Kondisi Muslim Kamboja Tahun 1953-1975
identitas bangsa Kamboja pada masa awal kemerdekaannya. Ia memperkenalkan ideologi nasional yang disebut sosialisme Budha atau belakangan disebut
Sihanoukisme. Sihanouk terkenal sebagai pemimpin yang netral dengan tidak memihak
kepada golongan komunis dan liberalis pada masa awal kepemimpinannya. Hal ini terbukti dengan langkahnya yang menerima bantuan dari Prancis, China,
Amerika Serikat, dan Uni Soviet dalam membangun negaranya pada masa awal kemerdekaan.
31
Ia tidak menutup diri bagi siapa saja yang ingin bersumbangsih dalam pembangunan Kamboja.
Anthony Cabaton menjelaskan bahwa hubungan agama minoritas dengan rezim Sihanouk berjalan dengan harmoni. Harmoni yang dimaksud adalah tidak
adanya konflik baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Lebih lanjut dalam artikelnya, Anthony Cabaton menggambarkan bahwa pada masa Sihanouk umat
Islam kerap kali melakukan diskusi-diskusi di kerajaan guna membicarakan permasalahan yang dihadapi umat Islam.
32
Namun Cabaton tidak memaparkan dengan jelas apa kiranya permasalahan yang kerap kali didiskusikan. Meski
minim fakta, namun hal tersebut dapat menjadi segelintir bukti kecil gambaran mengenai hubungan baik antara Sihanouk dengan umat Islam.
Sihanouk menjadi orang yang memelopori dan berjuang demi kemerdekaan Kamboja. Sehingga ia memiliki tanggung jawab terhadap
pembentukan identitas masyarakat Kamboja. Wilayah Kamboja sebelum kemerdekaan merupakan wilayah yang didominasi oleh etnis Khmer yang
31
M.C Ricklef, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Jakarta: Komunitas Bambu, 2013, hlm. 583.
32
Anthony Cabaton, Orang Cam Islam di Indo-China Prancis, dalam Kerajaan Champa, Echole D’Extreme-Orient, Jakarta: Balai Pustaka, 1981, hlm. 242-243.
beragama Budha. Hanya terdapat sebagian kecil etnis Cham-Melayu dan beberapa etnis lainnya yang mendiami wilayah tersebut. Dominasi etnis Khmer membuat
Sihanouk menjadikan Khmer sebagai sebuah identitas negara yang baru dipimpinnya ini. Segala aspek mulai dari bahasa sampai identitas ras semua diberi
nama Khmer. Umat Islam yang notabenenya etnis Cham-Melayu pun ikut terkhmerkan meskipun hanya sampai tingkat identitas saja.
Oleh Sihanouk etnis Cham dan Melayu diberi julukan Khmer Islam atau Khmer Muslim. Identitas tersebut merujuk pada agama yang dipeluk oleh etnis
Cham-Chvea atau Cham-Melayu yang beragama Islam. Dari segi bahasa, etnis Cham-Melayu masih menggunakan bahasa asli mereka. Sedangkan dari identitas
fisik pun tidak dapat dibohongi bahwa mereka berbeda dengan etnis Khmer. Julukan Khmer Islam yang diberikan kepada etnis Cham dan Melayu hingga kini
masih disandang oleh mereka. Kebijakan Sihanouk tersebut merupakan salah satu kebijakan
kontroversial terhadap etnis dan penganut agama di Kamboja. Menurut Yekti Maunati kebijakan tersebut dimaksudkan untuk membuat komposisi masyarakat
Kamboja yang ideal.
33
Namun di sisi lain kebijakan ini terkesan ingin mengeliminasi identitas etnis tertentu, meskipun dilakukan secara halus. Namun
kebijakan ini nampaknya tidak membuat umat Islam Kamboja gusar, karena hal tersebut hanya sebatas identitas saja. Umat Islam Kamboja tetap diberikan
kebebasan untuk menjalankan keyakinan mereka. Meskipun kebijakan tersebut dianggap kontroversial, namun tidak menyudutkan umat Islam, sehingga tidak
memunculkan riak-riak perlawanan terhadap rezim Sihanouk.
33
Yekti Maunati dan Betti Rosita Sari ed, The Cham Diaspora in Southeast Asia Social Integration and Transnational the Case of Cambodia
, Jakarta : LIPI Press, 2013, hlm. 164.
Menjelang akhir kekuasannya Sihanouk memiliki kedekatan dengan Partai Komunis Indocina Indocina Communist Party
– ICP yang di dalamnya terdapat juga gerilyawan Khmer Merah. Ia memberikan izin bagi ICP untuk mendirikan
basis militer di Kamboja. Hal ini sontak menimbulkan pertentangan di kalangan elit pemerintahan, terutama dengan Marsekal Lon Nol yang kala itu menjabat
sebagai perdana menteri. Berawal dari permasalahan tersebutlah kemudian pemerintahan Kamboja terpecah, yang kemudian menyebabkan Sihanouk
digulingkan oleh Lon Nol. 2.
Masa Lon Nol Perebutan pengaruh antara kaum komunis dan liberalis terus berlangsung
sampai masa akhir kepemimpinan Sihanouk. Sihanouk yang memiliki kedekatan terhadap pemerintah komunis Beijing harus terus bergulat dengan para penganut
ideologi liberalis yang kebayakan berasal dari petinggi militer. Pada tahun 1970 ketika sedang pergi ke Prancis untuk berobat, dengan leluasa akhirnya militer
yang dipelopori oleh Marsekal Lon-Nol mengambil alih kepemimpinan Kamboja dengan mengkudeta raja Sihanouk.
34
Sejak jatuhnya rezim Sihanouk, era baru kepemimpinan Lon-Nol dikenal dengan rezim Republik Khmer Khmer
Republic dimulai. Sebenarnya kudeta ini bermotifkan pengaruh ideologi. Para petinggi militer dengan pihak Amerika Serikat mulai merasa cemas dengan
kedekatan Sihanouk dengan orang-orang komunis. Mereka menganggap ini sebagai sebuah ancaman. Maka dari itu kudeta terhadap Sihanouk merupakan
langkah menyelamatkan Kamboja dari pengaruh ideologi Komunis.
34
M.C Ricklef, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, hlm. 584
Marsekal Lon Nol merupakan salah satu petinggi militer yang memiliki kedekatan dengan Amerika Serikat, sehingga dengan naiknya Lon Nol perlahan ia
mulai mengikis keberadaan ideologi komunis dan menggantikannya dengan ideologi liberalis. Lon Nol mengganti sistem kenegaraan yang sebelumnya
menganut sistem monarki kontitusional menjadi sistem republik. Tidak ubahnya dengan rezim Sihanouk, pada masa Lon Nol, Kamboja
masih belum bisa terlepas dari kemelut perang saudara. Perpolitikan Kamboja terus terguncang dan makin memanas. Pemerintah lagi-lagi disibukkan dengan
urusan dalam negeri dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh Sihanouk dan pihak Khmer Merah yang merasa memiliki hak atas
Kamboja. Pada masa Lon Nol peran umat Islam mulai terlihat. Terutama ketika Les
Kosem salah satu petinggi militer beragama Islam berasal dari etnis Cham- Melayu memainkan peran yang cukup signifikan dalam angkatan perang maupun
perpolitikan Kamboja. Kiprahnya dalam militer dan perpolitikan Kamboja berawal dari bergabungnya ia bersama FULRO Front Univie de Lutte des Race
Oprimess atau barisan pembebas ras-ras tertindas. Les Kosem menjadi salah satu tokoh yang dipercaya oleh Lon Nol untuk menyelesaikan berbagai permasalahan
konflik yang terjadi di dalam internal umat Islam maupun masalah-masalah lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Les Kosem menjadi salah satu fakta
mulai diikutsertakannya masyarakat Islam Kamboja dalam dunia perpolitikan dan kemiliteran Kamboja.
Hubungan umat Islam pada masa Lon Nol dapat dikatakan sangat baik jika dibanding dengan masa sebelumnya. Hal ini dikarenakan mereka laksana
simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan. Pada masa Lon Nol para tentara Muslim yang dikomandani oleh Les Kosem banyak membantu Lon Nol
dalam misi penentangan agresi Indocina Communist Party yang dipelopori oleh Vietnam di Kamboja. Kala itu desa-desa Muslim menjadi target penyerangan oleh
ICP. Sebanyak 24 masjid yang tersebar di lima provinsi diluluhlantakkan dan sebanyak 26 hakim di empat provinsi dibunuh oleh ICP.
35
Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan masyarakat komunis di Indocina di bawah hegemoni Vietnam.
Namun Lon Nol beserta pasukan Muslim segera dapat menghentikan agresi ICP dan memberikan perlindungan bagi rakyatnya.
Pada masa Khmer Repubik, umat Islam Kamboja diketuai oleh seorang pemimpin agama yang bernama Okhna Hadji Abdoullah Bin Idres atau yang
akrab disapa Res Las. Didampingi oleh dua asistennya yaitu Hadji Sulaiman Shukri, dan Hadji Mat Sales Sulaiman. Dan Les Kosem menjabat sebagai
penasihat.
36
Rezim Republik Khmer banyak memberikan pelayanan dan kemudahan bagi umat Islam. Di antaranya dengan dibentuknya direktorat urusan agama Islam
yang menangani permasalahan-permasalahan seputar agama Islam yang dibawahi oleh negara. Pada masa Lon Nol juga dibangun sekitar 113 masjid yang tersebar
di seluruh desa Muslim. Selain itu Lon Nol juga mensahkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran agama Islam. Sebanyak sebelas Koranic School
37
juga
35
Khmer Republic, The Martydrom of Khmer Muslim, Phnom Penh: Decho Damdin Printing Press, 1974, hlm. 11.
36
Ibid., hlm. 36-37.
37
Koranic School merupakan lembaga pendidikan Islam Kamboja seperti madrasah.
didirikan. Namun jumlahnya masih sangat sedikit, dikarenakan keterbatasan tenaga pengajar.
38
Pada masa Lon Nol tepatnya tahun 1970 disahkan berdirinya dua organisasi Muslim pertama di Kamboja, yakni, The Central Islamic Association of
The Khmer Republic - CIS, dan The Association of Khmer Islamic Youth - AKIY. CIS diketuai oleh Mr Hadji Muhammad Aly Haroun. Organisasi ini
bergerak dalam bidang keagamaan, sosial, dan pendidikan. Di antaranya memperkuat persaudaraan di kalangan umat Islam Kamboja, menyebarluaskan
doktrin Islam, penyelengaraan koranic school, pembangunan masjid, dan penyelengaraan haji.
39
AKIY juga memiliki program yang tidak jauh berbeda dengan CIS. Hanya saja AKIY merupakan organisasi yang anggotanya terbatas
pada kalangan pemuda Muslim. Program AKIY di antaranya, menghimpun semua pemuda dari seluruh lapisan masyarakat, memberikan pendalaman pendidikan
Islam untuk pemuda, dan menjalin kerjasama dengan organisasi lokal maupun internasional.
40
AKIY diketuai oleh seorang pemuda Muslim bernama Abdul Rached bin Idres dit Man Seth.
Selain itu orang-orang Islam juga diberikan kesempatan untuk menduduki beberapa posisi jabatan penting. Seperti ditempatkannya lima orang Muslim
dalam jabatan di kementrian urusan asing, di antaranya, M. Pean Abdul Gaffar yang ditempatkan di Kedutaan Besar Republic Khmer di Washington D C, Prof.
Som Samout dit Abdullah sebagai delegasi Republik Khmer di Jenewa, dan tiga orang Muslim yang ditempatkan di kementrian urusan asing, yakni, Prof. Math
38
Ibid., hlm. 43.
39
Lebih lanjut mengenai program CIS lihat: Ibid., hlm. 49.
40
Lebih lanjut mengenai program AKIY lihat: Ibid., hlm. 51.
Peas dit Abbas, Prof. Tol Lah dit Abdullah, dan Prof. Sop Mat Tin did Moheidine.
41
Selain itu, orang-orang Islam juga sudah mulai mewarnai badan legislatif Republik Khmer. Beberapa orang Islam diberikan kesempatan untuk duduk di
bangku dewan. Mereka di antaranya adalah H. Sales Yahya, Os Salaimanna, Ysya Ashary, Abdulhamid Jakariya, dan Uch Sos.
42
Terdapat satu orang Muslim yang juga dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Menteri Kelautan dan Perikanan,
yaitu, Kolonel Hadji Ell Prahim. Pergulatan perang saudara antara Sihanouk yang bekerjasama dengan
pihak Khmer Merah dengan rezim pemerintah terus berlanjut. Sihanouk masih sangat berambisi untuk kembali menjadi orang nomor satu di Kamboja.
Ambisinya diperkuat setelah ia mendapat dukungan penuh dari China dengan syarat ia harus menggulingkan rezim Lon Nol.
43
Sihanouk juga menjalin kerjasama dengan pihak Khmer Merah untuk menggulingkan rezim Lon Nol.
Berbagai pemberontakan dilancarkan untuk melemahkan pemerintahannya. Seakan sudah tidak dapat menahan terjangan ombak yang kian membesar,
perlahan baris pertahanan pemerintah mulai tumbang dihantam para pemberontak Khmer Merah yang menuntut agar Lon Nol segera menyerahkan tampuk
kekuasaan kepada Mereka. Akhirnya pada tanggal 5 April 1975 pasukan pemberotak Khmer Merah
berhasil menguasai beberapa wilayah di sekitar Phnom Penh.
44
Sementara itu Lon
41
Ibid., 54.
42
Ibid., 62.
43
“Kembalinya Pengeran Sihanouk Akan Rupakan Kemenangan PM Chou.” Warta Berita Antara,
4 April 1975.
44
“Pasukan Pemberontak Terobos Garis Pertahanan Beberapa Ratus Meter.” Warta Berita Antara
, 5 April 1975.
Nol tetap berusaha mengupayakan cara-cara diplomasi untuk memadamkan perseteruan tersebut. Ia meminta kepada perhimpunan negara-negara Asia
Tenggara Association of South East Asian Nations – ASEAN untuk membantu
penyelesaian peseteruan yang terjadi di negaranya. Oleh ASEAN difasilitasi pertemuan kedua pihak yang terlibat perseteruan ini di Bangkok. Namun
Sihanouk dan pihak Khmer Merah tidak menghadiri pertemuan tersebut. Sihanouk dan Khmer Merah beralasan karena enggan berdiplomasi dengan pengkhianat
yang masih dibayangi pengaruh Amerika Serikat.
45
Sihanouk menginginkan agar rezim pemerintah segera keluar dari Phnom Penh dan menyerahkan pemerintahan
kepada pihaknya. Penolakan Khmer Merah untuk berunding tersebut membuat pemerintah
semakin frustasi. Pemberontakan yang dilakukan oleh Khmer Merah semakin gencar dilakukan di ibukota Phnom Penh. Ditambah lagi mereka juga
mendapatkan dukungan rakyat Kamboja yang cukup banyak. Akhirnya pemerintah Kamboja mulai merumuskan kemungkinan penyerahan tanpa syarat
kepada pihak Khmer Merah. Menurut Lon Nol kalau memang turunnya ia dari tampuk kekuasaan Kamboja dapat membuat Kamboja mengakhir perang saudara,
itu akan ia lakukan.
46
Serangan Khmer Merah terus dilancarkan kepada tentara pemerintah. Terutama di wilayah ibukota yang memang telah menjadi incaran lama pasukan
Khmer Merah. Sebenarnya memang Khmer Merah telah menguasai hampir 60 persen wilayah Kamboja, terutama wilayah pinggiran. Sisanya sekitar 40 persen
45
“Sihanouk Tetap Tidak Mau Berunding Dengan Pemerintah Phnom Penh. “ Warta Berita Antara
, 5 April 1975.
46
“Presiden Lon Nol di Bali Merasa Seperti di Tanah Sendiri.” Warta Berita Antara, 5 April 1975.
masih berada dalam kendali pemerintah. Serangan yang bertubi-tubi akhirnya dapat melumpuhkan baris pertahanan di selatan ibukota yang membuat pasukan
Khmer Merah akhirnya berhasil menerobos masuk Phnom Penh pada tanggal 17 April 1979.
47
Masuknya tentara Khmer Merah disambut baik oleh masyarakat Kamboja. Khmer Merah seakan menjadi pembebas dari ketertindasan mereka selama rezim
Lon Nol. Sejak itulah akhirnya Kamboja dikuasai oleh rezim komunis Khmer Merah yang pada selanjutnya mengubah nama Kamboja menjadi Demokratic
Kampuchea. Sihanouk dengan dukungan Khmer Merah akhirnya kembali menduduki tampuk kekuasaan tertinggi Kamboja dan Saloth Sar atau yang lebih
dikenal dengan Pol Pot menjabat sebagai perdana menteri.
47
“Phnom Penh Falls Into Khmer Rouge Hands.” Warta Berita Atara, 17 April 1975.