Kerangka Teori Dan Konsepsi

Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik penelitian tentang Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas maupun tentang pelanggaran merek namun jelas berbeda dengan penelitian ini. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Pengertian dari konsep “korporasi” ada berbagai macam, salah satunya menurut terminologi hukum “korporasi” corporation adalah sekelompok orang yang secara bersama-sama melaksanakan urusan finansial, keuangan, ideologi atau urusan pemerintahan. 14 Di lain pihak pengertian korporasi 14 I. P. M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Jakarta : Prenada Media, 2003, hal. 176. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 termasuk di dalamnya pengertian dari badan usaha, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, perserikatan dan organisasi. Dalam pembahasan mengenai Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas dalam kaitannya dengan pelanggaran merek, teori utama yang digunakan adalah teori kedaulatan negara staats-souvereiniteit yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan George Jellinek 15 . Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi anggota masyarakatnya. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur tentang susunan perekonomian Indonesia. Dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan ketentuan dasar mengenai demokrasi ekonomi Indonesia. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan yang bercorak kolektivistis dengan tidak mengabaikan prinsip hak individu. Menurut W. Friedman, maka corak tersebut merupakan penggabungan kedua tuntutan antara kolektivisme dengan individualisme. 16 Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembahasan judul penelitian ini adalah Prinsip Duty of Care dan Duty of Loyality. Prinsip Duty of Care menjelaskan bahwa Pengurus perseroan juga memiliki kewajiban untuk bertindak hati-hati duty of care. Oleh karena pengurus perseroan umumnya 15 Ibid., hal 11 16 Ibid., hal. 14. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 bekerja penuh waktu dan lebih menguasai permasalahan perusahaan, kewajiban berhati-hati yang mereka emban jauh lebih ketat dibandingkan dengan komisaris. Salah satu bagian dari duty of care yang diemban oleh pengurus perseroan adalah kewajiban mengawasi keseluruhan struktur perusahaan sesuai dengan masing-masing tugas dan kewenangan yang telah ditetapkan. Kewajiban ini bervariasi sesuai dengan besarnya perusahaan. 17 Prinsip Duty of Loyality ialah kewajiban lainnya yang diemban oleh Direksi sebagai pengurus perusahaan terikat pada kewajiban untuk loyal duty of loyality dan patuh pada perusahaan. Secara teoritis adanya kewajiban tersebut membuat direksi wajib membayar ganti rugi apabila melanggar kewajibannya. Normalnya, apabila terjadi pelanggaran kewajiban pejabat perusahaan diberi peringatan, mutasi atau diberhentikan. Pada dasarnya kedudukan yang dipegang oleh direksi berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh dewan komisaris 18 Untuk mengetahui bagaimana berlakunya fiduciary duty dan business judgement rule bagi direksi perseroan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas selanjutnya disingkat dengan UUPT, maka harus diperhatikan ketentuan yang mengatur mengenai tugas pengurusan, kewajiban dan khususnya tanggung jawab direksi perseroan terbatas dalam UUPT. 17 Bismar Nasution, Diktat Kuliah Hukum Perusahaan.Bahan Fiduciary Duty dan Teori Salomon SPS USU.Hal 25 18 Ibid, Hal.27. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Terkait dengan kegiatan melakukan pengurusan perseroan terbatas yang diatur dalam UUPT dengan kewajiban fidusia fiduciary duty dan aturan bussiness judgement rule, dapat dikatakan bahwa ketentuan mendasar yang mengatur mengenai fiduciary duty dan aturan bussiness judgement rule dalam UUPT dapat ditemukan aturan atau ketentuan umumnya dalam Pasal 97 UUPT tersebut. Ketentuan umum tersebut selanjutnya menyebar dalam berbagai pasal lainnya dalam UUPT. Berikut di bawah ini akan diuraikan dan dijelaskan eksistensi fiduciary duty dan aturan bussiness judgement rule dalam Pasal 97 UUPT dan pasal-pasal terkait lainnya. 19 Ketentuan Pasal 97 UUPT diawali dengan rumusan ayat 1 yang menyatakan bahwa “Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat 1”. Jika diperhatikan ketentuan ini adalah penegasan dari aturan yang ditetapkan dalam Pasal 92 ayat 1 UUPT, dimana dikatakan bahwa direksi dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus: a. Memperhatikan kepentingan perseroan b. Sesuai dengan maksud dan tujuan PT intra vires act c. Memperhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan dalam undang-undang khususnya UUPT dan anggaran dasar. 19 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris Pemilik PT, Jakarta: Forum Sahabat, 2008, hal. 76. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Dari ketentuan ini diketahui bahwa tindakan direksi adalah tindakan yang memiliki tanggung jawab keperdataan. Sebagai pengurus perseroan, direksi adalah agen dari perseroan, dan karenanya tidak dapat bertindak sesuka hatinya. Apa yang dilakukan oleh direksi yang berada di luar batasan kewenangan yang diberikan kepadanya harus dapat dipertanggung jawabkan olehnya. Dalam hal ini ada tiga jenis pertanggungjawaban yang harus dipikul oleh direksi, yaitu: a. Pertanggungjawaban terhadap perseroan b. Pertanggungjawaban terhadap pemegang saham; dan terakhir adalah c. Pertanggungjawaban terhadap kreditor. Selanjutnya untuk dapat mengukur sampai seberapa jauh tanggung jawab direksi dalam melakukan pengurusan dalam mencapai tujuan PT yang sudah ditetapkan dalam anggaran dasar, direksi harus membuat dan melaksanakan rencana kerja tahunan. Pencapaian dari hasil kerja merupakan bahan evaluasi dalam penilaian kinerja direksi yang dituangkan dalam laporan tahunan yang diserahkan kepada dan untuk disahkan oleh RUPS. Contoh kasus pelanggaran merek yaitu: a. Menggunakan merek yang identik atau yang mirip dengan merek yang sudah didaftarkan oleh pihak lain bagi barang-barang dan jasa yang identik atau mirip. Walaupun barang-barang tersebut adalah merupakan barang-barang asli yang diproduksi dan dijual oleh pemiliknya, tindakan menjual barang-barang tersebut yang Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 20 b. Menggunakan barang-barang hasil pelanggaran merek untuk dijual walaupun barang-barang tersebut diproduksi oleh orang lain, memajangnya di toko, menyimpannya di gudang untuk dijual, maka barang-barang yang mereknya sudah didaftarkan oleh orang lain tersebut telah digunakan merek atau kemasannya tanpa izin, dan lain-lain, dianggap melanggar merek. Baik membeli atau menyimpan barang-barang tanpa mengetahui bahwa menjual barang-barang tersebut merupakan pelanggaran terhadap merek, maka tindakan tersebut tetap dianggap sebagai pelanggaran merek; c. Menjual atau menggunakan sebuah merek atau kontainer, dan lain- lain. yang merupakan merek yang digunakan tanpa seijin pemilik merek. Tindakan menggunakan sebuah merek, dan lain-lain, yang merupakan pelanggaran terhadap merek yang dimiliki oleh orang lain untuk digunakan sendiri atau memungkin orang lain untuk menggunakannya adalah merupakan pelanggaran terhadap merek. Lebih jauh lagi, misalnya menggunakan piring atau mangkok “western” yang mereknya sudah didaftarkan oleh orang lain untuk 20 Dikutip dari http:www.internetlaw.htmlvirtual_banks, Diakses hari Minggu, tanggal 13 Juli 2008 Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 memberikan jasa, makanan dan minuman untuk digunakan di restoran milik sendiri atau memungkinkan orang lain untuk menggunakannya adalah juga merupakan pelanggaran merek; d. Memproduksi atau mengimpor sebuah merek, kontainer, Atau yang menunjukkan merek yang digunakan tanpa ijin dari pemilik merek tersebut. Walaupun merek tersebut diproduksi atau diimpor berdasarkan pesanan dari orang lain yang tidak berhak untuk menggunakan merek yang sudah terdaftar tersebut, maka hal ini dianggap sebagai pelanggaran merek; 21 e. Memproduksi, menjual atau mengimpor barang-barang untuk tujuan bisnis untuk digunakan sendiri guna memproduksi sebuah merek, kontainer, dll. Yang merupakan merek yang digunakan tanpa seizin dari pemilik merek. Suatu tindakan memproduksi, menggunakan atau mengimpor ‘printing block’ untuk merek, alat untuk memproduksi kontainer, dll. Untuk tujuan bisnis tanpa instruksi atau ijin pemilik merek atau orang yang memiliki hak atas merek tersebut adalah merupakan sebuah pelanggaran merek. Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh direksi dalam kasus pelanggaran merek ini, pada dasarnya masih sama dengan sistem pertanggungjawaban kasus lainnya, yaitu berorientasi pada si pelaku secara ` 21 Ibid. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 pribadiindividual. Jadi menganut sistem pertanggungjawaban individual personal “individual personal responsibility”. Pertanggungjawaban ini merupakan prinsip umum yang wajar, bahwa pertanggungjawaban bersifat pribadi, yaitu hanya dikenakan kepada orangpara pelaku itu sendiri asas personal dan hanya dikenakan kepada orang-orang yang bersalah asas kesalahanasas culpabilitas. 22 2. Konsepsi Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban dalam studi ini adalah pertanggungjawaban perdata maupun pidana. Yang dimaksud dengan merek adalah merek dagang dan merek jasa yang telah terdaftar dalam daftar umum merek, pada Ditjen HKI Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan pelanggaran merek adalah pelanggaran terhadap hak pemilik merek dagang dan merek jasa terdaftar yang berupa pelanggaran hak-hak keperdataan maupun pelanggaran pidana merek.

G. Metodologi Penelitian