Perbandingan Nilai Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Tiang Pancang Berdiameter 60 cm pada Titik Bore Hole I Dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus :Proyek Skyview Apartemen Setiabudi)

(1)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Data – Data Hasil Pengujian Sondir Lampiran II Data – Data Hasil Pengujian SPT Lampiran III Data Laboratorium


(2)

-l

PT. PERCA nusa wahana CONSLTLTAN] GRAPHIC SONDERING TEST

i

TestNo. :

$3

Capasity

: 2.50 ton

Date

:

2I Agustus 2014 Sondering Master : AIex Unrung

Elevation m Checked

S

: [r. Janner Napitupulu

GWL

:

4,55 m Coordinate : X = - m : Y: rrn

15,0 17-5 20$ 21,s ;

CR+

0

25

50

75

I00

tZS lS0

r?_5 ?00

22

TsF->o

300 600 9o0 tzw ls00 l80o zrw 24os

z,

; 250

-ri-TT1

#

ffi

,*H

ffil

-rT-rTl

ffi

ffi

ffi

ffi

ffi

ffi

'ffi 30ffi

I Page :

ProJect : ILocation:

!T*^T*-*Y*:

T-. ABDTIL }IAIC}!{" PASAR I


(3)

PT. PERCA nilsa wahana CONSULTANT' Test

lio

: S-3

&r!----

-r,--*rflr*

Pr.ru*io"

r I

*

__._.-_-__-G'*t- :

-0,55 m

ST}]'d

I}trRING

TEST

(DtiTClr {.-$N ri PENETITATION TEST)

!gr!gllg}r:,.,

==@

-clSsqa:

-.,=llj:llgue$ryls

I ln-,tdrteie : X : - m : y = _ m

Depth trn) Cone Resistant (CR) KPJCr# Total Resistant (TR) Kg/Crn: Skin Frii:rion ISF} Kg,Cmz Skin Friction x20i10 Kg/Cm

i,-.ta} ilkin

:i -.:.--r -. -ilSFi iiE;Cm

Local Skin

Friction &sr) KelCm Friction Ratio (FR) o/a

0 0 0 0 0 0,00 0,00

420 2 4 2 4 4 a2a 10,00

0,40 J _5 2 4 q o,2A

6,67

0,60 7 t0 J 6 tq 0,30

4,29

0,80 t2 l5

I

6 lil 0,30 2,50

t0 t4 4 8 28 0,40 4,00

I,20 t5 l9 4 8 36

0$0 2,67

I30 18 23 5 l0 ,46 0,50 2,78

1,60 25 3l 6 t2 5B 0,60 2,4O

I,80 27 34 7 l4 JI 0,70

2,59

24 3I I t4 .lD 0-70 2,92

2,20 l6 20 4 8 o,.t

0.40 2,50

2,qa t7 22 5 t0 I f,l4 0,50 2,94

2,6A 24 30 6 t2 li6 0,60 2,50

2,80 30 38 8 t6 t32 0,80 2,67

35 44 9 l8 150 0,90 2,5'l

320 30 Jl 7 l4 r64 0,70 2,33

3,40 26 32 6 t2 t?6 0,60 2,31

3,60 34 4t 7 l4 190 0,70 2,06

3,90 46 55 9 l8 208 o,90 1,96

52 62 r0 2A 228 1,00 1,92

4?a 45 54 9 18 246 0,90 2,AO

4,40 40 47 7 t4 260 0,70 1,75

4,60 35 42 'l t4 2?4 0,70 2,00

4,80 30 36 6 12 286 0,60 2,00

zo 32 6 l2 298 0,60 2-31

5,24 20 25 5 l0 308 0,50 2.54

5,40 l6 2t 4 8 316 0,40 2,50

5,60 t2 I5 3 6 7/-.t- 0,30 2,50

5,80 l8 25 t4 336 0,70

3,89

t4 l8 4

I

344 0,40 2,86

624 t2 16 4 8 352 0,40 3,33

6,40 t6 2t 5 I0 362

0,50 3,13

6,60 l3 l7 4 8 370 0,40 3,09

6,80 t5 I9 4 8 378 010

2,67

20 25 5 10 388 0,50 2,5A

7,20 l8 .J 5 t0

n

398 0,50 2,'18

7.40 22 28 6 4]t] 0,60 '',73

-ocation : Paee:

RENCANA PEMBANGUNAN GEDT}}.iG JL ABDLTL li4.};Ir/q I',ASARI


(4)

PI" PERCA nusa wahana CC)].ISIJLTANT

SONBERI}{G TEST

(DUTCH CONE PENETRATION TEST)

Test

No

: S-3

Capasity

:

2.50

ton

Date

: 2I Agustns20i4

ffi_:

G1VL ;

-0,55

m

qsrget!

Checked

Lue{st

.-*_.:-By:

Alex

Untung

_

Ir. Janner Napitupulu

Coordinate:X:-m;y=-m Depth {m} Cone Resistant (CR} Kg/Cm? Totai Resistant (ffi.i KgrCm2 Skin Friction (sr) KgrCm2 Skin Friction x 20110 KgiCm

Total Skin

Friction (TSF) Kg/Cm

Local Skin

Friction (LsF) Kg/Cm Friction Rado (rR) %

7,6A 28 35 7 l4 4?4 4,70 2,50

7,80 35 4t 6 t2 436 0,60 t,7t

40 48 8 t6 452 0,80 2,00

8,20 52 6t, 9 l8 479 0,90 1,73

8,40 58 65

I

I6 486 0,80

1,38

8,60

u

I

r8

504 0,90 l,4l

&80 75 85 IO 2A 524 1,00 133

80 89 9 r8 542

0,90 I,l3

e20 74 82

I

l6 558

0,80 1,08

9,40 70 78 8 t6 574 0,80 l"l4

9,60 66 75 9 I8 592 0,90 1,36

9,80 60 68

I

I6 608 0,80

133

52 60

I

t6 624 0,80 .

1,54

r030 46 -Jl 7 t4 638 0.70 1,52

10,40 40 4t 7 l4 652 0,70 1,73

I0,60 35 41 6 l2 6&

0,60 t,7t

10,E0 30 36 6 t2 676 0,60 2,W

28 5-1 5 l0 686 0,50 1,79

lr20 26 31 5 l0 696 0,50 t,92

11,40 22 27 5 t0 706 0,50 2,27

11,60 25 30 5 t0 716 0,50 2,00

11,80 32 38 6 t2 728

0,60 r,88

38 45 7 l4 742 0,70

1,84

lz.:,o 54 63 9 l8 764 0B0 1,67

12,4O 76 85

I

l8

778 0,90 l,lg

12"@ 82 92 t+ 20

798 l,o0 1,22

12,80 96 a7 n ,7 820 I,l0

1,15

106 I5 9 l8 838 0,90

0,85

t32o ll5 26

ll

22 860 I,l0 0,96

13,40 132 45 I3 26 886 130 098

I3,60 156 68 t2 24 910 t2o o,77

13,80 165 79 1* 28 938 1,40

0,85

172 85 I3 26 9&

r.30 o^?6

t43O r82 I95 I3 26 990 1,30 A,7l

r4#0 192 205 l3 26 r.016

1,30 0,6s

14,60 206 2I& l2 24 1.040

1,20 0,59

14,80

-OCaIIOII :

Pa

RENCAIIA PEMBANG{jNA]! ct-{iTJNG JL. ABDUL }IAKI}A PA.SAR I


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J. E., 1997, AnalisisdanDesainPondasi, EdisiKeempatjilid 1, Jakarta: Erlangga

Das,M. B., 1995, Mekanika Tanah (Prinsip-prinsipRekayaGeoteknik) Jilid 1, Jakarta : Erlangga

Das,M. B., 2008, Principles of Foundation Enggineering Seventh Edition, PWS Publishing, Pasific Grove

Hardiyatmo, H. C., 2011, TeknikFondasi 1, EdisiKedua, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Hardiyatmo, H. C., 2011, TeknikFondasi 2, EdisiKedua, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Irsyam, Mansyur, RekayasaPondasi, Bandung: ITB

Limanto, Sentosa, 2009, AnalisaProduktivitasPemancanganTiangPancangdengan

Jack In Pile,JurnalTeknikSipil, Seminar Nasional, FT-UKM

Peckterzaghi, K. and Peck, Ralph B., 1987, Mekanika Tanah danPraktikRekayasaya,

EdisiKeempatJilid 1, Jakarta: Erlangga

Sembiring, Priquila, 2014,

AnalisaKapasitasDayaDukungPondasiTiangTekanHidrolisdenganMengg unakanMetodeAnalitisdanElemenHingga,JurnalTeknikSipil, Universitas


(6)

Sinaga, Mangasitua P., 2016,

PerbandinganDayaDukungTiangPancangBerdasarkanPerhitunganAnalit isdanMetodeElemenHinggapadaProyekTol Medan-Kualanamu

(StudiKasusJembatanPaluhSebras),JurnalTeknikSipil, Universitas

Sumatera Utara : Medan Plaxis Version 8 Material Models Manual

Poulus, H. S. dan Davis, E. H., 1980, Pile Foundations Analysis and Design, America: John Wiley and Sons Publishers, Inc

Sosrodarsono, S., danNakazawa, 2000, Mekanika Tanah danTeknikPondasi, Jakarta: PT PradnyaParamita

Tindaon, Tua, 2014,

AnalisaDayaDukungdanPenurunanElastisTiangPancangBetonJembatan Sungai PenaraJalanAkses Non TolKualanamu,JurnalTeknikSipil,

Universitas Sumatera Utara : Medan

Tomlinson, M. J., 1977, Pile Design and Construction Practice First Edition,View Point Publishing, London


(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Data Umum

Proyek pembangunan Skyview Apartement Setiabudi merupakan proyek pembangunan gedung bertingkat yang terdiri dari 21 lantai di atas permukaan tanah. Proyek ini berlokasi jalan Abdul Hakim, pasar I, Medan. Awalnya lokasi proyek merupakan lahan persawahan yang karakteristik tanahnya lunak.

Adapun data umum proyek pembangunan Skyview Apartement Setiabudi adalah sebagai berikut :

1. Nama Proyek : Skyview Apartemen Setiabudi 2. Fungsi Bangunan : Penginapan

3. Lokasi Proyek : Jalan Abdul Hakim Pasar I, Medan 4. Pemilik Proyek : PT. Properti Group Imperium 5. Konsultan Perencana : CV. Kokoh

6. Konsultan Pengawas : PT. Properti Group Imperium 7. Kontraktor Pelaksana : PT. Rekayasa Geoteknik Utama 8. Kosultan Penelitian Tanah : Laboratorium Mekanika Tanah

Politeknik Negeri Medan


(8)

Gambar 3.1.Lokasi Proyek Skyview Apartment Setiabudi

3.2 Gambaran Kondisi Tanah

Pada Proyek Skyview Apartment Setiabudi ini dilakukan penyelidikan tanah dengan pengujian sondir, SPT serta pengujian dilaboratorium.Sehingga dapat diketahui karakteristik tanahnya.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menganalisa stratifikasi atau kondisi tanah perlapisan dan membandingkan antara Bore Hole I dan Bore Hole II. Berdasarkan hasil analisa terdapat perbedaan pada kedalaman muka air tanah, jumlah lapisan tanah, dan beberapa perbedaan jenis tanah pada lapisan lapisan tertentu.Namun perbedaan jenis pada lapisan tanah ini tidak terlalu signifikan sehingga dapat di simpulkan bahwa karakteristik tanah pada Bore Hole I dan Bore

Hole II adalah mirip dengan jenis tanah adalah pasir. Hal ini juga didukung oleh

tanah keras yang ditemukan pada Bore Hole I dan Bore Hole II sama sama pada kedalaman 24,45 m.

Lokasi Proyek


(9)

Adapun data data deskripsi tanah perlapisan dan kedalaman muka air tanah serta kedalaman tanah keras yaitu :

1. Deskripsi tanah dari hasil pengeboran ditunjukan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Deskripsi Tanah Bore Hole I

No Kedalaman (m)

Tebal Lapisan

(m)

Deskripsi Tanah

1 0 – 2 2 Deskripsi : Lempung sedikit berlanau Warna : Abu-abu kecoklatan Konsistensi : Plastis tinggi Kadar air : Tinggi

2 2 – 6,50 4,50 Deskripsi : Pasir kasar sedikit berbatu kerikil halus

Warna : abu-abu kehitaman Konsistensi : Non plastis

Kadar air : Tinggi

3 6,50 – 12,65 6,15 Deskripsi : Pasir sedang sedikit lempung Warna : Abu-abu kecoklatan

Konsistensi : plastis sangat rendah Kadar air : Tinggi

4 12,65 - 15 2,35 Deskripsi : Pasir kasar sedikit berbatu apung

Warna : Abu-abu keputihan Konsistensi : non plastis

Kadar air : Tinggi

5 15 – 23,20 8,20 Deskripsi : Pasir kasar berlanau sedikit berbatu apung

Warna : Abu-abu keputihan Konsistensi : Plastis sangat rendah Kadar air : Tinggi


(10)

6 23,20 – 30,5 7,3 Deskripsi : Pasir berlanau sedikit berbatu apung

Warna : Abu-abu keputihan

Konsistensi : plastis sangat rendah ke non plastis

Kadar air : Tinggi

Tabel 3.2 Deskripsi Tanah Bore Hole II

No Kedalaman (m)

TebalLapisan (m)

Deskripsi Tanah

1 0 – 3,50 3,50 Deskripsi : Lempung sedikit berlanau Warna : Abu-abu kecoklatan Konsistensi : Plastis tinggi Kadar air : Tinggi

2 3,50 – 6,60 3,10 Deskripsi : Pasir halus sedikit Lanau Warna : coklat

Konsistensi : Plastis sangat rendah Kadar air : Tinggi

3 6,60 – 8,80 2,20 Deskripsi : Pasir kasar sedikit berbatu kerikil halus

Warna : Abu-abu gelap Konsistensi : non plastis Kadar air : Tinggi

4 8,80 - 12 3,20 Deskripsi : Lempung berlanau kepasiran Warna : Abu-abu cerah

Konsistensi : Plastis tinggi Kadar air : Tinggi 5 12 -16 4 Deskripsi : Pasir kasar

Warna : Abu-abu cerah Konsistensi : Non plastis


(11)

Kadar air : Tinggi

6 16 – 18,50 2,50 Deskripsi : Pasir kasar sedikit berbatu apung

Warna : Abu-abu Konsistensi : Non plastis Kadar air : Tinggi 7 18,50 –

23,40

4,90 Deskripsi : Pasir kasar sedikit lanau Warna : Abu-abu keputihan

Konsistensi : plastis sangat rendah ke non plastis

Kadar air : Tinggi 8 23,40 –

34,60

11,20 Deskripsi : Pasir berlanau sedikit berbatu apung

Warna : Abu-abu keputihan

Konsistensi : plastis sangat rendah ke non plastis

Kadar air : Tinggi

9 34,6 – 40,5 5,90 Deskripsi : Pasir sedang berlanau Warna : Abu-abu keputihan Konsistensi : Non plastis

Kadar air : Tinggi

2. Berdasarkan hasil SPT, tanah keras pada Bore Hole I dan Bore Hole II ditemukan pada kedalaman 22,45 m

3. Kedalaman muka air tanah (ground water level) pada BH-1 dijumpai pada kedalaman -0.45 m dan BH-2 dijumpai pada kedalaman -0,60 m.

4. Tingkat kepadatan tanah dari hasil pengujian sondir dengan tingkat kepadatan yang padat sampai kesangat padat dijumpai pada kedalaman :


(12)

 Titik S-1 dijumpai pada kedalaman 13,40 m – 14,20 m

 Titik S-2 dijumpai pada kedalaman 15,20 m -16,80 m

 Titik S-3 dijumpai pada kedalaman 13,40 m – 14,60 m

 Titik S-4 dijumpai pada kedalaman 12,80 m – 13,00 m

 Titik S-5 dijumpai pada kedalaman 13,40 m – 13,80 m

 Titik S-6 dijumpai pada kedalaman 13,40 m – 14,40 m

3.3 Data Teknis Tiang Pancang

Dalam proyek ini digunakan pondasi tiang pancang dengan spesifikasi sebagai berikut:

Jenis Pondasi : Pondasi Tiang Pancang Diameter TiangPancang : ∅ 600 mm dan 300 mm

Panjang tiang pancang : 18,5 m


(13)

Gambar 3.2.Sket Situasi Titik Pengujian Sondir dan SPT dan Titik yang Ditinjau

3.4 MetodePengumpulan Data

Untuk mendukung penulisan Tugas Akhir ini, penulis memperoleh data dari Manajemen Apartement Skyview berupa data hasil :

- Cone Penetration Test (sondir) sebanyak 6 titik

- Standard Penetration Test (SPT) sebanyak 2titik

- Uji Laboratorium (Kadar air, specific gravity, shieve analysis, Atterberg,

limits, direct shear, UCT,Consolidation).

- Denah dan detail pondasi

Titik yang ditinjau


(14)

3.5 Tahap Penelitian

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis melakukan beberapa tahapan pelaksanaan sehingga tercapai maksud dan tujuan dari penelitian.Seperti yang dirangkum pada Bab I. Untuk memudahkan tercapainya tujuan tersebut, maka penulis melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Tahap pertama

Mengumpulkan berbagai jenis literature dalam bentuk buku maupun tulisan ilmiah yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini.

b. Tahap kedua

Subjek pada penulisan Tugas Akhir ini adalah Proyek Pembangunan

Skyview Apartement Setiabudi Pasar 1,Medan. Data yang diperlukan untuk

penulisan Tugas Akhir ini didapatkan dari PT. Rekayasa Geoteknik Utama selaku pelaksana pemancangan pada proyek tersebut. Adapun data-data yang dibutuhkan adalah data sondir, SPT (Standard Penetration Test) dan uji laboratorium.

c. Tahap ketiga

Melakukan analisa antara data yang diperoleh dari lapangan dengan buku dan jenis literature lainnya yang berhubungan dengan penulisan Tugas Akhir ini.

d. Tahap keempat

Pada tahap ini dilakukan kegiatan menghitung dan membandingkan daya dukung dan penurunan tiang pancang tunggal dan kelompok secara analitis pada Bore Hole I dari data hasil sondir dan SPT pada diameter 60 cm. Setelah itu penulis juga melakukan perhitungan nilai daya dukung dan


(15)

penurunan elastic pada Bore Hole I dengan diameter 60 cm menggunakan program Metode Elemen Hingga dengan pemodelan tanah Soft Soil dan

Mohr Coulomb,


(16)

Gambar 3.3. Bagan Alir Penelitian

Analisis Perhitungan Data Sekunder

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Data Penyelidikan Lapangan : - SPT

- Sondir

- Dimensi tiang pancang 60 cm

- Mutu beton tiang pancang K 600

Data Tanah dari Laboratorium Analisis Daya Dukung( vertical dan horizontal ) dan Penurunan Pondasi Tiang Pancang :

- Analitis ( SPT, Sondir ) - Program Metode Elemen

Hingga Mulai

Perumusan Masalah

Pengumpulan Data Sekunder StudiLiteratur


(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini penulis akan membahas perhitungan daya dukung ultimate (vertikal dan horizontal) dan penurunan pondasi tiang pancang, yaitu dengan metode Analitis dan metode Numerik dengan menggunakan metode Elemen Hingga yaitu dengan Program Metode Elemen Hingga. Daya dukung ultimit tiang akan dihitung dengan menggunakan data hasil pengujian Sondir (Cone

Penetration Test), SPT (Standart Penetration Test), dan data hasil pengujian

Laboratorium.

4.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Vertikal Pondasi Tiang Pancang

Perhitungan daya dukung tiang pancang secara analitis dilakukan berdasarkan data hasil sondir (Cone Penetration Test), dan SPT (Standart

Penetration Test)

4.2.1 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data Sondir

Metode Meyerhoff 1. Titik S-3

 Contoh perhitungan daya dukung pada kedalaman 1 m - Perlawanan Penetrasi Konus ( PPK ) 2

c 10kg/cm

q 


(18)

- Luas Penampang ( Ap) = 2 d 4 1  

= 3,14 (60)2

4 1

 

=2.826 2 cm - Keliling tiang ( P ) = d

=3,1460 =188,40 cm

Maka, berdasarkan Persamaan (2.3) untuk kapasitas daya dukung tiang adalah

u

Q = ( 10 x 2.826 ) + ( 28 x 188,40 ) = 33.535,20 kg

= 33,53 ton

Untuk kapasitas daya dukung ijin ( Qijin ) dari Persamaan (2.4) adalah :

ijin

Q =

5 188,40 28 3 ) 2.826 10 (   

= 10.475,04 kg = 10,47 ton

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik (Tult) dari Persamaan (2.5) adalah :

ult

T = 28 x 188,40 = 5.275,2 kg = 5,27 ton


(19)

all

Q =

3 Tult

=

3 27 , 5

= 1,76 ton

Daya dukung terhadap kekuatan bahan dari Persamaan (2.7) adalah :

tiang

P = 600kg/cm22.826cm2 =1.695.600 kg

= 1.695,60 ton

Adapun hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1 Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang Diameter 60 cm pada Titik Sondir S-3 dengan Metode Meyerhoff

Kedalaman PPK Ap JHL P Qult Qall

qc

(m) (kg /cm2) (cm2) (kg/cm) ( cm ) ( ton ) ( ton )

0 0 2826 0 188,40 0 0

1 10 2826 28 188,40 33,53 10,47

2 24 2826 86 188,40 84,02 25,85

3 35 2826 150 188,40 127,17 38,62

4 52 2826 228 188,40 189,91 57,57

5 26 2826 298 188,40 129,62 35,72

6 14 2826 344 188,40 104,37 26,15

7 20 2826 388 188,40 129,62 33,46

8 40 2826 452 188,40 198,19 54,71

9 80 2826 542 188,40 328,19 95,78

10 52 2826 624 188,40 264,51 72,49

11 28 2826 686 188,40 208,37 52,22


(20)

13 106 2826 838 188,40 457,43 131,42

14 172 2826 964 188,40 667,69 198,34

14,20 182 2826 990 188,40 700,84 208,74 14,40 192 2826 1016 188,40 734,01 219,14 14,60 206 2826 1040 188,40 778,09 233,23

Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan daya dukung ultimate dan daya dukung ijin untuk sondir 6

2. Titik S-6

Tabel 4.2 Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang Diameter 60 cm pada Titik Sondir S-6 dengan Metode Meyerhoff

Kedalaman PPK Ap JHL P Qult Qall

qc

(m) (kg /cm2) (cm2) (kg/cm) (cm) (ton) (ton)

0 0 2826 0 188,40 0 0

1 15 2826 28 188,40 47,67 15,18

2 22 2826 68 188,40 74,98 23,29

3 38 2826 134 188,40 132,63 40,85

4 56 2826 212 188,40 198,19 60,74

5 22 2826 274 188,40 113,79 31,05

6 18 2826 316 188,40 110,40 28,86

7 25 2826 360 188,40 138,47 37,11

8 46 2826 428 188,40 210,63 59,46

9 85 2826 508 188,40 335,92 99,21

10 46 2826 588 188,40 240,78 65,49

11 35 2826 646 188,40 220,62 57,31

12 45 2826 708 188,40 260,56 69,06

13 102 2826 800 188,40 438,97 126,23

14 186 2826 920 188,40 698,96 209,88


(21)

14,40 216 2826 966 188,40 792,41 239,87

4.2.2 Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data SPT (Standart Penetration test)

Untuk menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang ini menggunakan data SPT (Standart Penetration Test) dilakukan per lapisan tanah menggunakan metode Meyerhoff.

Hal ini dikarenakan jenis tanah pada setiap lapisan bisa berbeda jenis nya. 1. Daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah kohesif (lempung)

Contoh perhitungan diambil dari BH I pada kedalaman 2 m Jenis tanah : Lempung berlanau

N-SPT : 6

Luas penampang tiang (Ap) : 0,2826 m 2 Keliling tiang : 1,884 m a. Daya dukung selimut tiang pancang

u

c = 6 10

3 2

 

= 40 kN/m2

= 0,75 (didapat dari Gambar 2.8)

Dengan menggunakan Persamaan (2.14) didapat daya dukung selimut sebagai berikut :

s

Q = 0,75 x 40 x 1,884 x 2 = 113,04 kN


(22)

2. Daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah non-kohesif (pasir) Contoh perhitungan diambil dari data BH I pada kedalaman 18,45 m Jenis tanah : Pasir kasar berlanau berbatu apung

N-SPT : 19

Nb : 18

a. Daya dukung ujung tiang pancang

Berdasarkan Persamaan (2.11) didapat daya dukung ujung yaitu :

p

Q = 40180,2826 400180,2826 = 568,03kN2034,72kN

= 56,80 ton

b. Daya dukung selimut tiang pancang

Berdasarkan Persamaan (2.12) didapat daya dukung selimut sebagai berikut :

s

Q = 251,8842 = 37,68 kN = 3,77 ton

Adapun hasil perhitungan daya dukung ultimit dan daya dukung ijin pada BH-I dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :


(23)

Tabel 4.3 Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin pada Pondasi Tiang Pancang Diameter 60 cm dengan Data SPT BH I

Kedalaman Lapisan ke

Deskripsi

N-SPT N1 N2 Nb Cu α

Skin friction End Bearing (kN) Qult (kN) Qult (ton) Qijin (ton) Jenis tanah Kohesif/non

kohesif

Local (kN)

Cumm (kN)

0 1 lempung

berlanau

kohesif 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2,45 6 3 6,50 4,75 40 0,75 113,04 113,04 101,74 214,78 21,48 8,59

4,45 2 pasir kasar berkerikil

halus

non kohesif 5 2,50 6,50 4,50 37,68 150,72 50,87 201,59 20,16 8,06

6,45 9 5 7 6

128,11 278,83 113,04 391,87 39,19 15,67 8,45 3 pasir sedang

berlanau

non kohesif 4 5 6,50 5,75 30,14 308,98 65,00 373,97 37,40 14,96

10,45 8 6,50 14 10,25 113,04 422,02 155,43 577,45 57,74 23,10

12,45 11 10 22 16 143,18 565,20 248,69 813,89 81,39 32,56

14,45 4 pasir kasar berbatu

apung

non kohesif 40 22 29 25,50 444,62 1009,82 440,86 1450,68 145,07 58,03

16,45 17 12,50 19 15,75

263,76 1273,58 324,99 1598,57 159,86 63,94 18,45 5 pasir kasar

berlanau berbatu

apung

non kohesif 19 15 21 18 376,80 1650,38 568,03 2218,41 221,84 88,74

20,45 25 32,50 27,50 30 391,87 2042,26 534,11 2576,37 257,64 103,05

22,45 20 18,50 40 29,25

301,44 2343,70 517,16 2860,85 286,09 114,43

24,45 6 pasir

berlanau berbatu

apung

non kohesif 60 39,50 60 49,75 452,16 2795,86 641,50 3437,36 343,74 137,49

26,45 60 42,50 60 51,25 452,16 3248,02 607,59 3855,61 385,56 154,22

28,45 60 40 60 50


(24)

4.3 Menghitung Daya Dukung Horizontal Pondasi Tiang Pancang

Untuk mengetahui tanah runtuh atau tidak akibat adanya beban horizontal yang terjadi pada tiang, maka perlu dihitung daya dukung horizontal. Untuk menghitung daya dukung horizontal, terlebih dahulu hitung faktor kekakuan tiang untuk tanah non kohesif. Perhitungan kapasitas daya dukung lateral tiang pancang menggunakan metode Broms. Metode ini hanya dapat digunakan pada lapisan tanah yang homogen yaitu tanah lempung saja atau pasir saja. Dari hasil pengujian SPT diketahui bahwa jenis tanah yang dominan adalah pasir, sehingga pada perhitungan daya dukung horizontal ini dianggap jenis tanah yang mewakili adalah pasir.

 Daya dukung lateral (BH I pada kedalaman 18,45 m dengan diameter tiang 60 cm)

Jenis tanah : granular

Berat isi tanah ( ) : 16,45 3

kN/m Sudut geser tanah () : 0

92 , 15 Data Tiang

Diameter tiang pancang (D) : 0,60 m Panjang tiang Pancang (L) : 18,50 m

Mutu Beton (f’c) : 600 2

kg/cm = 60 Mpa

Momen ultimet (My) : 17 tm = 170 kNm (Tabel 2.12) E = 4700 f'c

= 4700 60

= 36406,043 Mpa = 36406043 2 kN/m


(25)

I = 4 D 64 1  

= 3,14 0,604

64 1

 

= 0,0063585 m 4

Perhitungan dilakukan dengan tahap berikut :

1. Cek perilaku tiang dan hitung faktor kekakuan tiang

Berdasarkan Tabel 2.10 diambil koefisien variasi modulus tanah ( h

n ) = 4.850 3 kN/m

Dengan menggunakan Persamaan (2.16) dapat dihitung faktor kekakuan untuk modulus tanah yang tidak konstan yaitu :

m 17 , 2 4.850 0,0063585 36.406.043

T5  

4T L

18,50 m 8,67m

Jenis tiang pancang dikategorikan tiang panjang / elastic pile. Sehingga tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum (My) yang dapat ditahan tiangnya sendiri.

2. Cek keruntuhan tiang akibat momen lentur maksimum tiang Jarak beban lateral dari permukaan tanah ( e ) = 0

Koefisien tekanan tanah pasif Kp =       2 45 tan2 0 

=       2 92 , 15 45

tan2 0

= 1,76


(26)

u

H =

 

1,76 0,60 16,45 H 0,54 0 170 2 u    u

H = 190,199 kN = 19,02 ton

3. Cek terhadap grafik hubungan My /D4Kp dan Hu /D3Kp Tahanan momen ultimate =

  

0,60 16,45

 

1,76

170 4

= 45,44

Nilai tahanan ultimate sebesar 45,44 diplot ke grafik pada Gambar 2.16b, sehingga diperoleh tahanan lateral ultimate sebesar 31 31 = 76 , 1 0,60 16,45 H 3 u   u

H = 193,31 kN =19,33 ton

Hasil yang diperoleh dengan cara analitis tidak berbeda jauh dengan cara grafis.

4.4 Efisiensi Tiang Kelompok

Untuk menentukan efisiensi tiang kelompok diperlukan data mengenai susunan kelompok tiang dalam satu pile cap.


(27)

Gambar 4.1 Susunan Kelompok Tiang Pancang

1. Metode Conversi – Labarre

 = arc tg 0,50 = 26,570

m = 2

n = 2

Berdasarkan Persamaan (2.38) dapat dihitung efisiensi tiang kelompok yaitu : Eg = 1 – 26,57

   

2 2 90 2 1 2 2 1 2     = 0,70

2. Metode Los – Angeles Group

Berdasarkan Persamaan (2.39) dapat dihitung efisiensi tiang kelompok yaitu :

ELA =

2

   

2 1 2 1 2

  

2 1 2 1

2 120 14 , 3 60

1      

   = 0,65 60 120 60 300 350


(28)

3. Metode Feld

Berdasarkan Persamaan (2.40) dapat dihitung efisiensi tiang kelompok yaitu : Eff tiang =

1-16 2

= 16 14

= 8 7

= 0,87

Maka digunakan nilai efisiensi terkecil yaitu dengan dari metode Los – Angeles

Group dengan ELA= 0,65

4.5 Daya Dukung Tiang Kelompok

Daya dukung tiang pancang kelompok dengan panjang tiang 18,5 m dihitung berdasarkan Persamaan (2.41)

Qg = 3 x 88,74 ton x 0,65

= 173,04 ton

4.6 Penurunan Tiang Pancang Tunggal

A. Penurunan Tiang Tunggal dengan Rumus Poulus-Davis c

q = 4N= 4 (60) = 240 kg/ 2 cm

Besar modulus elastisitas tanah disekitar tiang (Es) dapat dihitung berdasarkan Persamaan (2.69)

s

E = 2

kg/cm 240 3

= 720 kg/ 2 cm = 72 MPa


(29)

b

E = 10Es =

10

72

MPa

= 720 MPa

Menghitung modulus elastisitas dari bahan tiang :

p

E = 4700 f'c = 4700 60

= 36406.034 MPa

Dengan menggunakan Persamaan (2.53) didapat Ra adalah

Ra =

 

2

60 , 0 4 1 2826 , 0  = 1

Menentukan faktor kekakuan tiang berdasarkan Persamaan (2.52)

K =

72 1 36406,034

= 505,639

Untuk 1

60 60 d db  

Untuk 30,83

60 1850 d L  

Dengan menggunakan Grafik 2.20, 2.21, 2.22, 2.23, 2.24 diperoleh :

0

I = 0,05 ( untuk

d L

= 30,83 dan 1 d db  ) 3 , 1

Rk  ( untuk

d L


(30)

h

R = 0,75 ( untuk

d L

= 30,83 dan 1,32 L h

 )

R = 0,93 ( untuk = 0,3 dan K=505,639 )

b

R = 0,70 ( untuk

d L

= 30,83 ; s b

E E

= 10 ;dan ; 1 d db

 )

a. Untuk tiang apung atau tiang friksi :

Dengan Persamaan (2.49) didapatkan koefisien I sebesar : I = 0,051,30,750,93

= 0,0453

Sehingga dapat dihitung penurunan berdasarkan Persamaan (2.48)

S =

cm 0 6 kg/cm 720 0,0453 kg 000 . 200 2  = 0,21 cm = 2,10 mm b. Untuk tiang dukung ujung :

Dengan Persamaan (2.51) didapatkan koefisien I sebesar : I = 0,051,30,70,93

= 0,042

Sehingga dapat dihitung penurunan berdasarkan Persamaan (2.50)

S =

cm 60 kg/cm 720 0,042 kg 000 . 200 2  = 0,194 cm = 1,94 mm


(31)

Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Elastis Tiang Pancang Tunggal Diameter 60 cm

No. Bentuk Penurunan Penurunan tiang ( mm )

1 Untuk tiang apung 2,10

2 Untuk tiang dukung ujung 1,94

Total penurunan 4,04

Besar penurunan yang diijinkan (Sijin) adalah 25 mm. Penurunan

elastis total pondasi tiang pancang tunggal diameter 0,60 m lebih kecil dari penurunan ijin yaitu 4,04 mm < 25 .Sehingga penurunan masih aman. B. Penurunan Elastis Tiang Tunggal

wp

Q = Daya dukung ujung – daya dukung selimut = 568,03 – 376,80

= 191,23 kN ws

Q = 376,80 kN s

E = 364060,43 kg/cm2 = 36.406.043 kN/m2 L = 18,50 m

 = 0,67 (berdasarkan Gambar 2.25) D = 0,60 m

p q =

50 , 2

03 , 568 23 ,

191 

= 303,70 kN p

C = ambil 0,02 (Tabel 2.14)


(32)

s

C = 0,02

6 , 0 5 , 18 16 , 0 93 , 0     = 0,0218

Maka penurunan elastis tiang dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan (2.55) ,(2.56) dan (2.57)

 1

Se =

043 . 406 . 36 2826 , 0 50 , 18 03 , 568 67 , 0 23 , 191  

= 0,00102 m = 1,02 mm  2

Se =

70 , 303 60 , 0 02 , 0 23 , 191  

= 0,00126 m = 1,16mm  3

Se =

70 , 303 50 , 18 0218 , 0 80 , 376 

= 0,0014 m = 1,40 mm

Maka penurunan total dapat dihitug berdasarkan Persamaan (2.54) total

S = 3,58 mm

4.7 Penurunan Pondasi Tiang Pancang Kelompok

Dalam menghitung penurunan kelompok tiang pancang dapat digunakan metode Mayerhoff yaitu :

2 g

g

c 1.905kg/cm

350 300 200000 B L Q q    


(33)

Berdasarkan Persamaan (2.61) didapatkan koefisien I 5 , 0 8B L -1 I g   5 , 0 350 8 300 -1 I    5 , 0 893 , 0 

Maka penurunan kelompok tiang dapat ditentukan dengan Persamaan (2.60)

60 893 , 0 350 905 , 1 2

Sg   

12 , 1

Sg  cm = 11,20 mm

4.8 Perhitungan dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga

Pada Metode Elemen Hingga daya dukung yang akan dihitung adalah daya dukung aksial pondasi tiang pancang. Pemodelan tanah yang digunakan adalah model Mohr – Coulomb dan Soft Soil.

Data-Data yang dimasukkan dalam pemodelan menggunakan Metode Elemen Hingga, yaitu sebagai berikut :

1. Data tiang pancang

Data – data yang harus diketahui sebelum melakukan pemodelan pondasi tiang pancang pada program Metode Elemen Hingga dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut :


(34)

Tabel 4.5 Data Tiang Pancang

No Keterangan Nilai

1 Lokasi Bore Hole I

2 Jenis Pondasi Tiang Pondasi tiang pancang

3 Diameter Tiang (m) 0,60

4 Panjang Tiang (m) 17 m

5 Luas Penampang (m2) 0,2826

6 Modulus Elastisitas (E) (kN/m2) 36.406.043,45 7 Momen Inersia (I) (m4) 0,0063585

8 Berat jenis (γ) (kN/m3) 24

9 EA (kN/m) 10.288.347,88

10 EI (kNm2/m) 231.487,827

11 Angka Poisson ( ) 0,30

2. Deskripsi dan parameter tanah setiap lapisan

Keterbatasan data parameter tanah yang diberikan oleh pihak Skyview

Apartement Setiabudi menyebabkan perlunya penggunaan program Allpile


(35)

Gambar 4.2 Parameter Tanah dari Program Allpile

Untuk mempermudah proses pemodelan tanah dalam Metode Elemen Hingga maka telah disajikan nilai parameter tanah pada Tabel 4.6


(36)

Tabel 4.6 Parameter Tanah Lapisan ke - Depth (m) Jenis Tanah Dan Konsistensi Tanah Tebal Lapisan Tanah (m) Kedalaman Muka Air Tanah (m) γdry

(kN/m3)

γwet

(kN/m3)

Kx (m/day)

Ky (m/day)

Es’

(kN/m2) µ'

c

(kN/m2) ϕ Ψ

1 0 – 2

Clay some silt

2 0,45 11,81 16,41 0,00053 0,00053 1.600 0,40 33,4 15,90 0 soft to

medium N = 5

2 2 –

6,50

Coarse sand some fine

gravel 4,50 - 10,82 14,88 864 864 40.000 0,20 1 29,70 0

loose N = 9 3 6,50–

12,65

medium


(37)

clay

loose to medium dense N = 15

4 12,65 – 15

coarse sand some tuff

2,35 - 10,82 14,88 864 864 40.000 0,20 1 39 9

medium dense to dense N = 33

5 15 – 23,2

silty coarse sand some

tuff

8,20 - 12,89 16,45 0,864 0,864 4.000 0,30 1 36,40 6,40

medium dense N = 35


(38)

6 23,20-30,50

silty sand some tuff

7,30 - 13,31 16,70 0,864 0,864 4.000 0,30 1 42,10 12,10

very dense N = 60


(39)

Proses masukan data ke program Metode Elemen Hingga

1. Langkah awal dalam setiap analisis adalah mengatur parameter dasar dari model di jendela pengaturan global

Gambar 4.3 Kotak Dialog Pengaturan Global (General Setting) pada Plaxis

2. Gambarkan pemodelan tanah menggunakan garis geometri .

3. Setelah selesai memodelkan struktur tanah, kemudian gambarkan dinding diafragma sebagai tiang dengan cara menggunakan tombol pelat. Kemudian pisahkan kekakuan tanah dan tiang pancang menggunakan tombol antar muka (interface) yang di indikasikan sebagai garis teputus-putus sepanjang garis geometri.

4. Setelah itu gambarkan beban permukaan, yaitu sistem beban A-beban terpusat dengan menggunakan , kemudian input nilai bebannya dengan mengklik ujung beban.


(40)

5. Untuk membentuk kondisi batas, klik tombol jepit standar (standard

fixities) , maka akan terbentuk jepit penuh pada bagian dasar dan jepit

rol pada sisi-sisi vetikal.

6. Kemudian masukkan data material dengan menggunakan tombol material

set . Untuk data tanah, pilih soil & interface pada set type, sedangkan

data tiang pilih plates pada set type. Setelah itu seret data-data yang telah diinput ke dalam pemodelan geometri awal, seperti Gambar 4.4 berikut.


(41)

( b )

Gambar 4.4. Input Data Material Set ( a ) Data Lapisan Tanah ( b ) Data

Spesifikasi Pondasi

7. Kemudian klik Generate mesh untuk membagi-bagi elemen menjadi

beberapa bagian yang beraturan sehingga mempermudah dalam perhitungan , diupdate, klik initial condition, kondisi awal setelah terbentuknya jaring-jaring elemen (generated mesh) menandakan model elemen pada beberapa kondisi yaitu kondisi awal untuk tekanan air yang didapat dengan memodelkan muka air tanah, dan kondisi tegangan efektif awal.


(42)

Gambar 4.5. Update Mesh Generation Sebelum Melakukan Kalkulasi Perhitungan

8. Kemudian klik tombol initial conditions untuk memodelkan muka air tanah. Klik pada tombol phreatic level untuk menggambarkan kedalaman muka air tanah.

9. Kemudian klik tombol generate water pressure untuk mendefenisikan tekanan air tanah. Lalu setelah muncul diagram active pore pressures, klik

update, maka akan kembali ke tampilan initial water pressure, lalu klik initial pore pressure, dan generate pore pressure maka akan muncul


(43)

Gambar 4.6 Kondisi Active Pore Pressure

10.Initial stresses dan ok kemudian diupdate, akhirnya calculate , dan akan

muncul kotak dialog perhitungan.

11.Selanjutnya akan dilakukan perhitungan dengan mengklik tombol

Calculate, lalu buatlah perhitungan Phase 1 sampai Phase 4 seperti


(44)

Gambar 4.7 Tahap Kalkulasi

12.Sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu lakukan pemilihan titik node sebagai titik yang ditinjau, titik node A yang terletak di ujung atas tiang dan diupdate. Kemudian pada phase 1 dilakukan pendefinisian beban. Dengan cara klik parameters, define, dan aktifkan beban dengan cara klik ujung beban dan update. Beban yang dimaksud adalah beban ijin rencana yaitu sebesar 200 ton.


(45)

Gambar 4.8. Pemilihan titik nodal

kemudian proses kalkulasi dapat dilakukan, klik calculation

13.Dalam window calculation terdapat beberapa fase yang akan dikerjakan dari awal hingga akhir pemodelan sehingga diperoleh nilai

M sf


(46)

Gambar 4.9. Hasil kalkulasi dan besar

M sf pada fase 3

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Program Metode Elemen Hingga didapat nilai

M sffase 3 (sebelum konsolidasi) sebesar 1,19 (Gambar 4.9). Maka nilai Qu adalah :

Qu =

Msf x 2000 kN

= 1,19 x 2000 kN = 2380 kN = 238 ton


(47)

Gambar 4.10 Hasil kalkulasi dan besar

M sf pada Fase 4 (Sesudah Konsolidasi)

Nilai

M sfsetelah konsolidasi adalah 1,19 (Gambar 4.10) sehingga dapat dihitung nilai Qu adalah :

Qu =

Msfx 2000 kN

= 1,19 x 2000 kN = 2380 kN = 238 ton


(48)

Gambar 4.11. Besar Nilai Penurunan yang Terjadi Setelah Perhitungan

Dari hasil pemodelan, diperoleh besar penurunan sebesar 3,31 mm. Dari hasil tersebut dapat kita lihat bahwa penurunan yang terjadi lebih kecil dari batas penurunan maksimum yaitu 25,40 mm maka pondasi dinyatakan aman terhadap penurunan


(49)

4.9 Diskusi

4.9.1 Perbandingan Nilai Daya Dukung Ultimit Aksial dan Penurunan Tiang dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga

Hasil perhitungan daya dukung dan penurunan tiang dengan metode Analitis dan Metode Elemen Hingga dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Nilai Daya Dukung Aksial dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang

dengan Data Sondir

Kedalaman (m) Titik Sondir Qu (ton) Qijin (ton)

14

S-3 667,69 198,35

S-6 698,94 209,88

Tabel 4.8 Nilai Daya Dukung Aksial dari Data Sondir dan SPT

Kedalaman (m) Qu (ton)

Sondir SPT

14 667,69 145,07

Tabel 4.9 Nilai Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dengan Data SPT

Kedalaman Titik Pengeboran

Qu (ton)

Analitis Program Metode Elemen Hingga


(50)

Tabel 4.10 Besar Penurunan Tiang Pancang dengan Metode Analitis

Metode Penurunan (mm)

Poulus - Davis 4,04

Elastis 3,58

Program Metode Elemen Hingga 3,31

Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil yang berbeda beda pada daya dukung aksial dan penurunan tiang pancang untuk setiap metode yang digunakan. Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat terjadi perbedaan pada besarnya daya dukung dari data sondir pada titik S-3 dan S-6 di kedalaman 14 m. Namun perbedaan tidak teralu besar sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kekuatan tanah disekitar S-3 dan S-6 hampir sama. Sedangkan pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan yang cukup jauh antara besarnya daya dukung aksial tiang berdasarkan data sondir dan SPT pada kedalaman yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena percobaan pada titik yang berbeda. Pada titik yang berbeda karakteristik tanah dapat berbeda pula meskipun dengan jarak yang berdekatan. Sedangkan nilai daya dukung yang diperoleh dengan metode Analitis dan Metode Elemen Hingga diperoleh hasil yang cukup mendekati (dapat dilihat pada Tabel 4.9), sehingga hasilnya cukup dapat dipercaya

Untuk besarnya penurunan yang terjadi pada tiang pancang dengan metode analitis dapat dilihat pada Tabel 4.10. Pada Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa besarnya penurunan yang terjadi berdasarkan metode Poulus – Davis, metode

Elastis dan Program Metode Elemen Hingga memberikan nilai yang mendekati. Sehingga dapat disimpulkan perhitungan akurat dan penurunan masih dalam angka aman yakni lebih kecil dari penurunan ijin yaitu 25,40 mm


(51)

4.9.2 Perbandingan antara Tekanan Air Pori Sebelum Konsolidasi dan Setelah Konsolidasi dengan Program Metode Elemen Hingga

Berdasarkan Gambar 4.12 dan 4.13 dapat dilihat bahwa besar nilai tekanan air pori ekses dari Program Metode Elemen Hingga memberikan hasil yang berbeda antara keadaan plastis dan konsolidasi. Saat plastis besar tekanan air pori ekses adalah 36,15 kN/m2 sedangkan setelah konsolidasi besar tekanan air pori ekses adalah 0,96 kN/m2. Dari nilai tersebut dapat dilihat bahwa besar tekanan air pori ekses sebelum konsolidasi lebih besar daripada setelah terjadi konsolidasi. Hal ini dikarenakan sebelum konsolidasi terjadi, tanah dan pori (air dan udara) bersama sama menahan beban luar yang bekerja pada tanah sedangkan setelah konsolidasi tanah telah termampatkan dan air telah keluar sehingga yang menahan gaya luar hanya tanah saja sehingga besarnya tekanan yang dihasilkan tanah untuk menahan gaya luar berkurang.


(52)

Gambar 4.12. Nilai Tekanan Air Pori Ekses Sebelum Konsolidasi


(53)

4.9.3 Perbandingan antara Daya Dukung Ultimate Sebelum Konsolidasi dan Setelah Konsolidasi.

Besarnya daya dukung sebuah tiang akan berbeda antara sebelum dan sesudah konsolidasi terjadi. Daya dukung setelah konsolidasi akan lebih besar daripada sebelum konsolidasi, hal ini disebabkan oleh termampatnya tanah akibat proses konsolidasi. Tanah yang mampat memiliki susunan partikel yang lebih rapat dan kokoh dalam memikul beban. Berdasarkan hasil perhitungan dengan program Metode Elemen Hingga didapat hasil seperti pada Tabel 4.12. Dapat dilihat bahwa besarnya daya dukung sebelum dan sesudah konsolidasi adalah sama. Hal ini terjadi karena proses konsolidasi yang terjadi dalam waktu singkat yaitu 2,25 hari (dapat dilihat pada Tabel 4.13)

Tabel 4.11 Nilai Daya Dukung Pondasi dengan Program Metode Elemen Hingga

Daya Dukung (ton) Sebelum Konsolidasi Setelah Konsolidasi

238 238

4.9.4 Penurunan yang Terjadi Pada Setiap Lapisan Tanah

Dalam mekanisme transfer beban, ada dua macam tahanan beban yang dimiliki oleh tiang pancang yaitu tahanan friksi dan tahanan ujung. Konsekuensi dari tahanan beban luar yang dilakukan oleh tiang pancang adalah terjadinya penurunan. Saat tiang diberi beban, maka beban luar mula mula akan di pikul oleh tahanan friksi dengan konsekuensi penurunan sebesar 2,40 mm, ketika penurunan yang terjadi lebih besar maka besar beban yang harus dipikul oleh tahanan friksi telah berlebih sehingga beban akan di transfer ke tahanan ujung. Sedangkan


(54)

secara keseluruhan penurunan ijin yang diperbolehkan terjadi akibat tiang menahan beban adalah 25,40 mm.

Dari perhitungan dengan program Metode Elemen Hingga didapat hasil penurunan tiap lapisan tanah dan ujung tiang terlampir pada Tabel 4.13. dari hasil yang didapat, disimpulkan bahwa tahanan friksi mampu menahan beban dan penurunan secara keseluruhan setelah konsolidasi adalah sebesar 3,29 mm maka penurunan nya aman.


(55)

Tabel 4.12 Penurunan yang Terjadi pada Setiap Lapisan Tanah

Lapisan Penurunan (mm)

Konstribusi Penurunan

(mm)

Waktu (hari)

A 3,203 2,20 2,25

B 1,001 0,25 2,25

C 0,751 0,15 2,25

D 0,601 0,16 2,25

E 0,752 0,15 2,25

F 0,361 0,37 2,25

Total penurunan = 3,29

Pengecekan displacement

Displacement maksimum akibat transfer beban friksi = 0,40% x Dtiang

= 0,40 % x 600 mm = 2,40 mm

Displacement maksimum akibat transfer beban end bearing = 6% x Dtiang

= 6% x 600 mm = 36 mm


(56)

Tabel 4.13 Pengecekan Penurunan

Lapisan

Konstribusi penurunan

(mm)

Transfer Pembebanan

yang diterima

Penurunan maksimum

(mm)

Keterangan

A 3,20 Friksi 2,40 Aman

B 1,00 Friksi 2,40 Aman

C 0,75 Friksi 2,40 Aman

D 0,60 Friksi 2,40 Aman

E 0,75 Friksi 36 Aman

F 0,36 End bearing 36 Aman

4.9.5 Penurunan Pondasi Tiang Pancang Sebelum dan Sesudah Konsolidasi Penurunan pondasi dapat ditinjau dalam dua keadaan yakni sebelum dan sesudah konsolidasi. Saat tiang baru selesai di pancang maka akan terjadi penurunan yang besar sehingga bangunan yang direncanakan di atas tiang tidak boleh langsung di bangun. Setelah proses konsolidasi selesai, partikel tanah telah rapat, air dan udara telah keluar sehingga penurunan yang terjadi akan lebih kecil dan daya dukung telah konstan. Dari hasil perhitungan dengan program Metode Elemen Hingga didapat besar penurunan sebelum konsolidasi adalah sebesar 48,52 mm dapat dilihat pada Gambar 4.15 dan besar penurunan setelah konsolidasi sebesar 3,31 m dapat dilihat pada Gambar 4.16. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penurunan setelah konsolidasi lebih kecil daripada sebelum konsolidasi dan penurunan setelah konsolidasi masih dalam keadaan aman karena lebih kecil daripada penurunan ijin yaitu 25,40 mm.


(57)

Gambar 4.15 Penurunan Pondasi Tiang Pancang Sebelum Konsolidasi


(58)

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan pada proyek Pembangunan Skyview

Apartment Setiabudi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil perhitungan analitis untuk data Sondir diperoleh nilai daya dukung ultimit tiang pancang diameter 60 cm dapat dilihat pada Tabel 5.1 dibawah ini.

Tabel 5.1. Daya dukung ultimit menggunakan data Sondir dengan diameter 60

cm

Kedalaman

(m) Sondir

Qult

(Ton)

Qijin

(Ton)

14 S-3 667,69 198,35

14 S-6 698,94 209,88

2. Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ultimit dan daya dukung ijin pada tiang berdiameter 60 cm berdasarkan data SPT dengan metode

Meyerhoff dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin berdasarkan Data SPT

Kedalaman (m) Titik Pengeboran Diameter Tiang 60 cm Qu (ton) Qijin (ton)


(59)

3. Hasil perhitungan kapasitas daya dukung ultimit lateral tiang pancang dengan metode Broms pada diameter 60 cm dapat dilihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral Tiang Pancang

Secara Analitis (ton) Secara Grafis (ton)

19,02 19,33

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa hasil yang diberikan secara analitis dan grafis memberikan nilai yang mendekati, sehingga hasil cukup akurat. 4. Hasil perhitungan daya dukung kelompok berdasarkan efisiensi dengan

metode Los – Angeles adalah

Qg = 173,04 ton

5. Hasil penurunan tiang yang diperoleh dengan beban rencana 200 ton secara dengan metode Analitis dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4. Penurunan Tunggal Tiang Pancang pada Bore Hole I dengan Diameter 60 cm

Penurunan (mm) Poulus dan Davis Elastis

4,04 3,58

6. Hasil penurunan tiang kelompok pada Bore Hole I dengan diameter tiang 60 cm dengan metode Meyerhoff adalah

S = 11,2 mm

7. Hasil perhitungan dengan Program Metode Elemen Hingga dapat dilihat pada Tabel 5.5


(60)

Tabel 5.5 Hasil Perhitungan dengan Program Metode Elemen Hingga

Kedalaman Daya dukung (ton) Penurunan (mm)

18,45 238 3,31

8. Perbandingan kapasitas daya dukung ultimit aksial dan penurunan secara Analitis dengan data SPT dan Program Metode Elemen Hingga pada BH-I dapat dilihat pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Perbandingan Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit Aksial dan Penurunan secara Analitis dan Program Metode Elemen Hingga

Metode Analitis

Program Metode

Elemen Hingga Perbedaaan

Persentase (%)

Qu (ton) 221,84 238 16,16 6,7

Penurunan


(61)

5.2 Saran

1. Sebelum melakukan perhitungan hendaknya kita memperoleh data teknis yang lengkap, karena data tersebut sangat menunjang dalam membuat rencana analisa perhitungan, sesuai dengan standar dan syarat-syaratnya. 2. Harus lebih teliti dalam melaksanakan pengujian baik dalam penggunaan

peralatan ataupun pembacaan hasil yang tertera pada sebagian alat uji hingga pada pengolahan data.


(62)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, 1997).

Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Braja M. Das,1995).

Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu:

1. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya.

2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

Pondasi dibedakan atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow

foundation), dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan

apabila lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya. Pondasi dangkal didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut 1 . Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya terletak jauh dari permukaan tanah. Pondasi dalam didesain


(63)

dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut

4 (Das, 1995).

2.2 Tanah

Tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak terikat (tersementasi) secara kimia satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Braja M Das, 1995).

Tanah terdiri dari tiga komponen yaitu air, udara, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis sedangkan air sangat mempengaruhi sifat – sifat teknis tanah. Ruang – ruang diantara butiran – butiran sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga terisi oleh air seluruhnya tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Sedangkan bila rongga terisi air dan udara tanah pada kondisi jenuh sebagian (Partially Saturated).

Komponen-komponen tanah tersebut akan diperjelas pada gambar berikut:

Gambar 2.1. Diagram Fase Tanah (Sumber, Mekanika Jilid 1, Braja M. Das)


(64)

2.3 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah pekerjaan awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan akan menggunakan jenis pondasi dangkal atau pondasi dalam.

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah proses pengambilan contoh (sample) tanah yang bertujuan untuk :

1. Menentukan sifat – sifat tanah yang terkait dengan perencanaan struktur yang akan dibangun diatasnya.

2. Menentukan kapasitas daya dukung tanah menurut tipe pondasi yang dipilih.

3. Menentukan tipe dan kedalaman pondasi. 4. Untuk mengetahui posisi muka air tanah 5. Untuk memprediksi besarnya penurunan 6. Menentukan besarnya tekanan tanah

Penyelidikan tanah (soil investigation) ada dua jenis yaitu : 1. Penyelidikan di lapangan (in situ test)

Jenis penyelidikan di lapangan seperti pengeboran (hand boring ataupun machine boring), Cone Penetrometer Test (sondir), Standard

Penetration Test (SPT), Sand Cone Test dan Dynamic Cone Penetrometer.

2. Penyelidikan di laboratorium (laboratory test)

Jenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan engineering properties tanah (direct shear test, triaxial test,


(65)

Dari hasil penyelidikan tanah diperoleh contoh tanah (soil sampling) yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Contoh tanah tidak terganggu (Undisturbed Soil)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya.Undisturbed soil digunakan untuk percobaan engineering properties.

b. Contoh tanah terganggu ( Disturbed Soil )

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya usaha – usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut.Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah.

2.3.1 Percobaan Cone Penetrometer Test ( Sondering Test )

Pengujian Cone Penetrometer Test (CPT) atau sering disebut dengan

sondir adalah proses memasukkan suatu batang tusuk dengan ujung berbentuk kerucut bersudut 60° dan luasan ujung 1,54 inch2 ke dalam tanah dengan kecepatan tetap 2 cm/detik. Dengan pembacaan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat mengukur besarnya kekuatan tanah pada kedalaman tertentu. Sehingga dapat diketahui dari berbagai lapisan tanah memikul kekuatan yang berbeda.


(66)

a. Sondir ringan, dengan kapasitas dua ton. Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 30 m.

b. Sondir berat, dengan kapasitas sepuluh ton. Sondir berat digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 50 m.

Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis :

a. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya kecil.

b. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.

Tahanan ujung konus dan hambatan lekat dibaca setiap kedalaman 20 cm. Cara pembacaan sondir dilakukan secara manual dan bertahap, yaitu dengan mengurangi hasil pengukuran (pembacaan manometer) kedua terhadap pengukuran (pembacaan manometer) pertama. Pembacaan sondir akan dihentikan apabila pembacaan manometer mencapai > 150 kg/cm2 (untuk sondir ringan) sebanyak tiga kali berturut-turut atau penetrasi konus telah mencapai 30 m.

Dari hasil test sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan ( JP ) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan rumus :

1. Hambatan Lekat (HL)


(67)

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

= ∑0 (2.2)

Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus (qc)

JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut) A = Interval pembacaan (setiap pembacaan 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m) JHL = Jumlah Hambatan Lekat

Gambar 2.2. Alat Sondir dengan Konus Biasa (Sumber:Soedarmo, 1993)


(68)

Tabel 2.1. Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir

Penetrasi konus PK = qc

(kg/cm2)

Densitas relatif Dr (%)

Sudut geser dalam (°)

20 - 25 – 30

20 – 40 20 – 40 30 – 35

40 – 120 40 – 60 35 – 40

120 – 200 60 – 80 40 – 45

>200 >80 >45

(Sumber: Soedarmo, 1993)

Tujuan dari pengujian sondir ini yaitu :

1. Untuk mengetahui kedalaman dan kekuatan lapisan – lapisan tanah 2. Untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus (penetrasi terhadap

ujung konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas)

3. Untuk mengetahui jumlah hambatan lekat tanah (perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang),

Selain itu pengujian sondir ini memiliki kelebihan, yaitu : 1. Baik untuk lapisan tanah lempung

2. Dapat dengan cepat menentukan lapisan tanah keras 3. Dapat memperkirakan perbedaan lapisan tanah

4. Dapat menghitung daya dukung tanah dengan rumus empiris 5. Baik digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.

Dan kekurangan dari percobaan sondir ini yaitu :


(69)

2. Hasil penyondiran diragukan apabila letak alat tidak vertikal atau konus dan bikonus bekerja tidak baik.

3. Setiap penggunaan alat sondir harus dilakukan kalibrasi dan pemeriksaan perlengkapan antara lain :

 Manometer yang digunakan masih dalam keadaan baik sesuai dengan standard yang berlaku.

 Ukuran konus yang akan digunakan harus sesuai dengan ukuran standard (d = 36 mm)

 Jarum manometer harus menentukan awal nilai nol.

 Dalam pembacaan harus hati – hati. 2.3.2. Pengujian dengan Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan

daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Pengujian langsung dilapangan dengan metode Standard Penetration Test (SPT) dilakukan dalam satu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter 35 mm sedalam 305 mm, kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk dengan berat 140 lb (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in ( 75 cm). Setelah memasuki kedalam tanah 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukkannya kedalam sedalam 12 in (30cm) berikutnya. Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N value) atau Number of blows, dengan satuan pukulan/kaki (blows per foot).

Pengujian Standard Penetration Test dilakukan setiap interval kedalaman pengeboran 2 meter. Percobaan SPT relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan percobaan sondir. Selain itu, contoh tanah terganggu dapat diperoleh


(70)

untuk identifikasi jenis tanah, sehingga interpretasi kuat geser dan deformasi tanah dapat diperkirakan dengan baik

Gambar 2.3. Alat Percobaan Penetrasi Standard (Sumber : Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

Pengamatan dan perhitungan SPT dilakukan sebagai berikut :

a. Mula-mula tabung SPT dipukul ke dalam tanah sedalam 45 cm yaitu

kedalaman yang diperkirakan akan terganggu oleh pengeboran.

b. Kemudian untuk setiap kedalaman 15 cm dicatat jumlah pukulan yang

dibutuhkan untuk memasukkannya.

c. Jumlah pukulan untuk memasukkan split spoon 15 cm pertama dicatat

sebagai N1. Jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm kedua adalah N2

dan jumlah pukulan untuk memasukkan 15 cm ketiga adalah N3 . Jadi

total kedalaman setelah pengujian SPT adalah 45 cm dan menghasilkan


(71)

d. Angka SPT ditetapkan dengan menjumlahkan 2 angka pukulan terakhir

(N2+N3) pada setiap interval pengujian dan dicatat pada lembaran

Drillig Log.

e. Setelah selesai pengujian, tabung SPT diangkat dari lubang bor ke

permukaan tanah untuk diambil contoh tanahnya dan dimasukkan ke

dalam kantong plastik untuk diamati di laboratorium.

Kemudian hasil dari pekerjaan bor dan SPT dituangkan dalam

lembaran drilling log. Uji SPT dapat dihentikan jika jumlah pukulan

melebihi 50 kali sebelum penetrasi 30 cm tercapai.

Tujuan percobaan SPT yaitu :

 Untuk menentukan kepadatan relatif dan sudut geser (ϕ) lapisan tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung.

 Dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah.

 Untuk memperoleh data yang kumulatif pada perlawanan penetrasi tanah dan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasanya sulit diambil sampelnya


(72)

Tabel 2.2. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

Nilai N Kepadatan Relatif (Dr)

Sudut Geser Dalam

Menurut Peck

Menurut Meyerhoff 0-4 0,00-0,20 Sangat

lepas <28,50 <30

4-10 0,20-0,40 Lepas 28,50-30 30-35

10-30 0,40-0,60 Sedang 30-36 35-40

30-50 0,60-0,80 Padat 36-41 40-45

> 50 0,80-1,00 Sangat

padat > 41 > 45 ( Sumber : Sosrodarsono, 2000)

Tabel 2.3. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Terzaghi)

( Sumber : Sosrodarsono, 2000)

Keuntungan dan kerugian pengujian SPT (Standard Penetration Test) adalah sebagai berikut:

1. Keuntungan:

 Dapat diperoleh nilai N dan contoh tanah (terganggu).

 Prosedur pengujian sederhana, dapat dilakukan secara manual.

 Dapat digunakan pada sembarang jenis tanah dan batuan lunak. Relative Density (Dr) N

Very Soft / Sangat Lunak < 2

Soft / Lunak 2 – 4

Medium / Kenyal 4 – 8

Stiff / Sangat Kenyal 8 – 15

Hard / Keras 15 – 30


(73)

 Pengujian SPT pada pasir, hasilnya dapat digunakan secara langsung untuk memprediksi kerapatan relatif dan kapasitas daya dukung tanah.

2. Kerugian :

 Sampel dalam tabung SPT diperoleh dalam kondisi terganggu.

 Nilai N yang diperoleh merupakan data sangat kasar, bila digunakan untuk tanah lempung.

 Derajat ketidakpastian hasil uji SPT yang diperoleh bergantung pada kondisi alat dan operator.

 Hasil tidak dapat dipercaya dalam tanah yang mengandung banyak kerikil.

2.4 Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang (pile foundation) adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal (gaya tegak lurus) ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000). Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul beban berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam.

Kegunaan dari pondasi tiang pancang ini meliputi beberapa hal, yaitu


(74)

1. Untuk membawa beban-beban konstruksi di atas permukaan tanah ke dalam tanah melalui lapisan tanah.

2. Untuk menahan gaya desakan ke atas yang sering kali menyebabkan terjadinya kegagalan guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah di bawah bidang batas air jenuh.

3. Dapat memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas di dalam tanah dengan melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan saat pemancangan.

4. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan dan tiang khususnya, jika erosi merupakan persoalan yang potensial. Dengan adanya pondasi tiang pancang, kegagalan gelincir yang dapat disebabkan oleh erosi dan beban horisontal akan dapat diatasi.

5. Dalam konstruksi yang didirikan pada lepas pantai, pondasi tiang pancang digunakan untuk meneruskan beban-beban yang terjadi di atas permukaan air pada struktur ke dalam air dan ke dalam dasar tanah yang mendasari air tersebut. Hal ini berlaku pada pondasi tiang pancang yang ditanamkan sebagian ke dalam tanah pada dasar air dan yang terpengaruh oleh beban vertikal dan tekuk serta beban lateral.

2.4.1 Jenis-Jenis Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara penyaluran beban, cara pemasangannya, dan berdasarkan perpindahan tiang. 1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan


(75)

A. Tiang Pancang Kayu

Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan terendam penuh di bawah muka air tanah.

B. Tiang Pancang Beton Keuntungannya yaitu :

a. Karena tiang dibuat di pabrik dan pemeriksaan kualitas ketat dapat dilakukan setiap saat, hasilnya lebih dapat diandalkan.

b. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

c. Daya dukung dapat diperkirakan berdasarkan rumus tiang pancang sehingga mempermudah pengawasan pekerjaan konstruksi.

d. Cara penumbukan sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal.

Kerugiannya yaitu :

a. Karena dalam pelaksanaannya menimbulkan getaran dan kegaduhan maka pada daerah yang berpenduduk padat di kota dan desa, akan menimbulkan masalah disekitarnya.

b. Pemancangan sulit, bila diameter tiang terlalu besar.

c. Bila panjang tiang pancang kurang, maka untuk melakukan penyambungannya sulit dan memerlukan alat penyambung khusus. d. Bila memerlukan pemotongan maka dalam pelaksanaannya akan lebih

sulit dan memerlukan waktu yang lama.


(76)

1. Precast Reinforced Concrete Pile

2. Precast Prestressed Concrete Pile . 3. Cast in Place Pile

2. Pondasi berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang kedalam tanah Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :

A.Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile)

Pondasi tiang jenis ini meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke permukaan lapisan tanah pendukung. Dari hasil sondir dapat dipakai kira- kira harga perlawanan konus S ≥ 150 kg/cm2 untuk lapisan non kohesif, dan S ≥ 70 kg/cm2 untuk kohesif.

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang dukung ujung (End Bearing Pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah yang lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang.

Gambar 2. 4. Tumpuan Ujung (End Bearing Pile) (Sumber : Hardiyatmo, 2002


(77)

B. Tiang pancang dengan tahanan geser/sisi (Friction Pile)

Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ketanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus, tidak akan menyebabkan tanah di antara tiang-tiang menjadi padat. Sebaliknya, bila butiran tanah kasar maka tanah diantara tiang-tiang akan semakin padat. Perbedaan dari kedua jenis tiang pancang ini, semata-mata hanya dari segi kemudahan, karena pada umumnya tiang pancang berfungsi sebagai kombinasi antara friction pile (tumpuan sisi) dan end bearing pile (tumpuan ujung). Kecuali tiang pancang yang menembus tanah yang sangat lembek sampai lapisan tanah dasar yang padat.

Menurut Hardiyatmo, 2002, Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah di bawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

Gambar 2.5.Tumpuan Geser/Sisi (Friction Pile)


(78)

C. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile)

Bila tiang dipancangkan di dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi yang tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah di sekitar dan permukaan tiang.

Gambar 2.6. Pondasi Tiang dengan Tahanan Lekatan

(Sumber : Sardjono, 1988)

3. Pondasi Tiang Pancang menurut Pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya dibagi menjadi dua yaitu : A. Tiang Pancang Pracetak

Tiang pancang pracetak yaitu tiang pancang yang dicetak dan dicor di dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang beton, umumnya berbentuk prisma atau bulat dengan diameter yang bervariasi sesuai kebutuhan.

Keuntungan dari pemakaian jenis tiang pancang ini adalah : a. Bahan tiang dapat diperiksa sebelum pemancangan.

b. Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah. c. Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam d. Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah.


(79)

a. Penggembungan permukaan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah.

b. Tiang kadang – kadang rusak akibat pemancangan. c. Pemancngan sulit bila diameter terlalu besar B. Tiang yang Dicor di Tempat (Cast in Place Pile)

Tiang pancang yang dicor langsung di tempat, dibentuk dengan membuat sebuah lubang dalam tanah dan mengisinya dengan beton. Lubang tersebut dapat dicor, tetapi sering dibentuk dengan memancangkan sebuah sel atau corong kedalam tanah.

Keuntungan dari pemakaian jenis tiang pancang ini adalah :

a. Getaran pada saat melaksanakan pekerjaan sangat kecil, sehingga cocok untuk pekerjaan pada daerah yang padat penduduk.

b. Tanpa sambungan, dapat dibuat tiang yang lurus dengan diameter besar, serta panjang tiang dapat ditetapkan dengan mudah.

Kerugian dari pemakaian jenis tiang pancang ini adalah :

a. Ketika beton dituang, dikuatirkan adukan beton akan bercampur dengan runtuhan tanah, oleh karena itu beton harus segera dituangkan dengan seksama setelah penggalian dilakukan.

b. Karena diameter tiang sangat besar dan memerlukan banyak beton, untuk pekerjaan yang kecil mengakibatkan biaya yang sangat mahal.

2.4.2 Jenis-Jenis Alat Pancang

Dalam pemasangan tiang ke dalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang


(80)

hanya dijatuhkan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.

Jenis-jenis alat pancang yaitu : 1. Pemukul Jatuh ( Drop hammer )

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemancangan tiang biasanya dilakukan secara perlahan, jumlah jatuhnya palu per menit dibatasi pada empat sampai delapan kali. Pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil.

Keuntungan menggunakan pemukul jatuh (drop hammer) : a) Peralatannya sederhana.

b) Tinggi jatuh dapat diperiksa dengan mudah. c) Kesulitan kecil dan biaya operasi murah.

Kelemahan menggunakan drop hammer : a) Kepala tiang mudah rusak.

b) Pancang pemancangan terbatas. c) Kecepatan pemancangan lambat

2. Hidrolik Sistem (Hydrolic Jack in)

Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United


(81)

Keunggulannya tiang pancang metode hydraulic jack in : 1. Bebas getaran

2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan 3. Daya dukung aktual pertiang diketahui

Dengan hydraulic jack in, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer yang dipasang pada peralatan

hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

4. Harga yang ekonomis

Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang seperti pada tiang pancang umumnya.

5. Lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.

Kekurangan tiang pancang metode hydraulic jack in :

1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan.

2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan).


(82)

3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 360 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja.

2.4.3 Tahap – Tahap Pemancangan

Tahap-tahap pemancangan pondasi tiang pancang, sebagai berikut:

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter. 2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat

dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan. Pengangkatan tiang pancang dengan bantuan alat berat seperti mobile crane apabila alat pancang tidak tersedia service

crane. Ada dua metode proses pengangkatan tiang pancang yaitu :  Pengangkatan tiang dengan dua tumpuan

Metode ini biasanya dipakai pada saat penyusunan tiang. Persyaratan umum metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama.


(83)

Metode ini biasanya dipakai pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan. Persyaratan metode ini adalah jarak anatara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini, harus diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

3. Rencanakan setting out atau menentukan titik-titik tiang pancang dilapangan dan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan

maneuver alat.

4. Memasukkan tiang pancang secara perlahan kedalam lubang pengikat tiang pancang yang disebut grip.

5. Sistem Jack-in akan naik dan menjepit tiang dengan penjepit. Ketika tiang sudah dipegang erat oleh grip, maka tiang mulai ditekan oleh mesin hidrolik.

6. Setelah selesai memancang, crane akan mengambil tiang kedua dan mengulang kembali seperti tahap pertama.

7. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk penyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu. Penyambungan tiang pertama dan tiang kedua digunakan sistem pengelasan penuh. Agar proses pengelasan berlangsung dengan baik dan sempurna, maka ke dua ujung tiang pancang yang diberi plat harus


(1)

3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

Deskripsi Tanah Bore Hole I

Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang Diameter 60 cm pada Titik Sondir S-3 dengan Metode

Meyerhoff

Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin Tiang Pancang Diameter 60 cm pada Titik Sondir S-6 dengan Metode

Meyerhoff

Perhitungan Daya Dukung Ultimate dan Daya Dukung Ijin pada Pondasi Tiang Pancang Diameter 60 cm dengan data SPT

Hasil Perhitungan Elastis Tiang Pancang Tunggal Diameter 60cm

Data Tiang Pancang Parameter Tanah

Nilai Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dengan data Sondir Nilai Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dengan data SPT Nilai Daya Dukung Aksial Tiang Pancang dengan Program Metode Elemen Hingga

Besar Penurunan Tiang Pancang dengan Metode Analitis Besar Penurunan Tiang Pancang dengan Program

83 84 93 94 98 106 109 111 124 124 124


(2)

4.10

4.11

4.12

4.13

4.14

5.1

5.2

5.3

5.4

Metode Elemen Hingga

Nilai Daya Dukung Pondasi Dengan Metode Elemen Hingga Penurunan yang Terjadi Pada Setiap Lapisan Tanah

Pengecekan Penurunan

Daya Dukung Ultimit Menggunakan Data Sondir dengan Diameter 60 cm

Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Berdasarkan Data SPT

Hasil Perhitungan Nilai Daya Dukung Ultimit Lateral Tiang Pancang

Penurunan Tunggal Tiang Pancang pada Bore Hole I dengan diameter 60 cm

Hasil Perhitungan dengan Program Metode Elemen Hingga Perbandingan Hasil Perhitungan Daya Dukung Ultimit Aksial Dan Penurunan secara Analitis Dan Program Metode Elemen Hingga

125 128

130 131 133 133

134

134

135

135 144


(3)

5.3

5.6


(4)

DAFTAR NOTASI

Ap = Luas Penampang Tiang (m2) B = Lebar Atau Diameter Tiang (m) Cp = Koefisien Empiris

Cs = Konstanta Empiris c = Kohesi Tanah (kg/cm²) cu = Kohesi Undrained (kN/m2) D = Diameter Tiang (m)

Dr = Kerapatan Relatif (%)

Eb = Modulus Elastisitas Tanah di Dasar Tiang (kN/m2) Eg = Efisiensi Kelompok Tiang

Ep = Modulus Elastis Tiang (kN/m2)

Es = Modulus Elastisitas Tanah di Sekitar Tiang (kN/m2) Es = Modulus Elastisitas Bahan Tiang (kN/m2)

e = Angka Pori

ef = Effisiensi Hammer (%)

f = Jarak Momen Maksimum dari Permukaan Tanah (m) Gs = Specific Gravity

g = Jarak dari Lokasi Momen Maksimum Sampai Dasar Tiang (m)

H = Tebal Lapisan (m) Hu = Gaya Lateral Ultimit


(5)

I = momen inersia tiang (cm4) ID = diameter dalam (m)

I0 = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat (Incompressible) dalam massa semi tak terhingga

K = faktor kekakuan tiang k = koefisien permeabilitas

ki = modulus reaksi subgrade dari Terzaghi kh = koefisien permeabilitas arah horizontal kv = koefisien permeabilitas arah vertikal L = panjang tiang pancang (m)

Lb = panjang lapisan tanah (m)

Li = tebal lapisan tanah, pengujian SPT dilakukan setiap interval kedalaman pemboran (m)

m = Jumlah baris tiang My = momen leleh (kN-m) N-SPT = nilai N-SPT

n = koefisien restitusi

n = Jumlah tiang dalam satu baris nh = koefisien fariasi modulus P = keliling tiang (m)

PK = Perlawanan penetrari konus, qc (Kg/cm2) po = tekanan overburden efektif

pu = tahanan tanah ultimit


(6)

Qa = Beban maksimum tiang tunggal Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg) Q

ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)

Q

p = Tahanan Ujung Ultimate (kN)

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg/cm 2) Q

ult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)

Rb = Faktor Koreksi Untuk Kekakuan Lapisan Pendukung

Rh = Faktor Koreksi Untuk Ketebalan Lapisan Yang Terletak Pada Tanah

Keras

Rk = Faktor Koreksi Kemudah Mampatan Tiang R = Faktor Koreksi Angka Poisson

s = Jarak Pusat Ke Pusat Tiang

α = Koefisien Adhesi Antara Tanah dan Tiang

ŋ

= Effisiensi Alat Pancang

Ø = Sudut Geser Dalam

� = Berat Isi Tanah (kN/m3)

γdry = Berat Jenis Tanah Kering (kN/m3) γsat = Berat Jenis Tanah Jenuh (kN/m3) γw = Berat Isi Air (kN/m3)

ξ = Koefisien Dari Skin Friction

= Poisson’s Ratio


Dokumen yang terkait

Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Titik Bore Hole - 01 dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus : Hotel Medan Siantar Sinaksak – Pematang Siantar)

3 76 181

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan)

10 54 141

Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Titik Bore Hole - 01 dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus : Hotel Medan Siantar Sinaksak – Pematang Siantar)

49 317 181

Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Titik Bore Hole - 01 dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus : Hotel Medan Siantar Sinaksak – Pematang Siantar)

0 3 18

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan)

0 0 19

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan)

0 0 1

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan)

0 0 5

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan)

0 1 55

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan)

0 2 2

Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Pancang pada Bore Hole II dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus Proyek Skyview Apartment Medan) Appendix

0 0 13