Mengenal Muslim Kamboja Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan

Antara Muslim Cham dan Melayu sebenarnya terdapat perbedaan dalam proses kedatangannya, baik dalam waktu maupun motif. Muslim Cham yang datang ke Kamboja merupakan Muslim Cham yang berasal dari Kerajaan Champa yang berada di pesisir Vietnam Selatan. 7 Beberapa literatur sepakat bahwa kehadiran mereka bermula pada tahun 1471 M ketika ibukota mereka di Vijaya jatuh akibat serangan dari Kerajaan Viet Utara. 8 Kejatuhan ibukota mereka memaksa orang-orang Cham melarikan diri ke berbagai wilayah di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera, Borneo, Thailand Selatan, dan Kamboja, bahkan ke Jawa. Etnis Cham sendiri pernah memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Majapahit di Jawa. 9 Biasanya wilayah yang menjadi target pelariannya adalah wilayah yang pernah menjalin hubungan dengan Kerajaan Champa sebelum keruntuhannya. Etnis Cham memang terkenal dengan tipikal yang kosmopolit. Ditambah dengan sistem pelayaran yang cukup maju pada masanya, sangat memungkinkan bagi mereka untuk melakukan kontak dengan wilayah-wilayah lain terutama dengan wilayah yang menjadi basis etnis Melayu. 10 Kebanyakan mereka yang mengalami penindasan oleh orang-orang Viet adalah Cham Muslim. Hal ini dimaksudkan karena Islam dianggap sebagai agama yang dapat menggangu 7 Kerajaan Champa merupakan kerajaan bercorak Hindu yang terletak di pesisir Vietnam Selatan. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-2 dikenal dengan nama Lin Yi. Lebih lengkap mengenai Kerajaan Champa sejak awal berdirinya sampai dengan kejatuhannya lihat, George Coedes, Sejarah Champa dari Awal Sampai Tahun 1471, dalam Kerajaan Champa , Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 31-70. Lihat pula: George Coedes, Sejarah Asia Tenggara Masa Hindu Budha , Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010. 8 Saifullah, Sejarah Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 223. 9 Dikabarkan bahwa raja Brawijaya pernah memperistri seorang putri dari Kerajaan Champa yang telah memeluk Islam. Lebih lanjut mengenai hubungan Champa dan Jawa lihat: Po Dharma, Kepulauan Indonesia dan Champa. Dalam Panggung Sejarah, Henry Chambert-Loir dan Hasan Mua’rif Ambary ed. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2011, hlm. 163-169. 10 Lebih lanjut mengenai sepak terjang kerajaan Champa dalam bidang maritim lihat: Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 2004, hlm. 53-74. keberlangsungan kekuasaan orang-orang Viet di Champa. Mengingat orang-orang Cham Muslim masih tinggal di beberapa tempat eksklusif terutama di wilayah Tanjung Varella yang memungkinkan mereka untuk melakukan pemberontakan. Meskipun hemat penulis hal tersebut sangat sulit dilakukan mengingat sudah melemahnya etnis Cham akibat aneksasi pasukan Viet dan banyak dari mereka yang sudah meninggalkan Vietnam sejak Vijaya direbut oleh Viet. Sebenarnya literatur yang menegaskan mengenai Islamnya orang Champa masih sangat sedikit. Bahkan George Coedes dengan maha karyanya yang berjudul Asia Tenggara masa Hindu Budha, tidak menjelaskan mengenai Islamnya orang-orang Champa. 11 Begitupun dalam artikel yang ia tulis dalam Buku yang berjudul Kerajaan Champa yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Dalam artikelnya yang berjudul Sejarah Champa dari awal Sampai Tahun 1471 ia tidak menyinggung mengenai Islamnya masyarakat kerajaan Champa. 12 Namun Ahmad Dahlan dalam karyanya yang berjudul Sejarah Melayu, mengatakan bahwa Champa telah Islam sejak abad ke-10 Masehi. Menurut Dahlan, para pedagang Arablah yang memiliki andil dalam Islamnya masyarakat Champa. 13 Namun sayangnya pendapat Dahlan ini tidak disertakan dengan bukti yang cukup kuat. Berbeda dengan Anthony Cabaton yang mengatakan bahwa Islam telah dikenal penduduk Champa sejak abad ke-11 Masehi dibawa oleh orang-orang Arab dan Persia, kemudian dikembangkan oleh orang-orang Melayu pada abad 11 Lebih lanjut lihat: George Coedes, Asia Tenggara Masa Hindu Budha, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 264-265. 12 George Coedes, Sejarah Champa dari Awal Sampai Tahun 1471, dalam Kerajaan Champa , Echole D’Extreme-Orient, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 31-70. 13 Ahmad Dahlan, Sejarah Melayu, Jakarta: Keputakaan Populer Gramedia, 2014, hlm. 41. ke-14. 14 Permasalahan ini nampaknya butuh dikaji lebih jauh dalam pembahasan lain. Kita tinggalkan mengenai Islamnya orang-orang Champa di Vietnam yang pada kemudian hari menjadi agen pembawa agama Islam di Kamboja. Sejak kejatuhannya pada tahun 1471 M secara bertahap sampai dengan tahun 1832 masyarakat Cham mulai meninggalkan tanah air mereka. 15 Terdapat pula sebagian kecil Muslim Cham yang tetap bertahan di sana yang pada kemudian hari dikenal dengan Cham Bani. Namun sebagian besar terdiasporakan ke berbagai wilayah, salah satunya adalah Kamboja. Menurut P.B. Lafont hampir seluruhnya etnis Cham yang terdiasporakan ke Kamboja beragama Islam. 16 Sebenarnya telah lama Kerajaan Champa kuno dengan Kerajaan Angkor menjalin hubungan, baik dalam hal perekonomian maupun politik. Maka dari itu ketika kejatuhan ibukota Champa di Vijaya, orang-orang Cham memilih Kamboja sebagai destinasi pelarian mereka. Keberadaan sungai Mekong dan anak sungainya yang membentang dari perbatasan Kamboja dan Vietnam juga menjadi akses yang mudah bagi pelarian orang-orang Cham Muslim menuju Kamboja. Hal ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya orang-orang Muslim yang bertempat tinggal di sepanjang sungai Mekong pada masa sekarang. Kedatangan orang-orang Cham ke Kamboja disambut baik oleh raja Jayajettha III 1677-1705 yang menjadi raja yang berdaulat di Kamboja kala 14 Anthony Cabaton, Orang Cam Islam di Indocina Prancis, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 223. 15 Po Dharma, Kepulauan Indonesia dan Champa, dalam Panggung Sejarah, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 164. 16 Tinjauan Sepintas Sejarah Bangsa Cham dari Abad XVI Sampai Dengan Abad XX, dalam Kerajaan Champa , Echole D’Extreme-Orient, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 74. itu. 17 Orang-orang Cham yang datang kala itu ditempatkan di beberapa tempat seperti di Kampong Chnang, Kampong Cham, Battambang, Kompot, dan beberapa wilayah lainnya. 18 Dalam perjalanannya orang-orang Cham dapat hidup berbaur dengan orang Khmer yang menjadi pribumi Kamboja. Orang-orang Cham juga mengabdi dengan baik dengan raja Khmer kala itu. Bahkan beberapa dari mereka diangkat menjadi pegawai kerajaan. 19 Pada Abad ke-17 sebenarnya terdapat raja Khmer yang telah memeluk Islam, yakni raja Ramadhipati 1642- 1658 yang kelak berganti nama menjadi Ibrahim. 20 Namun keislaman raja ini tidak seraya diikuti oleh rakyatnya. Selepas raja tersebut mangkat, agama Budha tetap mendominasi di Kamboja. Gagalnya Islamisasi pada tingkat elite, menurut penulis yang menjadi salah satu faktor mandeknya Islamisasi di Kamboja. Selain etnis Cham yang berjasa dalam membawa Islam ke Kamboja, etnis Melayu juga memiliki peran yang cukup signifikan. Namun perannya sedikit sekali disinggung dalam beberapa literatur yang penulis temukan. Atau bahkan keberadaan mereka disamakan dengan Muslim Cham. Jika motif kedatangan Muslim Cham ke Kamboja adalah sebagai pelarian dari kejaran orang-orang Viet, berbeda dengan kedatangan orang Melayu yang memiliki motif perdagangan. Diperkirakan orang-orang Melayu telah menjalin hubungan dagang dengan masyarakat Khmer sejak abad ke-7. Namun, menurut penulis orang-orang Melayu yang datang ke Kamboja pada abad ke-7 belum memeluk agama Islam. Karena proses Islamisasi di tanah Melayu saja baru santer setelah abad ke 7. Para 17 Muhammad Zain Musa, “Perpindahan dan Hubungan Semasa Orang Cham”, dalam Jurnal Sari , vol 26, 2008, hlm. 260. 18 Ibid., 19 Ibid., 20 Reiko Okawa . “Hidden Islamic Literature in a Cambodia: The Cham in the Khmer Rouge Period”. International Regional Studies No. 45. Meiji Gakuin University, 2014. hlm. 5. pedagang Melayu yang datang ke Kamboja adalah keturunan mubaligh Islam yang memiliki misi berdagang dan berdakwah. Orang Melayu di Kamboja juga dibagi menjadi beberapa golongan. Namun pembagian golongan ini tidak menjadi perbedaan bagi mereka. Karena perbedaan golongan tersebut hanya sebatas identitas dari mana mereka datang. Sedikitnya terdapat tiga golongan Muslim Melayu yang berada di Kamboja, di antaranya, Jva Krapi, Jva Iyava, dan Jva Melayu. 21 Jva Krapi merupakan orang- orang Melayu yang datang dari wilayah Sumatera terutama wilayah Minangkabau dan Aceh. Jva Iyava merupakan orang Melayu yang datang dari wilayah pulau Jawa. Sedangkan Jva Melayu merupakan orang-orang Melayu yang datang dari wilayah Semenanjung Melayu, seperti Thailand Selatan, Singapura, dan Malaysia. Jumlah Muslim Melayu yang datang di Kamboja memang tidak sesignifikan Muslim Cham. Antara etnis Cham dan Melayu keduanya memiliki ikatan yang cukup baik. Sejatinya memang sejak abad ke-15 antara kerajaan Champa dan orang-orang Muslim Melayu telah memiliki hubungan yang baik, terutama dalam hal perdagangan. 22 Sehingga tidak aneh jika hal ini berimplikasi pada hubungan kedua etnis tersebut ketika bertemu di Kamboja. Di Kamboja, Cham dan Melayu membentuk semacam asimilasi etnis yang bernama Cham-Chvea atau Cham-Jva. 23 Asimilasi etnis Cham dan Melayu dilakukan melalui jalur perkawinan. Muslim Melayu sangat berjasa dalam membentuk identitas Muslim Cham dengan memperkenalkan mazhab Syafi’i. 21 Omar Farouk dan Hiroyuki Yamamoto ed, Islam at the Margins: The Muslim of Indocina, Kyoto University: Center of Integrated Area Studies, 2008, hlm. 72. 22 Anthony Reid., Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 2004, hlm. 63. 23 Terkadang disebut Cham-Jva atau Cham Syariat. Lebih lanjut lihat: Omar Farouk dan Hiroyuki Yamamoto ed, Islam at the Margins: The Muslim of Indocina, Kyoto University: Center of Integrated Area Studies, 2008, hlm. 72. Maka dari itu proses interaksi etnis Cham dan Melayu membuat etnis Cham lebih taat dalam menjalankan syari’at Islam dibanding masa-masa sebelumnya. Yang perlu digarisbawahi terkait masuknya Muslim Cham di Kamboja adalah, orang- orang Cham yang membawa agama Islam di Kamboja merupakan orang Cham Muslim yang praktik keagamaannya masih bercampur dengan tradisi Hindu Champa. Selain Cham-Chvea sebenarnya terdapat satu Muslim Cham lain yakni Cham Jahed atau Cham Bani. Jika Cham- Chvea adalah penganut mazhab Syafi’i dengan identifikasi bahwa mereka melaksanakan shalat lima waktu dan beberapa prak tik keagamaan khas mazhab Syafi’i. Berbeda dengan Cham Jahed, meskipun mereka sama-sama beragama Islam, namun praktik keagamaan mereka masih bercampur dengan tradisi Hindu Champa yang pula dipraktikan oleh Muslim Cham di Vietnam. Bila etnis Cham-Chvea melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari, berbeda dengan Cham Jahed yang hanya melaksanakan shalat satu kali dalam seminggu yakni pada hari Jum’at saja. 24 Maka dari itu Muslim Cham ini kerap kali disebut Cham Tujuh. Kebanyakan Cham Jahed bertempat tinggal di Battambang, Pursat, Oudong, dan Kampong Chnnang. Akan tetapi perbedaan-perbedaan ini tidak lantas membuat mereka berselisih faham. Meskipun secara prinsip keagamaan antara orang Cham yang berasimilasi dengan orang Melayu dan Cham Jahed berbeda, namun Islam tetap menjadi identitas utama dan simbol pemersatu mereka. Merekalah yang penulis maksudkan dengan Muslim Kamboja yang lebih dikenal dengan Khmer Islam atau Khmer Muslim. 24 Yekti Maunati dan Betti Rosita Sari ed, The Cham Diaspora in Southeast Asia Social Integration and Transnational the Case of Cambodia , Jakarta : LIPI Press, 2013, hlm. 114-122. Kebanyakan orang Muslim Kamboja bermukim di pedesaan atau daerah pinggiran. Sedikit sekali mereka yang memilih tinggal di kota-kota besar. Tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya. Mereka tinggal hampir di 150 desa yang tersebar di beberapa kota. 25 Hal ini membuat mereka banyak yang menekuni pekerjaan kasar. Kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai penebang kayu, petani karet, petani padi, pedagang, dan nelayan. 26 Namun terdapat pula sebagian dari mereka yang berkiprah dalam dunia kemiliteran dan politik. Struktur masyarakat Muslim Kamboja menunjukkan stratifikasi dalam bidang keagamaan yang cukup teratur. Masyarakat Muslim Kamboja diketuai oleh seorang mufti atau mophati. Beberapa mufti terkenal yang pernah menjabat ialah mufti Hadji Abdullah bin Idres. 27 Di bawah seorang mophati terdapat seorang tuh khalik atau raja khalik dan tuan pake. Mereka bertugas sebagai asisten atau pembantu seorang mophati. Setelah itu ada pula imom atau hakim yang memiliki tugas mengelola masjid. Biasanya seorang imom dipilih oleh raja. 28 Di bawah imom terdapat seorang khatib yang memiliki tugas membacakan doa dan memimpin shalat berjamaah. Dalam struktur paling bawah adalah bilal yang bertugas mengumandangkan adzan dan mengatur ketertiban shalat. Seperti yang telah penulis kemukakan sebelumnya bahwa hampir seluruh Muslim Kamboja menganut mazhab Syafi’i, kecuali Cham Jahed atau Cham Bani. Hal ini memengaruhi kepada tradisi keagamaan yang berkembang di Kamboja. Muslim Kamboja layaknya Muslim di negara-negara lain mereka juga 25 Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, London: Frances Pinter Publisher, 1986, hlm. 164. 26 Anthony Cabaton, Orang Cam Islam di Indo-China Prancis, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 241. 27 Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, hlm. 194. 28 Ibid., hlm. 242-245. menjalankan puasa Ramadhan atau yang mereka sebut Ramvon atau Bulan Ok. Mereka juga berpuasa menjelang perayaan hari raya Idul Adha yang mereka sebut dengan Bulan Ok Hadji atau bulan Ovlwah. Mereka juga melaksanakan khitan atau dalam bahasa mereka katat atau katan dan beberapa tradisi lainnya yang khas dengan Muslim Asia Tenggara lainnya. Selain itu mereka menghindari untuk memakan babi dan meminum minuman keras. Mereka menjalankan perintah agama dengan penuh ketaatan. Sebelum kenaikan rezim Khmer Merah pada tahun 1975 diperkirakan jumlah Muslim Kamboja mencapai 700.000 jiwa. 29 Mereka tersebar di 150 desa di wilayah Kampong Cham, Battambang, Kompot, Karatie, Kampong Chnnang, Oudong, dan Phnom Penh. Diperkirakan telah terdapat sekitar 113 masjid pada masa sebelum kenaikan rezim Khmer Merah. 30 Namun yang disayangkan sebelum tahun 1975 memang umat Islam Kamboja terkesan terpencilkan dan jauh dari hingar bingar dunia Islam di belahan dunia lain. Meskipun memang beberapa dari mereka telah pula melaksanakan ibadah haji, namun hal itu tidak pula membuka mata dunia Islam untuk memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan Islam di Kamboja. Malaysia khususnya wilayah Klantan, menjadi wilayah yang cukup akrab dengan Muslim Kamboja. Baik sebagai tempat menuntut ilmu maupun berniaga. Baru 29 International Center for Ethnic Study, Minorities in Cambodia, United Kingdom: Manchester Free Press, 1995, hlm. 10. Seddik Taouti berbeda pendapat, ia mengatakan bahwa jumlah umat Islam sebelum tahun 1975 berkisar 800.000 orang, lihat: Seddik Taouti, Forgotten Muslim Kampuchea and Vietnam, dalam Ahmad Ibrahim, Readings on Islam ini Southeast Asia, Singapore: Institute of Southeast Asia Studies, 1985, hlm.194. Michael Vieckery mengemukakan pendapat lain, ia menyatakan bahwa jumlah umat Islam sebelum tahun 1975 diperkirakan hanya berkisar 185.000 jiwa saja yang semuanya tersebar di seluruh distrik. Michael Vickery, Kampuchea Politic Economics and Society, London: Frances Pinter Publisher, 1986, hlm.1. 30 International Center for Ethnic Study, Minorities in Cambodia, United Kingdom: Manchester Free Press, 1995, hlm. 11. pasca kejatuhan rezim Khmer Merah berbondong-bondong beberapa negara Muslim menyodorkan bantuan untuk membangkitkan Muslim Kamboja yang terpuruk.

C. Kondisi Muslim Kamboja Tahun 1953-1975

Tahun 1953 sampai dengan tahun 1975 merupakan batas waktu yang penulis gunakan untuk membingkai periodesasi politik Kamboja sebelum kenaikan rezim Khmer Merah. Tahun 1953 merupakan berdirinya Kamboja sebagai sebuah negara bangsa dengan berhasil melepaskan diri dari cengkraman protektorat Prancis. Terdapat dua rezim yang berkuasa dalam kurun waktu 1953- 1975. Yakni masa raja Norodom Sihanouk 1953-1970, dan dilanjutkan dengan rezim Lon Nol yang memerintah pada tahun 1970-1975. 1. Masa Norodom Sihanouk Lepas merdeka dari protektorat Prancis, Kamboja memasuki era baru sejarahnya. Berdirinya Kamboja menjadi sebuah negara bangsa tak membuat negeri ini kokoh dengan semangat nasionalnya. Bahkan pasca kemerdekaan Kamboja kerap kali dilanda dengan perang saudara. Negara ini menjadi medan tempur antar penganut ideologi komunis yang memiliki kecenderungan dengan China dan ideologi liberalis dengan Amerika Serikat sebagai pelopornya. Raja Sihanouk merupakan salah satu tokoh yang berjasa mengantarkan Kamboja ke pintu gerbang kemerdekaan. Sihanouk merupakan salah satu putra mahkota dari Raja Kamboja yang sangat kharismatik. Ia juga merupakan tokoh yang bersahabat dengan protektorat Prancis. Naik tahtanya Norodom Sihanouk pun tak lepas dari bantuan Prancis. Sihanouk sangat berjasa dalam membangun identitas bangsa Kamboja pada masa awal kemerdekaannya. Ia memperkenalkan ideologi nasional yang disebut sosialisme Budha atau belakangan disebut Sihanoukisme. Sihanouk terkenal sebagai pemimpin yang netral dengan tidak memihak kepada golongan komunis dan liberalis pada masa awal kepemimpinannya. Hal ini terbukti dengan langkahnya yang menerima bantuan dari Prancis, China, Amerika Serikat, dan Uni Soviet dalam membangun negaranya pada masa awal kemerdekaan. 31 Ia tidak menutup diri bagi siapa saja yang ingin bersumbangsih dalam pembangunan Kamboja. Anthony Cabaton menjelaskan bahwa hubungan agama minoritas dengan rezim Sihanouk berjalan dengan harmoni. Harmoni yang dimaksud adalah tidak adanya konflik baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Lebih lanjut dalam artikelnya, Anthony Cabaton menggambarkan bahwa pada masa Sihanouk umat Islam kerap kali melakukan diskusi-diskusi di kerajaan guna membicarakan permasalahan yang dihadapi umat Islam. 32 Namun Cabaton tidak memaparkan dengan jelas apa kiranya permasalahan yang kerap kali didiskusikan. Meski minim fakta, namun hal tersebut dapat menjadi segelintir bukti kecil gambaran mengenai hubungan baik antara Sihanouk dengan umat Islam. Sihanouk menjadi orang yang memelopori dan berjuang demi kemerdekaan Kamboja. Sehingga ia memiliki tanggung jawab terhadap pembentukan identitas masyarakat Kamboja. Wilayah Kamboja sebelum kemerdekaan merupakan wilayah yang didominasi oleh etnis Khmer yang 31 M.C Ricklef, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta: Komunitas Bambu, 2013, hlm. 583. 32 Anthony Cabaton, Orang Cam Islam di Indo-China Prancis, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 242-243.