wisata mengalami penurunan jumlah pengunjung, seperti pengunjung obyek wisata Kahyangan yang meningkat hampir seribu orang dari 12.704 tahun
2001 menjadi 13.194 pengunjung tahun 2002. “Memang penurunan kali ini termasuk tajam bila dibanding dengan tahun sebelumnya. Penurunan
pengunjung ini, saya kira juga karena krisis ekonomi. Karena itu, kai terus memacu promosi wisata setiap tahun”, kata Hendro.
Untuk promosi wisata, DPPSB berencana mendatangkan artis atau mengadakan kegiatan hiburan besar sehingga dapat menghibur pengunjung.
Menurut Hendro, tahun 2002, Pemkab menganggarkan Rp 200 juta untuk pengembangan sektor wisata. Dana itu akan digunakan untuk perbaikan fisik
tempat wisata yang diharapkan juga dapat mendulang PAD. Namun, ide-ide baru pengembangan wisata seperti Pelangi Dunia belum diamini oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Wonogiri. Malahan, mereka khawatir ini hanya sebatas ide tanpa realisasi yang jelas. Salah seorang anggota Komisi E
DPRD Wonogiri, Subandi, mengatakan, bidang pariwisata harus digarap sebagai andalan Wonogiri yang tak bisa mengharapkan hasil pertanian. “Ide
Pelangi Dunia memang bagus, tetapi kita juga harus memikirkan investor yang mau menggarap. Jangan-jangan nanti nasibnya seperti tempat wisata
Asemlegi yang sampai sekarang belum terwujud”, kata Subandi. Ia menjelaskan, tahun 2002, Pemkab berencana membuat taman
wisata Asemlegi yang konsep utamanya kereta gantung dari obyek wisata Gunung Gandul menuju Bendungan Gajah Mungkur yang berjarak ratuan
kilometer. Proyek ini batal karena belum ada investor yang mau menggarap tempat wisata yang rencananya juga akan dilengkapi taman ruas itu.
F. Kabupaten Karanganyar
1. Penduduk dan Kegiatan Ekonomi
Kabupaten Karanganyar, dengan Ibukota Karanganyar, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen, di sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri, di sebelah barat berbatasan
Sisilia Srisuwastuti, Litbang Kompas, Harian Kompas, 5 Maret 2003
dengan Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali, dan di sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Timur. Luas wilayah Kabupaten
Karanganyar meliputi 773,78 km
2
, dengan jumlah penduduk 791.575 jiwa Sensus Penduduk tahun 2000, dan terdiri dari 17 kecamatan. Adapun jumlah
penduduk, luas wilayah dan tingkat kepadatan untuk masing-masing wilayah kecamatan, dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 16: Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah
No Kecamatan Luas km
2
Penduduk Jumlah Kepadatan
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
16 17
Jatipuro Jatiyoso
Jumapolo Jumantono
Matesih Tawangmangu
Ngargoyoso Karangpandan
Karanganyar Tasikmadu
Jaten Colomadu
Gondangrejo Kebakkramat
Mojogedang Kerjo
Jenawi 40,36
67,16 55,67
53,55 26,27
70,03 65,34
34,11 43,03
27,60 25,55
15,64 56,80
36,46 53,31
46,82 56,08
36.810 38.776
45.264 45.567
43.279 43.065
33.052 39.766
66.728 51.789
63.393 49.472
60.251 54.099
59.798 36.038
26.428 912
577 813
851
1.647 615
506 1.166
1.551 1.876
2.481 3.163
1.061 1.484
1.122
770 471
Total 773,78
793.575 1.026
Sumer : Litbang Kompas, diolah dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2003.
Bangunan-bangunan besar dengan kawasan luas tampak berdiri megah. Itulah sasaran pandangan mata yang bisa dinikmati pengguna jalan
menuju Karanganyar dari arah utara. Bangunan besar zona industri tersebut
semakin jelas terlihat melalui arteri di sepanjang Kebakkramat; Palur, berbelok ke arah Tawangmangu.
Zona industri itu mengukuhkan Karanganyar sebagai daerah industri dengan kontribusi pengolahan 40 persen lebih. Sebagian dari 153 industri
besar dan menengah didominasi industri kecil. Berbeda dengan bangunannya yang tampak kokoh dan kuat, industri tekstil mulai menunjukkan tanda-tanda
penurunan. Tragedi WTC 11 September 2001 di New York, Amerika Serikat
menjadi titik awal terguncangnya industri berbahan baku kapas ini. Kuota impor dikurangi. Akibatnya, volume ekspor tahun 2000 sebesar 5.600 ton
dengan nilai 6,4 juta dollar AS turun drastis ke angka 1.375 ton di tahun berikutnya. Amerika memang menjadi salah satu pasar produk selain Inggris,
Jerman, dan Brasil yang dikirim melalui pelabuhan laut Tanjung Mas, Semarang.
Pertumbuhan perekonomian Karanganyar tahun 2001 berada di urutan terendah dengan 1,42 persen dibanding dengan daerah-daerah lain se-eks
Karesidenan Surakarta. Kondisi ini akibat pertumbuhan negatif -0,48 persen di kegiatan industri yang merupakan dampak langsung tragedi WTC. Namun,
kondisi ini sudah pulih. Pertumbuhan industri tahun 2001 merangkak naik pada angka 6,24 persen.
Dominasi industri tekstil berawal dari penanaman modal dalam negeri tahun 1970. Mulanya produk tekstil dititikberatkan pada jenis dan motif
tertentu. Akan tetapi, agar mampu bersaing secara kompetitif produk tersebut disesuaikan dengan selera pasar dan dilakukan diversifikasi. Yang terjadi
kemudian permintana pasar baik lokal, regional, maupun internasional terus meningkat sehingga menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Tak pelak
perusahaan tekstil semakin berkembang tahun 1980-an. Cukup mencengangkan yang menyerap dari 18.566 tenaga kerja ini
justru tumbuh subur di wilayah yang sama sekali tidak menghasilkan kapas. Relokasi pabrik dari Solo ke daerah-daerah sekitarnya membawa berkah yang
melimpah bagi Karanganyar. Sayangnya, ketersediaan bahan baku sepenuhnya
didukung dari luar daerah. Sekitar 90 persen kebutuhan kapas diimpor dari CIna, Australia, Amerika dan Afrika Barat.
Ini berarti ada ketergantungan bahan baku. Upaya melepaskan diri dari ketergantungan tersebut sudah dipikirkan sejak lama. Lalu dimunculkan
gagasan budidaya kapas. Apalah daya, kekecewaan harus ditelan. Hama tanaman penggerak buah yang merusak kapas tidak mampu ditangani.
Budidaya kapas gagal. Kendala industri tekstil tidak berhenti pada tidak tumbuhnya tanaman
kapas. Juga isu pencemaran. Penggunaan air yang besar tanpa melalui instalasi pengolahan air limbah IPAL di berbagai industri tekstil meresahkan
lingkungan sekitar. Bahkan, teridentifikasi 30 persen pencemaran air dominan dari limbah industri tekstil.
Melemahnya tekstil memunculkan peluang bagi industri plastik sebagai andalan. Bahan baku utama polyehylene juga diimpir dari Cina dan
Jepang. Berbeda dengan tekstil, permintaan plastik cenderung stabil. Industri plastik untuk kemasan dipasarkan ke Inggris, Italia, Amerika, Jepang,
Belanda, Rusia, Singapura, Malaysia, dan Hongkong. Saat ini nilai investasi plastik sekitar 10 persen dari investasi tekstil Rp 396 miliar. Dengan angka ini
industri tekstil skala menengah dan besar mampu menyerap 18.566 tenaga kerja. Bandingkan dengan industri kecil dengan total investasi Rp 685 miliar
yang terdiri dari 6.017 unit usaha. Industri kecil menyerap 10.709 tenaga kerja, industri plastik 3.414 tenaga kerja.
Maraknya bisnis di sektor industri berpengaruh pada penurunan luas lahan pertanian. Catatan Dinas Pertanian menunjukkan terdapat lebih kurang
60 hektar lahan pertanian beralih fungsi ke non pertanian. Lahan tersebut sebagian besar digunakan untuk mendirikan pabrik, yakni di Kecamatan Jaten,
Kebakkramat dan Gondangrejo, serta permukiman di Kecamatan Karanganyar dan Jaten. Padahal, lahan di daerah tersebut lahan subur penghasil padi.
Pertumbuhan industri di Kecamatan Jaten dan Palur sudah mencapai titik jenuh sehingga konsentrasi industri rencananya dialihkan ke Kecamatan
Gondangrejo.
Konsekuensi dari berkurangnya lahan pertanian dicerminakn juga lewat produksi padi. Padi yang menjadi komoditas pertanian andalan sejak
tahun 1999 turun 34.992 ton menjadi 212.878 ton tahun 2002. Meski demikian, ketersediaan beras penduduk Karanganyar surplus sekitar 38.139
ton. Kelebihannya disalurkan ke Pasar Legi dan Pasar Gede di Surakarta dan sebagian lagi ke Jakarta.
Tak hanya padi. Daerah yang berketinggian 80-2.000 meter di atas permukaan laut ini cocok ditanami sayur-sayuran jenis wortel, buncis, bawang
putih, bawang merah, serta buah-buahan durian, duku, melon, pisang, dan mangga. Sebanyak 229.061 orang 34,3 persen hidup dari kegiatan usaha ini
Dipasarkan ke Solo, Semarang, Surabaya bahkan Jakarta. Kondisi alam Karanganyar potensial dijadikan daerah tujuan wisata.
Letaknya di Kaki Gunung Lawu masih menjadi kawasan yang paling digemari. Tiga perempat dari 468.149 wisatawan tercatat mengunjungi
kawasan ini tahun 2002. Padahal masih banyak kawasan lain, seperti hutan wisata Puncak Lawu, Gunung Bromo, dan Sekipan. Terdapat pula
peninggalan sejarah Candi Ceto dan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu. Pemerintah membuat agenda wisata dengan meningkatkan kualitas obyek dan
daya tarik wisata di Candi Sukuh-Ceto, Bromo, Matesih, Tawangmangu, dan Karanganyar.
Kabupaten Karanganyar memperoleh Dana Alokasi Umum tahun 2003, sebesar Rp 266,55 miliar. Selanjutnya dapat dilihat distribusi persentase
kegiatan ekonomi, sebagaimana tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 17: Distribusi Persentase Kegiatan Ekonomi 2001
Sumber : Badan Statistik Kabupaten Karanganyar, 2003
2. Yang Mistis
††††††
Kalau dilihat potensi ekonominya, rasanya tak sepenuhnya benar karena wilayah di sebelah timur Bengawan Solo kini boleh dikata merupakan
daerah padat industri. Bahkan, mungkin paling padat di antara kota dan kabupaten di Surakarta, menyusul Sukoharjo, Klaten, Solo, Sragen dan
Boyolali. Industri yang bercokol di sana pun tergolong berskala besar dan
berorientasi ekspor. Dari industri tekstil garmen, benang katun, MSG monosodium glutamate, ethanol, minuman kemasan, hingga industri sumpit.
††††††
Ardus M. Sawega, Harian Kompas, 5 Maret 2003.
Sentra industri besar itu telretak di bagian barat, dan juga di barat laut, di Kecamatan Gondangrejo yang tandus. Memang, di luar itu, Kabupaten yang
sebagian wilayahnya berada di Kaki Gunung Lawu 3.265 m ini lebih didominasi sektor pertanian. Sebagian merupakan perkebunan yang telah ada
sejak zaman Belanda dan kini dikelola PTPN serta swasta seperti perkebunan karet, teh, dan coklat.
Berbicara tentang Gunung Lawu yang memisahkan wilayah Surakarta dengan Propinsi Jawa Timur mengingatkan kita akan panorama elok kawasan
wisata Tawangmangu di ketinggian 900 meter. Ada air terjun Grojogan Sewu sebagai obyek wisata yang unik.
Selain memiliki panorama yang indah, Gunung Lawu juga menyimpan magnet lain, yaitu dari aspek historis dan mistik. Gunung itu
menjadi tempat pelarian pemeluk agama Hindu pada masa Majapahit saat pengaruh Islam mulai masuk. Di gunung itu mereka mendirikan tempat
pemujaan berupa Candi Sukuh, dan Candi Cetho. Setiap pengunjung 1 Suro, ribuan orang mendaki ke puncak gunung.
Menyinggung Tawangmangu sebenarnya itu merupakan “ganjalan” tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Karanganyar. Sekalipun berada di
wilayah karanganyar, selama ini statusnya merupakan “milik” Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, terutama menyangkut status pengelolaan lahan, hak
sewa kepada para pemilik tanah dan lahan pertanian, serta penarik retribusi yang lain.
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah mengambil alih hak pengelolaan Tawangmangu dari tangan Istana Mankunegaran di Solo yang mengelolanya
sebagai daerah otorita mulai tahun 1989. Konflik kepentingan antara Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan
Pemerintah Kabupaten Karanganyar menyebabkan Tawangmangu hingga kini nyaris tak menunjukkan perkembangan yang berarti sebagai obyek wisata.
Sementara itu, perjuangan masayrakat yang tergabung dalam Himpunan Pemilik Tanah Persil Tawangmangu HPTPT, sejak 1995, untuk
menyertifikatkan tanahnya kandas. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah tak mau surut dari Tawangmangu.
Kasus Tawangmangu mungkin bisa dibaca sebagai fenomena yang “sepele”. Tetapi bagi HPTPT, keengganan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah
melepas Tawangmangu menimbulkan pertanyaan besar.
G. Kabupaten Sragen