terdapat kurang lebih 14.000 kematian pasien kanker paru per tahunnya Hueston, 2002. Gejala yang timbul dapat berupa tumor, nyeri dada, suara serak, mengi,
dispnea, penurunan berat badan dan metastasis ke berbagai organ lainnya Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006.
Penegakkan diagnosis juga memerlukan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin. Petanda ganas atau tumor
marker merupakan substansi yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan- perubahan yang terjadi akibat kanker. Petanda ganas ini dapat dideteksi dan
diukur kadarnya dengan metoda kimia, imunologi maupun metode biologi molekuler Putra, Muktiati, Mulyartha dan Siswanto, 2009. Efek rokok bukan
saja menyebabkan kanker paru, tapi juga dapat menimbulkan kanker pada organ lain seperti mulut, faring, laring, dan esofagus Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
2006. Dalam analisis penelitian lainnya mendapatkan bahwa perokok merupakan
major risk factor untuk terjadinya kanker kepala dan leher. Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan yang membandingkan perokok dengan bukan
perokok, dimana kemungkinan perokok menderita kanker kepala dan leher sangat besar. Juga didapatkan hubungan antara lama merokok dan banyaknya rokok yang
dikonsumsi dengan tren positive dose-respons relationship. Pada hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa risiko terjadinya kanker pada faring lebih besar jika
dihubungkan dengan lama merokok, dibandingkan hubungan risiko dengan banyaknya rokok yang dikonsumsi Kiki, 2009.
Adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan pertukaran antioksidan akan menimbulkan oxidative strees, yang dapat
menimbulkan kerusakan sel termasuk sel hati sehingga terjadi peningkatan SGOT dan SGPT Jawi et al. 2007, yang merupakan gejala terjadinya nekrosis sel hati
atau kerusakan hati akut, yang berujung pada keganasan Wibowo, 2008.
2.5.2. Penyakit Saluran Pernafasan
Respon peradangan sistemik pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis PPOK ditandai dengan adanya mobilisasi dan aktifasi sel inflamasi dalam
Universitas Sumatera Utara
sirkulasi, produksi protein fase akut dan peningkatan mediator radang. Kebiasaan merokok kronik akan meningkatkan jumlah leukosit dalam darah termasuk
neutrofil muda dengan kadar mieloperoksidase radikal bebas serta 1-antitripsin yang tinggi, zat ini merupakan penghambat alami protease serin dan bertanggung
jawab terhadap kerusakan dinding alveolar, terakumulasinya monosit dan makrofag juga akan menghasilkan monocyte chemoattractant protein-1 MCP-1,
yaitu suatu kemokin yang berperan penting dalam mempertahankan peradangan kronik paru pada pasien PPOK Fahri, KS, Yunus, 2009. Inflamasi melibatkan
berbagai sel, mediator dan menimbulkan berbagai efek. Sel makrofag banyak didapatkan di lumen jalan nafas, parenkim paru dalam cairan kurasan
bronkoalveolar BAL. Makrofag mempunyai peranan penting pada proses inflamasi tersebut. Aktifasi makrofag menghasilkan TNF-
α dan berbagai mediator inflamasi lainnya serta protease sebagai respons terhadap asap rokok dan polutan
Sutoyo, 2009. ROS Hydroxyl radical yang terkandung dalam rokok dapat memicu terjadinya proses inflamasi, dengan meningkatkan pengeluaran kemokin
proinflamasi neutrofil, dan memblok pelepasan sitokin TNF- α. Hal ini
menyebabkan makin meluasnya proses inflamasi yang terjadi. Peran neutrofil pada bronchitis kronik adalah berkontribusi pada
hipersekresi mukus dengan cara mengeluarkan elastase dan proteinase yang merupakan mediator yang poten untuk merangsang produksi mukus. Mekanisme
pertahanan parusaluran nafas yang sangat kompleks pun dilakukan untuk mengatasi proses inflamasi yang terjadi, penghasilan Ig A misalnya.
Imunoglobulin IgA merupakan Ig yang berperan pada saluran nafas, disebabkan fungsinya sebagai barrier pada epitel saluran nafas mencegah penetrasi antigen
dan berfungsi sebagai antibodi. Namun, asap rokok yang mengandung berbagai bahan kimia dan radikal bebas ini justru akan menurunkan produksi komponen
transport sekretori juga IgA sekretori sehingga kadar IgA menurun jumlahnya dalam lumen saluran nafas. Penurunan imunogloblin ini akan menyebabkan
lemahnya proteksi jalan nafas sehingga bakteri dapat berkembang dan berkoloni dengan bebas pada saluran pernafasanparu. Hal ini menyebabkan makin
Universitas Sumatera Utara
meluasnya proses inflamasi serta memudahkan terjadinya infeksi kronik lainnya Sutoyo, 2009.
Selain hipersekresi mukus, bronchitis ditandai dengan batuk kronik, obstruksi jalan nafas, gangguan pertukaran udara, serta hipertensi pulmonal.
Penyempitan jalan nafas merupakan hasil dari berbagai mekanisme seperti edema mukosa jalan nafas akibat inflamasi, sehingga menyebabkan gangguan pada aliran
udara Sutoyo, 2009. Jumlah mukus yang terus bertambah mendorong tubuh untuk berusaha mengeluarkannya dengan meningkatkan tekanan pada paru untuk
mendorong sputum serta mekanisme batuk untuk mengeluarkannya. Inflamasi saluran pernafasan juga berakibat langsung pada pasien
penderita asma, karena inflamasi yang terjadi makin memperberat proses inflamsi yang telah ada sebelumnya. Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis
saluran pernafasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernafasan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006.
Dimana proses inflamasi yang terjadi akan mengakibatkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, batuk terutama pada malam
hari dan dini hari. Terakumulasinya sel mast pada saluran pernafasan atas merupakan patofisiologi penting pada asma Surjanto dan Purnomo, 2009.
Edema yang dimodifikasi oleh sel mast yang terjadi baik di saluran pernafasan atas ataupun bawah akan menyebabkan obstruksi jalan nafas. Obstruksi ini akan
menyebabkan lebih banyak kontraksi otot polos untuk menjangkau lebih banyak udara akibat tersumbatnya jalan nafas. Tidak hanya sel mast, masih banyak
ragam mediator-mediator inflamasi dan proinflamasi lain yang berperan pada terjadinya asma Surjanto dan Purnomo, 2009.
Asma merupakan penyakit keturunan, sehingga penyakit ini sudah dapat diprediksi pada anak dengan orangtua yang juga penderita asma. Pasien-pasien ini
sangat respon terhadap berbagai bahan alergen seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga dan asap rokok. Akan tetapi masih tetap ditemui pasien asma yang aktif
merokok. Dari 102 pasien asma akut yang mengalami rawat inap di RSUP Sangla Denpasar 7,8 adalah perokok aktif dan 18,8 pernah merokok Rai, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Kelainan Kardiovaskular