Pengaturan tentang Tindak Pidana yang Dilakukan oleh

4. Seorang Hakim, Jaksa dan Panitera Pengadilan Ekonomi dapat dipekerjakan pada lebih dari satu Pengadilan Ekonomi.

E. Pengaturan tentang Tindak Pidana yang Dilakukan oleh

Perusahaan Korporasi pada Sumber-sumber Hukum Pidana Di Luar KUHP Selain KUHP pengaturan mengenai hukum pidana, juga terdapat di dalam peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain adalah Undang-Undang Nomor 7 Drt 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan lain sebagainya yang mungkin tidak secara khusus mengatur masalah pidana, tetapi dalam salah satu pasalnya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran merek. Peraturan perundang-undangan Merek di luar KUHP telah ada yaitu Undang-Undang No. l5 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam era pembangunan yang sejalan dengan konvensi-konvensi internasional, bahwa peranan merek jadi sangat penting dalam menjaga persaingan usaha dan harus disesuaikan dengan peraturan merek. Dalam Undang-Undang merek No. l5 Tahun 2001 tentang Merek, juga disebut pertimbangan bahwa hukum merek harus disesuaikan dengan perjanjian Trade Related Aspect of lntelectual Property Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Right dan UU No. 7 Tahun 1974 tentang pengesahan Agreement World Trade Organization. 57 Dalam hal ini merek sebagai salah satu wujud karya intelektual, juga memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia. Merek juga merupakan Suatu alat yang digunakan untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan ciri dan asal-usul barang Indication of Origin. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 14 Tahun 1997, diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap pemegang hak merek barang terdaftar dari perbuatan melawan hukum. Dalam prakteknya pernah terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan terhadap hak merek barang terdaftar sebagai usaha persaingan yang tidak jujur seperti peniruan, pemalsuan, atau pemakaian merek tanpa hak terhadap merek-merek tertentu. Keadaan seperti ini tentu saja tidak hanya akan merugikan pemilik merek, tetapi juga akan merugikan para konsumen. Pengaturan hukum yang terkait dengan keberadaan merek di Indonesia. dimana Hukum Merek di Indonesia adalah merupakan hasil penerapan dari hukum Merek di negara Perancis dan Inggris yang dibawa dan diterapkan di Indonesia pada jaman kolonial Belanda. Indonesia menerapkan peraturan yang 57 Dina Yenny M. Sitepu, Dikutip dari http:library.usu.ac.id, Diakses tanggal 11 Desember 2008. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 mengatur Merek sendiri adalah sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. 58 Masa berlaku Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 adalah selama tiga puluh satu tahun dan berakhir pada tahun 1992 sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992. Sejak tahun 1992 hingga tahun 2001 Indonesia mengalami beberapa perubahan perundangan tentang Merek, hal ini disebabkan oleh karena Indonesia telah menandatangani beberapa perjanjian tentang hak atas kekayaan intelektual yang telah diakui dan diberlakukan di Indonesia. Beberapa perubahan perundangan tersebut antara lain Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek dan yang terakhir berlaku hingga sekarang adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 59 Sebuah Merek dapat diakui keberadaannya jika telah didaftarkan legalitasnya di Direktorat Jenderal Merek, tentunya Merek tersebut haruslah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4, 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Hak atas merek melekat jika merek tersebut secara yuridis telah didaftar dan mendapat hak tertulis atas penggunaan dari merek tersebut. Perlindungan hak merek semata-mata karena adanya kreasi daya cipta manusia faktor 58 Ibid. 59 Poernomo Agustinus Dani Mega, Dikutip dari www.adln.lib.unair.ac.id, Diakses tanggal 12 Desember 2008. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 manusia yang berada di lingkungan perdagangan dan jasa, sehingga jelas apabila hak merek tersebut melekat pada orang yang menciptanya. Konsekuensi hukum pasti akan timbul, jika terjadi sengketa merek di Indonesia. Sengketa merek yang terjadi di Indonesia berdasar yang telah banyak terjadi dewasa ini dikarenakan beberapa faktor penyebab di antaranya: 60 a. Faktor ekonomis, yang merupakan penyebab terbanyak dari kasus sengketa Merek di Indonesia di antaranya kasus pemakaian Merek oleh yang tidak berhak, meniru bentuk tulisan Merek terkenal, meniru design dan pola Merek yang sah dan tentunya semua itu dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atas barang atau jasa yang ditirukan. b. Faktor efisiensi waktu, faktor ini sebenarnya masih ada hubungannya dengan faktor ekonomis karena pada hakekatnya peniru Merek melakukan peniruan tersebut dikarenakan untuk mendapatkan keuntungan secara cepat dari barang atau jasa yang dibuatnya tanpa melalui proses yang sebagaimana mestinya dan menghemat biaya promosi yang cukup mahal. Kasus atau sengketa Merek dapat diajukan ke Pengadilan Niaga jika telah terbukti sebelumnya salah satu pihak telah mempunyai bukti pendaftaran Merek dari Direktorat Jenderal Merek. 60 Ibid. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Setelah perkara tersebut diproses dan keluar putusan maka pihak yang bersalah dan terbukti melakukan pelanggaran Merek haruslah membayar sejumlah ganti rugi atau menerima semua keputusan pengadilan yang dikeluarkan. 61 Dalam pelanggaran merek tersebut, undang-undang dapat membatasi pihak lain yang menggunakan mereknya tanpa hak pembatasan pelanggaran merek yang diberikan oleh undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi pemilik hak atas kekayaan intelektualnya khususnya hak atas merek sehingga secara ekonomi maupun moral terasa terlindungi. 62 Merek tidak dapat didaftarkan karena merek tersebut : a. Didaftarkan oleh pemohon yang beritikad tidak baik; b. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum; c. Tidak memiliki daya pembeda; d. Telah menjadi milik umum; atau e. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Permohonan suatu merek ditolak apabila merek tersebut : 61 Ibid. 62 Ibid. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk barang danatau jasa yang sejenis; b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis; c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; d. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; e. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; f. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; g. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Syarat pengajuan permohonan pendaftaran merek, antara lain: 63 a. Mengajukan permohonan pendaftaran dalam rangkap 4 yang diketik dalam bahasa Indonesia pada blangko formulir permohonan yang telah disediakan dan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, yang berisi: 1 Tanggal, bulan dan tahun permohonan; 2 Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon; 3 Nama lengkap dan alamat kuasa, apabila pemohon diajukan melalui kuasa; 4 Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; 5 Nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas. b. Surat permohonan pendaftaran merek perlu dilampiri dengan: 1 Foto copy KTP yang dilegalisir. Bagi pemohon yang berasal dari luar negeri sesuai dengan ketentuan undang-undang harus memilih 63 V. Damayanti, Dikutip dari http:vdamayanti.multiply.comjournal, Diakses tanggal 13 Desember 2008. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 tempat kedudukan di Indonesia, biasanya dipilih pada alamat kuasa hukumnya; 2 Foto copy akte pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum; 3 Foto copy peraturan pemilikan bersama apabila permohonan diajukan atas nama lebih dari satu orang merek kolektif; 4 Surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan; 5 Tanda pembayaran biaya permohonan; 6 20 helai etiket merek ukuran max 9x9 cm, min 2x2 cm; 7 Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya. Sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan. Atas permohonan pemilik merek jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat diperpanjang setiap kali untuk jangka waktu yang sama. Sesuai dengan Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Permohonan perpanjangan pendaftaran merek dapat diajukan secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya secepat-cepatnya 12 dua belas bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 tersebut sampai dengan hari terakhir masa berlakunya perlindungan hukum terhadap pendaftaran tersebut. Sesuai dengan Pasal 35 ayat 2 UU Merek Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan dengan cara: Sesuai dengan Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek a. Pewarisan; b. Wasiat; c. Hibah; d. Perjanjian; atau e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang- undangan. Pemilik merek terdaftar berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Ditjen HKI dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian lisensi berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. Sesuai dengan Pasal 43 ayat 1 dan 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Merek terdaftar dapat dihapuskan karena empat kemungkinan yaitu: Sesuai dengan Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 63 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 a. Atas prakarsa Ditjen HKI; b. Atas permohonan dari pemilik merek yang bersangkutan; c. Atas putusan pengadilan berdasarkan gugatan penghapusan; d. Tidak diperpanjang jangka waktu pendaftaran mereknya. Yang menjadi alasan penghapusan merek terdaftar yaitu: Sesuai dengan Pasal 61 ayat 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek a. Merek terdaftar tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Ditjen. HKI, seperti: larangan impor, larangan yang berkaitan dengan ijin bagi peredaran barang yang menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah; b. Merek digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang dan atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan pendaftarannya. Merek terdaftar dapat dibatalkan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan pihak yang berkepentingan dengan alasan berdasarkan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Tahun 2001 tentang Merek. Kewenangan mengadili gugatan penghapusan maupun gugatan pembatalan merek terdaftar adalah Pengadilan Niaga. Yang berwenang melakukan penyidikan di bidang merek adalah Pejabat Kepolisian Negara R.I. POLRI maupun Pejabat Pegawai Negeri Sipil PPNS di lingkungan Ditjen HKI sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. PPNS dalam melakukan penyidikan di bidang merek berwenang: Sesuai dengan Pasal 89 ayat 2 UU No.15 tahun 2001 tentang Merek a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek; b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a; c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang merek; d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya dan berkenaan dengan tindak pidana di bidang merek; e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang merek. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana merek. Peraturan lain yang mengatur mengenai tindak pidana korporasi ini adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997. Undang-undang ini adalah undang-undang pertama sejak Undang-undang Darurat Nomor 7Drt1955 yang kembali menyebutkan korporasi perusahaan badan usaha badan hukum sebagai subjek hukum pidana. Hal ini tertuang pada bunyi Bab IX Pasal 46 angka 1 dan angka 2, yang berbunyi: 64 1 Jika tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin didalam perbuatan itu atau terhadap keduanya. 2 Jika tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, dan dilakukan oleh orang- orang, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa mengingat apakah orang-orang tersebut, baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain, melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-sama ..... 64 Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 46. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Secara sepintas terlihat bahwa baik Undang-undang Darurat Nomor 7Drt1955 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 melakukan penyimpangan dari KUHP sebagai sumber utama hukum pidana Indonesia. Akan tetapi kita telaah lagi pada KUHP khususnya pada Pasal 103 yang menyatakan: 65 Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang- undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang- undang ditentukan lain. Maka keberadaan Undang-undang Darurat Nomor 7Drt1955 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dan peraturan lainnya yang juga mengatur masalah pidana dan pemidanaannya tidak menyimpang dari KUHP dan tidak menyalahi prinsip-prinsip dasar peraturan perundang-undangan Indonesia, karena dengan adanya pasal tersebut pembuat undang-undang dapat melakukan penyimpangan dan ketentuan Buku I KUHP dapat dikesampingkan.

F. Data Pelanggaran HKI di Kepolisian