Surakarta Zaman Paku Buwana X

Gandekan dan Jebres. Untuk urusan birokrasi setiap distrik diketuai oleh seorang panewu dibantu oleh dua orang carik dan empat demang. Nantinya pada masa Paku Buwana X Kabupaten Kartasura dihapus 1893 dan daerah ini dimasukkan ke dalam Kabupaten Kota Surakarta, sementara daerah Amepl juga dihapus pada tahun 1900, daerah itu kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Boyolali. Dari proses perubahan yang terjadi pada zaman Paku Buwana IX tampak sekali kelihatan bahwa proses terjadi pergeseran dalam politik kolonial Belanda yaitu dari yang sifatnya ekonomi ke arah yang sifatnya politis. Hal yang demikian terasa sekali ketika penguasa Kasunanan dipegang oleh Paku Buwana X 1893-1939.

E. Surakarta Zaman Paku Buwana X

Paku Buwana X naih tahta dengan menandatangani kontrak politik yang isinya hampir sama dengan kontrak yang ditandatangani oleh pendahulunya, yaitu bahwa Sunan berkuasa atas kerajaan namun kedudukannya adalah sebagai peminjam tanah wilayah kerajaan separuh dari Tanah Jawa dari Ratu Belanda, seperti yang diungkapkan dalam Serat Perjanjian Dalem Nata: Saking Sri Maharaja Putri ing Nederland ingkang saestu kagungan Siti Ing Surakarta, anjumenengaken dhateng kula dados Susuhunan Anama Paku Buwana Senapati ing Nglaga Ngabdul Rahman Sayidin Panatagama ingkang kaping sadasa. Ananging kula mawi Prajanji kados ingkang sampun kawajibanipun ingkang Sinuwun Kanjeng Susuhunan Paku Buwana Senapati ing Ngalaga Ngabdul Rahman sayidin Panatagama kaping sanga, ingkang sampun seda. Selain ketentuan seperti di atas terdapat ketentuan baru dalam kontrak yaitu: Sunan mengakui bahwa pemerintah Nederland sebagai atasan dan Sunan akan selalu mematuhi perintahnya dan menolongnya. Di samping itu Sunan sanggup untuk tidak berhubungan dengan negara asing, dan orang Serat Perjanjian Dalem Nata, op cit., hal. 151 asing selain belanda dilarang menetap di daerah Kasunanan. Ketentuan lain seperti perjanjian zaman Paku Buwana IX yaitu bahwa Sunan mengakui perjanjian yang sudah lalu dan yang akan dibuat kemudian. Sunan juga menyetujui tentang wewenang Gupermen jika akan diadakan perbaikan dalam hal kepolisian, keuangan, soal agraria serta tanah yang disewa oleh orang asing. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada era Paku Buwana X adalah perubahan di bidang pengadilan, terbentuknya Raad Negara, munculnya birokrasi baru yaitu pemebtnukan pemerintahan Order district, dan perubahan di bidang agraria.

1. Pengadilan

Sejak Paku Buwana X berkuasa pengadilan untuk kawula Surakarta diambil alih oleh pemerintah Gubernemen berdasar kontrak pada tahun 1903, seperti yang termuat dalam Staatsblad no. 8 tahun 1903. Dalam hal ini Kasunanan tinggal mempunyai pengadilan untuk mengadili Sentana Dalem dan para Nayaka pegawai tinggi. Untuk mengurusi para kawula Kasunanan tersebut Gupermen membentuk pengadilan yang disebut Landraad di daerah kasunanan. Para pejabat pengadilan Landraad umumnya orang Belanda dan ahli hukum. Pengadilan ini sifatnya Otonom, sehingga peranan bupati dilepas dari urusan pengadilan ini. Dengan munculnya peraturan baru di bidang pengadilan ini, maka di kasunanan terdapat dua macam pengadilan yaitu Pengadilan Kasunanan yang terdiri atas Pradata Gedhe, Pradata Kabupaten dan Surambi, serta pengadilan Gupermen yaitu Landraad. Munculnya Landraad, secara langsung mengubah wewenang pengadilan sebelumnya. ††††††† Sesudah itu pengadilan Kasunanan menjadi berkurang tugasnya. Pengadilan Pradata Gedhe hanya mengadili Sentana Dalem dan Nayaka, Pengadilan Kabuapten hanya mengurusi perkara kecil dengan hukuman paling tinggi tiga bulan penjara. Sementara Pengadilan Surambi ††††††† Rijksblad van Soerakarta, n. 6, 1930 tetap mengurusi soal-soal seperti wasiat, perkawinan, perceraian, dan perkara- perkara sejenisnya. Pada tahun 1930 Sunan menghendaki Pengadilan Pradata Gedhe menjadi pengadilan yang otonom, karena itu patih tidak lagi menjadi ketua dan para Bupati juga ikut menangani. Dengan demikian susunan pejabatnya adalah: seorang ketua, seorang panitera, seorang jaksa besar, dua orang jaksa, dan dua pembantu jaksa, seorang penghulu, seorang pembantu penghulu, dan beberapa anggota yang pangkatnay paling rendah Bupati Anom. Dalam Rijsblad van Soerakarta no. 6 tahun 1930 ditetapkan bahwa Pengadilan pradata Gedhe sebagai pengadilan banding untuk Pengadilan Surambi. Perubahan tahun 1930 merupakan pengaruh dari pihak Gepermen kepada pihak Kasunanan. Akan tetapi jelas ada indikasi pemisahan antara lembaga berbobot dari lembaga pengadilan. Dalam Rijksblad van Soerakarta no. 6 tahun 1930, tidak menyebut lagi pengadilan Kadipaten. Hal ini bisa ditafsirkan bahwa lembaga pengadilan ini sudah dihapus. Dalam kaitan dengan tugas pengadilan pihak Gupermen tetap mengadakan pengawasan terhadap pengadilan Kasunanan dengan ketentuan, keputusan hakim Kasunanan tingkat akhir harus ada persetujuan dari Guperen Surakarta. Sebelum ada persetujuan itu proses hukuman tidak bisa dilaksanakan. Dalam sistem Hindia Belanda, Gubernur lebih leluasa dalam hal kekuasaan. Ia diberi kuasa penuh terhadap daerahnya oleh Gubernur Jenderal dalam hal politik, militer, ekonomi, keuangan dan peradilan. Sejak tahun 1928, posisi residen dinaikkan jabatannya menjadi gubernur, ini berarti pejabat lebih leluasa bertindak terhadap Kasunanan. Hal ini berakibat kekuasaan Sunan menjadi semakin sempit. Dengan dibentuknya Landraad di Kabupaten-Kabupaten di wilayah Kasunanan, tugas Bupati Polisi dengan stafnya dilepas dalam hal pengadilan. Sejak tahun 1918 fungsi Bupati Polisi dilepas dalam hal tugas Kepolisian, maka sebutan Bupati Polisi kemudian berganti menjadi Bupati Pangreh Praja. Perubahan kebijakan ini adalah merupakan keputusan Sunan yang termuat dalam Rijksblad van Soerakarta no. 23 tahun 1918. Dikatakan dalam putusan itu: Para abdi dalem wadana, kliwon, panewu, mantri sapanunggalane Kang saiki kaaranan golongan pulisi, nanging kang kawajiban uga Nindakake babagan paprentahan ku ing samengko jenenge golongan Abdi dalem mau kasalinan aran Abdi dalem Pangreh Praja. ‡‡‡‡‡‡‡ Berkaitan dengan perubahan fungsi Bupati gunung dari fungsi kepolisian menjadi fungsi administratif pemerintahan saja, maka penjabaran tugas kemudian didelegasikan oleh Pepatih Dalem, melalui peraturan yang disebut Pranata Pepatih Dalem, sejak 12 Oktober 1918 yang kemudian dimuat pada dalam Rijksblad van Soerakarta no. 24 tahun 1918.

2. Raad Negara

Di dalam menjalankan pemerintahan sejak dahulu kala kerajaan di Jawa selalu dipegang oleh Patih. Lebih-lebih ketika penetrasi politik kolonial semakin dalam maka posisi raja sesungguhnya hanya sebatas simbol budaya saja. Akan tetapi sekalipun demikian Belanda seperti tidak jemu-jemunya mencampuri wewenang Sunan. Pada tahun 1918 di Surakarta dibentuk Raad Negara. Fungsi dewan ini adalah memberi nasehat kepada Sunan, khususnya mengenai kebijakan politik dan ekonomi. Susunan pejabatnya adalah seorang ketua yang dibantu oleh empat anggota dewa. Dalam kaitan ini Pangeran Adipati Anom menjaabt sebagai ketua. Sementara jika belum ada maka jabatan ketua akan dipegang oleh seorang sentana yang ditunjuk oleh Sunan. Pada tahun 1935 nama Raad Negara diubah menjadi Bale Agung berdasar surat patih tanggal 29 Oktober 1935, keputusan ini juga dimuat dalam Rijksblad van Soerakarta no. 18 tahun 1935 Dalam ketentuan tersebut kemudian diadakan tambahan anggota. Susunan pejabat Bale Agung adalah sebagai berikut: KPH Hadiwijaya Ketua, KPH Suryahamijaya, RM Sudarya Cokrosiswoyo; Wakil Abdi Dalem, KRT Widyaningrat Wakil Ketua, dan RNg. Prajapradata; Wakil Kawula dalem; KRT Martanegara, RT. Suradipura, ‡‡‡‡‡‡‡ Rijksblad van Soerakarta no. 23 tahun 1918 R. Muh Yusuf, R. Wingnyahadijaya; Wakil dari Gubernemen: Van Rudnay, Angenent, dan Koster. §§§§§§§

3. Masalah Kompleks

Pada pemerintahan Paku Buwana X terjada proses pemberian hak atas tanah kepada rakyat. Proses pemberian hak milik ini lazim disebut Kompleks. Proses ini terlaksana sejak tahun 1911 hingag 1922. Proses ini berlangsung cukup lama, karena harus diadakan pengukuran tanah terlebih dahulu. Dalam proses ini sebagian besar apanage atau tanah lungguh ditarik oleh Sunan dan dibagikan kepada rakyat kawula dalem. Dalam peristiwa komplek ini Paku Buwana X memberi contoh dengan membagikan tanah pribadinya yang disebut Tanah pangrembe. Para sentana dan abdi dalem yang dicabut apanagenya diberi ganti uang melalui kas Kasunanan dan administrasi pemerintahan yang disusun dan diatur menurut Sistem Kolonial Pangreh Pradja Bond: 1938, hlm. 136. Perlu diketahui bahwa sejak adanya koret verklaring untuk perjanjian raja ketika naik tahta maka kas Kasunanan hampir tidak lagi diisi melalui pajak in natura, melainkan sudah diganti dengan gaji berupa uang yang disebut civiellijst. Dengan hak milik tanah oleh rakyat maka pajak tanah dibayar secara perorangan dan di tiap kabupaten dibentuk perangkat pegawai pajak.

4. Pembetnukan Wilayah Onder District

Pembagian wilayah Kasunanan menjadi beebrapa wilayah distrik di Kabupaten terjadi sejak 1873, ketika Kasunanan diperintah oleh Paku Buwana IX. Pada masa Paku Buwana X wilayah distrik masih dibagi lagi menjadi beberapa onder district. Pada tahun 1918 distrk kota Surakarta dibagi menjadi enam onder district. Sepuluh tahun kemudian 1928 diadakan perubahan nama pejabat kepala distrik dan onder district. Kepala distrik yang dahulu disebut panewu, sekarang diubah dengan wedana, sedangkan kliwon sebagai §§§§§§§ Rijksblad van Soerakarta no. 18 tahun 1933, juga Narpawandana, Maret 1935 wakil Bupati pangkatnya menjadi Bupati Anom. Sejak tahun 1928 hierarti pemerintah daerah menjadi Kabupaten, Kawedanan distrk dan Sub Kawedanan onderdistrict yang dijabat oleh asisten wedana.

5. Perubahan Administrasi Pemerintahan

Pada tahun 1928 terjadi perubahan dalam administrasi pemerintahan Kasunanan. Perubahan yang terpenting yang terjadi waktu itu ialah adanya pemisahan antara urusan rumah tangga raja dengan urusan rumah tangga kerajaan atau negara. Urusan rumah tangga raja dikepalai oleh Pangeran Adipati Anom disebut Reh Kadipaten. Sementara itu urusan rumah tangga negara berada di bawah wewenang patih, pengelolaan bagian ini disebut Reh Kepatihan. Di luar kedua init itu terdapat unit penanganan urusan keagamaan yang disebut Reh Pangulon di bawah pimpinan seorang Penghulu. Semua urusan pemerintahan berada di bawah kekuasaan raja. Karena dalam Redh Kadipaten urusannya cukup banyak, maka diadakan pembagian kerja untuk berbagai urusan seperti keuangan, kendaraan, bangunan perekonomian, juga termasuk tenaga kasar. †††††††† Dalam Reh Kepatihan juga diadakan pembagian, seperti sekretariat, keuangan, pengadilan, pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan lain-lain. Sementara itu Reh pangulon mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan, perkawinan, perceraian, wasiat dan sebagainya. Untuk pegawai Reh Pangulon disebtu Abdi dalem Mutihan pametakan, misalnya kotib juru khotbah, merbot pemukul bedhug, naib urusan pernikahan, suranata petugas langgar dan lain-lain. Pembentukan administrasi pemerintahan ini telah dicoba sejak tahun 1927. Karena dapat berjalan dengan baik maka kemudian sistem ini dilaksanakan pada tahun 1928 dengan peraturan pepatih dalem tanggal 17 Januari 1928. ‡‡‡‡‡‡‡‡

F. Karaton Surakarta Masa Pergerakan