Bahan Bakar Padat Waktu Peleburan

BAB IV PEMILIHAN BAHAN BAKAR Energi dari Matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Namun, pilihan saat ini terhadap bahan bakar sangat banyak, tergantung kepada jenis kebutuhan kita sendiri, yaitu batubara, minyak, dan gas alam. Berbagai jenis bahan bakar tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi dan peralatan pembakaran lainnya. Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar sangat membantu kita dalam memilih bahan bakar yang sesuai untuk keperluan dan untuk penggunaan yang efisien. Pembakaran yang seperti terjadi pada kehidupan sehari-hari adalah proses oksidasi karbon oleh oksigen. Jadi semua yang mempunyai karbon dapat terbakar oleh oksidasi atom karbonnya oleh oksigen menghasilkan CO atau CO2. Fungsi pembakaran itu adalah menghasilkan panasenergi dan juga untuk memecah suatu senyawa karbon yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana. C + O2 -- CO2 2C + O2 -- 2CO

4.1 Bahan Bakar Padat

Sesuai dari judul penulisan skripsi ini, maka akan dibahas mengenai bahan bakar padat. Bahan bakar padat merupakan salah satu jenis bahan bakar di samping bahan bakar cair dan gas. Penggunaan bahan bakar padat saat ini tidak terlalu luas dibanding minyak dan gas. Penyebabnya adalah ketersediaan bahan Universitas Sumatera Utara bakar tersebut. Namun, dalam beberapa hal, penggunaannya tidak dapat digantikan oleh jenis bahan bakar cair maupun gas. Seperti pada dapur kupola yang hanya bisa menggunakan batubara sebagai bahan bakar.

4.2 Jenis-Jenis Bahan Bakar Padat

Beberapa jenis bahan bakar padat yang sering digunakan baik pada industri-industri maupun rumah tangga adalah seperti kayu bakar, arang kayu, sekan, cangkang kelapa sawit, dan batubara. Penggunaannya tergantung kepada jenis kebutuhan masing-masing. Di samping penngunaan bahan bakar cair dan gas yang sangat popular saat ini, bahan bakar padat juga masih banyak digunakan, terutama apabila pemilihannya karena keharusan memilih bahan bakar padat dan tidak tidak dapat menggunakan bahan bakar cair dan padat.

4.2.1 Kayu Bakar

Kayu bakar merupakan salah satu contoh bahan bakar padat tradisional yang penggunaannya saat ini jarang digunakan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya jenis bahan bakar yang penggunaannya lebih efisien dan mudah didapat dibanding kayu bakar. Kayu bakar mempunyai keuntungan dari sisi ekonomi dan tingkat keamanan dalam proses penggunaannya Dalam dunia industri, penggunaannya hampir tidak dapat kita jumpai. Ketersediaan menjadi alasan utamanya. Lebih banyak kepada penggunaan dalam kehidupan rumah tangga daerah perdesaan. Jika kita tinjau dari pemakaian dalam laboratorium foundry, penggunaannya tidak terlalu popular. Hal ini disebabkan banyaknya kandungan air dalam kayu. Banyaknya kandungan air bergantung kepada jenis dan umur pohon penghasil kayu bakar tersebut. Kandungan air itu mengurangi kalor yang dibutuhkan dalam proses pembakaran, sedangkan pada industri atau atau laboratorium foundry membutuhkan kalor yang besar untuk melakukan proses peleburan. Nilai kalor kayu kering dapat kita tentukan jika kita mengetahui Universitas Sumatera Utara banyaknya kadar air W dalam kayu. Biasanya untuk kayu bakar, nilai kalornya adalah 14.000 kJkg sampai 17.000 kJkg. jika W diketahui, Q= 4400-50W kkalkg Gambar 4.1 Kayu Bakar

4.2.2 Sekam

Sekam merupakan limbah dari penggilingan padi. Jumlahnya adalah 20- 23 dari jumlah gabah. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi. Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting. Kadar air 9,02 Protein kasar 3,03 Lemak 1,18 Serat kasar 35,68 Abu 17,71 Karbohidrat kasar 33,71 Namun, penggunaan sekam sebagai bahan bakar dahulu tidak begitu dilirik karena melimpahnya jumlah minyak tanah yang lebih difavoritkan. Saat ini karena semakin langkanya minyak tanah di samping harga yang relative mahal, sekam mulai dijadikan bahan bakar alternatif. Sekam tidak dapat digunakan begitu saja karena akan sulit membangkitkan bara apalagi nyala dalam waktu yang lama. Universitas Sumatera Utara Untuk itu, dari penelitian yang banyak dilakukan, sekam dijadikan arang sekam yang dibuat jadi briket untuk meningkatkan kemampuan bakarnya. Briket arang sekam dibuat melalui cara, sekam dijadikan arang lalu kemudian dijadikan briket. Gambar 4.2 Briket Arang Sekam Pembuatannya biasanya dilakukan melalui cerobong, yang diisi sekam, lalu dibakar. Sekam yang telah menjadi arang didinginkan dengan memberikan perekat. Nilai kalor pada briket arang sekam adalah 3.300 kkalkg, rapatan jenis 125 kgm³. Nilai kalor ini cukup untuk penggunaan dalam kebutuhan rumah tangga. Jika kita tinjau untuk pemakaian laboratorium, briket ini tidak begitu dilirik untuk digunakan mengingat nilai kalor yang rendah, sedangkan untuk proses pembakaran pada laboratorium foundry membutuhkan nilai kalor yang besar karena biasanya akan melakukan peleburan logam-logam. Tabel 4.1 Kualitas Arang Sekam Komponen mutu arang Nilai Kadar air sekam 10,05 Arang sekam 75,45 Kadar air arang sekam 7,35 Kadar abu sekam 1 Waktu pembuatan jam 2 Kapasitas pembakaran kgjam 15 Dari beberapa keterangan di atas, bahan bakar ini kurang baik jika digunakan dalam peleburan yang akan dilakukan pada laboraorium foundry. Selain alasan di atas, mendapatkan bahan bakar ini juga cukup sulit, mengingat ketersediaan gabah hanya ada saat musim panen padi. Serta kapasitas pembakaran yang mencapai 15 kgjam, sangat tidak efisien jika menggunakan bahan bakar ini, Universitas Sumatera Utara karena menggunakan dapur crucible dengan tungku grafit, memakan waktu yang lama untuk melakukan proses peleburan sehingga akan membutuhkan jumlah briket yang sangat banyak pula.

4.2.3 Cangkang Kelapa Sawit

Kelapa sawit Elleis Guinensis merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 pericarp dan 20 yang di lapisi dengan cangkang. Cangkang merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu ash content yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit. Buah kelapa sawit selain mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, juga mempunyai keuntungan dari cangkang buahnya tersebut. Cangkang sebagai limbah dari PKS Pabrik Kelapa Sawit dapat juga dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar. Gambar 4.3 Cangkang Kelapa sawit Cangkang sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat bagi industri, usaha dan rumah tangga. Beberapa diantaranya adalah produk bernilai ekonomis tinggi, yaitu karbon aktif, asap cair, fenol, briket arang, dan tepung tempurung. Selain itu, cangkang kelapa sawit memilki kegunaan sebagai: 1. Bahan baku arang sawit atau charcoal. 2. Sebagai bahan bakar untuk boiler. Universitas Sumatera Utara 3. Bahan campuran untuk makanan ternak. 4. Cangkang sawit dipakai sebagai pengeras jalanpengganti aspal, khususnya di perkebunan sawit. Gambar 4.3 Diagram Kegunaan Cangkang Kelapa Sawit Cangkang kelapa sawit memiliki karakteristik sebagai berikut: Tabel 4.2 Karakteristik Cangkang Sawit Parameter Jumlah Kadar air Kadar abu Kadar yang menguap Kadar karbon Heating value 7,8 2,2 69,5 20,5 20.093 kJkg Jika kita tinjau dari karakteristik cangkang, bahan bakar ini sangat baik dijadikan alternatif bahan bakar saat ini. Namun penggunaannya harus dengan skala besar. Untuk itu, pemakaian cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar Universitas Sumatera Utara sering kita jumpai pada pabrik-pabrik kelapa sawit sebagai bahan bakar boiler pabrik itu sendiri. Untuk dapur crucible, pemakaian cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar memang dapat kita lakukan mengingat heating value dari cangkang yang cukup tinggi, serta kandungan air yang tidak terlalu banyak. Kadar karbon yang cukup tinggi juga membantu dalam proses pembakaran. Hanya saja, jika memakai bahan bakar ini, akan memakan biaya yang cukup banyak. Pasalnya, memperoleh cangkang kelapa sawit yang telah menjadi briket tidak bisa kita dapatkan dalam jumlah yang sedikit. Sementara, pada laboratorium foundry, biaya menjadi pertimbangan yang sangat penting. Untuk itu, dalam pembuatan dapur crucible ini tidak menggunakan cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar.

4.2.4 Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa atau sering kita sebut batok kelapa, merupakan salah satu contoh bahan bakar padat. Jika kita lihat penggunaannya sebagai bahan bakar padat, lebih kepada kebutuhan memasak. Sebab, tempurung kelapa biasanya dijadikan arang. Gambar 4.4 Tempurung Selain digunakan sebagai bahan bakar, tempurung juga dapat dijadikan asap cair yang nantinya akan dibuat sebagai pengawet makanan pengganti formalin. Sebagaimana cangkang kelapa sawit, tempurung kelapa juga dijadikan sebagai briket untuk bahan bakar. Briket tempurung kelapa meiliki karkteristik sebagai berikut Sumber :httpwww.pdii.lipi.go.id: Kadar air moisture content 7.8 Kadar abu ash content 0.4 Universitas Sumatera Utara Kadar material yang menguap 80.80 Karbon fixed carbon 18.80 Heating Value 6000 kkalkg Karena termasuk golongan kayu keras, tempurung kelapa secara kimiawi memiliki komposisi kimia yang hampir mirip dengan kayu yang tersusun dari lignin, cellulose, dan hemicellulose, Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen dihitung berdasarkan berat kering dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Untuk itu, penulis tidak memilih cangkang kelapa sebagai bahan bakar pada pembuatan dapur crucible ini dengan pertimbangan hal-hal di atas.

4.2.5 Batubara

Batubara merupakan batuan yang dapat terbakar yang terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada saat ini, penggunaan batubara sebagai alternatif sumber energi primer sedang naik pamor, dibandingkan penggunaan minyak dan gas yang harganya relatif lebih mahal. Apalagi pada penggunaan di laboratorium foundry dan industry-industri rumah, biaya merupakan masalah utama dalam melakukan kegiatan peleburan menggunakan bahan bakar batubara. Selain itu, didasari juga oleh beberapa faktor lain, seperti tersedianya cadangan batubara yang sangat banyak dan tersebar luas, sekitar lebih dari 984 milyar ton tersebar di seluruh dunia. Kemudian, batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil, serta aman untuk ditransportasikan dan disimpan. Kemudian, pengaruh pemanfaatan batubara terhadap lingkungan disekitarnya Universitas Sumatera Utara sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih dapat dikembangkan dan diaplikasikan. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia penggambutan dan tahap geokimia pembatubaraan. Tahap penggambutan peatification adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut. Tahap pembatubaraan coalification merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit. Gambar 4.5 Batu Bara Batubara terbentuk hampir seluruhnya berasal dari tumbuhan. Unsur-unsur pembentuknya adalah alga, silofita, pterodifa, Gimnosfirmae, dan angiosparmae.

4.2.5.1 Klasifikasi Batubara

Batubara diklasifikasikan berdasarkan tingkat pembatubaraannya. Hal ini disebabkan karena proses pembentukannya. Penggunaan batubara juga disesuaikan oleh kualitas dari jenis batubara itu sendiri tergantung kepada jenis kegiatan apa yang dilakukan. Universitas Sumatera Utara 1 Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar air. Peringkat teratas batu bara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah dan perkantoran. Anthracite coal berbentuk padat dense, batu-keras dengan warna jet-black berkilauan luster metallic, mengandung antara 86 – 98 karbon dari beratnya, terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru pale blue flame dengan sedikit sekali asap. 2 Bituminoussubbituminous coal, Karakteristiknya ialah mengandung 86 karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon berbentuk padat., terutama digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Sedangkan Sub-bituminous coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien. 3 Lignit, berupa batu bara yang sangat lunak dan mengandung air 70 dari beratnya. Batu bara ini berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah dengan kandungan karbon yang sangat sedikit, kandungan abu dan sulfur yang banyak. Batu bara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap PLTU. Lignit merupakan batubara termuda dilihat dari pandangan geologi. Batubara ini merupakan batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan yang mudah menguap dan kandungan air dengan kadar fixed carbon yang rendah. Fixed carbon merupakan karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain. Bahan yang mudah menguap merupakan bahan batubara yang mudah terbakar yang menguap apabila batubara dipanaskan. Universitas Sumatera Utara Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri di India adalah batubara bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara India berdasarkan nilai kalornya adalah sebagai berikut : Tabel 4.3 Pengelompokan batubara Kelas Kisaran Nilai Kalor dalam kKalkg A B C D E F G Lebih dari 6200 5600 – 6200 4940 – 5600 4200 – 4940 3360 – 4200 2400 – 3360 1300 – 2400 Batubara kelas D, E dan F biasanya tersedia bagi industri India. Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas diklasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia.

4.2.5.2 Sifat fisik dan kimia batubara

Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Nilai untuk berbagai macam batubara diberikan dalam Tabel dibawah. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 GCV untuk berbagai jenis batubara Parameter Lignit Dasar Kering Batubara India Batubara Indonesia Batubara Afrika Selatan GCV kKalkg 4.500 4.000 5.500 6.000 GCV Nilai kalor kotorgross calorific value lignit pada ‘ as received basis’ adalah 2500 – 3000

4.2.5.3 Analisis batubara

Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.

1. Penentuan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.

2. Pengukuran bahan yang mudah menguap volatile matter

Sampel batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900 + 15 °C. Sampel kemudian didinginkan dan dtimbang. Sisanya berupa kokas fixed carbon dan abu. Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV. Universitas Sumatera Utara

3. Pengukuran karbon dan abu

Tutup krus dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu.

4. Analisis proximate

Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku.

5. Heating Value

Adalah jumlah panas yang dilepaskan selama pembakaran dalam jumlah tertentu itu. Nilai kalor merupakan karakteristik untuk setiap zat. Hal ini diukur dalam satuan energi per unit substansi, biasanya massa, seperti: kkal kg, kJ kg, J mol, Btu m³. nilai Pemanasan umumnya ditentukan dengan menggunakan sebuah kalorimeter. Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and Material ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983 Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free dmmf. Untuk mengubah basis air dried Universitas Sumatera Utara adb menjadi dry, mineral matter free dmmf maka digunakan Parr Formulas ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983 : Tabel 4.5 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983 Class Group Fixed Carbon , , dmmf Volatile Matter Limits, , dmmf Calorific Value Limits BTU per pound mmmf Equal or Greater Than Less Than Greater Than Equal or Less Than Equal or Greater Than Less Than Agglomerating Character I Anthracite 1.Meta-anthracite 98 2 nonagglomerating 2.Anthracite 92 98 2 8 3.SemianthraciteC 86 92 8 14 II Bituminous 1.Low volatile bituminous coal 78 86 14 22 2.Medium volatilebituminous coal 69 78 22 31 3.High volatile A bituminous coal 69 31 14000 D commonly 4.High volatile B bituminous coal 13000 D 14000 agglomerating E 5.High volatile C bituminous coal 11500 13000 10500 11500 agglomerating III Subbituminous 1.Subbituminous A coal 10500 11500 2.Subbituminous B coal 9500 10500 3.Subbituminous C coal 8300 9500 nonagglomerating IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300 1.Lignite B 6300 Ukuran batubara yang benar merupakan salah satu kunci yang menjamin pembakaran yang efisien. Ukuran batubara yang tepat, sesuai dengan sistim pembakaran yang digunakan, dapat membantu pembakaran, mengurangi kehilangan abu dan efisiensi pembakaran yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara Ukuran batubara diperkecil dengan penggilingan crushing dan penghancuranpulverizing. Penggilingan awal batubara ekonomis digunakan untuk unit yang lebih kecil, terutama untuk unit stoker-fired. Pada sistim handling batubara, penggilingan dilakukan untuk batubara dengan ukuran diatas 6 atau 4 mm. Peralatan yang umum digunakan untuk penggilingan adalah rotary breaker, roll crusher dan hammer mill. Sebelum penggilingan, batubara sebaiknya diayak terlebih dahulu, sehingga hanya batubara yang kelebihan ukuran yang diumpankan ke penggiling, sehingga dapat mengurangi konsumsi daya pada alat penggiling. Hal -hal praktis yang direkomendasikan pada penggilingan batubara adalah: - Penggunaan ayakan untuk memisahkan partikel kecil dan halus untuk menghindarkan terbentuknya partikel yang sangat halus pada penggilingan. - Penggunaan pemisah magnetis untuk memisahkan potongan besi dalam batubara yang dapat merusak alat penggiling. Tabel 4.6 Ukuran batubara yang tepat untuk berbagai jenis sistim pembakaran No. Jenis Sistim Pembakaran Ukuran dalam mm 1. Hand Firing a Natural draft b Forced draft 25-75 25-40 2. Stoker Firing a Chain grate i Natural draft ii Forced draft b Spreader Stoker 25-40 15-25 15-25 3. Pulverized Fuel Fired 75 dibawah 75 mikron 4 Fluidized bed boiler 10 mm Untuk membandingkan heating value antara ketiga jenis bahan bakar di atas, maka dapat kita lihat pada table perbandingan berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.7 Perbandingan Heating Value Bahan Bakar Bahan Bakar Higher Calorific Value Gross Calorific Value - GCV Nilai Kalor Kotor kJkg Btulb Aseton 29.000 Alkohol, 96 30.000 Antrasit 32.500 - 34.000 14.000 - 14.500 Bituminous coal 17.000 - 23.250 7.300 - 10.000 Butana 49.510 20.900 Karbon 34.080 coal 29.600 12.800 Coke 28.000 - 31.000 12.000 - 13.500 Diesel 44.800 19.300 Ethanol 29.700 12.800 Ether 43.000 Bensin 47.300 20.400 Gliserin 19.000 Hydrogen 141.790 661.000 Lignite Batu bara muda 16.300 7.000 Methane 55.530 Oils 39.000 - 48.000 Gambut 13.800 - 20.500 5.500 - 8.800 Petrol 48.000 Petroleum 43.000 Propane Propane 50.350 Semi antrasit 26.700 - 32.500 11.500 - 14.000 Sulfur 9.200 Aspal 36.000 Terpenten 44.000 Kayu kering 14.400 - 17.400 6.200 - 7.500 kJm 3 Btuft 3 Asetilen 56.000 Butana C 4 H 10 133.000 Universitas Sumatera Utara Hydrogen 13.000 Gas alam 43.000 Metana CH 4 39.820 Propana C 3 H 8 101.000 Gas kota 18.000 • 1 kJkg = 0.4299 Btu lb m = 0.23884 kcalkg 1 kJ kg = 0,4299 Btu lb = 0,23884 m kkal kg • 1 Btulb m = 2.326 kJkg = 1.8 kcalkg 1 Btu lb m = 2,326 kJ kg = 1,8 kkal kg W Rose Cooper dan JR eds 1977 Data Teknis Bahan Bakar, edisi 7, Inggris Komite Nasional, Konferensi Energi Dunia, London.

4.5 Jumlah Bahan Bakar yang Digunakan untuk Peleburan Aluminium

Maka jumlah bahan bakar yang dibutuhkan adalah dari jumlah kalor yang terserap dan kalor yang terbuang dibagi dengan kandungan energi per massa bahan bakar HHV, yaitu : m bb = dimana : Q t1Qtot = kalor yang terpakai selama proses peleburan Q t1 = Q A +Q B +Q C Q t2Qterbuang = Kalor yang terbuang selama peleburan Q t2 = Q 2 + Q 3 + Q 4

4.5.3 Kalor Untuk Melebur Aluminium

Kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan alumunium meliputi: a Q A yaitu kalor yang menaikkan temperature Alumunium padat dari 27°C suhu kamar hingga mancapai titik peleburan Alumunium 660°C b Q B yaitu kalor yang berubah fasa Alumunium padat menjadi cair kalor latent pada suhu 660°C. Universitas Sumatera Utara c Q C yaitu kalor untuk menaikkan temperature alumunium cair dari 660°C ke temperature penuang 750°C. Maka kalor yang dibutuhkan adalah: = Q A + Q B + Q C = m al . C pi . Δt i + m . h + m a2 .C P2. Δt 2 Dimana : m al = massa alumunium yang akan dilebur =50 kg C P1 = panas jenis alumunium padat ….lit 5 hal 581 Δt 1 = parbedaan suhu dari titik cair alumunium dengan suhu kamar = 660-27°C h = panas latent alumunium .….lit 6 hal 680 = 95 kkalkg C P2 = panas jenis alumunium cair ….lit 5 hal 581 = 0,26 kkalkg°C Δt 2 = perubahan suhu dari temperature penuangan titik cair = 750-660°C = 90°C Maka kalor untuk melebur alumunium sebesar : = 50 × 0,125 × 663 + 30 x 95 + 50 × 0,26 × 90 = 6163,75 kkal = 25887,75 kJ

4.5.3.1 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api Q

2 Kalor yang diterima bata selama proses peleburan dapat dihitung dengan: Q 2 = m b . C P3 . d t Dimana : m b = massa batu bata yang menerima panas Universitas Sumatera Utara C P3 = panas jenis batu bata ….….lit 5 hal 585 = 0,84 kkalkg°C d t = perubahan suhu di batu bata = suhu rata-rata batu tahan api bagian luar adalah : = 27+45 2 = 36°C Suhu rata-rata batu tahan api bagian dalam adalah: = 620 + 36 2 = 328°C Dengan demikian maka perubahan suhu d t yang terjadi adalah : = 328 – 27 = 301°C Massa batu tahan api menerima panas adalah : m = . . D lb 2 – d db 2 . t b . ρ dimana : D lb = diameter luar bata = 0.9 m D db = diameter dalam bata = 0,5 m t b = tinggi dapur 0.8 m = berat jenis bata = 1600 kgm 3 Maka : m = . . 0,9 2 – 0,5 2 . 0,8 . 1600 = 562,668 kg Universitas Sumatera Utara Sehingga banyaknya panas yang diserap batu bata adalah : Q 2 = 562,668. 301 . 0,84 = 71135,016 kkal = 597534.142 kJ

4.5.3.2 Panas Yang Diserap Dinding Plat Luar Q

3 Bidang yang mengalami perubahan suhu pada bidang dinding luar ini sama dengan yang dialami batu tahan api. Maka besarnya kalor yang diserap oleh dinding plat luar adalah: Q 3 = m pl . C P4 . d t Dimana : m pl = massa plat luar C p4 = panas jenis plat luar = 0,46 kkalkg°C d t = perubahan suhu plat massa plat yang mengalami perubahan suhu adalah : m = π . D p . t p . d p . dimana : D p = diameter luar = 0,9025 m d p = ketebalan dinding plat = 0,0025 m t p = tinggi dapur 0.8 = berat jenis dinding plat …….….lit 5 hal 581 = 7833 kgm 3 Maka : m = π . 0,90250 . 0,8 . 0,0025 . 7833 = 443950 kg Universitas Sumatera Utara Suhu pada plat yang tertinggi adalah 45°C, Maka suhu rata-rata yang dialami dinding plat adalah : 45 + 27 2 = 36°C Maka perubahan suhu d t yang terjadi adalah : 36 – 27 = 9°C Maka : Q 3 = 443950 kg . 0,46 kkal kg°C . 9°C = 91,895 kkal = 768626 kJ

4.5.3.3 Panas yang Diserap Cawan Lebur Q

4 Cawan lebur adalah bagian yang paling besar mengalami perubahan suhu. Besarnya kalor yang diserap cawan lebur ini adalah : Q 4 = m cl . C P5 . d t Dimana : M cl = massa cawan lebur = 25,065 kg C P5 = panas jenis cawan lebur ……...….lit 5 hal 585 = 0,46 kkalkg°C d t = perubahan suhu = 755 - 27 = 728°C Maka : Q 4 = 25,065 kg. 0,46 kkalkg°C . 728°C = 8393,7672 kkal = 35253,822 kJ Universitas Sumatera Utara Q 4 kalor pembakaran 35253,822 Q 1 kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium 25887,75. Dapat disimpulkan bahwa kalor yang dihasilkan dapur crucible telah memenuhi untuk melebur 50 kg paduan alumunium. Banyaknya kalor total adalah jumlah dari keseluruhan kalor yang terserap oleh bahan dapur yaitu : = Q 2 + Q 3 + Q 4 = 25887,75+ 597534.142 + 768626 + 35253,822 kJ = 1401413,96 kJ

4.5.3.4 Laju Aliran Panas ke Dinding Samping q

1 Laju aliran panas ke dinding samping harus diperkecil semaksimal mungkin, agar tidak banyak panas yang terbuang. Cara memperkecil laju aliran yang besar adalah dengan memakai alat penyekat yang baik. Alat penyekat yang baik tergantung pada jenis penyekat dan ketebalannya. Semakin kecil konduktivitas dan semakin besar ketebalan panas yang akan diisolasi akan semakin baik. Proses perpindahan panas adalah secara konduksi dan konveksi. Batu tahan api Cawan lebur Konveksi Konduksi Radiasi Konduksi Gambar 4.6. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi Universitas Sumatera Utara Perpindahan panas meliputi : a perpindahan panas secara konduksi dari sumber panas ke dinding bata. b Perpindahan panas secara konduksi dari dinding bata ke plat baja. c Perpindahan panas secara radiasi dari dinding plat ke udara bebas. Maka besar perpindahan kalor yang terjadi pada dinding dapur adalah: q = Dimana : T 1 = temperature ruang bakar = 755°C T 2 = temperature luar ruang bakar = 27°C r 1 = jari-jari dalam batu = 0,25 m r 2 = jari-jari luar batu = 0,45 m Universitas Sumatera Utara r 3 = jari-jari luar dinding = 0,45 m + 0,0025 m = 0,4525 m L = 0,8 m k b = konduktivitas thermal ……………..…lit 5 hal 584 = 0,69 Wm°C k p = konduktivitas thermal dinding plat baja ..lit 5 hal 581 = 54 Wm°C h = koefisien perpindahan panas konveksi koefisien perpindahan panas konveksi dapat dicari dengan rumus: h = Nu. kd ………….…….….lit 5 hal 261 Dimana : Nu = bilangan nusselt d = diameter silinder plat = 0,9 m + 0,05 m = 0,905 m k = konduktivitas thermal udara konduktivitas thermal udara bergantung pada suhu, suhu film t f = t p + t I 2 = 45 + 27 2 = 36°C Maka sifat-sifat udara pada 36°C adalah: a Koefisien suhu konduktivitas thermal β = 1t f = 136°C = 1305°K = 3,2 × 10 -3 °C Universitas Sumatera Utara b Viskositas kinematika v = 1666 . 10 -5 m 2 s c Konduktivitas thermal k = 0,02692 wm°C d Bilangan prandal p r =0,70602 ………….….lit 5 hal 589 Bilangan nusselt dapat dicari dengan rumus : Nu 12 = 0,825 + …….….lit 5 hal 303 Jika 10 -1 Gr . Pr. 10 -12 Gr . Pr = . Pr …….….lit 5 hal 229 = = 0,1073.10 10 Maka : Nu 12 = 0,825 + = 11,204 Maka bilangan nusselt : Nu = 125,536 Maka : h = 125,536 × 0,026920,905 = 3,734 Wm°C Universitas Sumatera Utara maka : q = ` = = q = 2388,45 W q = 8594,42

4.5.3.5 Panas yang Terbuang Melalui Lubang Cawan Pelebur q

2 Panas yang keluar melalui lubang cawan pelebur keluar secara konveksi. q 2 = h 2. Adt Dimana: h 2 = koefisien perpindahan panas konveksi h 2 dapat dicari dengan rumus h 2 = k.Nu d ……………………………. lit 5 hal 261 Dimana: k = konduktivitas thermal udara Nu d = Bilangan Nusselt Sifat udara pada suhu 755 o C atau 1028 K dari literature 5 hal 589 dapat diketahui antara lain: ρ = 0,338 kgm 3 Universitas Sumatera Utara α = 1,754 x 10 -4 m 2 detik μ = 4,251 x 10 -5 kgm.s k = 0,0701 Wm o C p r = 0,703 untuk mencari bilangan Nusselt dapat dicari dengan rumus : Nu dh = 0,023 [ 1+ Dh 1 0.7 ] Redh 0,8 .p r 0,3 …..lit 5 hal 283 Dimana : Re dh = ρ.v.Dh μ Karena v = 5m detik ditentukan Maka: Re dh = 0,388 x 5 x = 22823,52 Sehingga alirannya adalah turbulen Nu dh = 0,023 [ 1 + 0,5 1 0,7 ].[22823,52] 0,8 .[0,703] 0,33 = 101,446 Maka: h 2 = 0.0701 x 101,446 = 7,112 W m o C A = Luas permukaan lubang cawan pelebur = π 4 d 2 = π 4. 0,284 2 = 0,0633 m 2 Universitas Sumatera Utara dt = 755 – 27 = 728 o C q 2 = 7,112 W m 2 C x 0,0633 m 2 x 728 o C = 327,738 W =1376,499 kJjam Banyaknya laju aliran kalor yang terbuang dalam proses peleburan ini adalah : = q 1 + q 2 = 4562,552 + 1376,49 kJjam = 5939,042 kJjam

4.6 Waktu Peleburan

Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk dapat meleburkan 50 kg alumunium dalam dapur pelebur ini maka harus mengetahui berapa besar laju aliran panas ke cawan lebur dapat dicari dengan rumus : Konduksi Gambar 4.7. Cawan Lebur Universitas Sumatera Utara q 3 = 1 2 T T x kA − ∆ …………………………….…….lit.5 hal 26 Dimana: K = konduktivitas cawan lebur = 43 W m o C A = Luas permukaan cawan lebur =2 .π.r 2 =2 .π.0,3 2 = 0,14 m 2 T 1 = Suhu bagian dalam cawan = 750 o C T 2 = Suhu bagian luar cawan = 755 C Δx = ketebalan cawan lebur = 0,028 m Maka : q 3 = q 3 = q 3 = 3002,65 Watt q 3 = 10809,45kJJam Waktu yang dibutuhkan untuk logam alumunium padat menjadi cair pada dapur pelebur ini dapat diketahui dari besarnya angka perbandingan antara kalor Universitas Sumatera Utara yang dibutuhkan logam alumunium untuk dapat melebur dengan laju aliran kalor yang diterima oleh cawan lebur,yaitu: t = 3 1 q Q = jam 10809,45kJ 25887,75kJ = 2,4 Jam Dengan didapatinya waktu peleburan maka banyaknya kalor yang terbuang selama proes peleburan dapat diperoleh dengan : Q terbuang = q t . t = 5939,042 kJJam x 2,4 Jam = 14253,7 kJ Maka jumlah bahan bakar yang dibutuhkan adalah perbandingan dari jumlah kalor yang terserap dan jumlah keseluruhan laju aliran kalor dengan jumlah kandungan energi per massa bahan baker HHV, yaitu : m bb = dimana : Q t1 = kalor total yang terpakai selama peleburan Q t2 = Kalor yang terbuang selama peleburan HHV = 29600Kjkg ……………………Tab.4.7 Hal.50 m bb = kg kj 29600 kJ 1401413,96 kJ 25887,75 + m bb = 48,2 Kg Universitas Sumatera Utara Maka kebutuhan bahan bakar untuk melebur 1 kg alumunium adalah: Kebutuhan bahan bakar = 48,2 Kg 50 kg = 0.96 kg

4.7 Pemilihan Bahan Bakar