Bimbingan Rohani Islam LANDASAN TEORI

14 Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. 7 b. Rohani Pengertian rohani secara harfiyah berasal dari bahasa arab yang diawali dari kata ruh yang berarti jiwa, sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia, arti ruhani adalah ruh yang bertalian dengan yang tidak berbadan jasmani. 8 Menurut Imam al-Ghazali seperti yang dikutip Jamaludin Kafie roh mempunyai dua pengertian, yaitu roh jasmani dan roh rohani. Roh jasmani yaitu zat halus yang berpusat di ruang hatidan menjalar keseluruh ruang urat nadi pembuluh darah selanjutnya tersebar keseluruh tubuh, karenanya manusia dapat bergerak hidup dan dapat merasakan berbagai macam perasaanserta dapat berfikir atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohani adalah bagian dari yang ghoib, dengan roh ini manusia dapat mengenal diri sendiri dan mengenal Tuhan, serta menyadari keberadaan orang lain berkepribadian, berkebutuhan, dan berprikemanusian serta tanggungjawab atas segala tingkahlakunya. 9 7 Dr Syamsu Yusuf, L. N, Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 6 8 Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, cet ke-1, h.830. 9 Jamaludin kafie, Psikologi Dakwah, Surabaya : Penerbit Indah, 1993, h.16. 15 c. Islam Islam merupakan agama samawi yang diturunkan oleh Allah Swt. Kepada hamba-hambaNya melalui para Rasul. 10 Islam menurut M. Dawam Raharjo, dapat diartikan sebagai selamat, damai, sejahtera, menyerah diri untuk tunduk dan taat. Agama Islam adalah petunjuk dan pedoman hidup yang disampaikan melalui wahyu- wahyu dari Allah Swt kepada para Nabi dan Rasul, khususnya kepada Rasulullah Saw. Diungkapkan oleh Sayid Sabiq bahwa Islam adalah agama Allah Azza wa jalla yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad yang berintikan keimanan dan perbuatan amal. 11 Berdasarkan uraian diatas mengenai bimbingan, rohani, dan Islam, maka dapat disimpulkan bimbingan rohani yaitu proses pemberian bantuan dan arahan yang membentuk, memelihara serta meningkatkan kondisi rohani yang diberikan oleh pembimbing agar dapat memahami dan mengamalkan agama islam sehingga memilih jalan hidupnya sesuai dengan norma agama Islam, mandiri, bertanggung jawab hingga apa yang dilakukan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. 2. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani a. Tujuan Bimbingan Rohani 10 Dr. H. Abdul Mujib, M. Ag. Kepribadian dalam psikologi Islam, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2005, h. 1 11 H. fuad Nashori Rachmi Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas Dalam Prespektif Psikologi Islam, Jogjakarta : Menara Kudus Jogjakarta, 2002, Cet. Ke-1, h. 71 16 Tujuan bimbingan menurut Ainur Rahim Faqih adalah:  Membantu klien untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, dan kesempatan yang ada.  Mebuat proses sosialisasi dan sensituitas kepada kebutuhan orang lain.  Memberi dorongan di dalam mengarahkan diri, pemecahan masalah, pengembalian kepuusan dalam keterlibatan diri dalam masalah yang ada.  Mengembangkan nilai dan sikap menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.  Membantu di dalam memahami tingkah laku manusia.  Membantu klien untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek, fisik, mental dan social. 12 Tujuan umum konseling islami adalah agar individu menjadi muslim yang berbahagia dunia akhirat. 13 Menurut M. Lutfi secara umum tujuan bimbingan dan penyuluhan konseling islam adalah “membantu individu, keluarga dan kelompok masyarakat agar dapat mengenal, mengarahkan dan mewujudkan dirinya sendiri mandiri sebagai manusia seutuhnya, sehingga terbuak jalannya untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kecuali itu, bimbingan dan 12 Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta : VII Press, 2001, Cet. Ke-2, h. 52 13 Erhamwilda, konseling islami, Yogyakarta Graha Ilmu 2009, h. 119 17 penyuluhan konseling dalam islam jiga bertujuan membantu manusia agar kembali kepada fitri fithrah, menyadari tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan yang bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarganya dan masyarakat sekitarnya atau membantu manusia dalam mewujudkan potensi dan eksistensi dirinya sebagai makhluk pilihan mulia dan memegang tugas kekhalifahan di muka bumi. 14 b. Fungsi Bimbingan Rohani Fungsi bimbingan menurut Dewa Ketut Sukardi: 1. Fungsi pencegahan Prefentif: sebagai pencegah terhadap timbulnya masalah. 2. Fungsi pemahaman ; bimbingan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu, pemahaman ini mencakup tentang diri klien, lingkungan, dan pemahaman lebih luas budayanilai-nilai. 3. Fungsi perbaikan: yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai masalah. 4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan; membantu dalam memelihara dan mengembangkan seluruh pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. 15 ` 3. Metode Bimbingan Rohani 14 Drs. M. Lutfi. MA, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan konseling Islam, Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 99 15 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar PelaksanaanProgram Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2008, Cet. Ke-2, h.43 18 Secara etimologi metode berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari penggalan kata “meta” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Bila digabungkan maka metode bisa diartikan “jalan yang harus dilalui”. Dalam pengertian yang lebih luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”. 16 Sejalan dengan ruang lingkup tujuan bimbingan, Samsul Munir Amin menyebutkan beberapa metode yang dapat dilakukan dalam tugas bimbingan, antara lain sebagai berikut: Interview wawancara, Group Guidance Bimbingan Kelompok, Client Centered Method Metode yang dipusatkan pada Keadaan Klien, Directive counseling, Eductive Method Metode Pencerahan, dan Psychoanalysis Method. 17 Dari metode diatas penulis meneliti tiga metode yaitu: 1. Metode interview wawancara, karena dalam metode ini terjadi pertemun empat mata maka lebih tepat untuk memperoleh data yang diperlukan untuk bimbingan. 2. Group Guidance Bimbingan Kelompok, metode ini digunakan pada kegiatan bimbingan rohani yang di ikuti oleh seluruh warga binaan pemasyarakatan. 3. Directive counseling, metode ini lebih sederhana dan efektif kaera pembimbing secara langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap problema jamaah. 16 Drs. M. Lutfi. MA, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan konseling Islam, Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 120 17 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta : AMZAH 2010, h. 74 19 4. Syarat dan Kemampuan Pembimbing Seperti yang disebut M. Lutfi menurut pendapat M. arifin: syarat dan kemampuan pembimbing sebagai berikut: a. Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya, menghayati dan mengamalkan, karena ia menjadi pembawa norma agama yang konsekuen, serta menjadikan dirinya sebagai muslim sejati dikalangan orang yang dibimbingnya. b. memiliki sikap dan kepribadian yang menarik, terutama bagi orang yang dibimbingnya, dan dilingkungan kerja atau masyarakat sekitarnya. c. memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti yang tinggi, dan loyalitas terhadap profesi yang ditekuninya. d. memiliki kematangan jiwa dalam menghadapi permaslahan yang memerlukan pemecahan. e. mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama dengan klien, dan pihak lain dalam kesatuan tugas atau profesinya. f. mempunyai sikap dan perasaan terikat dengan nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan.klien harus di tempatkan sebagai individu yang normal yang memiliki martabat sebagai makhluk Tuhan. g. memiliki keyekinan bahwa setiap klien yang dibimbing memiliki kemampuan dasar potensi yang mungkin dikembangkan menjadi lebih baik. 20 h. memiliki rasa cinta dan kasih saying yang mendalam terhadap klien,sehingga selalu berupaya untuk mengatasi dan memecahkan masalahnya. i. memiliki ketangguhan, kesabaran,dan keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. j. memiliki sikap yang tanggap dan jiwa yang peke terhadap semua kesulitan yang disampaikan klien. k. memiliki watak dan kepribadian yang familier, sehingga setiap klien yang menggunakan jasanya merasa terkesan dan kagum dengan cara pelayanannya. l. memiliki jiwa yang progresif ingin maju dalam profesinya, sehingga ada upaya untuk meningkatkannya sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. m. memiliki kepribadian yang bulat dan utuh, sehingga punya kemampuan dalam menangkap dan menyikapi maslah-masalah mentalrohaniyah yang dirasakan klien. n. memiliki pengetahuan dan pengalaman teknis yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan profesinya. 18

B. Keberagamaan.

1. Pengertian Keberagamaan Istilah keberagamaan dan religiusitas religiosity muncul dari istilah agama dan religi. Pengertian keberagamaan adalah seberapa jauh 18 Drs. M. Lutfi. MA, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan konseling Islam, Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008, h. 158 21 pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang muslim, relegiusitas dapat di ketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan penghayatan tentang agama Islam. 19 Keagamaan terwujud berdasarkan kesadaran dan pengamalan beragama pada diri sendiri. Keagamaan merupakan interaksi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama, dan perilaku keagamaan dalam diri seseorang. 20 2. Sikap Keberagamaan Sikap merupakan predisposisi untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Tiga komponen psikologis kognisi, afeksi dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap sesorang terhadap suatu objek, baik berbentuk konkret maupun objek yang abstrak. Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipresepsikan tentang objek. Komponen afeksi terkait dengan apa yang dirasakan terhadap objek senang atau tidak senang. Sedangkan komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan terhadap objek. Dengan demikian, sikap yang dihasilkan seseorang merupakan hasil dari proses berfikir, merasa dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi terhadap suatu objek. 21 Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong seseorang bertingkahlaku yang berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi 19 H. fuad Nashori Rachmi Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas Dalam Prespektif Psikologi Islam, Jogjakarta : Menara Kudus Jogjakarta, 2002, Cet. Ke-1, h. 71 20 Dr. H. Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, h. 83 21 Jalaluddin, Psikologi Agama, Memahami Perilaku Keagamaan dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,2007, h. 228 22 antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen afektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen konatif. Didalam sikap keagamaan antara komponen kognitif, afektif dan komponen konatif saling berintegrasi sesamanya secara komplek. 22 Pembentukan sikap keberagamaan sangat erat kaitannya dengan perkembangan agama. Sikap fanatic, sikap toleran, sikap pesimsis, sikap optimis, sikap tradisional, sikap modern, sikap fatalism, dan sikap fre will dalam beragama banyak menimbulkan dampak negative dan positif dalam meningkatkan kehidupan individu dan masyarakat dalam beragama. 23 Tiga komponen psikologis dalam sikap keagamaan a. Aspek Kognitif Aspek kognitif berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. 24 Kesadaran beragama seseorang dengan aspek kognitif yaitu apabila sesorang mempercayai ajaran agama atas dasar pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut- ikutan. b. Aspek Afektif Aspek afeksi berkaitan dengan apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci. Aspek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. 22 Dr. Jamaludin dan Dr. Ramayulis, Pengantar ilmu Jiwa Agama Jakarta: Kalam Mulia, 1993, h. 132. 23 Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama Jakarta: Kalam Mulia, 2004, h. 97. 24 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi KomunikasiBandung: PT. Rosda Karya,1999, h.219. 23 Keadaan dalam diri sesorang yang berkaitan dengan aspek afektif adalah apabila seseorang bersikap positif terhadap ajaran agama dan norma-norma agama. Seseorang dikatakan bersikap positif terhadap ajaran agama apabila dalam dirinya terdapat rasa kepedulian terhadap ajaran dan norma-norma agama itu sendiri. 25 c. Aspek Konatif Behavioral Aspek konatif behavioral merujuk kepada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku. Keadaan diri seseorang yang berkaitan dengan aspek konatif adalah hal-hal yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap ajaran agama, dalam arti kecenderungan untuk mengamalkan ajaran agama 3. Dimensi Keagamaan Seperti yang di kutip DR. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, menurut Glock Stark Robertson, 1988, ada lima macam dimensi keberagamaan yaitu: 1. Dimensi keyakinan ideologis, dimensi ini berisi pengharapan- pengahrapan dimana orang religious berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. 25 Jalaluddin, Pengantar Ilmu Jiwa Agama Jakarta: Kalam Mulia, 1998, h.131