Penentuan kadar air Pengukuran bahan yang mudah menguap volatile matter Pengukuran karbon dan abu Analisis proximate Heating Value

Tabel 4.4 GCV untuk berbagai jenis batubara Parameter Lignit Dasar Kering Batubara India Batubara Indonesia Batubara Afrika Selatan GCV kKalkg 4.500 4.000 5.500 6.000 GCV Nilai kalor kotorgross calorific value lignit pada ‘ as received basis’ adalah 2500 – 3000

4.2.5.3 Analisis batubara

Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.

1. Penentuan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.

2. Pengukuran bahan yang mudah menguap volatile matter

Sampel batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900 + 15 °C. Sampel kemudian didinginkan dan dtimbang. Sisanya berupa kokas fixed carbon dan abu. Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV. Universitas Sumatera Utara

3. Pengukuran karbon dan abu

Tutup krus dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu.

4. Analisis proximate

Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku.

5. Heating Value

Adalah jumlah panas yang dilepaskan selama pembakaran dalam jumlah tertentu itu. Nilai kalor merupakan karakteristik untuk setiap zat. Hal ini diukur dalam satuan energi per unit substansi, biasanya massa, seperti: kkal kg, kJ kg, J mol, Btu m³. nilai Pemanasan umumnya ditentukan dengan menggunakan sebuah kalorimeter. Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and Material ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983 Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free dmmf. Untuk mengubah basis air dried Universitas Sumatera Utara adb menjadi dry, mineral matter free dmmf maka digunakan Parr Formulas ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983 : Tabel 4.5 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983 Class Group Fixed Carbon , , dmmf Volatile Matter Limits, , dmmf Calorific Value Limits BTU per pound mmmf Equal or Greater Than Less Than Greater Than Equal or Less Than Equal or Greater Than Less Than Agglomerating Character I Anthracite 1.Meta-anthracite 98 2 nonagglomerating 2.Anthracite 92 98 2 8 3.SemianthraciteC 86 92 8 14 II Bituminous 1.Low volatile bituminous coal 78 86 14 22 2.Medium volatilebituminous coal 69 78 22 31 3.High volatile A bituminous coal 69 31 14000 D commonly 4.High volatile B bituminous coal 13000 D 14000 agglomerating E 5.High volatile C bituminous coal 11500 13000 10500 11500 agglomerating III Subbituminous 1.Subbituminous A coal 10500 11500 2.Subbituminous B coal 9500 10500 3.Subbituminous C coal 8300 9500 nonagglomerating IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300 1.Lignite B 6300 Ukuran batubara yang benar merupakan salah satu kunci yang menjamin pembakaran yang efisien. Ukuran batubara yang tepat, sesuai dengan sistim pembakaran yang digunakan, dapat membantu pembakaran, mengurangi kehilangan abu dan efisiensi pembakaran yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara Ukuran batubara diperkecil dengan penggilingan crushing dan penghancuranpulverizing. Penggilingan awal batubara ekonomis digunakan untuk unit yang lebih kecil, terutama untuk unit stoker-fired. Pada sistim handling batubara, penggilingan dilakukan untuk batubara dengan ukuran diatas 6 atau 4 mm. Peralatan yang umum digunakan untuk penggilingan adalah rotary breaker, roll crusher dan hammer mill. Sebelum penggilingan, batubara sebaiknya diayak terlebih dahulu, sehingga hanya batubara yang kelebihan ukuran yang diumpankan ke penggiling, sehingga dapat mengurangi konsumsi daya pada alat penggiling. Hal -hal praktis yang direkomendasikan pada penggilingan batubara adalah: - Penggunaan ayakan untuk memisahkan partikel kecil dan halus untuk menghindarkan terbentuknya partikel yang sangat halus pada penggilingan. - Penggunaan pemisah magnetis untuk memisahkan potongan besi dalam batubara yang dapat merusak alat penggiling. Tabel 4.6 Ukuran batubara yang tepat untuk berbagai jenis sistim pembakaran No. Jenis Sistim Pembakaran Ukuran dalam mm 1. Hand Firing a Natural draft b Forced draft 25-75 25-40 2. Stoker Firing a Chain grate i Natural draft ii Forced draft b Spreader Stoker 25-40 15-25 15-25 3. Pulverized Fuel Fired 75 dibawah 75 mikron 4 Fluidized bed boiler 10 mm Untuk membandingkan heating value antara ketiga jenis bahan bakar di atas, maka dapat kita lihat pada table perbandingan berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7 Perbandingan Heating Value Bahan Bakar Bahan Bakar Higher Calorific Value Gross Calorific Value - GCV Nilai Kalor Kotor kJkg Btulb Aseton 29.000 Alkohol, 96 30.000 Antrasit 32.500 - 34.000 14.000 - 14.500 Bituminous coal 17.000 - 23.250 7.300 - 10.000 Butana 49.510 20.900 Karbon 34.080 coal 29.600 12.800 Coke 28.000 - 31.000 12.000 - 13.500 Diesel 44.800 19.300 Ethanol 29.700 12.800 Ether 43.000 Bensin 47.300 20.400 Gliserin 19.000 Hydrogen 141.790 661.000 Lignite Batu bara muda 16.300 7.000 Methane 55.530 Oils 39.000 - 48.000 Gambut 13.800 - 20.500 5.500 - 8.800 Petrol 48.000 Petroleum 43.000 Propane Propane 50.350 Semi antrasit 26.700 - 32.500 11.500 - 14.000 Sulfur 9.200 Aspal 36.000 Terpenten 44.000 Kayu kering 14.400 - 17.400 6.200 - 7.500 kJm 3 Btuft 3 Asetilen 56.000 Butana C 4 H 10 133.000 Universitas Sumatera Utara Hydrogen 13.000 Gas alam 43.000 Metana CH 4 39.820 Propana C 3 H 8 101.000 Gas kota 18.000 • 1 kJkg = 0.4299 Btu lb m = 0.23884 kcalkg 1 kJ kg = 0,4299 Btu lb = 0,23884 m kkal kg • 1 Btulb m = 2.326 kJkg = 1.8 kcalkg 1 Btu lb m = 2,326 kJ kg = 1,8 kkal kg W Rose Cooper dan JR eds 1977 Data Teknis Bahan Bakar, edisi 7, Inggris Komite Nasional, Konferensi Energi Dunia, London.

4.5 Jumlah Bahan Bakar yang Digunakan untuk Peleburan Aluminium