sub indikator, rumuscara penghitungan sub indikator, metode penilaian,
††††††††
dan seterusnya. Karena itu, studi tentang kelayakan wilayah Bekas Karesidenan Surakarta untuk dikembangkan menjadi sebuah propinsi
berdasarkan kriteriasyarat formal seperti yang dimaksud. Karena pemberdayaan hukum otonomi daerah pada hakekatnya juga
pemberdayaan wilayah, yaitu pemberdayaan seluruh potensi wilayah,
‡‡‡‡‡‡‡‡
yang tentunya menurut skala prioritas sesuai dengan tujuan pembangunan wilayah, maka untuk mengembangkan wilayah Bekas Karesidenan Surakarta
menjadi sebuah propinsi sudah tentu harus dilihat dari aspek kemanfaatan khususnya bagi wilayah yang bersangkutan. Kemanfaatan di sini juga dapat
dilihat dari dasar pertimbangan untuk mengembangkan wilayah Bekas Karesidenan Surakarta menjadi sebuah propinsi,
§§§§§§§§
yang kiranya sesuai dengan tujuan pembangunan di era reformasi yang mencoba mengedepankan
demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan supremasi hukum. Sebelum
melihat segi kemanfaatan tersebut, terlebih dahulu akan dilihat kondisi objektif dan kecenderungannya yang ada di wilayah itu.
C. Kelayakan Bagi Wilayah Bekas Karesidenan Surakarta untuk
Dikembangkan Menjadi Sebuah Provinsi 1. Analisis
Sebagaimana telah dikemukakan pada Bab I: Pendahuluan, dalam PP No. 1292000 pasal 13 disebutkan bahwa pemekaran daerah harus memenuhi
7 tujuh kriteriasyarat yang terdiri dari: a. kemampuan ekonomi; b. poensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk; f. luar daerah;
††††††††
Lampiran PP No. 1292000, tertanggal 13 Desember 2000.
‡‡‡‡‡‡‡‡
Potensi wilayah yang dimaksud di sini bukan seperti potensi daerah yang dimaksud pada Pasal 13 PP No. 1292000 berikut indikator dan sub indikator dan sub indikator yang
menyertainya, tetapi seluruh potensi yang ada di wilayah itu yang mungkin dapat dikembangkan.
§§§§§§§§
Lihat: Bab I : Pendahuluan, C. Dasar Pertimbangan, Tujuan dan Kontribusi. Lihat: Bab II : Pemberdayaan Hukum Otonomi Daerah dan Potensi Wilayah: Suatu
Kerangka Teoritik, khususnya Diagram 2 : Tujuan-tujuan pembangunan dan Diagram 3: Perangkat-perangkat yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan-tujuan Pembangunan.
dan g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta, bahwa wilayah Bekas
Karesidenan Surakarta memiliki kemampuan yang cukup bagus dibandingkan dengan provinsi induknya sendiri yaitu Provinsi Jawa Tengah, untuk
berkembang menjadi sebuah Provinsi.
†††††††††
Hal demikian terlihat dari beberapa kriteria berikut ini.
Pertama, kemampuan ekonomi yang tercermin dari PDRB dan PAD: 1 selisih PDRB per kapita yang relatif kecil yaitu: 802564, dan 2 selisih
pertumbuhan ekonomi yang sebesar 0,537. Pada hakekatnya pertumbuhan ekonomi Bekas Karesidenan Surakarta sangat bagus, bahkan dari 7
KabupatenKota terdapat lima KabupatenKota yang tingkat pertumbuhan ekonominya lebih dari empat persen. Tetapi, karena Kabupaten Boyolali
tingkat pertumbuhannya -0,32 maka menjadikan rata-rata pertumbuhan Bekas Karesidenan Surakarta lebih rendah; 3 selisih kontribusi PDRB terhadap
PDRB total yang agak besar dibanding Jawa Tengah, artinya apabila Bekas Karesidenan Surakarta tersebut jika diperbandingkan dengan propinsi lain
cukup bagus; 4 selisih PAD terhadap pengeluaran rutin 0,0197 dan PAD terhadap PDRB 0,0021, dengan ini rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta
memiliki rasio sumbangan PAD terhadap PDRB-nya lebih tinggi sebesar 0,0021 dibandingkan dengan Propinsi Jawa Tengah. Hasil ini, menjelaskan
bahwa Bekas Karesidenan Surakarta mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih besar, meskipun untuk rasio sumbangan PAD terhadap pengeluaran
rutinnya masih di bawah provinsi Jawa Tengah. Kedua, potensi daerah yang tercermin dari 1 Lembaga keuangan
selisihnya -0,02259. Artinya, potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan lembaga keuanganperbankan berpotensi
besar untuk memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan
†††††††††
Edy S. Wirabhumi dan Farid Wajdi, Studi Tentang Kelayakan Bekas Karesidenan Surakarta untuk Dikembangkan Menjadi Sebuah Propinsi, berdasarkan PP No. 1292000,
Surakartra: LPM-UMS, 2002.
kesejahteraan masyarakat; 2 sarana ekonomi selisihnya -0,2038. Artinya potensi wilayah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari
ketersediaan sarana ekonomipasar memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah sehingga berpotensi
besar dalam memberikan sumbangan penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat; 3 sarana pendidikan, selisih rasio sekolah SD per penduduk usia
7-12 : 0,0028, rasio sekolah SLTP per penduduk usia 13-15: -0,002 rasio sekolah SLTA per penduduk usia 16-18: -0,003 dan rasio PT per penduduk
usia 19-24 : -0,000053 yang berarti bahwa potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana pendidikan memiliki rasio
yang besar dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah sehingga memiliki potensi yang besar untuk memberikan sejahtera masyarakat di
lingkungannya; 4 sarana kesehatan, rasio jumlah rumah sakit per 10.000 penduduk 0,25 dan rasio jumlah dokter per 10.000 penduduk 2,1725. Ini
berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana kesehatan memiliki potensi yang cukup baik dibandingkan
dengan propinsi induknya, Jawa Tengah; 5 sarana transportasi dan komunikasi, untuk prosentase pelanggan listrik terhadap rumah tangga -
11,3106, dan rasio kantor pos per 10.000 penduduk -0,0441. Ini berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercerminh dari ketersediaan sarana
transportasi dan komunikasi memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah, sehingga Bekas Karesidenan
Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat; 6 sarana
pariwisata, jumlah hotel 231 dan jumlah obyek wisata 61. Ini berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana
pariwisata memiliki jumlah yang cukup baik, sehingga Bekas Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan
terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, kondisi sosial budaya Bekas Karesidenan Surakarta yang
tercermin sarana peribadatan memiliki selisih dengan Jawa Tengah sebesar
1,3891 dan panti sosial sebesar -0,0034. Ini berarti tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah ini yang tercermin dari ketersediaan sarana peribadtaan
dan panti sosial memiliki rasio yang besar, sehingga Bekas Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan kesejahteraan
masyarakat di lingkungannya. Keempat, kondisi sosial politik Bekas Karesidenan Surakarta yang
tercermin dari jumlah organisasi kemasyarakatan yang terdaftar selisihnya sangat dekat yaitu 729. Ini berarti kondisi sosial politik di wilayah Bekas
Karesidenan Surakarta yang tercermin dari jumlah organisasi masyarakat memiliki rasio yang baik, sehingga Bekas Karesidenan Surakarta memiliki
potensi yang besar untuk menciptakan masyarakat yang stbail-dinamis. Kelima, jumlah penduduk, bahwa penduduk yang ada di wilayah
Bekas Karesidenan Surakarta berjumlah 5.946.038 jiwa, yang tentunya juga memiliki kepantasan untuk dikembangkan menajdi sebuah propinsi.
Keenam, luas wilayah, bahwa Bekas Karesidenan Surakarta memiliki luas wilayah 5.720,00 km
2
, dan jika diambil rata-rata tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 1.040 jiwakm
2
, yang tentunya memiliki kelayakan untuk dikembangkan menjadi sebuah propinsi.
Ketujuh, pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, dengan indikator keamanan dan ketertiban, ketersediaan
sarana dan prasarana pemerintahan, serta rentang kendali, boleh jadi dapat dilihat dari perspektif yang lebih luas yaitu kemanfaatan bagi wilayah yang
bersangkutan, jika Bekas Karesidenan Surakarta berkembang menjadi sebuah propinsi.
Analisis tersebut berdasarkan kriteria serta indikator yang menyertainya, berikut ini.
2. Kriteria dan Indikator
a. Kriteria Kemampuan Ekonomi Tabel 22:
Indikator PDRB
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Metode penelitian yang digunakan adalah A Metode rata-rata, yaitu metode yang membandingkan besarannilai tiap daerah terhadap nilai rata-rata
keseluruhan daerah. Semakin dekat dengan nilai rata-rata tertimbang keseluruhan daerah induknya semakin besar nilai skornya, yang berarti
kesenjangan antar daerah semakin berkurang. 1.
Dari data tersebut terlihat rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisihnya sangat dekat yaitu
PDRB per kapita 802564, dan pertumbuhan ekonominya 0,537 sehingga nilai skornya semakin besar.
2. Untuk rata-rata kontribusi PDRB terhadap PDRB total terlihat selisih yang
agak besar dibanding Jawa Tengah, artinya apabila Bekas Karesidenan Surakarta berdiri sendiri tidak akan banyak mempengaruhi Jawa Tengah.
Kontribusi Bekas Karesidenan Surakarta tersebut jika diperbandingkan dengan propinsi lain cukup bagus.
Tabel 23: Indikator Penerimaan Daerah Sendiri
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPD Tahun 2001, diolah LPM-UMS, 2002.
Metode penilaian yang digunakan adalah B Metode Distribusi, yaitu metode rata-rata yang mempertimbangkan distribusi data. Perhitungan skor
dengan metode ini disesuaikan dengan kemencengan dan keruncingan kurva sebaran data.
Dari data tersebut terlihat selisih distribusi rata-rata Bekas Karesidenan dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisihnya
sangat dekat yaitu PAD terhadap pengeluaran rutin 0,0917 dan PAD terhadap PDRB -0,0021, dengan ini rata-rata Bekas Karesidenan Sruakarta memiliki
rasio sumbangan PAD terhadap PDRB-nya lebih tinggi sebesar 0,0021 dibandingkan dengan Propinsi Jawa Tengah. Hasil ini, menjelaskan bahwa
Bekas Karesidenan Surakarta mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih besar, meskipun untuk rasio sumbangan PAD terhadap pengeluaran rutinnya
masih di bawah Propinsi Jawa Tengah.
b. Kriteria Potensi Daerah Tabel 24:
Lembaga Keuangan
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Dari data tersebut terlihat selisih sumber daya ketersediaan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap
penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat antara rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya
selisihnya sangat dekat yaitu -0,02259. Ini berarti potensi daerah Bekas Daerah Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan lembaga
keuanganperbankan memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah, sehingga Bekas Karesidenan Surakarta
memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 25: Sarana Ekonomi
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002.
Dari data tersebut terlihat selisih sarana ekonomipasar antara rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding Propinsi Jawa tengah sebagai iduknya
selisihnya sangat dekat yaitu -0,2038. Ini berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana ekonomipasar
memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah, sehingga Bekas Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar
untuk memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 26: Sarana Pendidikan
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002.
Dari data tersebut terlihat selisih sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap kesejahteraan masyarakat
antara rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisihnya sangat dekat yaitu rasio sekolah SD per penduduk
usia 7-12: 0,0028, rasio seklah SLTP per penduduk usia 13-15: -0,002, rasio sekolah SLTA per penduduk usia 16-18: -0,003 dan rasio PT per penduduk
usia 19-24 : -0,000053. Ini berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana pendidikan memiliki rasio
yang besar dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah sehingga Bekas Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan
kesejahteraan masyarakat di lingkungannya. Tabel 27:
Sarana Kesehatan
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Dari data tersebut terlihat selisih rasio jumlah rumah sakit dan rasio jumlah dokter antara rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding
Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisihnya sangat dekat yaitu untuk rasio jumlah rumah sakit per 10.000 : 0,25 dan rasio julah dokter per 10.000 :
2,1725. Itu berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana kesehatan memiliki potensi yang cukup baik
dibandingkan dengan propinsi induknya, Jawa Tengah.
Tabel 28: Transportasi dan Komunikasi
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Dari data tersebut selisih prosentase pelanggan listrik terhadap rumah tangga dan rasio kantor pos per 10.000 penduduk rata-rata Bekas Karesidenan
Surakarta dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisih sangat dekat yaitu untuk prosentase pelanggan listrik terhadap rumah tangga: -
11,3106, dan rasio kantorpos per 10.000 penduduk : -0,0441. Ini berarti potensi daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan
sarana transportasi dan komunikasi memiliki rasio yang lebih besar dibandingkan dengan potensi induknya, Jawa Tengah, sehingga bekas
Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar untuk sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 29: Sarana Pariwisata
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Dari data tersebut terlihat selisih sarana pariwisata yang terdiri dari jumlah hotel dan jumlah obyek wisata antara rata-rata Bekas Karesidenan
Surakarta dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisihnya sangat dekat yaitu jumlah hotel 655 dan jumlah obyek wisata 153. Ini berarti potensi
daerah Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana pariwisata memiliki jumlah yang cukup baik, sehingga Bekas Karesidenan
Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
c. Kriteria Sosial Budaya Tabel 30:
Tempat Kegiatan
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Dari data tersebut terlihat selisih rasio sarana peribadatan dan panti sosial antara rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding Propinsi Jawa
Tengah sebagai induknya selisihnya sangat dekat yaitu sarana peribadatan 1,3891 dan panti sosial -0,0034. Ini berarti tingkat kesejahteraan masyarakat
Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari ketersediaan sarana peribadatan dan panti sosial memiliki rasio yang besar dibandingkan dengan
propinsi induknya, Jawa Tengah, sehingga bekas Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan kesejahteraan masyarakat di
lingkungannya.
d. Kriteria Sosial Politik Tabel 31:
Jumlah Ormas yang Terdaftar
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
Dari data tersebut terlihat selisih kondisi ssoial politik masyarakat yang tercermin dari jumlah organisasi kemasyarakatan yang terdaftar antara
rata-rata Bekas Karesidenan Surakarta dibanding Propinsi Jawa Tengah sebagai induknya selisihnya sangat dekat yaitu 729. Ini berarti kondisi sosial
politik Bekas Karesidenan Surakarta yang tercermin dari jumlah organisasi masyarakat ketersediaan sarana peribadatan dan sarana panti sosial memiliki
rasioyang cukup baik dibanding dengan Propinsi Jawa Tengah, sehingga Bekas Karesidenan Surakarta memiliki potensi yang besar untuk memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat.
e. Kriteria Penduduk Tabel 32:
Jumlah Penduduk
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
f. Kriteria Luas Wilayah Tabel 33:
Jumlah Wilayah
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
3. Tidak Mempengaruhi Propinsi Induk
Sebagaimana tertuang pada Penjelasan PP 1292000, pada bagian I. Umum, antara lain disebutkan bahwa: “...pembentukan Daerah juga
mengandung arti bahwa Daerah tersebut juga harus mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan dan
kemampuan Daerah yang bersangkutan. Pembentukan suatu Daerah Otonomi Baru, tidak boleh mengakibatkan daerah induk tidak mampu lagi
melaksanakan Otonomi Daerahnya”. Dengan kata lain, bahwa pembentukan daerah atau emekaran daerah harus dapat melaksanakan otonomi daerahnya
sendiri, daerah induk yang ditinggalkannya juga harus tetap mampu melaksanakan otonomi daerahnya.
Dari hasil kajian yang dilakukan oleh LPM-UMS menunjukkan, bahwa jika suatu ketika Bekas Karesidenan Surakarta dikembangkan menjadi
sebuah provinsi, secara signifikan tidak akan mempengaruhi keberadaan provinsi induknya yaitu Provinsi Jawa Tengah. Dengan kata lain, bahwa jika
Bekas Karesidenan Surakarta menjadi sebuah provinsi sendiri dan akan mampu melaksanakan otonomi daerahnya, maka Provinsi Jawa Tengah juga
akan tetap mampu melaksanakan otonomi daerahnya. Hal demikian, karena indikator ekonomi dan sosial seperti yang dipersyaratkan dalam PP No.
1292000, secara umum memiliki skor nilai yang rata-rata relatif tinggi, seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 34: Indikator Penilaian untuk Bekas Karesidenan Surakarta
dan Propinsi Jawa Tengah
Indikator Rata-rata BK
Surakarta Propinsi
Jawa Tengah
PDRB per kapita Rp Pertumbuhan ekonomi
Kontribusi PDRB terhadap PDRB total Rp PAD terhadap pengeluaran rutin
PAD terhadap PDRB Rasio bank per 10.000 penduduk
Rasio pasar per 10.000 penduduk Rasio SD per penduduk
Rasio SMP Per penduduk usia 13-15 tahun Rasio SMA per penduduk usia 16-18 tahun
Rasio pergurutan tinggi per penduduk usia 19-24 tahun Rasio jumlah rumah sakit per 10.000 penduduk
Jumlah dokter per 10.000 penduduk Persentase pelanggan listrik terhadap rumah tanga
Rasio Kantor Pos per 10.000 penduduk Jumlah hotel
Jumlah obyek wisata 2.969.694
3,36 1.341.587,22
0,1388 0,0114
0,5463 0,5996
0,0039 0,0021
0,0012
0,00008 0,0110
69,2747 0,2062
231 61
3.772.259 3,90
9.122.995,19 0,2305
0,0093 0,3204
0,3958 0,0067
0,0019 0,0009
0,000053 0,268
2,3966 57,9641
0,1621 886
214
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, LPM-UMS 2002, Harian Kompas, 6 Maret 2002.
Dari segi kemampuan ekonomi daerah, menunjukkan bahwa perbedaan PDRB per kapita antara rata-rata di wilayah Bekas Karesidenan
Surakarta Rp. 2.969.694,- sedang PDRB Propnsi Jawa Tengah Rp. 3.772.259,- sehingga selisihnya Rp. 802,564,- PDRB total Bekas Karesidenan Surakarta
meliputi 6,934 trilyun, sedang PDRB total Provinsi Jawa Tengah meliputi Rp 39,394 trilyun, yang menunjukkan bahwa kontribusi kegiatan ekonomi di
wilayah Bekas Karesidenan Surakara begitu signifikan kegiatan ekonomi di wilayah Jawa Tengah.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata seluruh KabupatenKota di wilayah Bekas Karesidenan Surakarta cukup tinggi, yaitu 3,36 persen per tahun,
sementara Propinsi Jawa Tengah 3,90 persen per tahun. Sementara itu, pendapatan asli daerah PAD di wilayah Bekas Karesidenan Surakarta relatif
rendah terhadap pengeluaran rutin rata-rata di wilayah ini. PAD seluruh Bekas
Karesidenan Surakarta hanya mencapai Rp. 79,228 milyar, sementara pengeluaran rutin rata-rata mencapai Rp. 570,577 miliar per tahun. Hal
demikian, dibandingkan dengan PAD Provinsi Jawa Tengah sebesar RP. 365, milyar, sedang pengeluaran rutin rata-rata Rp 1,58 trilyun per tahun berkaitan
dengan potensi daerah yang lain yaitu menyangkut rasio lembaga keuangan seperti bank dan pasar, sarana dan prasarana pendidikan sekolah, sosial
rumah sakit, dan sebagainya. Bekas Karesidenan Surakarta memenuhi kriteria yang ditetapkan, bahkan beberapa di antaranya telah melebihi.
Berikut ini adalah indikator-indikator penilaian untuk masing-masing daerah KabupatenKota.
Tabel 35: Indikator Penilaian Untuk
Masing-Masing Daerah KabupatenKota
Sumber : Jawa Tengah dalam Angka dan PDRB-BPS Th. 2001, diolah LPM- UMS, 2002
D. Kondisi Objektif dan Kemanfaatan