 500.000 4 62.500,00 80.595,24

20

0,24

2 40.000 3 13.333 2 10.000 2 5.000 1 385.000 5 38.500,00 56.833,33

21

0,24

1 40.000 3,5 5.714 2 10.000 2 5.000 1 400.000 5 40.000,00 50.714,29

22

0,2

1 40.000 3 6.667 2 10.000 2 5.000 1 400.000 5 40.000,00 51.666,67

Total 5 34 895.000 74 207.827 49 228.000 41 137.926 22 9.655.000 112 948.259 1.294.012

Rataan 0,23 1,54545 40681,82 3,34 9.446,70 2,23 10.363,64 1,84 6.269,36 1 438.863,64 5,09 43.102,68 58.818,74 Biaya PenyusutanAlat Pertania Usahatani Cabai per musim tanam

Cangkul

Ember

Pompa