BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih multilingual, yaitu bahasa Indonesia BI sebagai bahasa
nasional dan bahasa daerah BD sebagai bahasa ibu. BI digunakan untuk berkomunikasi dengan penutur etnik lain seperti di kantor, di pasar, di sekolah, di
tempat-tempat umum lainnya dan bahasa daerah digunakan ketika berkomunikasi dengan penutur sesama etnik.
Seseorang yang terlibat dengan penggunaan dua bahasa, dan juga terlibat dengan dua budaya, seorang dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari akibat-
akibat penggunaan dua bahasa itu. Salah satu akibat dari kedwibahasawan adalah adanya tumpang tindih antara kedua sistem bahasa yang dipakainya atau
digunakannya unsur-unsur dari bahasa yang satu pada penggunaan bahasa yang lain. Peristiwa kontak bahasa masyarakat bilingual seringkali terdapat peristiwa-
peristiwa kebahasaan yang merupakan objek kajian sosiolinguistik, yaitu campur kode code-mixing. Campur kode terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi unsur bahasa lainnya, Permasalahan dalam campur kode bahasa ini memang semakin kelihatan,
di mana semakin berkembangnya zaman dan semakin rendahnya keingintahuan masyarakat terhadap bahasa daerah yang asli.
Campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu
hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi sebagai sebuah kode. Seorang penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan
serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan
kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa. Campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa
lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa. Yang termasuk di dalamnya adalah pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Ada
juga pendapat lain yang menyatakan bahwa campur kode adalah peristiwa pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang
satu ke bahasa yang lain dalam suatu tuturan. Misalnya seseorang sedang bercakap-cakap dengan bahasa Indonesia, namun bahasa Indonesia yang
digunakannya dicampur dengan bahasa jawa atau bahasa lain. Peristiwa campur kode lebih menekankan pada suasana yang santai atau informal. Nababan,
1986:7 Campur kode dapat terjadi karena perbedaan karakteristik penutur yang
terikat konteks. Dalam sebuah tuturan, setiap penutur mempunyai latar belakang pengetahuan background knowledge yang berbeda. Biasanya campur kode
terjadi karena keterbatasan bahasa yang dimiliki penutur sehingga penutur menggabungkan bahasa yang digunakannya dengan bahasa lain yang mudah
dipahami.
Kajian mengenai bahasa menjadi kajian yang tak pernah habis untuk di bicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa
adalah alat komunikasi manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain. Hubungan antara bahasa dengan sistem sosial dan sistem
komunikasi sangat erat. Sebagai sistem sosial pemakaian bahasa dipengaruhi fakto-faktor sosial seperti: usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, dan profesi.
Sedangkan sebagai sistem komunikasi, pemakaian bahasa dipengaruhi faktor situasional meliputi siapa yang berbicara dengan siapa, tentang apa, dalam situasi
bagaimana dengan tujuan apa, jalur apa, dan ragam yang bagaimana. Nababan, 1986:7
Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa dapat dapat dikaji secara internal maupun eksternal. Kajian secara internal
artinya, pengkajian itu dilakukan hanya tehadap struktur intern bahasa itu saja, seperti stuktur fonologinya, struktur morfologinya, dan struktur sintaksisnya.
Kajian secara internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa. Kajian internal ini dilakukan
dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin linguistik saja. Sedangkan kajian secara eksternal merupakan kajian bahasa yang
dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian bahasa itu oleh para penuturnya di dalam kelompok-
kelompok sosial kemasyarakatan. Pengkajian secara eksternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah yang berkaitan dengan kegunaan dan
penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan manusia di masyarakat seperti yang diungkapkan Chaer 1995:1.
Seorang penutur yang menyampaikan perasaan dan pikiran lewat tuturannya terlebih dahulu telah menyeleksi bentuk-bentuk kata yang akan
disampaikannya kepada lawan tuturnya. Hal ini dilakukan secara sadar dan tidak sadar. Sadar artinya seorang penutur dengan sengaja memilih bentuk kata tertentu
karena mempunyai maksud-maksud tertentu. Membicarakan suatu bahasa yang tak terlepas membicarakan katagori kebahasaan yaitu variasi bahasa. Bahasa
adalah suatu kebulatan yang terdiri atas beberapa unsur yang disebut varian. Tiap- tiap varian bahasa inilah yang disebut kode. Kode merupakan bagian dari bahasa.
Hal ini menunjukkan semacam adanya hierarki kebhasaan yang dimulai dari bahasa sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas
varian-varian dan ragam-ragam. Bahsa dan kode mempunyai hubungan timbal- balik, artinya bahasa adalah kode dapat saja berupa bahasa. Weinrich dalam
Chaer dan Leoni Agustina, 1995:87 Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat
adanya kontak bahasa itu adalah apa yang ada di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme. Dalam masyarakat bilingual, sering terjadi peristiwa alih kode dan
campur kode. Alih kode yaitu beralihnya penggunaan suatu kode bahasa atau ragam bahasa lain. Sedangkan campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau
lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain secara konsisten.
Campur kode sering dilakukan masyarakat Indonesia dalam bentuk lisan maupun tulisan. Campur kode terjadi karena identifikasi peranan sosial, registral
dan edukasional. Identipikasi ragam ditentukan oleh bahasa yang dipakai oleh penutur yang dianggap akan yang menempatkannya dalam situasi sosial tertentu.
Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan akan memperlihatkan sikap dan hubungan penutur dengan orang lain atau sebaliknya.
Bentuk tuturan pada bahasa sehari-hari di daerah Tanjung Langkat sanagatlah beragam di dalam proses komunikasi yang sebenarnya. Setiap masyarakan tidak
pernah setia dengan satu ragam atau dialek tertentu. Beragam dialek tentunya akan ditemui pada masyarakat yang sedang berbica pada lawan bicaranya agar
dapat dipahami oleh lawan bicaranya namun dalam pembicaraan atau tuturan tersebut terjadi campur kode di dalamnya pada saat tuturan itu berlangsung tapi
hal itu wajar terjadi karena lawan bicaranya pun berbeda etnis kebudayaan. Masyarakat tutur menggunakan bahasa yang hidup dimasyarakat dan terkait oleh
peraturan yang berbeda-beda yang ada dimasyarakat, namun tetap dapat saling memahami, sehingga masyarakat tutur dan keadaan pribadinya yang berbeda-beda
tersebut yang memungkinkan munculnya beragam tuturan. Sebagai masyarakat dwibahasa dan multibahasa, masyarakat tutur di desa Tanjung Langkat tentunya
juga memiliki bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi antara masyarakat yang satu dan yang lain.
Sebagian besar dari mereka menguasai bahasanya masing-masing yaitu antara bahasa Jawa dan bahasa Karo. Karena bahasa tersebut merupakan bahasa
yang pertama kali dikuasai bahasa ibu. Bahasa Indonesia yang dipakai oleh
masyarakat untuk berkomunikasi merupakan bentuk-bentuk tuturan untuk menghormati lawan tuturnya, karena dilihat dari status sosial atau dari segi
penampilan. Sebagai masyarakat tutur, masyarakat pendatang dengan masyarakat tetap
yang ada di desa tanjung langkat memiliki karakteristik kebahasaan yang menarik untuk dikaji. Desa tanjung langkat seringkali dikunjungi oleh pendatang dari
daerah lain yang menghasilkan bentuk-bentuk tuturan. Di dalam proses komunikasi yang sebenarnya setiap penutur tidak pernah setia pada satu ragam
bahasa atau dialek tertentu saja. Ragam bahasa pada satu dialek kedialek sering disebut dengan dialek switching atau kode switching alihkode.
1.2 Rumusan Masalah