pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemberian pelayanan publik yang efektif dan efisien.
Tata kelola pemerintahan yang baik berkorelasi positif terhadap pengurangan angka kemiskinan. Tata kelola pemerintahan yang dimaksud adalah
pemerintah, regulasi, anggaran daerah, dan kelengkapan lainnya yang berada dalam kelembagaan pemerintah. Kelembagaan tersebut mempengaruhi
kemampuan pemerintah daerah dalam menangani permasalahan kemiskinan. Tata kelola pemerintahaan yang baik good governance merupakan kelembagaan yang
juga melibatkan orang miskin dalam mengambil keputusan. Upaya pemerintah dalam menentukan kebijakan hendaknya juga memperhatikan masyarakat
golongan ekonomi rendah tersebut Sumarto, Haryadi, dan Arifianto, 2004, sehingga kebijakan yang diambil seperti penyediaan pelayanan publik tidak justru
semakin merentankan dan memperparah kemiskinan mereka.
2.3.2 Kebijakan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan di Indonesia cenderung merupakan kemiskinan relatif daripada kemiskinan absolut Sumodiningrat, 1989 dalam Poverty Alleviation in
Indonesia , 2000. Jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan absolut tidak
diketahui namun hanya menjadi bagian kecil dalam perbandingan dengan kehidupan, atau dekat dengan garis kemiskinan yang resmi. Sedangkan
kemiskinan absolut harus diberi bantuan secara cepat, karena mereka merupakan kelompok yang membutuhkan perhatian yang paling besar yaitu petani dan orang
yang hidup dari sektor informal di wilayah perkotaan dan hidup dalam kemalangan ekonomi. Selain desentralisasi, partisipasi, pemberdayaan, dan
keberlanjutan pada pembangunan, pengurangan gap antara si kaya dan si miskin merupakan hal penting yang juga harus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk
meyakinkan orang-orang miskin yang tinggal di perkotaan mampu mengakses kehidupan standar dan aman dari ancaman kemiskinan absolut Poverty Alleviation
in Indonesia , 2000.
Strategi penanggulangan kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja pendekatan ekonomi, tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap
dan menyeluruh terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Berikut beberapa program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia:
TABEL II.2 PERKEMBANGAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN
DI INDONESIA No
Era Program
1 Presiden Soekarno
Pembangunan Nasional Berencana 8 Tahun Penasbede
2 Presiden Soeharto
Repelita I-IV melalui program Sektoral dan Regional Repelita IV-V melalui program Inpres Desa Tertinggal
Program Pembangunan Keluarga Sejahtera Program Kesejahteraan Sosial
Tabungan Keluarga Sejahtera Kredit Usaha Keluarga Sejahtera
GN-OTA Kredit Usaha Tani
3 Presiden BJ Habiebie
Jaring Pengaman Sosial Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal Program Pengembangan Kecamatan
4 Presiden Gusdur
Jaring Pengaman Sosial Kredit Ketahanan Pangan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
5 Presiden Megawati
Pembentukan Komiten Penanggulangan Kemiskinan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
6 Presiden SBY
Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Bantuan Langsung Tunai BLT
Program Pengembangan Kecamatan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
Program Penanggulangan Pemberdayaan Masyarakat
Sumber : Litbang Kompas, 2006 dalam Prihartini, 2008
Program-program pengentasan di atas merupakan respon pemerintah Indonesia untuk menangani masalah kemiskinan di Indonesia baik kemiskinan
perkotaan maupun kemiskinan perdesaan.
2.4 Sintesis Kajian Literatur
Sintesis kajian literatur merupakan ringkasan dari penjabaran teoritis di atas. Adapun sintesis kajian pustaka terdiri dari dua bagian yaitu perspektif teoritik dan
variabel penelitian.
2.4.1 Perpektif Teoritik
Proses perkembangan perkotaan menyebabkan semakin besarnya heterogenitas di perkotaan dimana tiap kelompok penduduk berusaha untuk
menempati ruang sendiri di kota sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan otonomi lokal.
Pada satu sisi, kegiatan ekonomi formal di perkotaan merupakan bentuk baru integrasi global yang semakin meluas. Hal ini ditunjukkan semakin
banyaknya infrastruktur yang dibangun. Namun pada sisi lain, sektor ekonomi formal yang tercipta tidak mampu menyerap pekerja dengan pendidikan rendah
sehingga muncul penduduk yang bekerja pada sektor informal. Kemiskinan sering dikaitkan dengan keterbatasan penduduk dalam
memperoleh pelayanan dasar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya heterogenitas di dalam suatu wilayah perkotaan menyebabkan perbedaan sosial
penduduknya yang antara lain dapat dilihat dari tingkat pendapatan, lingkungan tempat tinggal dan kondisi kesehatan. Tingkat kesejahteraan penduduk yang juga
dipengaruhi oleh kondisi sosial yang terbentuk dalam komunitas sehingga akan memberikan karakteristik kemiskinan yang berbeda antara wilayah satu dengan
lainnya Baharoglu dan Kessides, 2001. Dalam penelitian ini, Kota Semarang merupakan satu kota di Indonesia
yang mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Hal ini menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan yang begitu pesat di Kota Semarang yang
menyebabkan wilayah perkotaan Semarang juga meluas. Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang yang semakin meningkat diiringi permasalahan mengenai
kemiskinan perkotaan. Penduduk miskin Kota Semarang selama tiga tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Kemiskinan ini