Sumber Data Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode dalam Peristiwa Tuturan antara masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi adalah letak atau tempat Alwi, 2005:680. Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah perpustakaan dan penelitian lapangan di desa Tanjung Langkat, Kabupaten Langkat.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung Alwi, 2005:1267. Penelitian ini dilakukan pada awal bulan juni sampai dengan bulan september 2013.

3.2 Sumber Data

Data adalah kenyataan yang ada, yang berfungsi sebagai bahan sumber untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang di pakai untuk penalaran atau penyelidikan Alwi, 2005:319. Data penelitian ini bersumber dari tuturan pada masyarakat di desa Tanjung Langkat. Sumber data pada penelitian ini adalah masyarakat tutur yaitu dalam perkawinan percampuran, penjual dan pembeli di Pasar atau di warung desa tanjung Langkat, dan ditempat dimana ibu-ibu sedang berkumpul ngerumpi. Yang di dalam terdapat atau adanaya Campur kode dan alih Kode. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Medode dan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Metode simak adalah penyediaan data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa Sudaryanto, 1993:133. Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap adalah peneliti sebagai pemerhati yang dengan penuh minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang hanyut dalam proses berdialog. Teknik rekam yaitu memperoleh data dengan cara merekam pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan. Yaitu peneliti tanpa sepengetahuan para keluarga atau dalam rumah tangga seseorang, penjual dan pembeli, dan ibu-ibu yang sedang berkumpul merekam peristiwa tuturan yang terjadi campur kode dan alih kode yang terdapat pada masyarakat desa Tanjung Langkat. Hal itu dilakukan agar tuturan yang terjadi antara masyarkat bisa bersifat alami, murni dan tidak sengaja dibuat-buat. Teknik catat yaitu pencatatan pada kartu data yang segera dilakukan dengan klasifikasi

3.3.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dan diklasifikasikan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan. Metode padan adalah yang alat penentunya diluar bahasa terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan Sudaryanto, 1993:13. Di dalam alih kode dan campur kode yang menjadi objek penelitiannya adalah isi tuturan manusia yang berupa dialog, maka alat penentunya menggunakan referensi bahasa, untuk teknik dasarnya disesuaikan dengan alat penentunya yaitu dengan menggunakan teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP Sudaryanto, 1993:2122. Adapun alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki penelitinya, yaitu sesuai dengan jenis penentu yang akan dipisah-pisahkan atau dibagi-bagi menjadi berbagai unsur itu. jadi, yang akan digunakan untuk mendeskripsikan alih kode dan campur kode adalah dengan daya pilah referensi. Untuk membagi satuanlingual alih kode menjadi berbagai jenis, maka perbedaan referensi atau sosok teracu yang ditunjuk oleh alih kode dan campur kode itu harus diketahui terlebih dahulu, dan untuk mengetahui perbedaan referen itu, daya pilah yang dimiliki oleh setiap penelitian haruslah digunakan. Daya pilah itu dapat dipandang sebagai tekniknya, yang dalam hal ini disebut teknik pilah unsur penentu atau teknik PUP. BAB IV CAMPUR KODE DALAM TUTURAN MASYARAKAT DI DESA TANJUNG LANGKAT Hasil penelitian yang dikemukakan dalam bab IV ini meliputi pemberian bentuk tuturan masyarakat di desa Tanjung Langkat yang menyebabkan terjadinya peristiwa campur kode dan alih kode di desa Tanjung Langkat. Penelitian dalam tulisan ini dilakukan pada bulan Juni 2013 di pasar, di dalam keluarga, dan dalam masyarakat yang ada di desa Tanjung Langkat. Pemberian bentuk campur kode dalam tuturan penjual dan pembeli di pasar, di dalam perkawinan yang campuran, dan tempat masyarakat setempat bersosialisasi adalah berupa: 1 penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata, 2 berbentuk frase, 3 berbentuk klausa, 4 berbentuk kata ualng, dan 5 idiomungkapan.

4.1 Bentuk-bentuk dari Campur Kode

Penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat tutur para penjual dan pembeli, sering bercampur kode ke dalam bahasa Jawa mau pun bahasa asing atau pun sebaliknya. Hal itu disebabkan karena adanya status sosial yang berbeda-beda atau minimnya ilmu pengetahuan tentang bahasa yang dipelajari. Oleh sebab itu dalam transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dalam menawarkan barang dagangnya sudah terjadi percampuran bahasa yaitu yang disebut campur kode dan antar masyarakat juga dalam berbicara juga sering mencampurkan bahasa ke bahasa lain seperti bahasa Indonesia lalu bercampur dengan bahasa Jawa atau bahasa daerah lain. Peristiwa campur kode, erat hubungannya dengan peminjaman leksikal. Campur kode itu sendiri dapat berbentuk penyisipan kata ,idiom, frase, klasua, dan pengulangan kata. Peristiwa campur kode yang diucapkan oleh penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli di pasar desa Tanjung Langkat, antar suami dan istri, dan juga antar tetangga setempat yaitu berupa: 1 penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata, 2 berbentuk frase, 3 berbentuk klausa, dan 4 berbentuk kata ulang.

4.1.2 Bentuk Campur Kode berupa Penyisipan Kata Data I

Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata pada tuturan antar keluarga yang berbeda etnis yaitu suami dan istri, dapat dilihat pada peristiwa tutur antar suami Karo dan Istri Jawa dibawah ini: Konteks : Seorang suami yang bertanya kepada istrinya Suami : Anak-anak di mana mak? Belum ada satu pun yang di rumah? sambil meletakkan tas di atas kursi Istri 1 : Orong bali pak dari tadi. ‘Belum pulang pak dari tadi’. Suami : Jam segini belum pulng? Sudah kau telepon mak? Istri : Sudah, Rio katanya ada les tambahan di sekolah. Suami 2 : edik, si Ria kemana lagi? ‘aduh, si Ria kemana lagi’ Pada kalimat 1 di atas terjadi campur kode dimana orong bali ‘belum pulang’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 2 di atas menggunakan campur kode dimana edik ‘aduh’ berasal dari bahasa Karo menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 1 dan 2 di atas adalah campur kode ke dalam inner code- mixing, karena dalam kalimat-kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Karo yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Data 2 Konteks : Peristiwa tutur di pasar desa Tanjung Langkat pada saat pembeliaan jilbab yaitu: Penjual : Masuk dek mau beli apa? Pembeli : Ini mau beli jilbab bu Penjual 1 : Arek leng endi kamu dek? ‘mau yang mana kamu dek?’ Pembeli : Mau yang sebelah sana buk.. Penjual 2 : Yang iki dek? ‘Yang ini dek?’ Pembeli : Bukan buk, itu yang warna merah. Penjual : Oh yang ini toh Pembeli 3 : Piro buk satu? ‘berapa buk satu?’ Penjual : Sepuluh aja dek. Pada kalimat 1 di atas adanya campur kode yang telah menyisip dalam kalimat dimana arek leng endi ‘mau yang mana’ berasal dari bahasa jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 2 di atas terjadi campur kode dimana iki ‘ini’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 3 di atas menggunakan campur kode dimana kata piro ‘berapa’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Dari contoh kalimat 1,2, dan 3 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Data 3 Konteks : Perkumpulan antar masyarakat Ibu-ibu setempat yang sedang bercerita begosip Ibu I : Hei dengarlah dulu sini Ibu 2 : Iya ada apa buk? Ibu 1 1 : Itu anak e sipolan wingi molehe bengi-bengi lo ‘Itu anaknya si anu kemarin pulangnya malam-malam lah’ Ibu 2 2 : Em kok ibuk iso tahu sih? ‘em kenapa ibu bisa tahu sih’ Ibu 3 3 : Iya ibuk ne tahu dari mana? ‘iya ibunya tahu dari mana’ Ibu 1 4 : Itu semalem aku ketok dewe ‘Itu semalan saya lihat sendiri’ Ibu 3 5 : Ah mosok sih tapi koyok e gak mungkin lah. ‘ah masak sih tapi kayaknya gak mungkin lah’ Dari kalimat 1 di atas terjadi campur kode dimana wingi molehe bengi- bengi ‘kemarin pulangnya malam-malam’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 2 di atas yang menggunakan campur kode dimana kok ibuk iso ‘kenapa ibu bisa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Dari kalimat 3 di atas terjadi campur kode yang mana ibuk ne ‘Ibunya’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 4 di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan aku ketok dewe ‘saya lihat sendiri’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Dari kalimat 5 di atas terjadi campur kode dimana mosok sih ‘masa si’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 1,2,3,4, dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam tiap-tiap kalimat itu menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode. Data 4 Konteks : Tuturan antara tukang cuci dan tukang kebun yang saling menyapa. Tukang kebun : Dari mana kamu Nia? Tukang cuci 1 : Teko omah mau ke sungai ‘Dari rumah mau ke sungai’ Tukang kebun 2 : oh aku kira arek nandi? ‘oh aku kira mau kemana’ Tukang cuci 3 : Iya pak arek nyuceke pakaian ‘Iya pak mau mencucikan pakaian’ Tukang kebun 4 : Jadi kau nyuci bajune sopo sak iki? ‘Jadi kau nyuci pakaian sapa sekarang?’ Tukang cuci 5 : Iki nyuceke pakaian mak Lia ‘ini mencucikan pakaian mak Lia ’ Tukang kebun 6 : Jadi sakiki kue nyuci di situ Tukang cuci : Iya pak. Pada kalimat 1 di atas menggunakan campur kode dimana teko omah ‘dari rumah’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 2 di atas mengungkapkan terjadinya campur kode dimana arek nandi ‘mau kemana’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 3 di atas yang menggunakan campur kode dimana arek nyucekke ‘mau mencucikan’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 4 di atas terjadi campur kode pada kalimat tersebut sebab bajune sopo sak iki ‘pakaian sapa sekarang’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 5 di atas yang menggunakan campur kode dimana iki nyucekke ‘ini mencucikan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 6 di atas terjadi campur kode dimana sak iki kue ‘sekarang kamu’ mencucikan’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 6 di atas. Dari kalimat 1,2,3,4,5, dan 6 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut. Data 5 Konteks : tuturan antara Bapak Sukri dengan tetangganya Pak Joko yang sedang santai dirumah mereka Bapak Sukri 1 : enak yo pak duduk santai nang omah? ‘enak ya pak duduk santai di rumah’ Bapak Joko 2 : Iyo iki apalagi kalau sore gini ‘Iya ini apalagi kalau sore gini’ Bapak Sukri 3 : Iyo memang enak apa lagi sambil ngeteh ‘Iya memang enak apa lagi sambil minum teh ’ Bapak Joko 4 : Iya lah kan nak isuk sibuk kerjo sampai siang ‘iya lah kan kalau pagi sibuk kerja sampai siang ’ Bapak Sukri 5 : Oh memang iyo yo pak jok Dari Kalimat 1 di atas menggunakan campur kode sebab enak yo ‘enak ya’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 2 di atas terjadi campur kode dimana iyo iki ‘iya ini’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 2 di atas. Dari Kalimat 3 di atas menggunakan campur kode dimana iyo ngeteh ‘iya minum teh’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 4 di atas menggunakan campur kode dimana nak isuk sibuk kerjo ‘kalau pagi sibuk kerja’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 5 di atas terjadi campur kode dimana iyo yo ‘iya ya’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 5 di atas. Pada kalimat 1,2,3,4, dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam tiap-tiap kalimat telah memasukkan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode. Data 6 Konteks : ibu-ibu yang sedang bercerita dengan teman-temannya Ibu 1 1 : hari ini kenapa hujan wae yo yuk? ‘hari ini kenapa hujan terus ya kak’ Ibu 2 2 : iyo iki bu hujan saja dari semalam ‘iya ini bu hujan saja dari semalam’ Ibu 1 3 : kalau begini terus gak deres-deres pohon karetlah aku iki? ‘kalau begini terus gak deres-deres pohon karetlah aku ini’ Ibu 2 4 : oh iya ya buk rambunge teles wae ya buk? ‘oh iya ya bu pohonnya basah terus ya bu’ Ibu 1 : Iya bu Pada kalimat 1 di atas yang menggunakan campur kode dimana wae yo yuk ‘terus ya kak’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 2 di atas terjadi campur kode pada kalimat tersebut sebab iyo iki ‘iya ini’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 3 di atas yang menggunakan campur kode dimana iki ‘ini’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 4 di atas terjadi campur kode dimana rambunge teles wae ‘pohonnya basah terus’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 4 di atas. Dari kalimat 1,2,3, dan 4 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut. Data 7 Konteks : seorang ayah yang sedang berbicara dengan anaknya Ayah 1 : Tadi di sekolah kau dapet ponten berapa? ‘tadi di sekolah kamu dapat nilai berapa’? Anak 2 : saya dapat ponten sembilan pak ‘saya dapat nilai sembilan pak’ Ayah 3 : memangnya pelajaran opo iku leng dapat nilai sembilan? ‘memangnyapelajaran apa itu yang dapat nilai sembilan’? Anak 4 : pelajaran sejarah pak, gampang kali lah pak pelajarannya. ‘pelajaran sejarah pak, mudah sekalilah pak pelajarannya’. Ayah : oh bagus kalau begitu. Anak : iya pak Dari kalimat 1 di atas terjadi campur kode dimana kau dapet ponten ‘kamu dapat nilai’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 1 di atas. Dari Kalimat 2 di atas menggunakan campur kode dimana ponten ‘nilai’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 3 di atas menggunakan campur kode dimana opo iku leng ‘apa itu yang’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 4 di atas terjadi campur kode dimana gampang kali ‘mudah sekali’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 4 di atas. Pada kalimat 1,2,3, dan 4 di atas, menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam tiap-tiap kalimat tersebut memasukkan unsur bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode. Data 8 Konteks : pak budi yang sedang menegur tetangganya marni. Pak 1 : Dari mana kau marni? ‘dari mana kamu marni’? Marni 2 : Oh ini teko sekolah pak ‘oh ini datang sekolah pak’ Pak 3 : Ngopo ke sekolah? ‘ngapain ke sekolah’? Marni 4 : Itu uang sekolah ne Rudi orong di bayarke, jadi orang tuanya di suruh datang. ‘itu uang sekolahnya Rudi belum di bayarnya, jadi orang tuanya di suruh datang’. Pak 5 : memang orong di bayarke apa? ‘memang belum di bayarkan apa’? Marni 6 : iya, omonge orong, rupane salah gurunya pak ‘iya katanya belum, rupanya salah gurunya pak’ Pak : lo kok bisa salah? Marni 7 : Iya kiro e rudi anakku rupanya rudi anak kampung sebelah pak ‘iya kirain Rudi anakku rupanya Rudi anak kampung sebelah pak’ Pak 8 : Oh ngono ya mar ‘oh begitu ya mar’ Marni : iya pak Pada kalimat 1 di atas menggunakan campur kode dimana kau ‘kamu’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 2 di atas mengungkapkan bahwa terjadi campur kode dimana teko ‘datang’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 3 di atas yang menggunakan campur kode dimana ngopo ‘ngapain’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 4 di atas terjadi campur kode pada kalimat tersebut dimana ne Rudi orong di bayarke ‘nya Rudi belum di bayarnya’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 5 di atas yang menggunakan campur kode dimana orong di bayarke ‘belum di bayarkan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 6 di atas terjadi campur kode dimana orong di bayarke ‘belum di bayarkan’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 6 di atas. Dari Kalimat 7 di atas menggunakan campur kode dimana kiro e rudi ‘kiranya Rudi’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 8 di atas menggunakan campur kode dimana ngono ‘begitu’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 1,2,3,4,5,6,7, dan 8 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut. Data 9 Konteks : kumpulan ibu-ibu yang sedang menceritakan tentang anak tetangga. Ibu Rika 1 : anaknya si anu kok gak sekolah-sekolah ya bu? ‘anaknya si ibu itu kok tidak sekolah-sekolah ya bu’? Ibu Rima 2 : ya aku kerungu katanya sudah berhenti. ‘ya saya dengar katanya sudah berhenti’. Ibu Rika 3 : iya tapikan sayang tenan uwes kelas 3 kok berhenti ‘iya tapikan sayang sekali sudah kelas 3 kenapa berhenti’ Ibu Rima 4 : iya katanya wong tua ne sudah gak sanggup menyekolahkan anaknya. ‘iya katanya orang tuanya sudah tidak sanggup menyekolahkan anaknya’. Ibu Rika 5 : jadi anak e iku nang omah sajalah buk ‘jadi anaknya itu di rumah sajalah bu’ Ibu Rima : iya bu. Dari Kalimat 1 di atas menggunakan campur kode sebab si anu kok gak ‘si ibu itu kok tidak’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 2 di atas terjadi campur kode dimana aku kerungu ‘saya dengar’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 2 di atas. Dari Kalimat 3 di atas menggunakan campur kode dimana tenan uwes ‘sekali sudah’ yang berasl dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 4 di atas menggunakan campur kode dimana wong tua ne ‘orang tuanya’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 5 di atas terjadi campur kode dimana anak e iku nang omah ‘anaknya itu di rumah’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat 5 di atas. Pada kalimat 1,2,3,4, dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam tiap-tiap kalimat itu memasukkan unsur bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode. Data 10 Konteks : suami dan istri saling berbicara. Suami 1 : bu entar siang kita pergi ya bu ‘bu nanti siang kita pergi ya bu’ Istri 2 : emang mau kemana pak? ‘memang mau kemana pak’? Suami 3 : iya pergi kondangan ke tempat temen ‘iya pergi pesta tempat temen’ Istri 4 : temen leng endi pak? ‘temen yang mana pak?’ Suami 5 : itu bu konco SMA bapak dulu ‘itu bu temen SMA bapak dulu’ Istri : oh ya sudah pak. Dari kalimat 1 di atas terjadi campur kode dimana entar siang ‘nanti siang’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 2 di atas yang menggunakan campur kode dimana emang ‘memang’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Dari kalimat 3 di atas terjadi campur kode yang mana kondangan ‘pesta’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 4 di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan leng endi ‘yang mana’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Dari kalimat 5 di atas terjadi campur kode dimana konco ‘teman’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 1,2,3,4, dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam tiap-tiap kalimat tersebut menyisipkan bahasa Jawa ke dalam kalimat bahasa Indonesia.

4.1.2 Bentuk Campur Kode penyisipan berupa Frase

Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa Ramlan, 1995:151. Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase pada tuturan penjual dan pembeli dipasar desa Tanjung Langkat, dapat dilihat pada peristiwa tuturan dibawah ini: Data I Berikut peristiwa campur kode antara penjual dan pembeli yang berbentuk frase yang telah peneliti temukan pada pasar di desa Tanjung Langkat. Konteks : Peristiwa Tuturan dalam Transaksi Jual Beli Celana pendek oleh Penjual dan Pembeli Pembeli : Buk yang ini berapa? Penjual : Dua puluh ribu Pembeli 1 : larang tenan, Bu ini. ‘mahal sekali, Bu ini’ Penjual 2 : Itu kainnya leng alus, bu. ‘Itu kainnya yang halus, bu’ Pembeli 3 : ya sudah buk jadi pase piro? ‘ya sudah jadi pasnya berapa?’ Penjual 4 : .ya pasnya sakmono buk ‘Ya pasnya segitu bu’ Pembeli 5 : biar jekok loro aku bu. ‘biar ngambil dua aku bu’ Penjual : Oh ya sudah kalau gitu bu. Data 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat 2 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase leng alus ‘yang halus’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 2 bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode 2 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat tersebut terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Pada kalimat 3 di atas terjadinya campur kode dalam bentuk frase pase piro ‘tepatnya berapa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode ini disebut dengan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat data 3 tersebut penyisipan yang digunakan bahasa Jawa dan menyatu dengan kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 4 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase sakmono buk ‘segitu bu’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat 5 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase jekok loro ‘ambil dua’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Jadi pada kalimat 1,2,3,4, dan 5 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase. Data 2 Konteks : peristiwa tuturan dalam jual beli bunga mawar Pembeli 1 : Berapa satu pot kembang mawar bu? ‘Berapa satu pot bunga mawar bu? ’ Penjual : Oh satu pot tiga puluh ribu bu Pembeli 2 : Larang tenan kalau dua puluh ribu gak dapat bu ‘Mahal sekali kalau dua puluh ribu gak dapat bu’ Penjual 3 : Ora iso modalnya pun tidak segitu bu ‘tidak bisa modalnya pun tidak segitu bu’ Pembeli : Iya kenapa bu biar jadi Penjual 4 : Ya sudah gawe penglaris ‘ya sudah buat pelarisan’ Pada kalimat 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Ora iso ‘tidak bisa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 1 di atas. Jenis campur kode 1 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Dalam kalimat 2 di atas terdapat campur kode dalam bentuk frase Larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode di atas menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga terjadi campur kode pada kalimat 2 bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 3 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Ora iso ‘tidak bisa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 2 bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode 3 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Dalam kalimat 4 di atas terdapat campur kode dalam bentu frase Larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode di atas menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga terjadi campur kode pada kalimat 4 bahasa Indonesia di atas. Jadi pada kalimat 1,2,3, dan 4 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase. Data 3 Konteks : Peristiwa tutur masyarakat yang saling menyapa P1 : Dari mana Yan? P2 1 : Teko belonjo di pasar tadi pak ‘dari belanja di pasar tadi pak’ P1 2 : Isuk tenan kau belanjanya? ‘pagi kali kau belanjanya?’ P2 3 : Iya takut rame tenan kalau nanti pak ‘Iya takut ramai sekali kalau nanti pak’ P1 : Oh iya memeng Yan. Data 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Teko belonjo ‘dari belanja’yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Data 2 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Isuk tenan ‘pagi sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code- mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat 3 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 3 di atas. Jenis campur kode 3 di atas adalah campur kode ke dalam inner code- mixing, sebab dalam kalimat terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Jadi pada kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase. Data 4 Konteks : Tuturan antara Ibu-ibu yang sedang duduk-duduk di depan rumah Ibu 1 1 : Ibu-ibu tahu tidak kalau wingi bengi ada yang ke malingan bu ‘Ibu-ibu tahu tidak kalau kemarin malam ada yang ke malingan bu’ Ibu 2 2 : omah sopo yang ke maliangan bu? ‘rumah siapa yang ke malingan bu?’ Ibu 1 : Itu rumahnya Bu Sari Ibu 2 3 : Bu Sari yang wes rondo itu kan? ‘Bu Sari yang sudah janda itu kan?’ Ibu 1 4 : Iya buk tapi dia sendiri pun rondo koyo jadi panteslah kalau incar maling Ibu 2 : Iya tapi kan kasian juga buk kalau gitu bu Pada Kalimat 1 di atas terdapat campur kode dalam bentuk frase dimana wingi bengi ‘kemarin malam’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Pada Kalimat 2 di atas merupakan campur kode dalam bentuk frase omah sopo ‘rumah siapa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Pada Kalimat 3 di atas merupakan campur kode dalam bentuk frase wes rondo ‘sudah janda’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Data 4 di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase rondo koyo ‘janda kaya’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa daerah yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1,2,3, dan 4 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase.

4.1.3 Bentuk Campur Kode Penyisipan berupa Klausa

Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari Subjek dan Predikat baik disertai Objek, Pelengkap, dan Keterangan ataupun tidak Ramlan, 1995:89. Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berbetuk klausa pada tuturan tersebut. Data I Konteks : Tuturan antara ibu dan anak yang sedang asik merawat taman agar bisa menjadi taman yang indah. Ibu : Yan ayok kita bersihin taman? Anak : Iya buk. Ibu 1 : sekarang ibuk dan koe arek nandor kembang di taman kita ini agar terlihat cantik ya rik ‘sekarang Ibu dan kamu mau menanam bunga di taman kita ini agar terlihat indah ya rik’ Anak 2 : Iya buk, aku bantonin ibuk nandor kembang biar tamannya menjadi indah ‘Iya buk, saya membantu ibu menanam bunga biar taman menjadi indah’. Pada Kalimat 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk klausa ibuk dan koe arek nandor kembang ‘Ibu dan kamu mau menanam bunga’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode data 1 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena adanya bahasa daerah yaitu bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Pada Kalimat 2 di atas terjadi campur kode dalam bentuk klausa aku bantonin ibuk nandor kembang ‘saya membantu ibu menanam bunga’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat 2 di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab kalimat di atas mengunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kaliamat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1, dan 2 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk klausa. Data 2 Konteks : tuturan antar tetangga mengenai pertandingan Ibu : Besok ada pertandingan bola Riki : dimana bu? Ibu 1 : di lapangan ki, kue gak arek ekot pertandingan besok? ‘Di lapangan ki, kamu tidak mau ikut perandingan besok?’ Riki : mau bu tapi saya mau pergi ke sawah Ibu : apa sudah mau panen padinya yang di sawah? Riki 2 : iya jadi aku ora iso ekot tandeng besok bu ‘Iya jadi saya tidak bisa ikut tandeng besok bu’ Ibu : Oh ya sudah kalau begitu. Pada Kalimat 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk klausa kue gak arek ekot ‘kamu tidak mau ikut’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia 1 di atas. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab kalimat di atas mengunakan bahasa bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kaliamat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode dalam bentuk klausa. Dari kalimat 3 di atas menggunakan campur kode dalam bentuk klausa aku ora iso ekot tandeng ‘saya tidak bisa ikut tandeng’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode data 3 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1,2 dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk klausa. Data 3 Konteks : Saling tegur sapa antar warga Ratna : Lagi santai ya pak Pak Sugeng1 : Iya Bapak nak sore santai sambel ngeteh iki, karena baru pulang dari ladang ‘Iya Bapak kalau sore santai sambil minum teh ini, karena baru pulang dari ladang’ Ratna : Oh begitu ya pak. Pak Sugeng2 : Lah, jadi koe dewe teko endi wes sore baru muleh? sebab sejak tadi Ibumu mencari kamu Rat ‘lah, jadi kamu sendiri dari mana sudah sore baru pulang? Sebab sejak tadi Ibumu mencari kamu Rat ’ Ratna : Iya pak baru dari tempat kawan. Dari Kalimat 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk klausa aku nak sore santai sambel ngeteh iki ‘Bapak kalau sore santai sambil minum teh ini’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena adanya bahasa bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Dari kalimat 2 di atas menggunakan campur kode dalam bentuk klausa koe dewe teko endi wes sore baru muleh? ‘kamu sendiri dari mana sudah sore baru pulang?’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode data 2 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, karena adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1,2 dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk klausa.

4.1.4 Bentuk Campur Kode Penyisipan berupa Pengulangan Kata

Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ulang pada tuturan antara Ibu yang sedang bertannya kepada ria Data I Konteks : Peristiwa tutur pada ibu yang bertannya tentang anaknya kepada Ria anak tetangganya Ibu 1 : Ria kau nampak kemana bocah-bocah ibu pergi? ‘Ria kau lihat kemana anak-anak ibu pergi’ Ria 2 : mungkin sudah pergi maen-maen bu ‘mungkin sudah pergi main-main bu’ Ibu 3 : Iya mungkin lah bandel-bandel sekali orang itu ‘iya mungkinlah nakal-nakal sekali orang itu’ Ria : Ya jenenge juga bocah-bocah bu ‘Ya namanya juga anak-anak bu’ Ibu : Em ya sudah ya Ria makasih Pada kalimat 1 di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata bocah-bocah ‘anak-anak’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat di atas lalu menyatu dengan kalimat yang disisipinya. Campur kode data 1 adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab kalimat di atas mengunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kaliamat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Data 2 di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dimana maen-maen ‘main-main’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. campur kode data 2 adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa bercampur dengan kalimat bahasa Indonesia sehingga di kalimat 2 terdapat campur kode pengulangan kata. Data 3 di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata sebab bandel-bandel ‘nakal-nakal’ menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode ini adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat adanya bahasa daerah Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk pengulangan kata. Data 2 Konteks : pak tarjo yang bertannya dengan anak tetangganya Pak Tarjo 1 : Dari mana kamu Rin kok mondar-mandir dari tadi? ‘dari mana kamu rin kok bolak-balik dari tadi’ Rini : iya pak lagi ambil barang yang ketinggalan di rumah Pak Tarjo : oh bapak kira ngapain Data 1 di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dimana mondar-mandir ‘bolak-balik’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat di atas. Pada kalimat 1 di atas merupakan campur kode data 1 adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Data 3 Konteks : seorang ibu yang bertanya pada anaknya Ibu 1 : mau kemana Di kok cepet-cepet sekali? ‘mau kemana Di kok buru-buru sekali’ Andi 2 : mau maen-maen buk di depan ‘mau main-main buk di depan’ Ibu 3 : memang sama siapa pergi dolan-dolan nya Andi? ‘memang sama siapa pergi main-mainnya Andi’ Andi 4 : sama kawan-kawan sekolah bu ‘sama teman-teman sekolah bu’ Ibu 5 : oh ya sudah kalau begitu ati-ati di jalan ya ‘oh ya sudah kalau begitu hati-hati di jalan ya’ Andi : iya bu Dalam kalimat 1 di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata cepet-cepet ‘buu-burur’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab campur kode yang dugunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Dalam kalimat 2 di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata maen-maen ‘main-main’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab kalimat di atas mengunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kaliamat bahasa Indonesia. Dalam kalimat 3 di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dolan-dolan ‘main-main’ berasal dari bahasa daerah menyisip pada kalimat ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode ini adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Dalam kalimat 4 di atas telah menggunakan campur kode dalam bentuk pangulangan kata dimana kawan-kawan ‘teman-teman’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Dari data 5 di atas terdapat campur kode dalam bentuk pangulangan kata ati-ati ‘hati-hati’ berasal dari bahasa daerah menyisip pada kalimat ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode ini adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Jadi pada kalimat 1,2,3,4 dan 5 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk pengulangan kata. Data 4 Konteks : seorang warga yang saling bertegur sapa Ibu1 1 : Dari mana buk kok mondar-mandir aja bu? ‘dari mana bu kok bolak-balik saja bu?’ Ibu2 2 : iya buk dari tadi sudah keleleng-keleleng saya bu ‘ iya bu dari tadi sidah keliling-keling saya bu’ Ibu1 3 : memang golek-golek siapa? ‘memang cari-cari siapa?’ Ibu2 4 : ini mencari bocah-bocah kok tidak ada di rumah ‘ini mencari anak-anak kok tidak ada di rumah’ Ibu1 5 : apa mungkin dolan-dolan di bukit sana bu ‘apa mungkit main-main di bukit sana bu’ Ibu2 6 : buket-buket mana bu? ‘bukit-bukit mana bu’ Ibu1 7 : itu dalan-dalan bukit di sebelah sana bu ‘itu jalan-jalan bukit di sebelah sana bu’ Ibu2 : oh iya ya bu kalau begitu makasih ya bu Ibu1 8 : iya sami-sami ‘iya sama-sama’ Pada Kalimat 1 di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata mondar-mandir ‘bolak-balik’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode 1 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat tersebut terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Dari data 2 di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata keleleng-keleleng ‘keliling-keliling’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Dalam kalimat 3 di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata golek-golek ‘cari-cari’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode ini adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia. Dalam kalimat 4 di atas terjadi campur kode dalam bentuk pangulangan kata dimana bocah-bocah ‘anak-anak’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode data 4 adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Dalam kalimat 5 di atas terjadi campur kode ke dalam bentuk pangulangan kata dolan-dolan ‘main-main’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode data 5 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat tersebut terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Dalam kalimat 6 di atas telah terjadi campur kode dalam bentuk pangulangan kata dimana buket-buket ‘bukit-bukit’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Dalam kalimat 7 di atas terjadi campur kode ke dalam pengulangan kata dalan-dalan ‘jalan-jalan’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode data 7 di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kalimat tersebut terdapat bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh. Di lihat data 8 di atas tejadi campur kode dalam bentuk pangulangan kata dimana sami-sami ‘sama-sama’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode data 8 di atas adalah jenis campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut. Jadi pada kalimat 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk pengulangan kata.

4.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode dalam Peristiwa Tuturan antara masyarakat

Dalam menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada peristiwa tuturan antar masyarakat di desa Tanjung Langkat baik itu dalam transaksi jual dan beli, bertutur sapa, sampai bercerita antar masyarakat, penelitian ini menggunakan konsep tutur. Penutur dalam transaksi jual beli barang, dalam melakukan campur kode dari kode yang satu ke kode yang lain, pastilah memiliki maksud dan sebab-sebab tertentu. Maksud dan sebab-sebab tersebut adalah: a. Ingin Menjelaskan SesuatuMaksud Tertentu Keinginan untuk menjelaskan suatu maksud tertentu, karena campur kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain. Kadang-kadang untuk dapat memberikan penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur. Demikian halnya untuk mempermudah penafsiran suatu bahasa maka digunakan juga bahasa yang lain. Berikut adalah peristiwa tutur yang mengandung campur kode untuk menjelaskan suatu maksud. Data 1 Sumi : kenapa Ibu kok kelihatannya tidak bersemangat bu? Ibu1 : iya Sum Ibu tu nelongso sekali Ibu Sum. ‘iya sum Ibu itu lagi sedih dan susah sekali Ibu Sum’ Pada kalimat 1 di atas terjadi campur kode dengan tujuan untuk menjelaskan maksud tertentu dimana nelongso ‘sedih dan susah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip kedalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada contoh kalimat 1 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu, karena campur kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur. Data 2 Rina : kenapa dengan anak itu itu buk? Ibu Rima1 : anak itu duwor ati jadi banyak tidak suka Rin. ‘anak itu tinggi hati maksudnya orang yang sombong, bangga, dan megah jadi banyak orang yang tidak suka’ Pada kalimat 1 di atas terjadi campur kode untuk menjelaskan maksud tertentu dimana duwor ati ‘tinggi hati maksudnya orang yang sombong, bangga, dan megah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip kedalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada contoh kalimat 1 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu, karena campur kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur. Data 3 Susi : kenapa dipukul anaknya bu? Ibu nina1 : iya ini dablek sekali dia Si. ‘iya ini susah di bilangin dan bandal sekali dia Si’ Pada kalimat 1 di atas terjadi campur kode untuk menjelaskan maksud tertentu dimana dablek ‘susah di bilangin dan bandal’ berasal dari bahasa Jawa menyisip kedalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada contoh kalimat 1 di atas menggunakan campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu, karena campur kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur. b. Identifikasi ragam bahasa Identifikasi ragam bahasa ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menepatkan dia di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampurkan kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal, maka penutur menggunakan bahasa lain saat bertutur. Dan biasanya juga disebabkan karena adanya penutur langsung mencampur kode bahasanya. Berikut adalah peristiwa tutur yang mengandung campur kode karena situasi. Konteks : tuturan antara bapak-bapak yang sedang berdiri di pinggir jalan lalu adanya orang ketiga datang dengan mengganti bahasa yang telah di gunakan pada bapak-bapak sebelumnya P1 1 : Kemarin kita intuk kartu untuk buat KTP ya pak ‘kemarin kita dapat kartu untuk buat KTP ya pak’ P2 2 : Iya pak saya juga uwes entok kartunya ‘iya pak saya juga sudah dapat kartunya’ P1 3 : Jadi kapan kita gawe KTPnya pak? ‘jadi kapan kita buat KTPnya pak’ P2 4 : Itu kan wes eneng tanggalnya di kartunya pak ‘itu kan sudah ada tanggalnya di kartunya pak’ P3 5 : Lo pak aku kok orong intok kartunya ya pak? ‘lo pak saya kenapa belum dapet ya kartunya pak ?’ P1 6 : ya mungkin mengko dikei ‘ya mungkin nanti dikasih’ P2 7 : iya bu orong kabeh dapat kok ‘iya bu belum semua dapat kok’ P3 8 : oh iyo yo pak. ‘oh iya ya pak’ Pada Kalimat 1 di atas menggunakan campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana intuk ‘dapat’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada Kalimat 2 di atas mengungkapkan bahwa terjadi campur kode dimana uwes entok ‘sudah dapat’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia di atas untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal. Pada Kalimat 3 di atas yang menggunakan campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana gawe ‘buat’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada Kalimat 4 di atas terjadi campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana kata wes eneng ‘sudah ada’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia dan menjadi satu kalimat yang utuh. Pada Kalimat 5 di atas yang menggunakan campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana kok orong intok ‘kenapa belum dapat’ berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada Kalimat 6 di atas terjadi campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana mengko dikei ‘nanti dikasih’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 7 di atas terjadi campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana orong kabeh ‘belum semua’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 8 di atas menggunakan campur kode untuk melakukan ragam bahasa di dalam hierarkhi setatus sosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tidak terlalu formal dimana iyo yo ‘iya ya’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 di atas telah terjadi campur kode pada kalimat-kalimat di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia dan untuk melakukan campur kode yang akan menepatkan dia di dalam hierarki setatussosial dan keinginan penutur dalam mencampur kode terhadap mitra tutur agar tudak terlalu formal. C. Ingin Menjalin Keakraban Untuk menjalin keakraban, karena untuk menjalin keakraban pada orang lain sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain, maka penutur penjual sesekali mencampur kode bahasanya dengan bahasa lain, agar tidak menimbulkan sikap kekeluargaan, sehingga apa yang diinginkan oleh penjual dapat terwujud. Seperti pada peristiwa tutur yang menjalin keakraban dibawah ini. Konteks : Peristiwa Tuturan oleh Penjual kepada Pembeli dalam Transaksi Jual Beli Kaset Pembeli 1 : lapan ribu gak boleh, Pak? ‘delapan ribu tidak boleh, pak’? Penjual : tidak boleh. Pembeli 2 : Pase piro biar jadi? ‘pasnya berapa biar jadi’? Penjual 3 : Pase sepuluh ribu ora nopo-nopo, buat penglaris. ‘panya sepuluh ribu tidak kenapa-kenapa, buat laris’ Dari kalimat 1 di atas terjadi campur kode untuk menjalin keakraban dimana lapan ribu ‘delapan ribu’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Dari kalimat 2 di atas merupakan campur kode untuk menjalin keakraban yang terjadi dimana Pase piro ‘pasnya berapa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip dengan kalimat bahasa Indonesia di atas. Dari kalimat 3 di atas yang merupakan campur kode untuk menjalin keakraban dari Pase ‘pasnya’ ora nopo-nopo ‘tidak apa-apa’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dengan kalimat bahasa Indonesia tersebut . Dari data 4 di atas mengunakan campur kode kode untuk menjalin keakraban dimana wong pase ‘kan pas’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Pada kalimat 1,2,3, dan 4 di atas telah terjadi campur kode pada kalimat- kalimat di atas adalah campur kode ke dalam inner code-mixing, sebab dalam kaimat tersebut meggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut untuk menjalin keakraban pada orang lain sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan