pencegahan penyakit jangka lama. Meskipun penanggulan dengan garam beriodium ini secara teoritis sangat baik, namun ternyata banyak hambatan dalam
segi pelaksanaannya antara lain harga yang agak lebih tinggi, penyebaran yang harus kontinu, daerah dengan letak geografis yang sulit dicapai, hambatan
masalah perdagangan antar pulau dan sebagainya Djokomoeljanto, 2006. Berdasarkan literatur diatas, dapat kita ketahui bahwa dari beberapa faktor
tersebut yang mengakibatkan banyak garam yang belum memenuhi persyaratan. Ini dapat mengakibatkan banyak konsumen mengalami defisiensi iodium. Oleh
karena itu, perlu lebih banyak diterapkan kepada pabrik-pabrik untuk memproduksi garam beriodium dengan kadar yang ditentukan dan sosialisasikan
kepada masyarakat begitu pentingnya memilih garam beriodium yang benar-benar telah berstandard untuk mencegah terjadinya penyakit akibat defisiensi iodium.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil jumlah rata-rata pada penetapan kadar iodium pada garam konsumsi secara iodometri telah diperoleh bahwa hanya sampel Garam A yang telah
memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia SNI, yaitu 68,7638 ppm. Sementara itu, pada sampel ketiga lainnya tidak memenuhi persyaratan SNI
karena tidak sampai melampaui batas minimal persyaratan,yaitu 30 – 80 ppm.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
Sebaiknya pemerintah melakukan pemeriksaan lebih ketat lagi terhadap beberapa merek dagang dari Garam Konsumsi yang telah beredar di pasaran demi
menjamin kesehatan para konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Albiner. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Gizi Mikro. http:repository.usu.ac.id. Tanggal 10 juni 2011.
Anonim. 2000. SNI 01-2899-2000, Garam Konsumsi Beriodium. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Basset, J. et. all. 1994. Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Universitas Sumatera Utara
Burhanuddin. 2001. Proceeding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan.
Dirjen POM. 1993. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Djokomoeljanto. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme, dalam: Aru WS., editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid III.
Jakarta: FKUI Estiasih, Teti. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aksara.
Gunawan, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Dep. Farmakologi dan Terapeutik FK– UI.
Ham, Mulyono. 2009. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara. Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI – Press . Rohman, Abdul. 2009. Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suastika, Ketut. 1995. Penyakit Kelenjar Tiroid. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Underwood, dan Day J.R. 1958. Quantitatif Analysis. New Jersey Of USA: Cliff.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Kimia.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
a. Lampiran 1