a. Teori mandat.
Menurut teori ini, wakil dianggap duduk dalam lembaga perwakilan karena mandate dari rakyat sehingg disebut mandataris. Ajaran ini muncul di Perancis pada
masa revolusi dan dipelopori oleh Jean Jaques Rosseau dan diperkuat oleh Petion.
22
Sesuai dengan perkembangan jaman, maka teori mandat inipun menyesuaikan diri dengan kebutuhan jaman. Pertama kali lahir, teori mandat ini disebut sebagai :
b. Mandat Imperatif.
Menurut ajaran mandat imperatif ini, wakil dalam bertindak di lembagan perwakilan sesuai dengan ninstruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Wakil
tidak boleh bertindak di luar instruksi tersebut dan apabila ada hal-hal baru yang tidak terdapat dalam instruksi tersebut, maka wakil harus mendapat instruksi baru.
Kalau setiap kali ada masalah baru, ini berarti menghambat tugas perwakilana tersebut, maka lahirlah teori mandat baru.
c. Mandat Bebas.
Teori ini dipelopori antara lain oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone di Inggris. Teori berpendapat bahwa wakil dapat bertindak tanpa tergantung dari
instruksi yang diwakilinya. Menurut teori ini, wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya,
sehingga wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya atau atas namam rakyat. Teori ini kemudian berkembang lagi.
d. Mandat Representative.
Dalam teori ini wakil dianggap bergabung dalam suatu lembaga perwakilan parlemen . Rakyat memilih dan memberikan mandate kepada lembaga perwakilan,
22. Bintan R. Saragih, Op.Cit., hlm. 82.
25
sehingga wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihnya, apalagi pertanggungjawabannya, lembaga perwakilan inilah yang bertanggung jawab kepada
yang diwakili rakyat. Disamping teori mandat seperti tersebut di atas, mengenai hubungan antara
wakil dengan yang diwakilinya dibagi menjadi 4empat tipe hubungan, seperti yang dikemukakan oleh Gilbert Abcarian
23
, yaitu : a. Wakil bertindak sebagai “wali” trustee, Disini wakil bebas bertindak atau
mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya;
b. Wakil bertindak sebagai “utusan” delegate. Disini wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, dan wakil harus selalu mengikuti instruksi dan
petunjuk dari yang diwakilinya dalam melaksanakan tugasnya; c. Wakil bertindak sebagai “politico”. Disini wakil kadang-kadang bertindak sebagai
wali trustee dan adakalanya bertindak sebagai utusan delegate. Tindakannya tergantung dari issue materi yang dibahas;
d. Wakil bertindak sebagai “partisan”. Disini wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partai organisasi si wakil.. Setelah wakil dipilih oleh
pemilihnya yang diwakilinya maka lepaslah hubungannya dengan pemilihan tersebut, dan mulailah hubungan dengan partai organisasi yang mencalonkannya
dalam pemilihan tersebut. Sedang kan A. Hoogerwer
24
, membagi hubungan antara wakil dengan yang diwakilinya menjadi 5 lima model, yaitu :
23. Gilberrt Abcarian and George S. Massanat,Contemporary Political System,Charter Scribner’s and Son, New York, 1970, hlm. 177-178.
26
a. Model delegate utusan. Disini wakil bertindak sebagai yang diperintah seorang kuasa usaha yang harus menjalankan perintah dari yang diwakilinya;
b. Model trustee wali. Disini wakil bertindak sebagai orang yang diberi kuasa, yang memperoleh kuasa penuh dari yanag diwakilinya, jadi wakil dapat bertindak
berdasarkan pendiriannya sendiri; c. Model politicos. Disini wakil kadang-kadang bertindak sebagai delegasi dan
kadang-kadang bertindak sebagai kuasa penuh; d. Model Kesatuan. Disini anggota parlemen dilihat sebagai wakil dari seluruh rakyat;
e. Model Diversifikasi penggolongan. Disini anggota parlemen dilihat sebagai wakil dari kelompok territorial, sosial atau politik tertentu.
III.3 Teori Pemisahan Kekuasaan.
Masalah pembatasan kekuasaan limitation of power berkaitan erat dengan pemisahan kekuasaan sparation of power. Pada umumnya doktrin pemisahan
kekuasaan berasal dari tulisan John Locke yang berjudul “Second Treaties of Civil Government 1690 yang berpendapat bahwa kekuasaann untuk menetapkan aturan
hukum tidak boleh dipegang sendiri oleh mereka yang menerapkannya, yang menurut John Locke
25
memisahkan kekuasaan itu mejadi 3 tiga cabang kekuasaan, yaitu : 1. Kekuasaan membentuk undang-undang legislatif.
2. Kekuasaan melaksanakan undang-undang eksekutif, yang didalamnya meliputi kekuasaan melaksanakan atau mempertahankan undang-undang.
24. Hoogerwer,Politologi terjemahan, Erlangga, Surabaya, 1985, hlm. 200-201. 25 Mulyosudarmo, seperti yang dikutip oleh Abdul Latif,Fungsi Mahkamah Konstitusi Dalam Upaya
Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi,Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007, hl. 32.
27
3. Kekuasaan federatif, adalah kekuasaan yang meliputi semua kekuasaan yang tidak termasuk dalam kekuasaan eksekutif dan legislatif, yang meliputi hubungan luar
negeri. Kemudian oleh Baron de Montesquieu seorang Perancis yang menulis
berdasarkan hasil penelitiannya terhadap sistem mkonstitusi Inggris, pemikiran John Locke itu diteruskannya dengan mengembangkan konsep Trias Politica yang
membagi kekuasaan negara dalam 3 tiga cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekitif dan judikatif
26
. Pandangan Montesquieu inilah yang kemudian dijadikan rujukan doktrin pemisahan kekuasaan sparation of power di jaman sesudahnya.
Tujuan dari pemisahan kekuasaan ini tidak lain adalah untuk membatasi kekuasaan agar tidak sewenang-wenang dan berujung pada kekuasaan yang korup
bahkan tirani.. Hal ini ditegaskan oleh Montesquieu dalam bukunya Esprit des Lois yang diterbitkan tahun 1748, yaitu : “bahwa ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif
disatukan pada orang atau badan yang sama, maka tidak akan ada lagi kebebasan, sebab terdapat bahaya bahwa Raja atau badan legislatif yang sama akan
memberlakukan undang-undang tirani dan melaksanakannya dengan cara yang tiran..
27
. Pendapat Montesquieu ini didukung oleh Black Stone dalam karyanya yang berjudul Commentaries on the Laws of England pada tahun 1765 yang menyatakan
bahwa “apabila hak untuk membuat dan melaksanakan undang-undang diberikan pada orang atau badan yang sama, maka tidak akan ada lagi kebebasan publik”
28
26. Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negar jilid II,, Op.Cit,hlm. 15 27. C.F. Strong,Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Kajian tentang Sejarah Bentuk-Bentuk konstitusi
Dunia,, Nuansa dan Nusa Dunia, Bandung, Juli 2004, hlm. 330. 28. Ibid, hlm. 331.
28
Pandangan Montesquieu yang sangat terkenal yaitu Trias Politica tiga fungsi kekuasaan negara meliputi, fungsi legislatif, fungsi eksekutif dan fungsi judical.
Dalam teorinya ini Montesquieu mendalilkan bahwa, ketiga cabang kekuasaan itu tidak boleh saling mencampuri, dan harus berdiri sendiri dan secara tegas dipisahkan.
Agar berbeda dengan pendahulunya John Locke, beliau dengan latar belakang sebagai hakim, fungsi judicial dipisahkan secara tersendiri, sedangkan fungsi federatif
dianggapnya sebagai bagian dari fungsi eksekutif.
29
Ajaran Montesquieu ini sangat berpengaruh hingga kini, namun terdapaat antithesis dari pandangan Montesquieu ini seperti yang dikemukakan oleh Hans
Kelsen, yang mentakan : “It is not possible to define boundary lines sparating these function from each other since the distruction between creation and application of
law-underlying the dualism of legislative ang eksecutive power in the broadest sense has only a relative character”.
30
Tidak mungkin menetapkan batas-batas yang memisahkan fungsi-fungsi tersebut satu sama lainnya, sejak adanya perbedaan antara
pembentukan dan penerapan hukum yang didasarkan pada dualisme kekuasaan legislatif dan eksekutif dalam arti luas dan sifatnya relatif.
Pendapat Montesquieu ini ditentang pula oleh Walter Beghot melalui karyanya yang terkenal yang berjudul The English Constitution, yang menyatakan, bahwa “
setidak-tidaknya sebagai suatu fenomena di Inggris, teori pemisahan kekuasaan akhirnya masih belum dapat dipastikan kebenarannya.
31
Di dalam perkembangannya ternyata di berbagai negara modern sekarang ini jarang yang memiksahkan teori pemisahan kekuasaan secara murni material, yang
29. Jimly Assiddiqie, Perkembangan…………,hlm. 34. 30 .Hans Kelsen, seperti yang dikutip oleh Abdul Latif, Op.Cit. hlm.33.
31. C.F. Strong,Op.Cit.,hlm.331.
29
menurut Bagir Manan
32
, hal itu selain tidak praktis, juga meniadakan sistem pengawasan dan keseimbangan antara cabang kekuasaan yang satu dengan yang lain,
serta dapat menimbulkan kesewanang-wenangan menurut atau di dalam lingkungan masing-masing cabang kekuasaan tersebut.
Bahkan menurut Jimly Assiddiqie dengan tegas mengemukakan, bahwa konsepsi Trias Politica yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi
pada dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga
fungsi kekuasaan tersebut.Kenyataan dewasa menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat
sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances.
33
Walaupun teori pemisahan kekuasaan ini banyak dikritik , namun, teori pemisahan kekuasaan ini telah banyak mempengaruhi orang Amerika pada masa
undang-undang dasarnya dirumuskan, sehingga dokumen itu dianggap yang paling banyak mencerminkan Trias Politica dalam konsep aslinya. Akan tetapi sekalipun
ketiga kekuasaan sudah dipisahkan satu sama lain sesempurna mungkin, namun para penyusun undang-undang dasar Amerika Serikat masih juga menganggap perlu untuk
menjamin bahwa masing-masing kekuasaan tidak akan melampaui batas kekuasaannya. Maka dari itu dicobalah untuk membendung kecenderungan ini
dengan mengadakan suatu sistem pengawasan dan keseimbangan checks and balances dimana setiap cabang kekuasaan dapat mengawasai dan mengimbangi
32. Bagir Manan, seperti yang dikutip oleh Abdul Latif, Op. Cit,hlm. 33. 33. Jimly Assiddiqie, Perkembangan…………., Op. Cit. hlm. 36.
30
cabang kekuasaan lain. Juga di negara-negara benua Eropa Barat seperti Jerman dan Belanda, doktrin Trias Politica memainkan peranan yang penting dan terutama telah
mempengaruhi perumusan-perumusan mengenai negara hukum klasik dari sarjana- sarjana hukum seperti Kant dan Fichte.
34
Dalam teori pemisahan kekuasaan nini dapat ditinjau dari dua pendekatan. Pendekatan pertama dari segi fungsinya, yaitu pembatasan kekuasaan agar tidak
terjadi kesewenang-wenangan. Pendekatan yang kedua, yaitu dari segi tujuannya, agar memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma tentang konsep Trias Politica atau pemisahan kekuasaan ini.
Pergeseran tersebut berkaitan pula dengan doktrin pembagian kekuasaan versus pemisahan kekuasaan. Yang dulunya dianut pembagian kekuasaan secara vertical
vertical distribution of power, sekarang dianut pemisahan kekuasaan secara horizontal horizontal sparation of power.
35
Agar tidak terjebak dalam dikotomi pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan, maka akan sangat tepat kalau mempergunakan istilah yang dipergunakan
oleh Arthur Mass mengenai division of power. Arthur Mass menggunakan istilah pembagian kekuasaan division of power yang terdiri dari capital division of power
untuk pengertian yang bersifat horizontal dan territorial division of power untuk pengertian yang bersifata vertical.
36
Sparation of power adalah istilah yang dipergunakan untuk pembagian kekuasaan yang bersifat horizontal yang oleh Arthur
Mass disebut sebagai capital division of power, yaitu pembagian antar lembaga-
34. Miriam Budiardjo, Op.Cit.,hlm284-285. 35. Jimly Assiddiqie, Perkembangan…., Op.Cit. hlm. 45-46.
36. Jimly Assiddiqie, Pengantar………., Op.Cit, hlm. 24-25
31
lembaga negara di tingkat pusat, sedangkan territorial division of power , dipergunakan untuk pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal, yaitu hubungan
antara pemerintah di tingkat pusat dengan pemerintahan di tingkat daerah.
32
BAB IV PEMBAHASAN