Pemberian bantuan langsung Penyediaan pelayanan sosial

2. Kemiskinan dari segi non-pendapatan multi-dimensi Berbeda dengan ciri kemiskinan sebelumnya, kemiskinan dari segi non- pendapatan berkaitan dengan keterbatasan penduduk miskin dalam mengakses pelayanan pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap infrastruktur dasar lainnya. Menurut catatan World Bank 2006, Indonesia masih gagal mencapai kemajuan dan tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Hal ini terlihat dari beberapa indikator yang terkait dengan MDGs yaitu angka gizi buruk malnutrisi yang tinggi meskipun telah terjadi penurunan angka kemiskinan, rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Hanya 48 yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan dan 78 di perkotaan. Kurangnya akses terhadap sanitasi yang ditunjukkan oleh 59 penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap sanitasi. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal mereka di perkotaan yang merupakan kantong-kantong kemiskinan dengan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kemiskinan dari segi non- pendapatan merupakan masalah yang lebih serius dibandingkan kemiskinan pendapatan karena dimensi kemiskinan yang terlihat lebih kompleks daripada menentukan orang miskin berdasarkan pendapatan saja. Namun, pada dasarnya dimensi kemiskinan yang satu akan mempengaruhi dimensi kemiskinan yang lain. Karakteristik kemiskinan tersebut selanjutnya mempengaruhi model penanganan kemiskinan yang diwujudkan dalam program-program pengentasan kemiskinan untuk memberikan bantuan kepada orang miskin, yaitu :

1. Pemberian bantuan langsung

Model penanganan kemiskinan yang dimaksud adalah pemerintah memberikan bantuan langsung kepada penduduk miskin. Program-program pengentasan kemiskinan di Indonesia yang termasuk dalam strategi ini antara lain BLT Bantuan Langsung Tunai dan Raskin yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada masyarakat miskin. Model bantuan langsung ini cenderung memanifestasikan charity strategy daripada penumbuhan kemampuan masyarakat untuk dapat self sustaining . Bentuk strategi ini disebut assistencialism yang memandang masyarakat sebagai objek asistensi dan objek bantuan di dalam bentuk berbagai pelayanan dan pemberian fasilitas sosial Feire dalam Ridlo, 2002. Lebih lanjut, model bantuan langsung ini cenderung menyebabkan ketergantungan masyarakat miskin pada bantuan pemerintah dependency dan pada akhirnya mereka cenderung malas untuk berusaha melepaskan diri mereka dari kemiskinan dan menjadi tidak mandiri.

2. Penyediaan pelayanan sosial

Model penanganan kemiskinan yang dimaksud adalah bantuan untuk penduduk miskin dalam menghadapi kemiskinan dari segi non-pendapatan multi- dimensi. Penyediaan pelayanan sosial bagi masyarakt miskin baik oleh pemerintah ataupun swasta penting dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan perkotaan. Model bantuan bagi orang miskin ini lebih bersifat menyediakan pelayanan sosial untuk menangani kemiskinan yang juga disebabkan keterbatasan layanan dasar daripada memberikan bantuan langsung kepada orang miskin. Beberapa bantuan yang dapat dilakukan antara lain World Bank, 2006: Peningkatan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama yang memerlukan intervensi dari sisi penawaran maupun permintaan. Peningkatan akses terhadap permukiman yang layak dengan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang memadai. Model penanganan kemiskinan melalui bantuan pelayanan sosial ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara masyarakat miskin, pemerintah dan swasta baik dalam bidang kesehatan yang berkaitan dengan permukiman mereka maupun pendidikan. Hal ini diperlukan untuk memperkuat aset dasar yang sebenarnya dimiliki oleh orang miskin sehingga pada akhirnya masyarakat miskin juga diakui dalam struktur formal dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang juga penting bagi mereka.

3. Pemberdayaan sumberdaya manusia