Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan

(1)

ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA

NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DESA PERKEBUNAN SEI BALAI

KECAMATAN SEI BALAI

KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Oleh :

ALI RINTOP SIREGAR

097003007/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S

E K O L A H P

A S

C

A S A R JA


(2)

Judul Tesis : “ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DESA PERKEBUNAN SEI BALAI KECAMATAN SEI BALAI KABUPATEN ASAHAN”

Nama Mahasiswa : Ali Rintop Siregar Nomor Pokok : 097003007

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Menyetujui

Komisi Pembimbing :

Pembimbing I Ketua

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSC. Ph.D)

Pembimbing II Anggota

Pembimbing III

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS)

Anggota

(Kasyful Mahalli, SE. M.Si)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(3)

ANALISIS DAMPAK PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA

NASIONAL (PPAN) TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

DESA PERKEBUNAN SEI BALAI

KECAMATAN SEI BALAI

KABUPATEN ASAHAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

Ali Rintop Siregar

097003007

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 26 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSC. Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Kasyful Mahalli, SE. M.Si 3. Drs. Hasan Basri Tarmizi, S. U. 4. Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si


(5)

ABSTRAK

Ali Rintop Siregar, Nomor Induk Mahasiswa 097003007, “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”. Di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, dan

Kasyful Mahalli, SE. M.Si

Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan diberbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti: Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan serta dampaknya terhadap pengembangan wilayah. Populasi penelitian adalah masyarakat yang menerima PPAN jumlah sampel 100 responden dan masyarakat yang belum mendapatkan PPAN sebanyak 30 responden sebagai variabel kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan metoda deskriptif dan uji paired t-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan yang menggunakan konsep konsolidasi telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara rinci PPAN telah memberikan akses sumber ekonomi, mengurangi potensi konflik lahan, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemandirian pangan, serta meningkatkan kelestarian lingkungan hidup di sekitar Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara umum, PPAN telah memberikan peranan terhadap pengembangan wilayah di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.

Kata Kunci: Reforma agraria, akses sumber ekonomi, potensi konflik lahan, pendapatan, pengembangan wilayah


(6)

ABSTRACT

Ali Rintop Siregar, Student Identification Number 097003007, "Impact Analysis of the National Agrarian Reform Program (PPAN) The Area Development District Village Hall Plantation Sei Sei Asahan District Headquarters". Under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli,SE,M.Si

Agrarian Reform is an emerging solution to the problem of agrarian structure of inequality, poverty, food security and rural development in many parts of the world. Many countries, both of which have the right ideology such as: Japan, Taiwan, South Korea, the Philippines and Brazil, as well as the ideology that has left such as China and Vietnam carry out agrarian reform, with mixed results. Recorded some countries carry out agrarian reform more than once, such as Russia, Japan, Mexico and Venezuela

This study aims to analyze the implementation of the National Agrarian Reform Program (PPAN) in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters and its impact on regional development. The study population is the number of people who received a sample of 100 respondents PPAN and people who do not earn as much as 30 respondents PPAN as control variables. The data was collected using a questionnaire interview. Data analysis using descriptive methods and paired t-test test.

The results of this study demonstrate the implementation of PPAN in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters that uses the concept of consolidation has provided considerable benefits for the Central District of Sei Sei Village Hall Asahan District. In detail PPAN has provided access to economic resources, reducing potential conflicts of land, increase revenue, improve food self-sufficiency, and improving environmental sustainability around the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters. In general, PPAN has given the role of regional development in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters.

Keywords: Agrarian reform, access to economic resources, potential conflicts of land, income, regional development


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan ”.

Keseluruhan tesis ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan dari banyak pihak yang berperan dalam memberikan dorongan baik moril maupun material, terutama perhatian dan kebaikan Dosen Pembimbing, Dosen Pembanding, Ketua Program Studi, rekan-rekan sesama mahasiswa di PWD. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis masih mengharapkan masukan-masukan yang sifatnya untuk kesempurnaan tulisan ini.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu,DTM&H,MSc, ( CTM ) Sp.A ( K ), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara .

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara .


(8)

3. Bapak Prof. Dr. Lir.rer.reg. Sirojuzilam,SE, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution,MSc,Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr.Ir.Tavi Supriana,MS dan Bapak Kasyful Mahalli,SE,M.Si, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah bersusah payah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Drs. Hasan Basri Tarmizi,S.U dan Bapak Dr.Agus Purwoko,S.Hut.,M.Si, selaku dosen pembanding yang gtelah banyak memberikan masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi PWD SPs USU yang telah banyak membantu proses administrasi dan kelancaran akademis selama mengikuti perkuliahan.

8. Rekan – rekan mahasiswa PWD angkatan 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaiaan Tesis ini.

9. Istri tercinta Endang Oktoriani,SE dan anak – anaku tersayang dr. Eylani Meisya Fitri , Eysicka Gyianti Syah Fitri, dan Endarien Syah Putri, yang setia dalam memberikan dukungan dalam masa perkuliahan.


(9)

10. Sahabat – sahabat Saya Kurniawan Ginting, Boyman. Dayat Limbong dan Triono Eddy, yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaiaan Tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan kepada penulis khusunya serta Penulis mendo’akan bagi semua pihak yang telah membantu moril dan materil mendapat balasan dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Ali Rintop Siregar lahir di Padangsidempuan pada tanggal 10 Nopember 1959, anak pertamadari 11 ( sebelas ) bersaudara pasangan dari Harun Siregar BA dan Soriani Rambe BA.

Menempuh pendidikan SD di SD Padangsidempuan lulus tahun 1971, SMP Negeri 2 Padangsidempuan lulus tahun 1974, SMA Negeri 2 Padangsidempuan lulus tahun 1977, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Boogor lulus pada tahun 1982, tahun 2009 melanjutkan studi strata 2 ( S–2 ) di Universitas Sumatera Utara pada Program Perencanaan Pembangun

Wilayah dan Pedesaan ( PWD ).

Menikah pada tahun 1986 dengan wanita yang bernama Endang Oktoriani,SE dan dikarunia 3 ( tiga ) orang putri yaitu dr. Eylani Meisya Fitri , Eysicka Gyianti Syah Fitri, dan Endarien Syah Putri.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pertanahan Nasional sejak tahun 1989 dan pada saat ini bekerja pada Kantor Pertanahan Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR ………

RIWAYAT HIDUP ...

DAFTAR ISI ……….

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN ……….

1.1. Latar Belakang ……….. 1.2. Rumusan Masalah ……….. 1.3. Tujuan Penelitian ……….. 1.4. Manfaat Penelitian ………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 2.1 Pembaruan Agraria ( Reforma Agraria)di Indonesia ...

2.1.1 Definisi Pembauran Agraria... 2.1.2 Tujuan Pembauran Agraria... 2.1.3 Strategi Dasar Pelaksanaan Pembauran Agraria

di Indonesia ... 2.1.4 Landasan Hukum Pembauran Agraria ... 2.1.5 Objek dan Subjek Pembauran Agraria ... 2.1.6 Mekanisme Pembauran Agraria ... 2.1.7 Perinsip Pembauran Agraria ...

i ii iii vi viii xi xiii xiv 1 1 13 13 13 15 15 16 22 24 24 25 26 28


(12)

2.2Pengalaman Pembauran Agraria di Berbagai Negara ... 2.2.1 Yunani ... 2.2.2 Prancis ... 2.2.3 Cina ... 2.2.4 Jepang ... 2.2.5 Venezuela ... 2.2.6 Zimbahwe ... 2.2.7 Thailand ... 2.2.8 Taiwan ... 2.3Pengembangan Wilayah Pedesaan ... 2.4Kajian Penelitian Terdahulu... 2.5Kerangka Berpikir ... 2.6. Hipotesis Penelitian ...

BAB III METODE PENELITIAN ……….

3.1 Lokasi dan Waktu …………..………..

3.2 Pendekatan Penelitian ...………. 3.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 3.4 Jenis dan Sumber Data... 3.5 Instrumen Penelitian ….………. 3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi ……….

3.6.1 Observasi ………

3.6.2 Kuisoner Dengan Didukung Wawancara ………..

3.6.3 Studi Dokumen ………..

3.7Populasi dan Sample ……….

3.8Tehnik Pengolahan dan Analisis Data ……….

3.8.1 Analisis Data .………..

35 35 35 36 41 41 42 42 42 44 52 54 56 57 57 57 59 60 61 62 62 63 63 63 65 65


(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Kondisi Umum Sektor Pertanahan di Kabupaten Asahan... 4.1.1 Wilayah ... 4.1.2 Penduduk ... 4.1.3 Tata Ruang ... 4.1.4 Penggunaan Tanah ... 4.1.5 Kegiatan Sertifikasi Tanah ... 4.2 Pelaksanaan Program Pembauran Agraria Nasional di Kab Asahan..

4.2.1 Lokasi Yang Dijadikan Objek Revorman... 4.2.2 Konsep Model Konsolidasi ... 4.2.3 Prosedur Penyelesaian dan Penataan... 4.2.4 Pembiayaan ... 4.2.5 MOU ... 4.3 Karakteristik Responden ...

4.3.1 Jabatan dalam Keluarga... 4.3.2 Tingkat Pendidikan ... 4.3.3 Pekerjaan ... 4.4 Pendapatan Responden ...

4.4.1 Jenis Pendapatan ... 4.4.2 Pendapatan Tetap... 4.4.3 Rata – rata Pendapatan ... 4.5 Karakteristik Bidang Tanah ... 4.6 Program PPAN ... 4.7 Dampak PPAN Terhadap Pendapatan Masyarakat ...

68 68 68 69 74 74 75 76 77 78 80 80 81 83 83 84 85 87 87 88 89 90 97 107


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

116 116 118


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Jumlah Tanah Land Reform yang sudah diredistribusikan .. 6

1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas Lahannya . 7 2.1 Isi Landasan Hukum Pembaruan Agraria ……… 24

3.1 Rincian Kebutuhan Data ……….. 61

4.1 Kawasan Budi Daya di Kabupaten Asahan ………. 74

4.2 Penggunaan Tanah di Kabupaten Asahan ……… 75

4.3 Jenis Kepemilikan Tanah di Kabupaten Asahan ………….. 75

4.4 Distribusi Jabatan Responden Dalam Keluarga ………….. 83

4.5 Distribusi Tingkat Pendidikan Responden ………... 84

4.6 Distribusi Pekerjaan Responden ……….. 86

4.7 Disitibusi Jenis Pendapatan Responden ……….. 87

4.8 Distribusi Pendapatan Tetap Responden ………. 88

4.9 Distribusi Rata-Rata Pendapatan Responden ……….. 89

4.10 Distribusi Bidang Lahan Yang Dikuasai Responden …….. 90

4.11 Distribusi Luas Lahan Yang Dikuasai Responden ……….. 91

4.12 Distribusi Status Pengusaan Lahan Responden ………….. 93

4.13 Distribusi Lama Menguasai Lahan Responden ……… 94

4.14 Distribusi Keinginan Status Kepemilikan lahan Responden ……… 95

4.15 Distribusi Penggunaan Lahan Responden ……… 96

4.16 Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Reforma Agraria (PPAN) Telah Memenuhi Kaidah Keadilan……… 98

4.17 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN) Dapatmembuka Akses Sumber-Sumber Ekonomi ………... 99


(16)

4.18 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)

DapatMenurunkan Tingkat Konflik Pertanahan ………….. 100 4.19 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)

Dapat Membantu Menjaga Kelestarian Lingkungan ……... 101 4.20 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)

Dapat Meningkatkan Ketahahan Pangan ………. 103 4.21 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)

Dapat Mengurangi Pengangguran ……… 104

4.22 Persepsi Masyarakat Terhadap Reforma Agraria (PPAN)

Dapat Meningkatkan Pendapatan Keluarga ………. 106 4.23 Hasil Analisis Perbedaan Pendapatan Masyarakat


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Bagan Alir Program Pembaharuan Agraria Nasional

(PPAN) ………

4

2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ………... 55

4.1 Peta Kabupaten Asahan ……….. 68

4.2 Peta Administrasi Kabupaten Batu Bara ………. 72

4.3 Peta Administrasi Kabupaten Asahan ………. 73

4.4 Skema Model Penyelesain Sengketa Dengan Pola Konsolidasi ……….. 78

4.5 Salah satu bentuk konsolidasi dengan didirikannya koperasi dan pembangunan jalan disekitar perkebunan …….. 78

4.6 Kerjasama Saling Menguntungkan ………. 81

4.8 Beberapa lahan hasil distribusi telah berubah fungsi sebagiannya menjadi usaha lain seperti kerajinan kayu dan hotel ………. 97


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ……….. 123

2 Tabulasi Kuisioner Untuk Responden ……… 129 3 Tabulasi Kuisioner Untuk Variabel Kontrol

( Responden Non PPAN ) ………...……… 133

4 Output SPSS untuk Uji T ………... 135

5 Diskusi dengan masyarakat yang menerima program PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai


(19)

ABSTRAK

Ali Rintop Siregar, Nomor Induk Mahasiswa 097003007, “Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) Terhadap Pengembangan Wilayah Desa Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”. Di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, dan

Kasyful Mahalli, SE. M.Si

Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan diberbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti: Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti: Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan serta dampaknya terhadap pengembangan wilayah. Populasi penelitian adalah masyarakat yang menerima PPAN jumlah sampel 100 responden dan masyarakat yang belum mendapatkan PPAN sebanyak 30 responden sebagai variabel kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan metoda deskriptif dan uji paired t-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan PPAN di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan yang menggunakan konsep konsolidasi telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara rinci PPAN telah memberikan akses sumber ekonomi, mengurangi potensi konflik lahan, meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemandirian pangan, serta meningkatkan kelestarian lingkungan hidup di sekitar Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Secara umum, PPAN telah memberikan peranan terhadap pengembangan wilayah di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.

Kata Kunci: Reforma agraria, akses sumber ekonomi, potensi konflik lahan, pendapatan, pengembangan wilayah


(20)

ABSTRACT

Ali Rintop Siregar, Student Identification Number 097003007, "Impact Analysis of the National Agrarian Reform Program (PPAN) The Area Development District Village Hall Plantation Sei Sei Asahan District Headquarters". Under the guidance of Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. PhD, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Kasyful Mahalli,SE,M.Si

Agrarian Reform is an emerging solution to the problem of agrarian structure of inequality, poverty, food security and rural development in many parts of the world. Many countries, both of which have the right ideology such as: Japan, Taiwan, South Korea, the Philippines and Brazil, as well as the ideology that has left such as China and Vietnam carry out agrarian reform, with mixed results. Recorded some countries carry out agrarian reform more than once, such as Russia, Japan, Mexico and Venezuela

This study aims to analyze the implementation of the National Agrarian Reform Program (PPAN) in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters and its impact on regional development. The study population is the number of people who received a sample of 100 respondents PPAN and people who do not earn as much as 30 respondents PPAN as control variables. The data was collected using a questionnaire interview. Data analysis using descriptive methods and paired t-test test.

The results of this study demonstrate the implementation of PPAN in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters that uses the concept of consolidation has provided considerable benefits for the Central District of Sei Sei Village Hall Asahan District. In detail PPAN has provided access to economic resources, reducing potential conflicts of land, increase revenue, improve food self-sufficiency, and improving environmental sustainability around the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters. In general, PPAN has given the role of regional development in the Village Center District Sei Sei Asahan District Headquarters.

Keywords: Agrarian reform, access to economic resources, potential conflicts of land, income, regional development


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela (BPN- RI, 2007).

Pada Tahun 1960, Reforma Agraria sudah dikenal di Indonesia bahkan telah ada pengadilan agraria, hal ini dapat dilihat berdasarkan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UPPA). Peristiwa itu dianggap sebagai tonggak penting upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Melalui UPPA, bangsa Indonesia bertekad untuk membenahi struktur penguasaan agraria yang semula bercorak kolonial dan feodal menjadi penguasaan yang dapat menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Namun kebijakan Reforma Agraria hanya bertahan sampai tahun 1965.


(22)

Pasca tragedi 1965, praktis wacana Reforma Agraria raib dari perbincangan publik maupun kebijakan pemerintah. Pada Era Reformasi wacana Reforma Agraria berhasil menjadi perdebatan politik di pusat sehingga menghasilkan TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Tetapi, sampai sekian tahun kemudian, tetap tidak ada tindak lanjut politik dari pemerintah untuk mendorong pelaksanaan perogram Reforma Agraria. Sejak tahun 2006 pelaksanaan Reforma Agraria ini secara tegas dinyatakan sebagai program pemerintah, yaitu ditetapkan sebagai salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional RI melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2006.

Hal di atas juga selaras dengan Pidato Awal Tahun 2007 Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31 Januari 2007 yang menyatakan secara tegas arah kebijakannya mengenai pertanahan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang ada, terlihat dalam pernyataan berikut :

“Program Reforma Agraria ... secara bertahap ... akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan Kesejahteraan Rakyat .... yang saya anggap mutlak untuk dilakukan.”


(23)

Sesuai penegasan Kepala BPN RI:

Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penataan akses terhadap tanah sebagai basis untuk revitalisasi pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan1

Dengan demikian adanya kebijakan mengalokasikan lahan seluas 8,15 juta hektar sebagai objek pelaksanaan Reforma Agraria dan dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pertanahan, maka jelas terlihat kemauan politik pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria semakin terlihat kuat

.

2

Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah ini dijalankan dalam sebuah kerangka program terpadu yang disebut Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Gambar 1.1 memperlihatkan bagan alir pelaksanaan PPAN yang dirumuskan oleh Badan Pertanahan Nasional.

.

1

Wawancara Joyo Winoto: “Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono.” Tempo, 10 Desember 2006.

2

Sebelum itu, pelaksanaan Reforma Agraria memang juga sudah dinyatakan secara eksplisit dalam buku visi, misi dan program SBY-JK yang disampaikan sewaktu mencalonkan diri sebagai pasangan Presiden-Wakil Presiden. Dalam buku ini pelaksanaan reforma agraria disebutkan eksplisit sebanyak dua kali, yakni dalam konteks agenda “perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja” dan “revitalisasi pertanian dan aktivitas pedesaan”


(24)

PPAN terdiri dari dua komponen pokok. Pertama adalah redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria. Kedua adalah upaya pengembangan wilayah lebih luas yang melibatkan multipihak untuk menjamin agar aset tanah yang telah diberikan tadi dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang

ASSET REFORM

ACCES REFORM

Sumber Gambar : Puslitbang BPN RI


(25)

diistilahkan dengan “Land Reform Plus” sebagai ciri dasar yang membedakan PPAN ini dari program Land reform yang pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya.

Asset reform, di dalam kerangka mandat konstitusi, politik dan undang-undang untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penguatan akses tanah yang dimasa lalu melalui Land Reform sebagai suatu proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perundangan di bidang pertanahan, tetap dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

Beberapa bentuk penguatan akses tanah ke petani antara lain melalui redistribusti tanah Obyek Land reform yang belum dibagikan, tanah milik adat, tanah milik negara dan tanah ex HGU yang telah dilepaskan dan dikuasai masyarakat. Subyek/penerima manfaat di prioritaskan masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan tanah tersebut selama bertahun-tahun. Prioritas berikutnya masyarakat miskin dan atau tidak punya tanah di sekitar/luar lokasi. Model pembagian tanah (distribusi/redistribusi) dapat dilakukan dengan penataan maupun tanpa penataan fisik. Penerima manfaat tersebut diberikan sertipikat hak milik atas tanah secara perseorangan. Mekanismenya melalui Redistribusi Tanah, Prona, Konsolidasi Tanah Pertanian, dan merupakan penguatan hak terhadap tanah yang telah dikuasai masyarakat. Sedangkan Access reform adalah proses penyediaan akses bagi masyarakat (subyek PPAN) terhadap segala hal yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan (partisipasi


(26)

ekonomi politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan).

Tabel 1.1 Jumlah Tanah Land Reform Yang Sudah Diredistribusikan

No Provinsi Jumlah Redis 1961 - 2005 (Ha)

Jumlah Penerima Redist 1961 -

2005 (KK)

Luas rata - rata diterima KK

(Ha)

1 D. I Aceh 17.976,000 13.120 1,370

2 Sumatera Utara 111.145,000 123.260 0,902

3 Riau 9.308,000 9.079 1,025

4 Sumatera Barat 11.615,000 12.516 0,928

5 Sumatera Selatan 20.254,000 22.497 0,900

6 Jambi 10.855,620 6.868 1,581

7 Bengkulu 36.208,000 22.630 1,600

8 Lampung 37.116,000 59.909 0,620

9 DKI Jakarta 0,000 0.000 0,000

10 Jawa Barat 183.614,019 426.930 0,430

11 D.I Yogyakarta 692,000 3.447 0,201

12 Jawa Tengah 39.566,682 142.987 0,277

13 Jawa Timur 262.936,073 261.708 1,005

14 Bali 9.854,000 17.979 0,548

15 Nusa Tenggara Barat 17.668,000 9.466 1,866 16 Nusa Tenggara Timur 41.468,000 49.660 0,835 17 Kalimantan Selatan 20.793,158 22.052 0,943

18 Kalimantan Tengah 42.842,326 30.734 1,394

19 Kalimantan Barat 13.634,000 11.246 1,212

20 Kalimantan Timur 26.761,478 13.879 1,928

21 Sulawesi Tengah 12.705,917 15.927 0,798

22 Sulawesi Tenggara 57.529,000 49.723 1,157

23 Sulawesi Selatan 88.764,000 103.719 0,856

24 Sulawesi Utara 5.526,000 5.145 1,074

25 Maluku 18.697,000 9.714 1,925

26 Papua 2.860,000 2.117 1,351

27 Bangka Belitung 915,000 929 0,985

28 Banten 50.186,000 52.347 0,959

29 Maluku Utara 0,000 0 0,000

30 Gorontalo 8.037,000 11.174 0,719


(27)

Seperti kita ketahui Sejak 1960-an Indonesia sudah melakukan redistribusi tanah seluas 1,15 juta hektar, seperti dapat terlihat dalam Tabel 1.1. Namun pada kenyataannya penerima tanah itu hidupnya tidak menjadi lebih sejahtera. Ini dapat terlihat dari hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem (menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar) di Indonesia meningkat seperti tersaji pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas lahannya

Peningkatan rumah tangga gurem selama tahun 1993 – 2003 sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 1993 jumlah penduduk miskin dipedesaan tercatat sebanyak 17. 200.000 jiwa sementara pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi 25.100.000 jiwa. Potret ketimpangan agraria, guremisasi dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan merupakan akumulasi timbunan persoalan agraria dari waktu ke waktu.

Luas (HA) 1983 (Juta Jiwa)

1993 (juta jiwa)

2003 (juta)

<0,1 8,5 7 17,2

0,1 - 0, 49 37,7 40,7 39,2

0,5 - 0,99 24,1 22,4 18,4

≥ 1,0 29,7 29,9 25,2


(28)

Pada dasarnya pembangunan wilayah pedesaan adalah suatu upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan wilayah pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan dapat meningkatkan pendapatan.

Peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejahteraan keluarga dalam upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan. Data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada tahun 2006 menyebutkan, terdapat 38.232 (54,14%) kategori desa maju yang terdiri dari 36.793 (52,03%) kategori maju dan 1.493 (2,11%) kategori sangat maju. Sementara desa tertinggal berjumlah 32.379 (45,86%) yang terdiri dari 29.634 (41,97%) kategori tertinggal dan 2.745 (3,89%) kategori sangat tertinggal.

Inilah yang menjadi dorongan bagi kita semua, untuk menekankan percepatan pembangunan wilayah desa dengan pendekatan yang holistik (menyeluruh). Salah satu gagasannya adalah dengan menerapkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).

Dengan dilaksanakannya PPAN, maka tantangan besar bagi pemerintah kemudian adalah bagaimana mendesain operasionalisasi PPAN ini sehingga nantinya bisa dilaksanakan secara terpadu dan benar-benar diorientasikan pada penataan ulang struktur agraria yang timpang dan penyediaan program-program pendukungnya yang lebih luas. Pada saat yang sama, bagaimana bisa menggulirkan pelaksanaan PPAN ini agar mendapat dukungan yang luas baik


(29)

dilingkungan elit politik, di antara lintas departemen dan level pemerintahan, maupun dikalangan masyarakat secara umum.

Ada 5 (lima) tujuan utama yang hendak dicapai dari pelaksanaan PPAN melalui asset reform dan akses reform yaitu:

1. Menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah dan kekayaan alam lainnya sehingga menjadi lebih berkeadilan sosial;

2. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, khususnya kaum tani dan rakyat miskin dipedesaan;

3. Mengatasi pengangguran dengan membuka kesempatan kerja baru di bidang pertanian dan ekonomi pedesaan;

4. Membuka akses bagi rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik; 5. Dan mewujudkan mekanisme sistematis dan efektif untuk mengatasi sengketa

dan konflik agraria.

Sebagai sebuah kebijakan yang dilatari oleh keinginan untuk mendistribusikan lahan eks hutan produksi konversi (HPK) sejumlah 8.15 juta hektar, beragam tanggapan diberikan oleh kalangan termasuk juga kalangan yang selama ini memperjuangkan pembaruan Agraria. Ada dua tanggapan utama, pertama kalangan yang menganggap bahwa Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini mesti ditentang. Sementara kelompok kedua kalangan yang menganggap bahwa program ini mesti dikawal secara kritis mulai dari sisi substansi hingga kesisi


(30)

implementasi. Kelompok pertama yang menentang misalnya, memberikan ulasan setidaknya ada tujuh alasan mengapa PPAN mesti ditolak yaitu (Bachriadi : 2006). a. PPAN bertumpu pada revitalisasi pertanian sehingga lebih mengacu pada

upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang sudah ada khususnya perkebunan. Upaya jenis ini jelas-jelas sangat dominan pada investasi bukan membentuk modal pedesaan yang kuat;

b. Pembaruan Agraria hanya dijadikan urusan teknis semata sehingga sejalan dengan proyek administrasi pertanahan dan mendorong integrasi usaha petani kecil kedalam pertanian/perkebunan skala besar;

c. PPAN hanya ditujukan pada tanah-tanah negara yang hanya mungkin dibagikan tanpa ada keinginan kuat merombak struktur agraria yang ada;

d. PPAN tidak mengakomodasi sepenuhnya keinginan menyelesaikan konflik agrarian.

e. PPAN bertumpu pada institusi yang lemah yakni BPN.

f. PPAN kemungkinan dibawah bimbingan program-program Bank Dunia yang mendorong liberalisasi pertanahan.

g. PPAN kemungkinan besar hanya sebuah dagangan politik jangka pendek SBY-JK. Sementara pada kelompok kedua, berangkat dari pandangan bahwa PPAN bukanlah reforma agraria sejati dan menyeluruh seperti yang diinginkan selama ini. Namun, keinginan pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan kalangan masyarakat sipil dari sisi substansi dan implementasi dapat dijadikan sebagai batu loncatan dalam mendorong pembaruan agraria sejati yang dinginkan. Dengan


(31)

demikian, PPAN dianggap sebagai peluang politik yang ada dalam memperkuat basis-basis kelompok masyarakat dalam memperjuangkan Pembaruan Agraria.

Kedua, program ini mesti diperjuangkan sebagai sebuah program nasional yang akan melibatkan pejabat birokrasi dari pusat hingga daerah dengan keharusan melibatkan organisasi rakyat dari nasional hingga wilayah. Pola ini juga akan membuka luas bagi lahirnya serikat-serikat atau kelompok tani baru di semua wilayah nasional. Dengan demikian, terjadi sebuah lompatan kebutuhan masyarakat tani untuk mengorganisasikan diri. Proses ini juga akan membuka keragaman baru dari serikat-serikat tani yang selama ini masih didominasi oleh petani yang terlibat konflik semata (Napiri :2006 ).

PPAN awalnya sudah dilaksanakan di Kabupaten Asahan sejak awal tahun 1960, namun pelaksanaannya masih terbatas pada kegitan redistribusi tanah kepada petani penggarap. Kegiatan redistribusi tanah yang terjadi tidak dijalankan sebagaimana layaknya dan kesannya sangat lambat. Kegiatan redistribusi tanah di Kabupaten Asahan mengalami stagnasi sejak awal Orde Baru sampai dengan tahun 2006.

Pada masa Orde Baru kebijakan ekonomi bertumpu kepada pertumbuhan dan ekonomi yang mengakibatkan kebijakan di sektor pertanahan juga menginduk dan mendukung program percepatan dan pertumbuhan ekonomi. Tanah dijadikan sebagai alat dan komoditi ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek sosial dan aspek pemerataan dan keadilan. Salah satu dampak dari kebijakan di atas adalah terjadinya penumpukan penguasaan tanah ditangan pemilik modal, baik berupa swasta maupun Badan Usaha Milik Negara.


(32)

Ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah antara masyarakat tani/masyarakat pedesaan dengan 60 Badan Hukum di Kabupaten Asahan pada tahun 2007 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Rata-rata kepemilikan dan penguasaan tanah masyarakat tani/masyarakat pedesaan hanya 0,98 Ha. Sementara itu, 60 Badan Hukum menguasai areal seluas 145.558 Ha di Kabupaten Asahan.

Dampak lain yang terjadi akibat kebijakan pertanahan yang pro pertumbuhan adalah terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan baik antara individu, individu dengan badan hukum, maupun individu dengan pemerintah. Sampai pada tahun 2007, di Kabupaten Asahan telah tercatat sengketa, konflik, dan perkara pertanahan sebanyak 424 kasus yang belum terselesaikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah desa di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan.

Berdasarkan kajian teoritis dan pengalaman empiris dari berbagai negara yang telah melaksanakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) secara konsisten, terlihat suatu kecenderungan bahwa program PPAN sangat berperan dalam pengembangan wilayah khususnya wilayah pedesaan.

Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan telah dilaksanakan sebelumnya sejak tahun 2007. Seharusnya Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini akan berdampak


(33)

positif terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai.

Untuk mengetahui dampak positif pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai maka dipandang perlu untuk melaksanakan analisis terhadap dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai, dan dengan adanya silang pendapat mengenai pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dan pelaksanaannya yang sudah hampir 4 (empat) tahun, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di salah satu lokasi penelitian PPAN Tahun 2007 di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai. Penulis ingin menganalisis dampak dari program ini terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai

Sebagai catatan, pada saat dilaksanakannya PPAN ini, Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai masih merupakan bagian dari Kabupaten Asahan namun setelah adanya pemekaran Kabupaten Asahan Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai saat ini meruapakan bagian dari Kabupaten Batu Bara.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai


(34)

2. Bagaimana persepsi masyarakat dengan adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai

2. Untuk menganalisis persepsi masyarakat Kecamatan Sei Balai Desa Sei Balai Kabupaten Asahan terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan diantaranya: 1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sumber data,

informasi, dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya yang terkait dengan konsep-konsep Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).

2. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana evaluasi Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), yang telah atau sedang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembaruan Agraria (Reforma Agraria) di Indonesia

Teori – teori pembangunan yang berkembang pada pertengahan ke – 20 melihat bahwa pembangunan di negara- negara berkembang tidak dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan transformasi masyarakat melalui penataan struktur agraria. Bahwa kemudian Reforma Agraria dianggap sebagai kata kunci untuk keberhasilan pembangunan merupakan hal yang sangat beralasan.

Berkaitan dengan hal tersebut, pemahaman terhadap berbagai teori dan pendapat yang berhubungan dengan pelaksanaan Reforma Agraria Nasional sebagai pemecahan terhadap masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dengan menyentuh akar masalahnya sangat diperlukan.

Reforma Agraria di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1960. Pembuktian atas hal tersebut adalah diundangkannya Undang – Undang Nomor. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok –Pokok Agraria yang merupakan tonggak penting bagi upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Akan tetapi langkah tersebut kemudian dijadikan komoditas politik sehingga ketika terjadi prahara pada tahun 1965 dan kekuasaan dipegang oleh rezim Orde Baru, land reform dianggap sebagai “barang haram” sehingga tidak bisa diselenggarakan.


(36)

“Kekeliruan pembangunan yang mendasar adalah tidak ditempatkannya pembaruan agraria yang berupa penataan kembali penguasaan, penggunaan, pemanfaatan, peruntukan dan pemeliharaan sumber-sumber agraria sebagai pra-kondisi dari pembangunan… Pembaruan agraria dipercayai pula sebagai proses perombakan dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, sehingga tercipta dasar pertanian yang sehat, terjaminnya kepastian penguasaan atas tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya kehidupan mereka, sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat pedesaan, serta penggunaan sumberdaya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” (Deklarasi Pembaruan Agraria, Jogjakarta 1998).

“Melaksanakan land reform berarti melaksanakan satu bagian yang mutlak dari Revolusi Indonesia.” (Soekarno, 1960)

Saat ini pemerintah kembali membangkitkan Reforma Agraria dalam konsep baru, Dengan konsep Reforma Agraria baru yang sedang dihadapi Bangsa Indonesia.

2.1.1 Definisi Pembaruan Agraria

Agrarian reform dan land reform seringkali dianggap identik. Berbagai pihak, dengan sudut pandang yang sangat beragam memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai Reforma Agraria. Dalam pengertian terbatas, Reforma Agraria dipandang sebagai land reform, dengan salah satu programnya yaitu redistribusi tanah (pembagian tanah), namun penelitian kali ini Reforma Agraria memiliki arti yang lebih luas dan tidak hanya berupa land reform.


(37)

Menurut Wiradi (2001), Reforma Agraria adalah penataan ulang struktur pemilikan dan penguasaan tanah beserta seluruh paket penunjang secara lengkap , Paket penunjang tersebut adalah adanya jaminan hukum atas hak yang diberikan, tersediaanya kredit yang terjangkau, adanya akses terhadap jasa-jasa advokasi, akses terhadap informasi baru dan teknologi, pendidikan dan latihan, dan adanya akses terhadap bermacam sarana produksi dan bantuan pemasaran.

Setiawan (2001) mengatakan bahwa istilah Reforma Agraria adalah pembaruan agraria karena apa yang dimaksudkan lebih luas dari sekedar pembagian tanah. Selanjutnya menurut Sahyuti (2007), Reforma Agraria dimaknai sebagai land reform plus, artinya inti dari pelaksanaan Reforma Agraria adalah berupa land reform yang dalam arti sempit yaitu penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah. Komponen plus dalam Reforma Agraria dimaksud adalah bentuk-bentuk dan cara mengolah tanah, penyuluhan pertanian, dan lain – lain.

Menurut Sutarto (2007) pembaruan agraria tidak boleh dipahami sebagai proyek bagi – bagi tanah semata, tapi harus diorientasikan pada upaya peningkatan kesejahteraan petani serta revitalisasi pertanian dan pedesaan secara menyeluruh. Untuk itu selain harus merupakan upaya penataan struktural untuk menjamin hak rakyat atas sumber- sumber agraria melalui land reform , Reforma Agraria harus merupakan upaya pembangunan lebih luas yang melibatkan multi-pihak untuk menjamin agar aset tanah yang telah diberikan dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Hal ini mencakup pemenuhan hak-hak dasar dalam arti luas, misalnya pendidikan , kesehatan dan juga penyediaan dukungan modal, teknologi,


(38)

manajemen, infrastruktur, pasar dan lain –lain. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang dimaksud dengan land reform plus.

Senada dengan pengertian tersebut di atas, Winoto (2007) mengemukakan bahwa Reforma Agraria adalah “land reform plus”, yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Artinya ‘land reform’ yang mekanismenya untuk menata kembali proses- proses yang dirasa tidak adil dengan penambahan akses reform sehingga pemberian tanah bagi petani dapat dijadikan sebagai alat reproduksi.

Berbagai istilah dan pengertian sangat banyak dikemukakan namun hal ini hanya sebatas pemberian definisi saja sehingga jarang menjadi perdebatan. Prinsipnya adalah yang menjadi konsep dasar pembaruan yang diemban Reforma Agraria yaitu tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Bertolak dari konsep dasar tersebut, selanjutnya rumusan yang dipergunakan sebagai definisi Reforma Agraria yang akan diselenggarakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Menurut Istilah TAP MPR IX/MPR/2001

Reforma agraris adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan sumber – sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat.

2. Menurut Penjelasan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 10 Ayat 1 dan 2


(39)

Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 dirumuskan “land reform”atau “agrarian reform” yaitu sebagai suatu ketentuan bahwa tanah harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri. Selanjutnya ketentuan itu perlu diikuti pula dengan syarat-syarat yang ringan, sehingga pemiliknya tidak akan terpaksa bekerja dalam lapangan lain, dengan menyerahkan penguasaan tanahnya kepada orang lain.

Definisi operasional dari Reforma Agraria sebagai upaya suatu program pemerintah dalam upaya menyelesakan berbagai permasalahan dengan memberikan sentuhan langsung pada akar permasalahannya adalah :

1. Reforma Agraria merupakan penataan ulang sistem politik dan hukum pertanahan berdasarkan prinsip pasal – pasal UUD 45 dan UUPA ;

2. Reforma Agraria merupakan proses penyelenggaraan land reform (LR) dan access reform (AR) secara bersama; LR adalah proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan politik dan hukum pertanahan. AR adalah suatu proses penyediaan akses bagi masyarakat (subjek Reforma Agraria) terhadap segala hal yang memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan (partisipasi ekonomi- politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan).


(40)

Defenisi tersebut secara lebih terperinci dapat dipaparkan bahwa Reforma Agraria yang selanjutnya disebut sebagai PPAN adalah merupakan:

1. Upaya bersama untuk mewujudkan keadilan sosial;

Reforma Agraria dilakukan untuk langsung menyentuh akar permasalahan – permasalahan struktural dimana kemiskinan termasuk salah satu diantaranya. 2. Mandat politik, konstitusi dan hukum;

Reforma Agraria merupakan keharusan untuk dilaksanakan atas dasar: a) Tap MPR No. IX/MPR/2001

b) Keputusan MPR – RI No. 5/MPR/2003

c) Pidato Politik Presiden RI awal tahun tanggal 31 Januari 2007

d) Pembukaan UUD’45 dan Pasal 33 (3), Pasal 27 (2), dan Pasal 28 UUD’45. e) Semua peraturan perundang-undangan yang terkait.

3. Keharusan Sejarah;

Reforma Agraria harus dilaksanakan dengan bercermin kepada pengalaman negara-negara yang menjalankan Reforma Agraria di penghujung abad 20 dan di abad 21 dan pengalaman Reforma Agraria di Indonesia sendiri.

4. Bagian Mendasar Triple Track Strategy

Reforma Agraria berdampak langsung untuk masyarakat pedesaan dan perkotaan baik pertanian maupun non pertanian.

Dalam pelaksanaan Reforma Agraria mencakup dua komponen yaitu:

a. Redistribusi Tanah (land reform) untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria. Hal ini disebut dengan aset reform.


(41)

b. Upaya pembangunan lebih luas dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan, hal ini disebut akses form yang mencakup antara lain pemenuhan hak – hak dasar dalam arti luas seperti kesehatan, dan pendidikan, juga penyediaan dukungan modal, teknologi, manajemen, infrastruktur, pasar, dan lain sebagainya (BPN- RI, 2007)

Apabila didekomposisi, dari pengertian Reforma Agraria terdapat lima komponen mendasar di dalamnya, yaitu restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial- ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity), sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare), penggunaan/pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency), keberlanjutan (sustanability), dan penyelesaian sengketa tanah (harmony) ( BPN – RI, 2007).

Reforma Agraria secara garis besar dapat dikategorikan menjadi empat yaitu: 1. Radical Land Reform, tanah milik tuan tanah yang luas diambil alih oleh

pemerintah, dan selanjutnya dibagikan kepada petani tidak bertanah.

2. Land restitution, tanah – tanah perkebunan luas yang berasal dari tanah – tanah masyarakat diambil alih oleh pemerintah, kemudian tanah tersebut dikembalikan kepada pemilik asal dengan kompensasi.

3. Land Colonization, pembukaan dan pengembangan daerah – daerah baru, kemudian penduduk dari daerah yang padat penduduknya dipindahkan ke daerah baru tersebut, dan diberi tanah dengan luasan tertentu.


(42)

4. Market Based land Reform (market assisted land reform), land reform yang dilaksanakan berdasarkan atau dengan bantuan mekanisme pasar. Bisa berlangsung bila tanah-tanah disertifikasi agar security in tenurship bekerja untuk mendorong pasar finansial di pedesaan.

2.1.2 Tujuan Pembaruan Agraria

Dalam mengemban tugas menyelenggarakan administrasi pertanahan. Badan Pertanahan Nasional berpedoman pada empat prinsip pertanahan yang memberikan amanat dalam berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; menata kehidupan bersama yang lebih berkeadilan; mewujudkan keberlanjutan sistem kemasyarakatan; kebangsaan dan kenegaraan Indonesia; serta mewujudkan keharmonisan (terselesaikannya sengketa dan konflik pertanahan).

Dalam mencapai visi dan misinya, selanjutnya Badan Pertanahan telah menetapkan 11 agenda pertanahan yang terdiri atas :

1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional RI; 2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertifikasi

tanah secara menyeluruh di Seluruh Indonesia; 3. Memastikan penguatan hak –hak rakyat atas tanah;

4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah- daerah korban bencana alam dan daerah – daerah konflik di seluruh tanah air;

5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan secara sistematis;


(43)

6. Membangun Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di Seluruh Indonesia;

7. Menangani masalah Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;

8. Membangun basis data penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;

9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan;

10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI;

11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum, dan kebijakan pertanahan (Reforma Agraria).

Berangkat dari 4 (empat) prinsip dan 11 (sebelas) agenda inilah selanjutnya ditetapkan tujuan dari pelaksanaan Reforma Agraria yang terdiri dari tujuh rumusan yaitu :

a. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil;

b. Mengurangi kemiskinan; c. Menciptakan lapangan kerja;

d. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber – sumber ekonomi terutama tanah; mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;

e. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan ketahanan pangan.


(44)

2.1.3 Strategi Dasar Pelaksanaan Pembaruan Agraria di Indonesia

Strategi pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasioanal (PPAN) sebagaimana yang telah dirumuskan oleh BPN- RI (2007) adalah sebagai berikut :

1. Melakukan penataan atas konsentrasi aset dan atas tanah – tanah terlantar melalui penataan politik dan hukum pertanahan berdasarkan Pancasila, UUD’45 dan UUPA.

2. Mengalokasikan tanah yang langsung dikuasai oleh negara (obyek Reforma Agraria) untuk rakyat (subjek Reforma Agraria).

2.1.4 Landasan Hukum Pembaruan Agraria

Adapun yang menjadi landasan pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Indonesia adalah :

Tabel 2.1 Isi Landasan Hukum Pembaruan Agraria

No Jenis Landasan Isi Landasan

1 Landasan Idiil Pancasila 2 Landasan

Konstitusional

Undang – Undang Dasar Negara 1945 dan Perubahannya

3 Landasan Politis a. Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam

b. Keputusan MPR RI Nomor 5 Tahun 2003 tentang penugasan kepada Pimpinan MPR RI untuk menyampaikan Saran atas Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPR, BPK, MA pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003;

c. Pidato Politik Awal Tahun Presiden Republik Indonesia tanggal 31 Januari 2007.

4 Landasan Hukum

Terdiri dari 20 Undang – undang yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam


(45)

2.1.5 Objek dan Subjek Pembaruan Agraria

Adapun yang dimaksud dengan Objek pada Program Pembaruan Agraria Nasional adalah :

1. Berdasarkan penelitian BPN- RI diperkirakan terdapat tanah seluas 1,1 Juta hektar yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia yang berasal dari :

a. Tanah berkas hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai; b. Tanah yang terkena ketentuan konversi;

c. Tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;

d. Tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan;

e. Tanah obyek land reform ; f. Tanah bekas obyek land reform; g. Tanah timbul;

h. Tanah bekas kawasan pertambangan; i. Tanah yang dihibahkan pemerintah;

j. Tanah tukar menukar dari dan oleh pemerintah; k. Tanah yang dibeli oleh pemerintah.

2. Tanah yang dialokasikan oleh Presiden Republik Indonesia yang berasal dari hutan produksi konversi, tersebar di 17 Provinsi RI ( Rapat Terbatas Presiden RI, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, dan Kepala BPN – RI tanggal 28 September 2006) seluas 8,15 juta hektar.


(46)

3. Tanah – tanah hasil koordinasi antara Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian dan BPN – RI tanggal 27 Maret 2007 atas tanah – tanah yang sudah di lepaskan dari kawasan kehutanan menjadi tanah negara yang pemanfaatan tanahnya tidak sesuai dengan peruntukannya.

Sedangkan yang dimaksud dengan Subjek pada Program Pembaruan Agraria Nasional adalah :

1. Secara Umum :

Masyarakat miskin sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

2. Secara Khusus :

Penduduk miskin di pedesaan, baik petani, nelayan maupun profesi lain, dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain.

2.1.6 Mekanisme Pembaruan Agraria

Secara umum, terdapat tiga mekanisme dasar Reforma Agraria, sesuai dengan kondisi atau kedudukan subyek (petani miskin, buruh tani, atau pengelola tanah) dan obyek ( tanah yang akan diredistribusikan), sebagai berikut ( BPN- RI, 2007):

1. Subyek dan objek berdekatan atau berhimpit, mekanisme dengan skenario seperti ini sebenarnya relatif lebih sederhana dan langsung fokus pada ketiga objek tanah dalam Reforma Agraria ini, yaitu :


(47)

(1) tanah kelebihan maksimum; (2) tanah absentee; dan

(3) tanah negara lainnya, termasuk tanah tumbuh.

Penyelenggaraan Reforma Agraria dalam skenario ini dapat ditempuh melalui penataan asset atau meredistribusi subjek tanah di atas, serta penguatan akses atau memperbaiki akses petani kepada teknologi baru, mendekatkan pelaku usaha dengan sumber – sumber pembiayaan, serta menyediakan akses pasar dan pemasaran bagi produk yang akan dikembangkan oleh subjek Reforma Agraria, 2. Subjek mendekati objek. Mekanisme seperti ini diterapkan apabila subjek dan

objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema transmigrasi umum dan transmigrasi lokal seperti dengan memindahkan subjek petani miskin dan tidak bertanah dari daerah padat penduduk ke daerah jarang penduduk, serta memberikan atau meredistribusikan tanah seluas dua hektar atau lebih di daerah tujuan kepada subjek Reforma Agraria.

3. Objek mendekati subjek. Mekanisme seperti ini juga diterapkan apabila subjek dan objek berada pada lokasi yang berjauhan. Skema yang sesuai untuk mendekatkan objek kepada subjek dikenal dengan skema swap atau pertukaran tanah yang didasarkan pada strategi konsolidasi lahan atau bahkan bank tanah. Skema ini memang agak rumit karena melibatkan hubungan kepemilikan tanah bertingkat yang tidak sederhana, sehingga perlu dirumuskan secara hati- hati, dengan kelembagaan yang jelas dan berwibawa.


(48)

2.1.7 Prinsip Pembaruan Agraria

Secara garis besar terdapat 10 (sepuluh) prinsip dalam Pembaruan Agraria. Ke-10 (sepuluh) prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Hak atas dasar sumber daya alam merupakan hak ekonomi setiap orang. Sesuatu yang menjadi hak setiap orang, merupakan kewajiban/tanggung jawab bagi negara/pemerintah untuk melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhinya (Pasal 69 Ayat (2) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia). Dalam kaitan dengan prinsip ini, perlu didukung upaya penyempurnaan Pasal 33 Ayat (3) yang sedang dilakukan oleh PAH I, karena pasal ini yang merupakan landasan bagi hubungan antar negara dengan sumber daya alam (sumber agraria) dan antara negara dengan rakyat. Penyempurnaan rumusan Pasal 33 Ayat (3) didukung oleh perlunya klarifikasi tentang makna ”dikuasai oleh negara” dari segi normatif, yang meliputi telah terhadap 4 (empat) hal, yakni : Kalau negara ”menguasai” sumber daya alam, maka siapa yang sebenarnya berhak atas sumber daya alam itu? Apakah makna ”dikuasai” oleh negara itu? (III)Seberapa luas kewenangan menguasai oleh negara itu? (IV)Bagaimana hubungan antar negara dengan yang berhak atas sumber daya alam itu?.

Dari segi empiris, rumusan Pasal 33 Ayat (3) yang penjelasanya amat singkat itu telah diterjemahkan secara longgar melalui berbagai UU yang terkait dengan sumber daya alam (tanah, hutan, tambang, dan sebagainya) sehingga terjadi apa yang disebut


(49)

”negaraisasi” sumber daya alam dengan segala implikasinya, antara lain penafian hak-hak masyarakat adat/lokal atas `sumber daya alam. Sebagai contoh, dari Penjelasan UUPA tentang kekuasaan negara terhadap bumi, air, ruang angkasa, maka implikasinya adalah bahwa ”hak menguasai negara” meliputi : Tanah-tanah yang di atasnya sudah ada hak perorangan Tanah-tanah yang di atasnya terdapat hak alayat, hak masyarakat adat, dan (III)Tanah-tanah yang di atasnya tidak terdapat hak-hak dalam butir (I) dan(II).

Analog dalam hal tersebut di atas, maka menurut UU Kehutanan (UU N0 5/1967 dan telah direvisi dengan UU No 41/1999) hak menguasai negara atas hutan (hutan negara) meliputi kawasan hutan di seluruh Indonesia. Di samping hutan negara, diakui keberadaan hutan milik. Tetapi keberadaan hutan adat tidak diakui karena menurut UU No 41 Tahun 1999 hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di atas hutan negara.

Dengan demikian diharapkan bahwa dari perumusan Pasal 33 Ayat (3) yang disempurnakan akan diperoleh penegasan tentang hal-hal sebagai berikut :

1. Sumber daya alam merupakan hak bersama seluruh rakyat, dan dalam pengertian hak bersama itu terdapat dua hak yang diakui, yaitu hak kelompok (hak bersama) dan hak perorangan.

2. Kewenangan negara terhadap sumber daya alam terbatas pada kewenangan pengaturan. Pengaturan oleh negara diperlukan kekhawatiran bahwa tanpa campur tangan negara ketidak adilan dalam akses terhadap perolehan dan pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat.


(50)

3. Negara tidak perlu melakukan intervensi bila masyarakat telah dapat menyelesaikan masalah atau kepentingan sendiri dan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan kepentingan atau hak pihak lain.

4. Kewenangan mengatur oleh negara tidak tak terbatas, tetapi dibatasi oleh dua hal, yaitu: (1) pembatasan oleh Undang-Undang Dasar (UUD). Pada prinsipnya hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat terhadap pelanggaran hak-hak dasar manusia yang dijamin oleh UUD; (2) pembatasan oleh tujuannya, yakni untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat atau untuk tercapainya keadilan sosial.

Hubungan antara negara dengan rakyat bukan hubungan subordinasi, tetapi hubungan yang setara karena negara memperoleh hak menguasai dalam kedudukannya sebagai wakil dari seluruh rakyat. Dan, sesuai dengan prinsip HAM, maka apa yang menjadi hak setiap orang merupakan kewajiban bagi negara untuk memenuhinya. Netralitas negara dan fungsinya sebagai wasit yang adil harus dapat dijamin.

2. Unifikasi hukum yang mampu mengakomodasi keanekaragaman hukum

setempat (pluralisme).

Pasal 6 Ayat (1) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyebutkan bahwa: ”Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah”. Hal ini berarti bahwa kebijakan yang bersifat nasional harus mampu


(51)

memberi tempat pada hukum adat yang masih berlaku dan dijunjung tinggi dalam lingkungan masyarakat adat, selaras dengan upaya perlindungan dan penegakan HAM dari masyarakat yang bersangkutan, selama hal itu tidak menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi pihak lain.

3. Land reform/restrukturisasi pemilikan dan penguasaan tanah.

Land reform sebagai upaya penataan kembali struktur pemilikan dan penguasaan tanah ditujukan untuk mencapai keadilan, utamanya bagi mereka yang sumber penghidupannya tergantung pada produksi pertanian. Berbagai program land reform, antara lain berupa redistribusi tanah (yang berasal dari tanah-tanah jabatan di desa, tanah yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil perusahaan bidang industri, perumahan, jasa/pariwisata, pengusahaan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan, dan lain-lain), penyediaan lapangan kerja di sektor pertanian, teknologi, dan tersedianya peluang pasar untuk produk-produk pertanian. Di samping rural land reform tersebut di atas, perlu diperhatikan juga urban land reform karena kesenjangan posisi tawar antara mereka yang mempunyai akses modal dan akses politik di perkotaan, berhadapan dengan mereka yang tidak mempunyai akses tersebut, telah semakin membuat orang miskin kota (urban poor) semakin terpinggirkan dalam upaya memperoleh sebidang tanah untuk menopang kehidupannya.


(52)

4. Keadilan dalam pengusaan dan pemanfaatan sumber daya (sumber-sumber agraria).

Penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam harus sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati tidak saja oleh generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan datang. Dalam suatu generasi, harus diupayakan keterbukaan akses bagi setiap orang, laki-laki dan perempuan, untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber daya alam (sumber agraria). Pemanfaatan sumber daya alam oleh satu generasi tidak boleh mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang sehingga harus dijaga agar tidak terjadi eksploitasi yang berlebihan untuk kepentingan jangka pendek. Termasuk dalm prinsip ini adalah mengakui kepemilikan masyarakat adat terhadap sumber daya alam yang menjadi ruang hidupnya.

5. Fungsi sosial dan ekologi tanah.

Dalam kedudukan manusia sebagai individu, sekaligus makhluk sosial, maka ada kewajiban (sosial) yang timbul dan dipunyai oleh setiap pemegang hak. Hak yang dipunyai seseorang tidak bersifat tak terbatas, karena selalu dibatasi oleh hak orang lain dan hak masyarakat yang lebih luas, baik yang dilakukan oleh pemerintah dengan alasan kepentingan umum, maupun oleh pihak lain untuk berbagai kegiatan pembangunan. Oleh karena itu, pengambilalihan hak itu harus dilaksanakan sesuai undang-undang (Pasal 28 H Ayat (4) jo Pasal 28 J Ayat (2) UUD 1945 Perubahan Kedua) dan diikuti dengan ganti kerugian yang adil, baik terhadap kerugian fisik (kehilangan tanah, bangunan, tanaman, dan lain-lain) maupun kerugian nonfisik


(53)

(kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan utuk memperoleh keuntungan/manfaat tertentu, dll)

6. Penyelesaian konflik pertanahan.

Konflik-konflik baik yang bersifat vertikal maupun horisontal bila tidak dilakukan penyelesaian secara tuntas dan sekaligus, akan merupakan gangguan untuk dapat terselenggaranya kehidupan sosial dan bernegera yang harmonis.

7. Pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dan kelembagaan

pendukung.

Perlu adanya kerelaan dan penegasan kewenangan pusat dan daerah, sehingga menjadi jelas pertanggungjawabannya masing-masing, utamanya dalam alokasi dan manjemen sumber-sumber daya agraria / sumber daya alam. Apabila Reforma Agraria dipilih sebagai suatu pilihan kebijakan restrukturisasi pemilikan/penguasaan dan pemanfaatan tanah serta sumber daya alam lainnya, maka diperlukan suatu lembaga pendukung yang dapat memfasilitasi pelaksanaannya, mengkoordinasikan menyelesaikan sengketa yang timbul dari pelaksanaannya.

8. Transparansi dan partisipasi dalam pembuatan kebijakan.

Paradigma lama yang bercirikan sentralisme dalam pembuatan kebijakan telah menafikan partisipasi, sekaligus tidak bersifat pembuatannya. Tradisi sosialisasi terhadap RUU/RPP/ Raperda, akan lebih baik apabila diganti dengan konsultasi


(54)

publik dalam setiap tahapan yang bersangkutan, sehingga terwujud yang disebut dengan partisipasi interaktif dan bukan partisipasi pasif seperti yang terjadi pada saat ini.

9. Usaha-usaha produksi di lapangan agraria.

Restrukturisasi pemilikan dan penguasaan sumber-sumber agraria haruslah diikuti dengan suatu program yang sistematis untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan produksi yang menjadi dasar bagi pengembangan ekonomi rakyat. Untuk memperkuat ekonomi rakyat, harus ada pembatasan yang tegas bagi usaha-usaha produksi skala besar yang pemilikan atau penguasaannya terkonsentrasi di satu tangan di lapangan agraria. Terlebih lagi, monopoli kegiatan usaha produksi di lapangan Agraria haruslah dicegah.

10. Pembiayaan program-program pembaruan agraria.

Pelaksanaan program-program pembaruan agraria yang berkesinambungan memerlukan tersedianya biaya secara rutin yang harus dijamin oleh pemerintah. Tanpa adanya dukungan biaya, program-program pembaruan agraria hanya akan berada di organisasinya, dikendalikan secara sosial, bersifat parsipatoris, dan menghargai kesetaraan jender, dalam konteks pembangunan ekonomi, sosial yang berkelanjutan dari segi lingkungan. Kebijakan tersebut hendaknya memberi kontribusi terhadap ketahanan pangan dan penghapusan kemiskinan, berdasarkan hak asasi yang bersifat individual, komunal dan kolektif, kesetaraan, termasuk, inter alia,


(55)

kesempatan kerja, khususnya melalui perusahaan skala kecil dan menengah, penyertaan sosial dan konservasi aset lingkungan dan budaya di wilayah pedesaan, melalui perspektif mata pencaharian yang berkelanjutan dan pemberdayaan kelompok terkait yang bersifat lemah di pedesaan, kebijakan ini sangat menghargai hak dan aspirasi masyarakat pedesaan, khususnya kelompok lemah yang termarjinalkan dalam kerangka hukum nasional dan dialog yang efektif.

2.2 Pengalaman Pembaruan Agraria di Berbagai Negara 2.2.1 Yunani

Reforma Agraria pertama kali tercatat dalam sejarah yang terjadi di Yunani Kuno pada masa pemerintahan Solon sekitar tahun 594 sebelum Masehi. Kemudian, tonggak kedua pada tahun 134 sebelum Masehi Reforma Agraria dilakukan di Roma yang bertujuan untuk mengangkat rakyat kecil dengan cara melakukan redistribusi tanah-tanah milik umum. Tonggak ketiga pada abad ke -12 dilaksanakan Reforma Agraria di Inggris dikenal dengen “Enclosure movement” yaitu pengkaplingan tanah- tanah pertanian dan padang pengembalaan yang semula merupakan tanah yang dapat disewakan oleh umum, menjadi tanah–tanah individual.

2.2.2 Prancis

Gerakan Reforma Agraria secara besar-besaran terjadi di Prancis yang ditandai dengan adanya revolusi pada Tahun 1789 dan merupakan tonggak keempat dari Reforma Agraria. Sistem penguasaan tanah feodal dihancurkan dan tanahnya


(56)

dibagikan kepada para petani dan petani budak di bebaskan. Tonggak kelima dari Reforma Agraria terjadi di Rusia yang dikenal dengan “Stolypin Reforms” dimana para petani dibebaskan dari komune – komune dan menjadi pemilik tanah secara bebas, sehingga terjadi kesenjangan yang tajam antara petani kaya dan para tunakisma (Wiradi, 2000)

2.2.3 Cina

Di Cina, Reforma Agraria merupakan kerangka perjuangan untuk menata kembali struktur sosial dan politik. Pada pertengahan tahun 1920 – 1930, Cina melaksanakan tiga program besar yaitu menghilangkan neo imprealisme, menata ulang struktur sosial dan politik, menata kembali struktur penguasaan tanah, Namun fokusnya berada pada yang ketiga yaitu menata kembali struktur penguasaan tanah (land reform). Artinya dalam gerakan besar Cina, Land reform menjadi suatu kerangka perjuangan politik untuk menata kembali struktur politik yang ada di Cina. Program land reform di Cina, mengalami stagnasi ketika di menjajah oleh Jepang (1935 – 1945). Ketika Jepang menyerah, program land reform dilaksanakan kembali dan mencapai puncaknya pada tahun 1959 – 1961, bersamaan dengan peristiwa banjir besar dan kekeringan yang sangat parah melanda Cina. Ini merupakan periode yang sangat parah bagi rakyat Cina.

Selepas tahun 1961, land reform terus dijalankan, tanah-tanah milik tuan tanah dibagikan kepada petani penggarap secara kolektif (koperasi), yang dalam perkembangannya tanah tersebut menjadi tanah milik negara, tetapi petani


(57)

mempunyai akses penuh untuk memanfaatkan tanah tersebut (usufruct right). Para pakar ekonomi pembangunan Cina pada awalnya menyatakan bahwa priode 1959 – 1961 merupakan ketidakberhasilan dari land reform. Namun kemudian pendapat tersebut bergeser, periode tersebut merupakan penentu bagi pertumbuhan ekonomi Cina yang luar biasa (BPN- RI, 2007).

Kebijakan land reform yang dilakukan oleh Cina, setidaknya mengandung hal sebagai berikut (Wiradi, 2001):

1. Hanya sedikit jumlah tanah yang diambil alih;

2. Redistribusi tanah berdasarkan jumlah yang setara per-orang;

3. Pendaftaran pendukung dari kalangan petani kaya, pedagang kecil dan lain-lain ”kelas intermediasi” .

Panduan dasar land reform pada saat itu adalah ”menyadarkan diri pada petani miskin, bersatu dengan petani menengah, tidak mengganggu kepentingan petani kaya baru, dan menghapus tuan tanah feodal sebagai kelas”. Kebijakan ini berhubungan erat dengan kebijakan komunis pada saat itu, yang didasarkan atas 3 (tiga) tahap:

1. Tahap I, memenangkan perjuangan politik (revolusioner);

2. Tahap II, memenangkan perjuangan ekonomi (produksi), dengan cara, a. Menjalankan land reform,

b. Menjalankan penyelidikan pertanahan,

c. Mengembangkan koperasi dan gotong royong (mutual aid),

d. Mencapai pengembangan pertanian (dan industri) dari kekuataan produktif.-


(58)

3. Tahap III, memenangkan perjuangan ideologi dan kebudayaan.

Setelah komunis berkuasa di tahun 1949, maka diadakan kebijakan ekonomi nasional yang didasarkan pada pembaruan Agraria. Gurley mengkategorikan sebagai berikut:

1. Masa land reform, antara tahun 1949-1952, pada masa itu dilakukan upaya redistribusi kekayaan pendapatan dan kekayaan dari kaum kaya ke kaum miskin dan menghapuskan kelas penguasa sebelumnya.

2. Masa kolektivisasi-komunisasi, antara tahun 1955-1959, di masa ini adalah meningkatkan output di pedesaan dengan mendorong pemanfaatan suplai tenaga kerja secara lebih baik.

3. Pembentukan modal (capital formation) untuk pertanian antara tahun 1960-1972, pada masa ini adalah dengan usaha mendorong secara lebih lanjut output pertanian dengan peningkatan barang-barang modal (capital goods) serta input lainnya yang tersedia di sector pedesaan, serta dengan mendirikan industri-industri kecil dimana-mana, hampir di semua desa. 4. Perubahan gradual dari nilai tukar (terms of trade) di antara pertanian dan

industri bagi kepentingan sector pertanian dan kaum tani. Di masa ini upaya meningkatkan harga yang dibayar oleh pemerintah atas produk-produk pertanian serta merendahkan harga barang-barang yang dibeli oleh petani. Pelaksanaan redistribusi asset-asset pedesaan, land reform yang dijalankan di Cina bukan hanya telah mematahkan dominasi di kelas tuan tanah dan mengalihkan kekuasaan pada petani miskin dan menengah saja, tetapi juga dengan sendirinya telah


(59)

meningkatkan tingkat konsumsi dari kebanyakan petani dan meningkatkan tabungan pedesaan yang layak bagi investasi.

Land reform yang dijalankan di Cina dengan sendirinya juga telah menghapuskan konsumsi kemewahan dari kaum kaya dan meningkatkan konsumsi dasar dari kaum miskin. Arti yang penting dari land reform bukan sekedar memberikan tanah kepada petani miskin, tetapi mendorong mereka untuk mengorganisasikan dirinya untuk mengambil dan mengalahkan penindas mereka sebelumnya. Ini merupakan prasyarat bagi pengembangan sosialisme berikutnya di pedesaan, karena apabila tidak dilakukan, maka struktur kelas lama maupun pola pemilikan kekayaan lama akan muncul kembali, karena sikap-sikap lama yang masih bertahan dan paranata-pranata yang menguntungkan kaum kaya.

Usaha pembaruan agrarian yang dilakukan di Negara Cina adalah merupakan proses yang dilakukan secara trial and error dan tidak mencontoh model pembaruan di Negara lain.

Dalam hal ini strategi pembaruan Agrarian di Cina terdiri dari beberapa langkah berikut ini:

a. Menghancurkan struktur kelas tuan tanah-birokrat dan redistribusi tanah dan asset-aseet lain, pendapatan, dan kekuasaan kepada kaum tani dan kaum buruh.

b. Mendirikan hubungan sosial produksi sosialis sesegera mungkin, serta menggunakan partai untuk mendidik kaum tani dan kaum buruh mengenai cita-cita dan nilai-nilai sosialis. Yaitu, dengan menasionalisasikan industri dan


(60)

mengembangkan koperasi di pedesaan tanpa harus menunggu adanya mekanisasi pertanian. Ini berarti menciptakan super struktur sosialis.

c. Membangun mekanisme perencanaan penuh sebagai ganti dari alokasi sumber daya yang ditentukan oleh harga pasar dan distribusi pedapatan secara penuh masuk ke industrialisasi, tetapi dengan penekanan industri yang mempunyai kaitan langsung ke pertanian.

d. Mencapai tingkat pembentukan modal (capital formation) yang tinggi dengan mendorong tabungan di semua tingkat dan menggunakan tabungan tersebut pada tiap tingkatan guna melakukan investasi secara swadaya. Demikian pula mendorong daerah pedesaan khususnya, untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal dengan menciptakan industri-industri berskala kecil dan dari masyarakat sendiri.

e. Mengembangkan dan menyalurkan kreativitas dan energi manusia lewat penyebaran nilai-nilai sosialis (”melayani rakyat”, tidak mementingkan diri sendiri, insentif secara kolektif) dalam mengatasi nilai-nilai borjuis (individualisme, serakah, materialisme), dengan cara menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan secara meluas, penetapan tujuan-tujuan yang mulia, guna menginspirasi orang untuk bekerja lebih giat, serta dengan mendorong pengambilan keputusan di tingkat dasar kepada tingkatan rakyat yang paling bawah.

f. Menjalankan revolusi yang berlanjut di semua tingkatan masyarakat, serta mempertahankan kediktatoran kaum ploretar.


(61)

2.2.4 Jepang

Jepang merupakan salah satu contoh negara yang berhasil melaksanakan Reforma Agraria. Tanah–tanah luas milik para daimyo diambil alih oleh pemerintah dan dibagikan kepada petani penyewa tanah. Land reform di Jepang dilaksanakan pada masa pemerintahan pendudukan Amerika yang dipimpin Mac Arthur. Namun sebelumnya Jepang telah berpengalaman melakukan Reforma Agraria pada saat restorasi Meiji. Sehingga pada waktu melaksanakan Reforma Agraria, Jepang telah mempunyai data tanah yang lengkap. Reforma Agraria menjadi dasar pembangunan ekonomi Jepang (BPN- RI, 2007).

2.2.5 Venezuela

Reforma Agraria di Venezuela dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai dengan dikeluarkannya undang-undang mengenai Reforma Agraria. Dalam perjalanannya sejak tahun 1960 sampai dengan 1999, dapat dikatakan Reforma Agraria kurang begitu berhasil. Ketika Hugo Chaves terpilih menjadi presiden, salah satu programnya adalah Reforma Agraria. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan referendum konstitusi dan Reforma Agraria merupakan mandat dari konstitusi tersebut (BPN- RI, 2007).

Pelaksanaan Reforma Agraria di Venezuela dipimpin langsung oleh presiden di Amerika latin atau bahkan di dunia saat ini yang melaksanakan Reforma Agraria dengan antusias. Ketika Terjadi kudeta tahun 2002 yang menggulingkan presiden. Rakyatlah yang mengembalikannnya kembali ke posisinya. Selain itu Pemerintah


(62)

Venezuela juga memperkenalkan prinsip-prinsip kebijakan pertanian yang baru, seperti kedaulatan pangan dan mengutamakan penggunaan tanah dari pada pemilikan tanah (BPN- RI, 2007).

2.2.6 Zimbabwe

Zimbabwe tidak terlalu berhasil melaksanakan Reforma Agraria. Ketidakberhasilan itu disebabkan oleh perencanaan yang kurang matang. Target dari Reforma Agraria adalah tanah-tanah pertanian milik orang kulit putih, sehingga terjadi perlawanan atau penolakan yang sangat kuat (BPN- RI, 2007).

2.2.7 Thailand

Reforma Agraria di Thailand dilaksanakan mulai tahun 1975 dan dipimpin langsung oleh raja. Tanah – tanah yang dibagikan awalnya adalah tanah milik pribadi yang merupakan tanah – tanah kelebihan dari batas maksimum dan absentee, atau tanah – tanah yang dilepaskan secara sukarela oleh pemiliknya. Dalam perjalanannya karena tanah tersebut semakin langka, maka tanah yang dibagikan dalam rangka Reforma Agraria adalah tanah – tanah negara, antara lain yang berasal dari tanah kawasan hutan (BPN- RI, 2007).

2.2.8 Taiwan

Reforma Agraria di Taiwan paling mirip dengan Indonesia karena dilaksanakan dengan perencanaan yang matang, secara berkesinambungan dan damai. Pemerintah


(63)

memberikan perlindungan baik kepada petani penyewa atau penggarap tanah maupun kepada tuan tanah. Prinsip keadilan sosial mendasari Reforma Agraria ini. Sampai saat ini Reforma Agraria di Taiwan telah mencapai tahap ketiga 2000 sampai sekarang. Hasilnya, tenaga kerja di bidang pertanian yang tadinya diatas 35% dari jumlah total tenaga kerja pada awal pelaksanaannya, menjadi 8% pada tahun 2004. Terjadi pergeseran struktur sosio- profesional masyarakat dari pertanian ke industri jasa, akan tetapi pertanian tetap menjadi landasan pembangunannya (BPN- RI, 2007).

Dalam Pengamatan Lindquist (1979) terhadap pelaksanaan land reform dibeberapa negara Amerika Latin, menyimpulkan bahwa suatu land reform harus: a. Bermakna sebagai suatu transfer kekuasaan;

b. Pengembalian tanah – tanah (property) rakyat yang dirampas;

c. Pembagian tanah secara merata (hal ini dapat menimbulkan konflik dengan poin b);

d. Mengarah kepada pengelolaan tanah yang lebih baik (hal ini yang dapat konflik dengan poin no.b dan c);

e. Meningkatkan standar kehidupan dari petani – petani yang menerima manfaat dari reform;

f. Meningkatkan produksi pertanian; g. Menciptakan lapangan kerja;

h. Mempercepat pembentukan modal (capital formation), investasi dan teknologi (inovasi di bidang pertanian);


(64)

i. Menciptakan dukungan politik untuk partai – partai kelompok politik yang pro reform;

j. Memungkinkan untuk dilakukan/diterapkan dalam kondisi yang ada di tengah masyarakat, khususnya dalam hal kapasitas personal/orang –orang yang ada/tersedia; dan

k. Menjungkirbalikan (mengubah) masyarakat kapitalis

Pelaksanaan Reforma Agraria di beberapa negara sebagaimana disebutkan di atas, menjadi sumber informasi yang dapat dijadikan pengalaman untuk melaksanakan Reforma Agraria di Indonesia. Kunci keberhasilan dari pengalaman berbagai negara yang melaksanakan Reforma Agraria ( BPN – RI, 2007), adalah : 1. Komitmen yang kuat dari pemerintah, dipimpin langsung oleh pemimpin tertinggi

negara tersebut.

2. Tersedianya data dan informasi yang lengkap. 3. Didukung oleh Parlemen.

4. Didukung angkatan bersenjata. 5. Partisipasi Semua Stake Holders,

6. Dipersiapkan secara matang dan dilaksanakan secara konsisten dan bertahap.

2.3 Pengembangan Wilayah Pedesaan

Pengembangan wilayah pedesaan di Indonesia telah banyak dilakukan sejak dari dahulu hingga saat ini, namun hasilnya belum memuaskan terhadap peningkatan


(65)

kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pengembangan wilayah desa seharusnya dilihat bukan hanya sebagai objek tetap juga harus dilihat sebagai subjek pengembangan.

Pengembangan wilayah desa harus dapat dilihat sebagai :

1. Upaya mempercepat pengembangan wilayah pedesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat;

2. Upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. Pengembangan wilayah pedesaan bersifat multi aspek oleh karena itu perlu di analisis/secara lebih terarah dan serba keterkaitan dengan bidang sektor, dan aspek di luar pedesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosbud dan non sosbud spesial dan non spasial).

Terdapat berbagai definisi pengembangan wilayah pedesaan yang di dapatkan dari literatur antara lain:

1. Pembangunan usaha tani atau pembangunan pertanian (Mosher, 1974; Bertrand 1958).

2. Pembangunan wilayah pedalaman terintegrasi (Friedman and Douglas, 1971).

3. Perubahan sosial di wilayah pedesaan (Rostow, David, Inkeles).

4. Modernisasi pertanian dan industrialisasi pedesaan (Mosher, 1974; Merton 1984).

5. Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian dan kesejahteraan masyarakat pedesaan (Hansen, 1981).


(66)

6. Proses rekayasa sosial atau rancang bangun masyarakat pedesaan (Less dan Preslley).

7. Perubahan orientasi dari pertanian produksi ke bisnis seluas-luasnya (Collier dkk, 1996).

8. Proses pemberdayaan komunitas dan potensi produktif di wilayah pedesaan (Craig and Mayo, 1999).

Tujuan pengembangan wilayah pedesaan jangka panjang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan secara langsung melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan peningkatan pendapatan berdasarkan pendekatan bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan nasional.

Tujuan pembanguan pedesaan jangka pendek adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya alam.

Tujuan pembanguan pedesaan secara spasial adalah terciptanya kawasan pedesaan yang mandiri, berwawasan lingkungan, selaras, serasi, dan bersinergi dengan kawasan-kawasan lain melalui pembangunan holistik dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera.


(1)

Lampiran 3. Tabulasi Kuesioner Untuk Variabel Kontrol (Responden Non PPAN)

NO Var 1 Var 6 Var 7 Var 9 Var 10 Var 11 Var 22 Var 23 Var 24 Var 25 Var 26 Var 28 Var 37 Var 38 Var 39 Var 40 Var 41 Var 42 Var 43

1 1 4 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3

2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 3

3 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 1 2 2

4 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2

5 1 3 1 1 1 2 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 1 1 3

6 1 2 1 2 1 3 1 1 2 2 2 3 1 1 1 2 3 1 3

7 1 3 1 1 1 2 1 1 2 1 3 1 1 1 1 2 1 1 3

8 2 3 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 1 3

9 3 3 1 2 1 2 1 1 2 2 3 2 1 1 1 1 1 3 1

10 3 3 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 3


(2)

12 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 3

13 1 4 1 1 1 2 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 1 2 2

14 1 3 1 1 1 3 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 2 2

15 4 4 1 1 1 2 1 1 2 3 3 2 1 1 1 2 2 3 1

16 2 3 1 2 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2

17 3 3 1 1 1 3 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 3 2 2

18 3 3 1 2 1 2 1 1 2 2 3 1 1 1 1 2 1 2 2

19 2 3 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 3

20 1 1 1 1 1 3 1 1 2 3 3 1 1 1 1 1 1 1 3

21 1 3 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 2 1 3

22 1 3 1 1 1 2 1 1 2 3 1 3 1 1 1 2 3 1 3


(3)

24 2 2 1 1 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 3 3 1

25 2 4 1 2 1 2 1 1 2 2 3 1 1 1 1 1 2 2 2

26 1 3 1 1 1 3 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1 3 1

27 1 4 1 1 1 2 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 1 1 2

28 1 3 1 2 1 2 1 1 2 3 3 2 1 1 1 1 1 1 2

29 2 4 1 2 1 4 1 1 2 2 3 3 1 1 1 2 1 1 2


(4)

Lampiran 4. Out Put SPSS Uji T

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Sesudah 3054300.00 100 735439.132 73543.913

Sebelum 1096000.00 100 276584.508 27658.451

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Sesudah & Sebelum 100 .317 .001

Paired Samples Test

Paired Differences

Mean Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Sesudah - Sebelum 1958300.000 698914.461 69891.446

Paired Samples Test

Paired Differences 95% Confidence Interval of the


(5)

Lower Upper t df Sig. (2-tailed) Pair 1 Sesudah - Sebelum 1819620.208 2096979.792 28.019 99 .000


(6)

Lampiran 5 Diskusi dengan masyarakat yang menerima program PPAN di Desa

Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan