Walaupun Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 telah memberlakukan prinsip ‘itikad baik’, syarat-syarat permohonan merek yang
harus ditolak serta ketentuan-ketentuan lain mengenai perlindungan merek terdaftar, termasuk sanksi perdata dan pidana, akan tetapi kenyataannya
pelanggaran atas merek masih saja berlangsung, khususnya terhadap merek- merek terkenal, baik di dalam maupun di luar negeri.
B. Perlindungan Merek di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 pada tanggal 1 Agustus 2001.
42
Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif dimana perlindungan hukum terhadap
pemegang hak atas merek baru akan diperoleh apabila merek tersebut didaftarkan first to file, menggantikan sistem deklaratif first to use yang
pertama kali dianut oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan.
43
Pasal 7 UU No. 152001 tentang Merek di bawah ini adalah syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek:
42
Sebelumnya merek dilindungi berdasarkan UU No. 14 tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek. UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek sebagai pengganti UU
No. 14 tahun 1997 jo UU No. 19 tahun 1992.
43
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem deklaratif first to use, artinya “siapa yang pertama-tama memakai suatu merek di dalam wilayah Indonesia dianggap sebagai
pihak yang berhak atas merek yang bersangkutan”.
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
Pasal 7 menyebutkan: 1
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
a. Tanggal, bulan, dan tahun;
b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan
melalui Kuasa; d.
Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna;
e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali
dalam hal permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. 2
Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya. 3
Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
4 Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5 Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang
secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
6 Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 5,
Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis
dari para Pemohon yang Mewakilkan.
7 Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 diajukan
melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8 Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat 7 adalah Konsultan Hak
Kekayaan Intelektual. 9
Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan
Pemerintah, sedangkan Tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.
Ketentuan Pidana yang mengatur tentang sanksi dan denda bagi pelanggar merek diatur dalam Pasal 90–95, yaitu antara lain:
Pasal 90 UURI No. 152001 tentang Merek menyebutkan: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar
rupiah.
Pasal 91 UURI No. 152001 tentang Merek menyebutkan: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun danatau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah.
Pasal 92 UURI No. 152001 tentang Merek menyebutkan:
1 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
2 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang
sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun danatau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah.
3 Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan
hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan
dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2.
Pasal 93 UURI No. 152001 tentang Merek menyebutkan:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga
dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
empat tahun danatau denda paling banyak Rp.800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah.
Pasal 94 UURI No. 152001 tentang Merek menyebutkan:
1 Barangsiapa memperdagangkan barang danatau jasa yang diketahui
atau patut diketahui bahwa barang danatau jasa tersebut merupakan
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
satu tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
2 Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah pelanggaran.
Pasal 95 UURI No. 152001 tentang Merek menyebutkan:
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delik aduan.
. Dalam hal perlindungan merek, Indonesia sesungguhnya tidak hanya
mendasarkan kepada peraturan perundang-undangan nasional di bidang merek semata, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh TRIPs yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Perjanjian Pembentukan Agreement on Establishing the World Trade Organization WTO.
Oleh karena perjanjian WTO merupakan perjanjian multilateral, maka bagi negara yang menandatanganinya seperti Indonesia harus taat pada
ketentuan tersebut. Pemerintah Indonesia telah mengakomodasikan ketentuan- ketentuan Persetujuan TRIPs tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek. Begitu pula mengenai perlindungan bagi merek terkenal sebagaimana pula telah diatur dalam Konvensi Paris pada Pasal 6
BIS.
44
44
Lihat juga Nils Victor Montan, Chander M. Lall dan Clifford Borg-Marks, Author Ed., Trademark Anticounterfeiting in Asia and The Pacific Rim New York: INTA 2001, hal 97 bahwa:
“Menurut Monstret, untuk menentukan apakah merek tersebut termasuk dalam kategori “well known” atau “famous”, maka ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yaitu: 1. pengakuan merek;
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
Persetujuan TRIPs memuat pengaturan mengenai penegakan hukum untuk mencegah dan mengatasi terjadinya pelanggaran di bidang HKI di
negara-negara anggota. Pengaturan-pengaturan mengenai penegakan hukum ini secara garis besar memuat kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada
badan peradilan, badan administrasi dan pemegang Hak Kekayaan Intelektual, bila terjadi pelanggaran yang menyangkut Hak Kekayaan Intelektual.
Dalam era global, era perdagangan bebas, dimana negara-negara saling mengembangkan usaha-usaha investasi ke negara-negara lainnya di bidang
perdagangan yang memiliki aspek HKI, bagian yang terpenting dalam TRIPs adalah Bagian Keempat yang mengatur tentang “Special Requirements Related
to Boarder Measures” yang mengandung prinsip-prinsip pokok dalam penegakan hukum bila terjadi pelanggaran danatau adanya indikasi
pelanggaran.
45
2. penggunaan jangka waktu merek; 3. keluasan dan jangka waktu iklan dan promosi merek; 4. daya pembeda merek tersebut; 5. Derajat keeksklusifan merek serta sifat dan keluasan penggunaan merek
yang sama atau serupa oleh pihak ketiga; 6. Sifat barang atau jasa serta jalur perdagangan atas barang dan jasa merek; 7. Derajat reputasi merek melambangkan kualitas; dan 8. nilai komersial yang merek.
45
Lihat Persetujuan TRIPs Pasal 51 dan 52 yang teks aslinya berbunyi sebagai berikut: “Members shall, in conformity with the provisions set out below, adopt procedures to enable
a right holder, who has valid grounds for suspecting that the importation of counterfeit trademark or pirated copyright goods may take place, to lodge an application in writing with competent authorities,
administrative or judicial, for the suspension by the customs authorities of the release into free circulation of such goods. Members may enable such an application to be made in respect of goods
which involve other infringements of intellectual property rights, provided that the requirements of this Section are met. Members may also provide for corresponding procedures concerning the suspension
by the customs authorities of the release of infringing goods destined for exportation from their territories.”
“Any right holder initiating the procedures under Article 51 shall be required to provide adequate evidence to satisfy the competent authorities that, under the laws of the country of
importation, there is prima facie an infringement of the right holder’s intellectual property right and to supply a sufficiently detailed description of the goods to make them readily recognizable by the
customs authorities. The competent authorities shall inform the applicant within a reasonable period
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
Bagi Indonesia, seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional yang cenderung menciptakan pasar global yang semakin mengarah kepada
perdagangan bebas, tersedianya sistem perlindungan hukum yang efektif di bidang HKI semakin diperlukan. Peranan tersebut secara nyata akan terlihat
pada dampak dari perlindungan hukum di bidang HKI yang dapat meningkatkan citra Indonesia di forum internasional. Di dalam negeri akan
berdampak pada peningkatan kualitas dan kreatifitas masyarakat di berbagai bidang, mendorong alih teknologi dan alih ilmu pengetahuan, memperbesar
informasi di bidang HKI, merangsang penanaman modal asing, melindungi konsumen dan sebagainya.
46
Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap merek terkenal sendiri, landasan hukumnya sudah lama diatur dalam Konvensi Paris, yaitu bahwa
negara-negara anggota Konvensi Paris harus menolak atau membatalkan pendaftaran dan melarang pemakaian merek yang merupakan reproduksi,
imitasi atau terjemahan yang menimbulkan kekeliruan atau kekacauan dari suatu merek yang dipandang dari suatu negara merek terdaftar atau dipakai
sebagai suatu merek yang terkenal dan merupakan merek orang lain. Peranan POLRI dalam Menangani Kejahatan HKI, dimana Polisi
Republik Indonesia POLRI selaku alat negara, perlu melakukan berbagai
whether they have accepted the application and, where determined by the competent authorities, the period for which the customs authorities will take action.”
46
Dalam harian Kompas tanggal 9 April 2002. Mantan Memperindag Rini MS Soewandi melalui Kepala Perwakilan Perdagangan AS Robert B Zoellich meminta agar Pemerintah AS
mengubah status Priority Watch List PWL menjadi Watch List WL bagi Indonesia.
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
upaya penanggulangan atas kejahatan atau pelanggaran HKI melalui upaya penegakan hukum dengan melakukan penyidikan atau investigasi. POLRI
diharapkan untuk senantiasa berupaya melakukan penegakan hukum berdasarkan kewenangan yang ada melalui kegiatan penyidikan kejahatan HKI
yang terjadi. Sejak berlakunya UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, tahapan
proses peradilan pidana terbagi secara nyata, yaitu penyelidikan dan penyidikan investigasi dilakukan oleh POLRI; penuntutan merupakan
kewenangan Kejaksaan dan pemeriksaan di depan sidang pengadilan menjadi wewenang Hakim. Setelah perkara divonis di Pengadilan, kemudian
pelaksanaan putusan Hakim dilakukan oleh Jaksa selaku eksekutor, sedangkan pembinaan dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan.
Dengan batasan yang tegas antara fungsi-fungsi tersebut di atas, maka dalam penerapannya harus merupakan suatu proses peradilan atau penegakan
hukum yang terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas merek.
Mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian atau dunia usaha yang sangat terkait erat dengan ekonomi dan perdagangan, oleh
karenanya penyelesaian sengketa merek menjadi kewenangan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga, sehingga diharapkan sengketa perdata di
bidang merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Pemilik merek memiliki upaya perlindungan hukum terhadap mereknya dengan
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga agar dapat dikeluarkan “penetapan sementara pengadilan” untuk mencegah kerugian yang lebih
besar.
47
Terhadap penetapan sementara tersebut, tidak dapat dilakukan upaya hukum banding atau kasasi. Selain itu pemilik merek diberi kesempatan untuk
menyelesaikan sengketanya melalui badan selain badan peradilan, yaitu arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa APSADR.
48
Penetapan sementara pengadilan ini disebut provisional measures, yang juga umum dikenal dalam peraturan arbitrase, maupun konvensi tentang
penyelesaian sengketa tentang penanaman modal.
49
Di dalam Persetujuan TRIPs mengenai provisional measures diatur dalam Article 50, sebagai
berikut: The judicial authorities shall have the authority to order prompt and effective
provisional measures:
47
Lihat Pasal 85 mengenai Penetapan Sementara Pengadilan yang menyatakan bahwa: “Berdasarkan bukti yang cukup pihak yang haknya dirugikan dapat meminta hakim Pengadilan Niaga
untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang: a. pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak merek;dan b. penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran merek tersebut.” Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak pelanggar menghilangkan barang bukti.
48
Lihat Pasal 84 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa bahwa para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
49
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Undang-undang Merek Baru Tahun 2001, Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 189. Lihat juga http:www.inta.org., Diakses 20
November, 2008 hal. 6. Bahwa International Trademark Association ITA mengingatkan bahwa Article 50 tersebut masih membuka kesempatan bagi pihak yang diduga memalsu merek untuk segera
memusnahkan label atau merek yang dipergunakannya tersebut, sehingga “penetapan sementara pengadilan” tersebut dapat ditentang oleh penggugat. Seharusnya bagian ini dianggap sebagai
minimum requirements yang diatur dalam Persetujuan TRIPs. Pembuat Undang-undang masing- masing negara seharusnya menyiapkan peraturan yang lebih ketat lagi dengan mempertimbangkan
berbagai segi.
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
a. To prevent an infringement of any intellectual property right from
occuring, and in particular to prevent the entry into the channels of commerce in their jurisdiction of goods, including imported goods
immediately after customs clearance;
b. To preserve relevant evidence in regard to the alleged infringement.
Proses pendaftaran merek dagang ke Direktorat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM harus memenuhi syarat-syarat
material dan syarat-syarat administrarif Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Setelah permohonan dan tidak ada yang mengajukan keberatan
sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan maka akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek BRM seri B. Merek terdaftar mendapat
perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan pendaftaran merek yang bersangkutan dan dapat
diperpanjang dengan jangka waktu 10 sepuluh tahun. Gugatan pembatalan merek dapat diajukan pada Pengadilan Niaga dengan alasan yang tertera dalam
Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang merupakan syarat material.
50
Penyelesaian sengketa merek dagang dapat diajukan secara perdata danatau secara pidana. Bahkan undang-undang memberikan kesempatan yang
lebih luas dalam penyelesaian sengketa dengan Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa APSADR.
50
Margareth Thatcher Jalmav, Dikutip dari http:digilib.unej.ac.id, Diakses tanggal 10 Desember 2008.
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
Para pelaku bisnis hendaknya menjunjung tinggi nilai etika moral dalam berbisnis yaitu jujur dan dapat bersaing secara sehat. Perlu dilakukan
sosialisasi yaitu berupa penyuluhan dan pembinaan dari Kantor Konsultasi Pendaftaran Hak atas merek kepada masyarakat akan pentingnya perlindungan
sebuah merek. Perlunya kejelian, ketelitian dan kecermatan dalam memeriksa suatu permohonan pendaftaran merek kepada Ditjen HKI khususnya hak
merek. Begitu pula kepastian hukum dapat mempengaruhi iklim investasi yang lebih baik sehingga peningkatan kualitas para penegak hukum khususnya yang
berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual HKI merupakan hal yang wajib dipersiapkan dengan matang dan terencana dengan maksimal.
51
Persoalan lain berkenaan dengan hal persamaan pada merek terkenal ini adalah soal merek terkenal. Salah satu persoalan berkenaan dengan ini adalah
apakah merek terkenal tidak dapat ditiru oleh orang lain dan tidak dipakai untuk barang sejenis saja atau juga untuk barang lainnya, karena statusnya
sebagai merek yang sudah terkenal. Telah kita saksikan bahwa berkenaan dengan merek terkenal ini ada ketetapan dari Menteri Kehakiman No. M.02-
H.G.01.01.1987. Menurut peraturan ini dipandang sebagai merek terkenal apabila di
Indonesia terkenal merek itu dan juga sudah dipakai selama jangka waktu yang cukup lama. Akan ditolak pendaftaran dari merek yang terkenal itu oleh pihak
lain kecuali oleh pihak si pemilik.
51
Ibid.
Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008
Sebelum tahun 1987 maka merek terkenal hanya dilindungi untuk barang-barang yang sejenis. Dan perkembangannya adalah kemudian bahwa
tidak boleh didaftarkannya merek serupa ini, juga berkenaan dengan barang- barang yang tidak sejenis.
52
C. Subjek Hukum Pelanggaran Merek