Muslim Kamboja di Bawah Rezim People Republic of Kampuchea

PRK di bawah Heng Samrin dan Hun Sen memulai babak baru bagi perjalanan politik Kamboja. Mereka memiliki tugas yang sangat berat, karena harus mengembalikan mental masyarakat Kamboja setelah terpuruk selama kepemimpinan Khmer Merah. Tidak hanya mental, perbaikan dalam aspek sosial, ekonomi, dan hubungan internasional juga menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Heng Samrin. Belum lagi ancaman mantan petinggi Khmer Merah yang terus membayangi. Kepada rakyat Kamboja Heng Samrin berjanji akan mulai memperbaiki dan menstabilkan semua permasalahan yang timbul, baik menyangkut perekonomian, sosial, maupun hubungan internasional. Heng Samrin bersikeras untuk membangun kembali Kamboja menjadi wilayah yang damai, independen, dan netral. 17 Dalam pembangunan perekonomian, rezim PRK tetap memfokuskan pada bidang pertanian. Karena pertanian menjadi salah satu potensi utama yang harus dimaksimalkan. Para petani mulai diperhatikan kesejahteraannya, dan mulai diatur waktu kerjanya, yakni 8 jam dalam sehari. 18 Rezim PRK tetap masih mempertahankan ide-ide sosialis Khmer Merah. Hal ini jelas tertuang dalam Konstitusi PRK yang menyebutkan bahwa dasar ideologi negara Kamboja di bawah PRK adalah ideologi Marxisme-Leninisme. 19 Tidak heran, karena kebanyakan kader kader PRK merupakan alumni dari Khmer Merah, ide-ide komunis masih kuat tertancap dalam jiwa mereka. Namun ide-ide revolusioner mulai ditanggalkan. Perubahan dilakukan dengan cara perlahan 17 John Tully, A History of Cambodia From Empire to Survival, Australia: Allen Unwin, 2005, hlm. 198. 18 Ibid., hlm. 198 19 Hal ini tertuang dalam konstitusi PRK 1978 Bab 1 pasal 14. Lebih lanjut lihat: Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, London: Frances Pinter Publisher, 1986, hlm. 100. namun pasti. Selain memperbaiki sektor pertanian, rezim PRK juga kembali menstabilkan sektor keuangan, setelah sebelumnya penggunaan uang dilarang pada masa Khmer Merah. Selanjutnya rezim PRK juga memperbaiki sistem perdagangan yang sebelumnya tidak berkembang pada masa Khmer Merah. Fasilitas kesehatan dan pendidikan juga menjadi sektor yang tak luput dari pembangunan. Rezim PRK memberikan kebebasan hidup bagi setiap keluarga. Dan yang menjadi kabar gembira bagi seluruh penganut agama di Kamboja adalah, dibolehkannya mereka untuk menganut dan menjaga kepercayaan mereka. 20 PRK dalam konstitusinya jelas memberikan kebebasan bagi warga negara Kamboja untuk berpendapat, berkumpul, dan menjaga keyakinan. 21 Hal ini berdampak pada kehidupan umat beragama di Kamboja. Tidak hanya agama besar seperti agama Budha yang merasakan dampak dari kebaikan ini. Umat Islam yang menjadi mayoritas kedua di Kamboja juga merasakan dampak positIf dari kebijakan ini. Umat Islam di bawah rezim PRK tidak lagi menyandang status sebagai musuh internal, melainkan sebagai warga negara biasa yang statusnya disamakan. Keberadaanya tidak lagi terdisikriminasi karena satu dan lain hal, mereka mulai terintergrasi dengan baik dengan masyarakat Khmer dalam berbagai sektor. Jika sebelum dan pada masa Khmer Merah umat Islam seakan menjadi masyarakat kelas dua, maka pada masa rezim PRK mereka bebas berbaur di setiap sektor. 20 Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, hlm. 161 21 Kebijakan ini tertuang dalam poin ke empat dari 11 poin program yang dicanangkan PRK ketika hendak mengambil alih Kamboja dari tangan Khmer Merah. Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, hlm. 161. 2. Partisipasi Politik Umat Islam Kamboja Umat Islam Kamboja bersama Khmer dan tentara Vietnam telah bersama menggulingkan rezim Khmer Merah yang dianggap tirani. Math Ly menjadi salah satu tokoh Muslim yang cukup menjadi sorotan. Ia menjadi salah satu pemimpin Muslim yang juga terlibat langsung dalam proses penggulingan rezim Khmer Merah bersama rakyat Kamboja dan tentara Vietnam. 22 Sebelumnya ia memang seorang kader Khmer Merah yang Pro Vietnam. Setelah kejatuhan rezim Khmer Merah umat Islam tidak lagi dipandang sebelah mata. Kehadiran mereka cukup memberikan warna bagi kancah perpolitikan Kamboja. Jika pada masa pemerintahan Khmer Merah umat Islam masuk ke dalam daftar musuh internal yang menjadi target pembunuhan, maka pada masa PRK umat Islam diberikan keluangan untuk berpartisipasi secara langsung dalam pemerintahan Kamboja. Meskipun keberadaan mereka tetap minoritas, namun suara mereka tetap terakomodir. Terbukti setelah kejatuhan pemerintah Khmer Merah, Math Ly dipercaya untuk menjabat sebagai salah satu menteri dalam rezim PRK. Ia menjabat sebagai Presiden Federasi Persatuan Perdagangan President Federation of Trade Union. Selain itu seorang Muslim Cham lain, yakni Van Math juga terlibat dalam organisasi KNUFNS. Beberapa orang Muslim lain juga menjabat di berbagai institusi kenegaraan yang berbeda. Melihat berbagai fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa rezim PRK sangat memberikan ruang kebebasan bagi setiap lapisan masyarakat Kamboja untuk berpartisipasi dalam kancah perolitikan. Selain itu PRK juga mengakomodir suara umat Islam dengan menyertakan beberapa perwakilan umat Islam pada 22 Yekti Maunati dan Betti Rosita Sari ed, The Cham Diaspora in Southeast Asia Social Integration and Transnational the Case of Cambodia , Jakarta : LIPI Press, 2013, hlm. 41. beberapa posisi penting dalam institusi kenegaraan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan baik telah terjalin kembali antara Muslim Kamboja dengan pemerintah. Meskipun minoritas dalam etnis dan agama, namun suara-suara umat Islam terakomodir dengan baik. Hal ini terjadi karena umat Islam Kamboja telah menunjukkan pengabdiannya pada tanah air mereka yakni Kamboja, terutama dalam perjuangan menjatuhkan pemerintahan tirani Khmer Merah. Setelah berakhirnya rezim PRK pada tahun 1989, umat Islam Kamboja kembali menemukan asa untuk terus bangkit dan maju. Sejak masa PRK memang umat Islam Kamboja tengah disibukkan dengan perbaikan-perbaikan di berbagi aspek, terutama fasilitas ibadah dan pendidikan Islam. Mengingat pada masa pemerintahan Khmer Merah kedua institusi tersebut banyak yang diluluhlantakkan. Pasca berakhirnya rezim PRK kehidupan Muslim Kamboja semakin membaik, terutama setelah ditetapkannya Konstitusi Kingdom of Kampuchea pada tahun 1999, umat Islam makin diberikan keleluasaan untuk menduduki berbagai posisi penting dalam pemerintahan, meskipun jumlahnya tidak mayoritas. Menurut Mr Zakariyya Adam seorang sekretaris menteri kebudayaan dan agama, pada masa ini jumlah umat Islam diperkirakan berjumlah 650.000 jiwa. 23 Beberapa orang Islam ada yang menjabat di beberapa kementerian. Seperti Kementerian Agama, Pemuda, dan Olahraga. Di antara mereka juga ada yang masuk di parlemen. Bahkan beberapa distrik di Kampong Cham juga dipimpin oleh orang Islam. 24 Sejak tahun 1989 kondisi umat Islam kian membaik. Terutama setelah menjalin komunikasi dengan berbagai Non 23 Omar Farouk dan Hiroyuki Yamamoto ed, Islam at the Margins: The Muslim of Indocina, Kyoto University: Center of Integrated Area Studies, 2008, hlm. 72. 24 Lebih lanjut mengenai jabatan-jabatan yang dipegang oleh Muslim Kamboja lihat: Omar Farouk dan Hiroyuki Yamamoto ed, Islam at the Margins: The Muslim of Indocina, Kyoto University: Center of Integrated Area Studies, 2008, hlm.76. Gouvernment Orgaization – NGO. Muslim Kamboja sangat membutuhkan bantuan-bantuan tersebut guna mengangkat kesejahteraan mereka. Karena untuk bangkit Muslim Kamboja tidak hanya biasa mamanfaatkan bantuan pemerintah. Sejak tahun 1993 tercatat mulai gencarnya para NGO masuk Kamboja untuk memberikan berbagai bantuan. Langkah ini diawali dengan kedatangan organisasi perdamaian bentukan PBB, UNTAC United Nation Transition Authority in Cambodia. Organisasi perdamaian ini memang bermaksud membantu menciptakan kesetabilan politik di Kamboja setelah beberapa kali Kamboja mengalamai kegagalan dalam menciptakan pemilu yang damai, demokratis, dan terbuka. 25 Organisasi bentukan PBB ini diisi oleh tentara gabungan yang berasal dari Mesir, Malaysia, dan Indonesia. 26 Sejak itulah jaringan internasional Muslim Kamboja mulai terhubung dengan beberapa negara dan NGO Islam dunia.

C. Kebangkitan Islam di Kamboja

Dalam bagian ini penulis meminjam istilah Azyumardi Azra yakni kebangkitan atau renaissance untuk menggambarkan kondisi Muslim Kamboja pasca kejatuhan rezim Pol Pot. Namun kebangkitan yang penulis maksud berbeda dengan apa yang ditulis oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Renaisans Islam di Asia Tenggara . Kebangkitan Islam di Kamboja adalah istilah yang penulis gunakan untuk menggambarkan perbaikan dan perkembangan kehidupan umat Islam Kamboja dalam berbagai aspek pasca jatuhnya rezim Pol Pot. Perbaikan 25 Yekti Maunati dan Betti Rosita Sari ed, The Cham Diaspora in Southeast Asia Social Integration and Transnational the Case of Cambodia , Jakarta : LIPI Press, 2013, hlm.180-181 26 Ibid., 181. dan perkembangan tersebut meliputi beberapa aspek, di antaranya, jaringan internasional, sosial-keagamaan, dan pendidikan. 1. Jaringan Internasional Setelah empat tahun hidup terpuruk dalam bayang-bayang rezim Pol Pot, umat Islam harus bangkit untuk menentukan arah nasib mereka. Mereka harus tetap hidup dan bangkit di bawah naungan Kamboja sebagai nation-state mereka. Mereka harus bergegas melakukan perbaikan-perbaikan dalam berbagai aspek, tidak terkecuali jaringan internasional dengan negara-negara lain, terutama negara-negara Islam. Penulis meletakkan jaringan internasional sebagai aspek yang bangkit paling pertama karena melalui jaringan internasional inilah kemudian Muslim Kamboja dapat memulai perbaikan-perbaikan dalam aspek lainnya. Karena mustahil bagi mereka untuk melakukan perbaikan dengan kekuatan sendiri. Apalagi dengan mengandalkan pemerintah yang tengah disibukkan dalam program menstabilkan negara. Sebelum rezim Pol Pot memerintah, sebenarnya umat Islam Kamboja sudah memiliki relasi dengan beberapa negara Muslim di Timur Tengah, seperti Saudi Arabia, Kuwait, Dubai, dan Mesir. Beberapa juga ada yang memiliki relasi dengan negara-negara di Asia Tenggara seperti dengan Thailand Selatan, dan Malaysia. 27 Tak jarang pelajar-pelajar Muslim menjadikan negara-negara tersebut sebagai destinasi pendidikan mereka. Namun pada masa pemerintahan Khmer Merah, hubungan internasional ini mulai terputus, dikarenakan rezim Khmer Merah melarangnya. Rezim Khmer Merah kala itu memanggil para pelajar yang menuntut ilmu di luar negeri untuk kembali ke Kamboja. Namun sekembalinya 27 Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 228-229.