Bentuk Campur Kode penyisipan berupa Frase

4.1.2 Bentuk Campur Kode penyisipan berupa Frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa Ramlan, 1995:151. Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase pada tuturan penjual dan pembeli dipasar desa Tanjung Langkat, dapat dilihat pada peristiwa tuturan dibawah ini: Data I Berikut peristiwa campur kode antara penjual dan pembeli yang berbentuk frase yang telah peneliti temukan pada pasar di desa Tanjung Langkat. Konteks : Peristiwa Tuturan dalam Transaksi Jual Beli Celana pendek oleh Penjual dan Pembeli Pembeli : Buk yang ini berapa? Penjual : Dua puluh ribu Pembeli 1 : larang tenan, Bu ini. ‘mahal sekali, Bu ini’ Penjual 2 : Itu kainnya leng alus, bu. ‘Itu kainnya yang halus, bu’ Pembeli 3 : ya sudah buk jadi pase piro? ‘ya sudah jadi pasnya berapa?’ Penjual 4 : .ya pasnya sakmono buk ‘Ya pasnya segitu bu’ Pembeli 5 : biar jekok loro aku bu. ‘biar ngambil dua aku bu’ Penjual : Oh ya sudah kalau gitu bu. Data 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat 2 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase leng alus ‘yang halus’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 2 bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode 2 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat tersebut terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Pada kalimat 3 di atas terjadinya campur kode dalam bentuk frase pase piro ‘tepatnya berapa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode ini disebut dengan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat data 3 tersebut penyisipan yang digunakan bahasa Jawa dan menyatu dengan kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 4 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase sakmono buk ‘segitu bu’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat 5 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase jekok loro ‘ambil dua’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Jadi pada kalimat 1,2,3,4, dan 5 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase. Data 2 Konteks : peristiwa tuturan dalam jual beli bunga mawar Pembeli 1 : Berapa satu pot kembang mawar bu? ‘Berapa satu pot bunga mawar bu? ’ Penjual : Oh satu pot tiga puluh ribu bu Pembeli 2 : Larang tenan kalau dua puluh ribu gak dapat bu ‘Mahal sekali kalau dua puluh ribu gak dapat bu’ Penjual 3 : Ora iso modalnya pun tidak segitu bu ‘tidak bisa modalnya pun tidak segitu bu’ Pembeli : Iya kenapa bu biar jadi Penjual 4 : Ya sudah gawe penglaris ‘ya sudah buat pelarisan’ Pada kalimat 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Ora iso ‘tidak bisa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 1 di atas. Jenis campur kode 1 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Dalam kalimat 2 di atas terdapat campur kode dalam bentuk frase Larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode di atas menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga terjadi campur kode pada kalimat 2 bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 3 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Ora iso ‘tidak bisa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 2 bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode 3 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Dalam kalimat 4 di atas terdapat campur kode dalam bentu frase Larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode di atas menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga terjadi campur kode pada kalimat 4 bahasa Indonesia di atas. Jadi pada kalimat 1,2,3, dan 4 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase. Data 3 Konteks : Peristiwa tutur masyarakat yang saling menyapa P1 : Dari mana Yan? P2 1 : Teko belonjo di pasar tadi pak ‘dari belanja di pasar tadi pak’ P1 2 : Isuk tenan kau belanjanya? ‘pagi kali kau belanjanya?’ P2 3 : Iya takut rame tenan kalau nanti pak ‘Iya takut ramai sekali kalau nanti pak’ P1 : Oh iya memeng Yan. Data 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Teko belonjo ‘dari belanja’yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Data 2 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Isuk tenan ‘pagi sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code- mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat 3 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 3 di atas. Jenis campur kode 3 di atas adalah campur kode ke dalam inner code- mixing, sebab dalam kalimat terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Jadi pada kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase. Data 4 Konteks : Tuturan antara Ibu-ibu yang sedang duduk-duduk di depan rumah Ibu 1 1 : Ibu-ibu tahu tidak kalau wingi bengi ada yang ke malingan bu ‘Ibu-ibu tahu tidak kalau kemarin malam ada yang ke malingan bu’ Ibu 2 2 : omah sopo yang ke maliangan bu? ‘rumah siapa yang ke malingan bu?’ Ibu 1 : Itu rumahnya Bu Sari Ibu 2 3 : Bu Sari yang wes rondo itu kan? ‘Bu Sari yang sudah janda itu kan?’ Ibu 1 4 : Iya buk tapi dia sendiri pun rondo koyo jadi panteslah kalau incar maling Ibu 2 : Iya tapi kan kasian juga buk kalau gitu bu Pada Kalimat 1 di atas terdapat campur kode dalam bentuk frase dimana wingi bengi ‘kemarin malam’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada Kalimat 2 di atas merupakan campur kode dalam bentuk frase omah sopo ‘rumah siapa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Pada Kalimat 3 di atas merupakan campur kode dalam bentuk frase wes rondo ‘sudah janda’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Data 4 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase rondo koyo ‘janda kaya’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa daerah yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1,2,3, dan 4 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase.

4.1.3 Bentuk Campur Kode Penyisipan berupa Klausa