Faktor Kejatuhan Rezim Khmer Merah

sederhana dalam mengelola lahan pertanian. Meskipun telah mendapatkan bantuan alat-alat pertanian dari China, namun jumlahnya memang tidak memadai. Ditambah dengan cuaca yang tidak mendukung, yang kerap kali menimbulkan banjir dan kemarau berkepanjangan. Beras sebagai komoditas utama Kamboja terus mengalami penurunan sejak tahun 1976. Akibatnya banyak rakyat Kamboja yang mati kelaparan karena produksi beras dalam negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan rakyat. Sedangkan pemerintah Khmer Merah lebih memprioritaskan pasokan beras untuk ekspor dan kebutuhan tentara Khmer Merah yang berada di Phnom Penh. 4 Dalam hal ini nampaknya pemerintah Khmer Merah terlalu memaksakan dan hanya ingin menampakkan bahwa mereka sudah berhasil melakukan swasembada beras. Padahal pada kenyataannya mereka jauh dari kata berhasil. Memang semenjak kejatuhan Kamboja ke tangan rezim Khmer Merah, Kamboja menjadi negara yang tertutup Mistery State. Sehingga tidak diketahui secara pasti kondisi negara tersebut. Pemerintah Khmer Merah lebih cenderung menampilkan sisi baik dari pemerintahannya. Namun di balik itu semua tersimpan banyak kebobrokan. Hal ini terungkap pasca kejatuhan pemerintah Khmer Merah. Kegagalan pemerintah Khmer Merah dalam merevolusi bidang pertanian berbuntut pada banyaknya rakyat yang mati dan tumbuhnya gerakan-gerakan pemberontakan di berbagai daerah. Selain itu kekacauan perekonomian Kamboja dikarenakan pemerintah Khmer Merah tidak mengeskploitasi sumber daya alam lain seperti pertambangan, perdagangan, perikanan, dan beberapa sektor lainnya. Khmer Merah hanya berfokus pada bidang pertanian dan industri. Sehingga ketika 4 Khamboly Dy, A History of Demokratic Kampuchea, hlm. 58 bidang yang menjadi tumpuan tidak memenuhi ekspektasi, akibatanya fatal bagi perekonomian Kamboja. Faktor interal yang kedua adalah, timbulnya perpecahan dalam kubu Khmer Merah. Sejak berdirinya Khmer Merah memang para kadernya telah berselisih faham, sejak awal memang para kader Khmer Merah telah berbeda prinsip mengenai kata revolusi. 5 Sebagian kader Khmer Merah yang di bawah Pol Pot menggaungkan slogan anti Vietnam. Sedangkan sebagian lainnya bersikap pro terhadap Vietnam. Hal inilah yang pada masa selanjutnya menjadi cikal bakal keretakan Khmer Merah. Karena perbedaan prinsip tersebut akhirnya kader-kader Khmer Merah zona timur yang pro Vietnam seperti Pen Sovan, So Phim, Heng Samrin dan Hun Sen akhirnya dianggap sebagai musuh oleh kubu Pol Pot dan kawan-kawannya. Sejak tahun 1976 Pol Pot berusaha melakukan pengawasan para kader Khmer Merah zona timur yang disangka pro Vietnam dan memiliki kecenderungan untuk memberontak. 6 Puncak dari keretakan yang telah lama terjadi adalah, pada bulan April-Mei 1978 pemerintah Khmer Merah di bawah Pol Pot melakukan penculikan dan pembunuhan secara tiba-tiba kepada pemimpin dan kader Khmer Merah di zona timur. 7 Kader Khmer Merah zona timur menganggap ini sebagai sebuah pengkhianatan. Dalam peristiwa tersebut So Phim 5 Menurut So Phim salah seorang pemimpin Khmer Merah zona timur, tujuan revolusi adalah mengangkat standar hidup masyarakat, bukan mengurangi orang kaya dan menjadikannya miskin atau memaksa rakyat dalam keadaan miskin seperti yang dilakukan Pol Pot. Ramlan Subakti dkk, Kampuchea Tahun 1975-1979, UNAIR: Fakultas Ilmu Soslal dan Ilmu Politik, 1990, hlm. 39. 6 Michael Vickery, Cambodia 1975-1982, Boston MA: South End Press, 1984, hlm. 192. 7 Ramlan Subakti dkk, Kampuchea Tahun 1975-1979, UNAIR: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 1990, hlm. 39. pemimpin Khmer Merah zona timur terbunuh, pemimpin lainnya seperti Pen Sovan, Heng Samrin, dan Hun Sen berhasil melarikan diri ke perbatasan Vietnam. Banyak kader Khmer Merah yang pro Vietnam akhirnya melarikan diri ke dalam hutan dan bergabung dengan Vietnam. Kebanyakan dari kader Khmer Merah yang memberontak adalah wilayah bagian timur east zone, 8 yaitu wilayah yang berbatasan langsung dengan Vietnam dan memiliki jaringan yang kuat dengan Vietnam. Mereka yang melarikan diri ke Vietnam inilah yang kemudian menyusun strategi untuk menggulingkan pemerintahan Khmer Merah di bawah Pol Pot. Para kader yang berada di Vietnam itulah yang kemudian membentuk Front Penyelamatan Kamboja KNUFNS yang pada akhirnya dapat mengambil alih pemerintahan Kamboja dari tangan Khmer Merah. Faktor Internal yang terakhir adalah hilangnya dukungan rakyat terhadap pemerintah Khmer Merah. Simpati rakyat Kamboja yang ditujukan pada masa awal kepemimpinan Khmer Merah telah pupus. Cita-cita rakyat Kamboja hidup dalam kesejahteraan tinggal angan belaka. Khmer Merah menganggap bahwa rakyat masih berpihak pada mereka. Khmer Merah tak menyadari bahwa segala kebijakan dan tindakan Khmer Merah telah membuat rakyat menderita. Maka dari itu rakyat Kamboja seakan telah frustrasi hidup dalam bayang kesengsaraan. Analisa penulis terhadap hilangnya dukungan rakyat terhadap pemerintah Khmer Merah adalah, pada saat Vietnam melakukan invansi ke wilayah Kamboja pada tahun 1978, rakyat Kamboja tidak membantu tentara Khmer Merah dalam menghadang invansi Vietnam. Padahal Sihanouk dan Khieu Samphan telah memprovokasi rakyat agar bersama menentang agresi Vietnam. Namun yang 8 Khamboly Dy, A History of Demokratic Kampuchea, Phnom Penh: Document Center of Cambodia, 2007, hlm.58. terjadi sebaliknya rakyat menjadikan moment ini sebagai waktu yang tepat untuk memberontak kepada rezim Khmer Merah. Hal ini menyebabkan jatuhnya Kamboja di tangan militer Vietnam dengan mudah karena rakyat Kamboja tidak mendukung lagi pemerintahan Khmer Merah. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang menyebabkan kejatuhan Khmer Merah adalah perseteruan panjang antara Kamboja dan Vietnam. Khmer Merah memang pada awalnya merupakan kepanjangan organisasi dari ICP dengan Vietnam sebagai aktor sentralnya. Indocina Communist Partylah yang banyak memberikan inspirasi bagi berdirinya Khmer Merah. ICP juga berjasa memberikan pelatihan militer bagi kader-kader Khmer Merah. Namun dalam perjalanannya terjadi selisih faham antara komunis Kamboja di bawah Pol Pot dan komunis Vietnam di bawah Ho Chi Minh. Khmer Merah juga merasa dikhianati oleh komunis Vietnam dalam perjanjian Jenewa. Karena Ho Chi Minh menyetujui pembubaran Khmer Merah dalam konferensi tersebut. Selain itu Khmer Merah di bawah Pol Pot sangat menentang hegemoni Vietnam atas negara-negara Indocina. 9 Berawal dari beberapa permasalahan tersebutlah hubungan kedua negara penganut ideologi serupa ini mulai pecah. Ditambah lagi slogan anti Vietnam yang terus digaungkan oleh Pol Pot membuat perselisihan di antara keduanya semakin memanas. Puncaknya ialah pada tahun 1977 ketika Khmer Merah melakukan serangan membabi buta ke Vietnam. Peristiwa ini menyebabkan ribuan rakyat Vietnam meregang nyawa. 10 Selain itu Pol Pot juga melakukan pengusiran 50.000 9 John Tully, A History of Cambodia From Empire to Survival, Australia: Allen Unwin, 2005, hlm. 191. 10 Ibid., etnis Vietnam ke luar Kamboja. 11 Menanggapi tindakan pemerintah Khmer Merah tersebut, pemerintah Vietnam pada tanggal 15 Desember 1978 melakukan invansi ke basis utama Khmer Merah dengan mengirimkan pasukan mereka ke perbatasan dan mulai menyerang tempat-tempat yang menjadi pusat kekuasaan Khmer Merah. 12 Selain dendam masa lalu, perang ini merupakan dampak dari persengketaan wilayah antara kedua negara tersebut. Kamboja dan Vietnam mempersengketakan pulau Phu Qoich yang diduga di sana terdapat sumber minyak bumi. 13 Hubungan keduanya semakin memburuk ketika Kamboja memutuskan hubungan diplomatik dengan Vietnam. 14 Peseteruan berkepanjangan inilah yang kemudian menumbuhkan keinginan Vietnam untuk menggulingkan rezim Khmer Merah di bawah Pol Pot. Dengan serangan Vietnam yang membabi buta tersebut, diharapkan Kamboja mulai melemah dan menyetujui batas wilayah dengan Vietnam. Namun sebenarnya Vietnam memiliki niat yang lebih dari sekedar melemahkan Kamboja dan mendapatkan pulau Phu Qoich, Vietnam ingin menjatuhkan rezim Pol Pot melalui kader-kader Khmer Merah yang pro Vietnam. Heng Samrin merupakan salah satu dari sekian banyak kader Khmer Merah pro Vietnam yang melarikan diri ke Vietnam karena kejaran Pol Pot. Di Vietnam Heng Samrin bersama kader komunis Vietnam kemudian mendirikan KNUFNS pada tanggal 3 Desember 1978. Ia sekaligus ditunjuk sebagai ketuanya didampingi oleh Hun Sen dan beberapa sahabatnya. KNUFNS di bawah Heng 11 Ramlan Subakti dkk, Kampuchea Tahun 1975-1979, UNAIR: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 1985, hlm. 70-71. 12 Pentti Hollappa, Kampuchea in The Seventies, Finlandia: Kampuchea Inquiry Commision, 1982, hlm. 24. 13 cari 14 John Tully, A History of Cambodia From Empire to Survival, Australia: Allen Unwin, 2005, hlm. 191. Samrin bersama tentara Vietnam akhirnya berhasil menguasai ibukota Phnom Penh dan mengambil alih Kamboja dari tangan Khmer Merah pada 7 Januari 1979. Sementara itu para pemimpin Khmer Merah seperti Pol Pot, Kheu Samphan, Noun Chea, dan beberapa pemimpin lainnya melarikan diri ke Battambang menggunakan helikopter. Setelah itu mereka melarikan diri ke perbatasan Thailand, dan di sana mereka meminta agar diizinkan untuk masuk ke wilayah Thailand untuk melanjutkan pelariannya ke Peking. 15 Dengan ini berakhirlah karier Pol Pot dan kawan-kawan dalam panggung kekuasaan Kamboja. Khmer Merah telah memberikan luka yang medalam bagi umat Islam di Kamboja khususnya dan umumnya bagi seluruh rakyat Kamboja. Tiga hari setelah KNUFNS berhasil mengambil alih pemerintahan dari tangan Khmer Merah, Heng Samrin sebagai pemimpin KNUFNS mendeklarasikan diri sebagai presiden. Heng Samrin memulai babak baru perjalanan politik Kamboja dengan mengubah kembali Kamboja menjadi negara yang menganut sistem Republik People Republic of Kampucha – PRK. 16 Heng Samrin dan Hun Sen sebenarnya merupakan kader Khmer Merah pada masa Pol Pot, namun mereka lebih memiliki kecenderungan terhadap Vietnam. Mereka inilah kader Khmer Merah yang menjadi target pembunuhan oleh Pol Pot karena dianggap sebagai pengkhianat.

B. Muslim Kamboja di Bawah Rezim People Republic of Kampuchea

1. Kebijakan Politik PRK terhadap Penganut Agama di Kamboja 15 “Ieng Sary and Khieu Samphan Try to Escape to Peking,” Warta Berita Antara, 11 Januari 1979. 16 Pentti Hollappa, Kampuchea in The Seventies, Finlandia: Kampuchea Inquiry Commision, 1982, hlm. 24. PRK di bawah Heng Samrin dan Hun Sen memulai babak baru bagi perjalanan politik Kamboja. Mereka memiliki tugas yang sangat berat, karena harus mengembalikan mental masyarakat Kamboja setelah terpuruk selama kepemimpinan Khmer Merah. Tidak hanya mental, perbaikan dalam aspek sosial, ekonomi, dan hubungan internasional juga menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Heng Samrin. Belum lagi ancaman mantan petinggi Khmer Merah yang terus membayangi. Kepada rakyat Kamboja Heng Samrin berjanji akan mulai memperbaiki dan menstabilkan semua permasalahan yang timbul, baik menyangkut perekonomian, sosial, maupun hubungan internasional. Heng Samrin bersikeras untuk membangun kembali Kamboja menjadi wilayah yang damai, independen, dan netral. 17 Dalam pembangunan perekonomian, rezim PRK tetap memfokuskan pada bidang pertanian. Karena pertanian menjadi salah satu potensi utama yang harus dimaksimalkan. Para petani mulai diperhatikan kesejahteraannya, dan mulai diatur waktu kerjanya, yakni 8 jam dalam sehari. 18 Rezim PRK tetap masih mempertahankan ide-ide sosialis Khmer Merah. Hal ini jelas tertuang dalam Konstitusi PRK yang menyebutkan bahwa dasar ideologi negara Kamboja di bawah PRK adalah ideologi Marxisme-Leninisme. 19 Tidak heran, karena kebanyakan kader kader PRK merupakan alumni dari Khmer Merah, ide-ide komunis masih kuat tertancap dalam jiwa mereka. Namun ide-ide revolusioner mulai ditanggalkan. Perubahan dilakukan dengan cara perlahan 17 John Tully, A History of Cambodia From Empire to Survival, Australia: Allen Unwin, 2005, hlm. 198. 18 Ibid., hlm. 198 19 Hal ini tertuang dalam konstitusi PRK 1978 Bab 1 pasal 14. Lebih lanjut lihat: Michael Vickery, Kampuchea Politic, Economics, and Society, London: Frances Pinter Publisher, 1986, hlm. 100.