Lisensi Dan Pengalihan Hak

C. Lisensi Dan Pengalihan Hak

Lisensi dan pengalihan hak merupakan cara lainnya dalam kerangka melindungi HKI secara preventif. Dalam konteks lisensi, penerima lisensi boleh menggunakan atau memperbanyak HKI, tetapi harus izin dan memberikan sejumlah royalti yang telah disepakati. Dengan adanya mekanisme lisensi dan pengalihan hak berarti telah terwujud suatu bentuk perlindungan hukum yang bersifat preventif. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak bukan pengalihan hak untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang danatau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. 100 Beberapa Pasal dalam UU Merek mengenai Lisensi, yaitu antara lain: Pasal 43 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyebutkan: 1 Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa; 2 Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan. 3 Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. 100 UU Merek, Pasal 1 angka 13. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 4 Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Di pasal tersebut dinyatakan bahwa harus didaftarkan perjanjian lisensi yang diberikan kepada pihak lain. Baik secara seluruhnya menggunakan merek itu atau hanya sebagian untuk jenis barangnya atau jasanya. Adanya perjanjian lisensi ini sudah lama dikenal dalam praktek dagang di Indonesia. Tetapi baru belakangan telah diakui adanya sistem lisensi ini dengan dicantumkan dalam Undang-undang Merek tahun 1992 atau tahun 1997. Akan tetapi, sebelum adanya ketentuan dalam Undang-undang secara tertulis, dalam praktek sudah lama dibenarkan penggunaan lisensi ini. Putusan dalam merek “Gold Bond”, sebagai salah satu contoh jurisprudensi yang mengakui lisensi ini. Telah dikuatkan juga dalam praktek yang tidak pernah meragukan keabsahan dari lisensi ini. Misalnya perusahaan Bayer di Jerman memberikan lisensi kepada perwakilan cabangnya di Indonesia untuk juga memproduksi obat-obatan dengan merek Bayer. Demikian pula dengan merek pabrik farmasi Hoechst terlihat bahwa selalu diproduksi dengan catatan barangnya atau etiketnya bahwa telah diproduksi barang ini dengan lisensi dan kontrol pemilik merek Bayer atau Hoechst. Dinyatakan pada ayat 2 bahwa lisensi ini bisa berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia tetapi juga hanya untuk sebagian. Dan juga jangka waktu lisensi ini tidak boleh melebihi 10 sepuluh tahun atau sisa jangka waktu perlindungan karena pencatatan merek ini dalam Daftar Merek Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Indonesia. Juga dinyatakan kemudian dalam ayat 3 bahwa harus dicatat perjanjian lisensi ini pada Direktorat Paten dan Merek. Tetapi hingga kini boleh dikatakan masih belum ditaati pelaksanaan dari pemeliharaan pendaftaran lisensi secara khusus oleh Kantor Merek di Tangerang. Hal ini disebabkan karena katanya belum ada peraturan pelaksanaannya. Hal ini tidak dapat dibenarkan dan merupakan suatu kekurangan dari birokrasi dan tata usaha negara Indonesia. Karena banyak sekali peminat pemilik merek yang berada di luar negeri selalu menghubungi kantor merek untuk minta didaftarkan perjanjian lisensinya. Mereka memberikan lisensi kepada licensee di Indonesia dan menurut ketentuan perundang-undangan harus didaftarkan. Tetapi pendaftaran ini belum bisa dilakukan. Menurut Sudargo Gautama, adalah ideal dan juga sesuai dengan ketentuan dari negara Indonesia sendiri, bahwa perlu ada dan dibuka kemungkinan pendaftaran lisensi ini secepat mungkin. 101 Pasal 44 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyebutkan: Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat 1 tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain. Dan pada prinsipnya suatu pemberian lisensi bukan secara eksklusif tetapi hanya untuk sebagian. Bahwa si pemilik merek dapat memberikan juga 101 Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Ibid., hal. 135-136. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 lisensi kepada pihak-pihak lain di dalam wilayah Indonesia atau bisa juga lisensi ini diberikan untuk barang-barang tertentu sedangkan untuk barang- barang lain oleh pihak licensor diberikan kepada seorang licensee lain. Jadi di sini dijunjung tinggi kebebasan berkontrak. Pasal 45 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyebutkan: Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga. Dalam Pasal 45 tersebut menerangkan prinsip dari kebebasan pemberian lisensi ini untuk seluruhnya maupun sebagian secara eksklusif atau tidak, seperti telah diutarakan dalam Pasal 44 diulangi dan dipertegas lebih lanjut. Pihak ketiga dapat diberikan lisensi pula oleh pihak yang berhak atas merek yang bersangkutan itu. 102 Pasal 46 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, menyebutkan: Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia oleh penerima Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut di Indonesia oleh pemilik Merek. Di pasal tersebut dipertegas prinsip mengenai pemakaian merek use. Dinyatakan bahwa apabila telah diberikan lisensi oleh seorang pemilik merek yang haknya terdaftar di Indonesia maka dianggap pemakaian mereknya itu 102 Ibid., hal. 137. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 dilakukan pula olehnya, satu dan lain untuk memenuhi persyaratan-persyaratan use di dalam UU Merek Indonesia. Seperti diketahui, oleh karena non use tidak dipakai maka untuk selama jangka waktu 3 tiga tahun berturut-turut, dapatlah diadakan pembatalan merek yang terdaftar itu. Sekarang ini dipertegas bahwa pemakaian oleh pihak licensee adalah sama dengan dipakainya oleh si pemilik merek ini yang terdaftar di kantor merek di Indonesia sendiri. Sebagai pemilik merek ia tidak khawatir bahwa karena sudah membuat perjanjian lisensi, dan pihak licensee-nya yang memakai mereknya itu di dalam wilayah Indonesia ini tidak akan diberikan perlindungan. Dipertegas hal ini juga dalam Memori Penjelasan Pasal 46 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dinyatakan merek yang terdaftar dianggap terus dipakai merek atau jasa yang bersangkutan. 103 Pasal 47 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan: 1 Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya. 2 Direktorat Jenderal wajib menolak permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. 103 Ibid., hal. 137. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Dapat diketahui bahwa peranan dari Direktorat Jenderal Merek Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya besar. Sebelum Direktorat Jenderal mencatatkan makna isi dari perjanjian lisensi ini perlu diperiksa apakah merugikan masyarakat Indonesia, memberi pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dan bisa merugikan perekonomian Indonesia. Semua ini harus diperiksa. Oleh karena hingga kini belum ada kasus mengenai hal ini bahkan peraturan mengenai pendaftaran lisensi perjanjian lisensi ini tidak belum diterbitkan pada Direktorat Jenderal HKI di Tangerang belum bisa dilaksanakan, maka jelas apa yang dapat dianggap merugikan perekonomian Indonesia atau membatasi dan menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya. Perjanjian yang merugikan masyarakat Indonesia ini wajar untuk tidak diluluskan. Pelaksanaannya dalam praktek tentu masih akan dilihat hasilnya secara faktual. Bahwa penolakan ini diberitahukan, beserta alasannya mengapa ditolak, sudah sepatutnya. Ini juga adalah sesuai dengan prinsip fair play dan memberikan alasan-alasan untuk setiap tindakan, baik dalam bidang peradilan atau secara administratif yang merugikan pihak tertentu. Keluhan yang sudah diutarakan berkenaan dengan praktek belum diadakan pendaftaran lisensi ini, karena menurut keterangan dari kantor Merek di Tangerang belum ada peraturan pelaksanaannya, maka sekali lagi diulangi bahwa hal ini sebenarnya adalah bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam Undang-undang Merek yang didasarkan atas Persetujuan World Trade Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Organization, baik konvensi Paris maupun Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights. 104 Pasal 48 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan: 1 Penerima Lisensi yang beriktikad baik, tetapi kemudian Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan perjanjian Lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian Lisensi; 2 Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada pemberi Lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksanakan pembayaran royalti kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan; 3 Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima Lisensi, pemberi Lisensi tersebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan, yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian Lisensi. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan: Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian Lisensi dan ketentuan mengenai perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Sekarang ini ada ketentuan bahwa pelaksanaan daripada pencatatan perjanjian lisensi ini harus dengan Keputusan Presiden. Sangat dikhawatirkan bahwa hal ini lebih lagi akan menghambat pelaksanaannya dalam praktek. Maka sangat diharapkan bahwa Keputusan Presiden bersangkutan akan cepat dikeluarkan untuk kepastian hukum. Karena sudah tercantum dalam Undang- 104 Ibid., hal. 138-139. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 undang Merek sekarang ini bahwa perjanjian lisensi yang tidak dicatat tidak dapat bekerja terhadap pihak ketiga. Beberapa Pasal dalam UU Merek mengenai Pengalihan Hak, antara lain: Pasal 40 angka 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan: 1 Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena: a. Pewarisan; b. Wasiat; c. Hibah; d. Perjanjian; atau e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan. 2 Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek. 3 Permohonan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disertai dengan dokumen yang mendukungnya. 4 Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang telah dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat 2, diumumkan dalam Berita Resmi Merek. 5 Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. 6 Pencatatan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Mengenai hal pengalihan hak ini dinyatakan bahwa prinsip publisitas juga harus diperhatikan. Artinya harus diumumkan kepada pihak dunia luar mutasi pengalihan hak ini. Yang dengan pengumuman dalam Berita Resmi Merek. Supaya berakibat terhadap Pihak Ketiga. Pewarisan wasiat ini adalah cara-cara peralihan hak secara biasa untuk keseluruhan atau juga yaitu karena Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 wasiat atau hibah. Atau karena akibat produk perjanjian khusus, misalnya perjanjian yang membuat akibat juga terhadap peralihan hak-hak atas merek. Dijelaskan dalam Memori Penjelasan mengenai Pasal 40 ayat 1 ini bahwa apa yang dimaksudkan “dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan”, misalnya karena pembubaran badan hukum yang semula pemilik merek. Kemudian diserahkan kepada salah satu peserta pemegang saham. Dalam ayat 3 Memori Penjelasan dinyatakan bahwa dimaksud adalah sertifikat merek dan bukti lainnya yang mendukung hak. Untuk selanjutnya Memori Penjelasan hanya mengatakan bahwa cukup jelas. Dalam Memori Penjelasan dinyatakan pada ayat 5 bahwa penentuan akibat hukum tersebut baru berlaku untuk pengalihan hak atas merek dicatat dalam daftar umum Merek ini. Yang berlaku adalah apa yang dinamakan asas publisitas. Di kantor merek dilakukan tidak akan dapat berlaku terhadap pihak ketiga yang bukan pihak pada perjanjian itu. 105 Pasal 41 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan: 1 Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut; 2 Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa. 105 Ibid., hal. 131-132. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Di pasal tersebut disaksikan bahwa perlu diberikan perlindungan yang wajar berkenaan dengan adanya pengalihan hak atas merek. Maka dialihkannya merek ini juga harus diartikan turut beralih nama baik goodwill reputasi atau lain-lainnya yang terkait dengan merek itu. Jadi di pasal tersebut boleh dikatakan disesuaikan dengan praktek yang sudah berlaku dalam hal peralihan hak atas merek. Pada waktu sekarang ini sudah menjadi praktek bahwa jika dilakukan bahwa jika dilakukan suatu peralihan hak atas merek, assignment atau jual beli maka harus dilakukan, hal ini bukan saja mengenai mereknya tetapi juga menyangkut “the bussiness and the goodwill of the bussiness”. Dalam prakteknya cukup dicantumkan kata-kata bahwa yang ditransfer atau dialihkan adalah merek bersangkutan berikut perusahaannya dan goodwill dari perusahaannya itu. Ini adalah yang sudah lazim dalam praktek dan jika sebagai konsultan merek dalam praktek sehari-hari mempunyai formulir-formulir tertentu mengenai pengalihan hak atas merek ini yang mencakup juga “the bussiness and the goodwill of bussiness”. Dalam prakteknya akan diberikan perlindungan kepada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dengan adanya merek yang bersangkutan. Konsumen supaya dilindungi hak-haknya memerlukan persyaratan ini. Jangan merek ini dialihkan begitu saja tanpa dipelihara reputasi baiknya. Demikian pula merek jasa yang sudah terdaftar inijika hendak dialihkan, harus melekat padanya juga kemampuan kualitas dan keterampilan pribadi dari pemberi jasa dan tidak dapat dialihkan tanpa ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa ini. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Tentunya segala sesuatu ini dalam teori. Bagaimana dalam prakteknya sukar ditentukan, kecuali dilihat persoalan-persoalan case by case dalam hal dialihkan suatu jasa tertentu. Artinya harus diusahakan bahwa juga perusahaannya yang memberikan jasa itu turut dialihkan. 106 Pasal 42 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan: Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang danatau jasa. Pengalihan hak atas merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut akan dipergunakan bagi perdagangan barang danatau jasa yang sama. Di pasal tersebut juga prinsipnya adalah perlindungan kepada konsumen. Supaya reputasi pada merek tertentu yang terdaftar ini juga disertai dan digunakan setaraf dengan sebelum pengalihan ini oleh yang akan menerima pengalihan. Ditegaskan di pasal tersebut bahwa harus ada pihak yang menerima pengalihan merek bersangkutan merek itu bagi perdagangan barang danatau jasa, yang sama. 107 106 Ibid., hal.133-134. 107 Ibid., hal.134. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN