Revitalisasi Mekanisme Pelaksanaan Aspirasi Masyarakat Di Bidang Legislasi

walaupun veto atau penolakan itu bisa gugur apabila upper house bisa mencapai mayoritas minimum atau maksimum untuk diajukan kembali. 46 Melihat ketentuan-ketentuan tentang DPD RI tersebut di atas, jelas bahwa dalam sistem bikameral Indonesia susunan dan kedudukan antara DPR RI dan DPD RI tidak setara. Dimana untuk menentukan susunan dan kedudukan, DPD RI tidak mempunyai kekuasaan. Pasal 20 ayat 2 menyebutkan bahwa setiap rancangan undang-undang RUU dibahas oleh DPR RI dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Ini jelas bahwa tugas dan kewenangan dewan perwakilan daerah tidak setara 47

IV.2.1.2. Revitalisasi Mekanisme Pelaksanaan Aspirasi Masyarakat Di Bidang Legislasi

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa pasal 22D ayat 1 UUD 1945 memberikan hak kepada DPD RI untuk mengajukan rancangan undang-undang khusus yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolahan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR RI. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana mekanisme atau prosedur artikulasi aspirasi masyarakat dapat ditampung dan ditindak lanjuti di dalam kekuasaan legislasi DPD RI. 46 H.R daeng naja, Dewan Perwakilan Daerah-Bikameral setengah Hati, Media Pressindo, Yogyakarta, 2004, hlm. 32 47 Sirajuddin, dkk,op.cit, hlm 33 49 RUU yang diusulkan oleh DPD RI juga disusun berdasarkan prolegnas yang telah dibuat sebelumnya oleh DPR RI dan pemerintah. Usul tersebut dapat diajukan oleh Panitia Perancang Undang-Undang PPUU maupun Panitia Ad Hoc yang merupakan alat kelengkapan DPD RI. Selain kedua alat kelengkapan tersebut, usul pembentukan RUU dapat diajukan ¼ dari jumlah annggota DPD RI kepada Panitia Perancang Undang-Undang yang disertai dengan latar belakang, tujuan dan pokok-pokok pikiran serta daftar nama, nama provinsi, dan tanda tangan pengusul. 48 Salah satu tugas Panitia Perancang Undang-Undang adalah merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan usul RUU dan usul pembentukan RUU untuk satu masa keanggotaan DPD RI dan setiap tahun anggaran yang dimulai dengan menginventarisir masukan dari anggota, Panitia Ad Hoc, masyarakat dan daerah untuk ditetapkan menjadi keputusan Panitia Perancang Undang-Undang. Masukan dari masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu anggota DPD RI mendatangi masyarakat basis pemilihnya dalam hal ini di provinsi yang diwakilinya dan menerima masukan dari masyarakat umum yang datang ke DPD RI. Selanjutnya keputusan tersebut disampaikan kepada alat kelengkapan DPR RI yang khusus menangani bidang legislasi atau pemerintah melalui menteri yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang peraturan perundang- 48 Lihat Peraturan Tata Tertib DPD-RI pasal 109 50 undangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Panitia Perancang Undang- Undang dapat : 49 1. Mengadakan rapat kerja dengan DPR RI, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah propinsi kabupaten kota, DPRD propinsiKabupatenKota; 2. Mengadakan rapat dengar pendapat umum, baik atas prakarsa sendiri maupun atas permintaan pihak lain; 3. Mengadakan kunjungan kerja pada masa sidang yang hasilnya dilaporkan dalam rapat Panitia Perancang UU yang bersangkutan dan disampaikan kepada semua alat kelengkapan DPD RI. 4. Mengusulkan kepada pimpinan DPD RI mengenai hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPD RI. Yang sering dilakukan DPD RI dari ke empat item tersebut biasanya hanya melakukan dua item saja yaitu item pertama, mengadakan rapat kerja dengan DPR RI dan pemerintah baik pusat maupun daerah dan item ke empat yang berupa pengusulan kepada pimpinan DPR RI, sedangkan dua item yang lainnya jarang dilakukan yaitu mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan masyarakat dan mengadakan kunjungan kerja pada masa sidang yang hasilnya dilaporkan dalam rapat Panitia Perancang UU yang bersangkutan dan disampaikan kepada semua alat kelengkapan DPD RI. Khusus untuk mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan masyarakat memang jarang dilakukan oleh DPD RI dan rapat dengar pendapat umum inilah sebenarnya yang ditunggu oleh masyarakat untuk secara periodik 49 Ibid, pasal 55 51 harus dilakukan oleh DPD dengan cara mengundang tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM dan lain-lain 50 Dalam rapat dengar pendapat umum inilah seharusnya banyak dilakukan oleh DPD RI dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat secara luas, tentunya hal ini berkaitan juga dengan dana anggaran yang dimiliki oleh DPD RI untuk kelancaran dengar pendapat umum ini. Namun secara umum, masyarakat di tiga Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Maluku Utara, merasa bahwa DPD RI tidak atau jarang bersosialisasi langsung kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa DPD tidak pernah ada di hati masyarakat 51 Disamping masyarakat menuntut DPD mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan masyarakat dan mengadakan kunjungan kerja ke daerah-daerah, hal yang dituntut oleh masyarakat adalah diumumkannya atau dibuatkannya laporan tahunan kepada masyarakat tentang apa yanag sudah dilakukan oleh DPD RI dalam melakukan rapat dengar pendapat umum dengan masyarakat dan bagaimana hasil perjuangan DPD RI di dalam memperjuangkan apa yang menjadi keinginan masyarakat tersebut 52 Sedangkan dalam Tata Tertib DPR RI Pasal 128 ayat 9 dan Pasal 132 ayat 8 tersirat bahwa DPR RI lah yang berhak menyatakan suatu RUU itu terkait dengan DPD RI atau tidak, sehingga akibatnya aspirasi masyarakat yang telah ditangkap oleh DPD RI dapat terabaikan apabila tidak dikehendaki oleh DPR RI dalam wujud pengajuan RUU. 50 Penelitian di tiga Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Maluku Utara, tanggal 6-12 Agustus 2009 51 Penelitian di tiga Provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Maluku Utara, tanggal 6-12 Agustus 2009 52 Ibid. 52 Selain itu, akan muncul lagi permasalahan jika suatu RUU yang berasal dari Presiden RI diajukan oleh DPR RI, sedangkan menurut DPD RI, RUU tersebut merupakan bagian dari kewenangannya untuk ikut membahas. Masalahnya adalah draft RUU tersebut sampai di tangan DPD RI melalui DPR RI ataukah Presiden RI, dan masalah ini akan muncul jika tidak jelas siapa yang berwenang menentukan untuk menyatakan bahwa RUU itu harus atau tidak melibatkan DPD RI dalam prosesnya. Agar aspirasi masyarakat yang sudah diserap oleh DPD RI melalui mekanisme dengar pendapat umum hearing ini dapat diteruskan menjadi RUU yang nantinya akan menjadi UU yang mencerminkan keinginan masyarakat, seharusnya pembuatan tata tertib DPRRI yang berkaitan dengan DPD RI harus mendapat persetujuan dulu dari DPD RI, hal ini sesuai dengan Pasal 102 ayat 3 UU No. 22 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa “ peraturan tata tertib yang mempunyai keterkaitan dengan pihak lainsuatu lembaga diluar DPR harus mendapat persetujuan dari pihak lainlembaga yang terkait” Disamping itu dalam Pasal 22D 2 UUD NRI 1945 menghendaki bahwa DPD RI ikut membahas rancangan undang-undang tertentu. Pengertian ikut membahas tidak bisa dibatasi hanya pada tahap pertama sebelum DPR RI membahas dengan pemerintah seperti diatur dalam Undang-Undang Susduk sekarang. Mestinya DPD RI ikut membahas sampai tahap akhir pembahasan dan hal seperti ini yang dikehendaki Undang-Undang Dasar. Menurut UUD NRI 1945, DPD RI hanya tidak ikut dalam proses pengambilan keputusan. Tetapi seluruh tahap pembahasan tidak ada pengecualian. 53

IV.2.1.3. Revitalisasi Mekanisme Pelaksanaan Aspirasi Masyarakat Di Bidang Pengawasan