Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pelanggaran Merek di Dalam KUHP

tidak dihukum”; sedangkan dalam Undang-Undang Drt. Nomor 7 Tahun 1955 Pasal 4 berbunyi “Jika dalam Undang-Undang Darurat ini disebut Tindak Pidana Ekonomi pada umumnya atau Tindak Pindana khususnya, maka di dalamnya termasuk pemberian bantuan atau untuk melakukan Tindak Pidana itu dan percobaan untuk melakukan Tindak Pidana itu, sekedar suatu ketentuan tidak menetapkan sebaliknya. Dan oleh karena dalam Rechten Pasal 4 Undang- Undang drt. No. 7 Tahun 1955 tersebut. 55 Yang menjadi obyek dalam pelanggaran merek ialah semua “nama merek barang-barang” seperti yang termasuk dalam pengertian Pelanggaran Merek.

D. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Pelanggaran Merek di Dalam KUHP

Antara KUHP dengan Tindak Pidana lainnya di luar KUHP terdapat titik pertalian. Pertalian ini terletak pada aturan Buku I KUHP, yang dalam Pasal 103-nya berbunyi sebagai berikut: Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VII, buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lain diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain” Hal ini berarti, bahwa ketentuan dalam 8 bab Buku I KUHP berlaku juga bagi Tindak Pidana yang diatur di luar KUHP, kecuali jika undang- 55 Baharudin Lopa, Tindak Pidana EkonomiPembahasan Tindak Pidana Penyelundupan, Jakarta:Pradnya Paramita, 1992, hal. 179. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 undang menentukan lain. Artinya undang-undang yang bersangkutan itu sendiri menentukan aturan-aturan khusus yang menyimpang dari aturan umum 8 bab KUHP tersebut atas dasar “lex specialis derogate lex generalis” aturan- aturan khusus dapat mengenyampingkan aturan-aturan yang umum. 56 Adanya dasar pemikiran peraturan perundang-undangan pidana khusus yang diatur di luar KUHP adalah sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan akan kebutuhan dan perkembangan akan kebutuhan hukum masyarakat, mengingat betapapun tuntas dan sempurnanya perundang- undangan dikodifikasi, namun suatu saat pasti tidak akan mampu lagi memenuhi kebutuhan hukum dalam menghadapi perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, maka antara perundang-undangan pidana khusus yang berada di luar KUHP dengan KUHP dapat digambarkan sebagai berikut: “bahwa KUHP merupakan induk peraturan perundang-undangan pidana, karenanya ia merupakan kedudukan sentral, sebab di dalamnya memuat ketentuan-ketentuan umum dari hukum pidana sebagaimana diatur dalam buku I KUHP yang berlaku juga bagi perundang-undangan pidana khusus yang diatur di luar KUHP, kecuali jika perundang-undangan khusus tersebut menentukan lain. Berdasarkan penjelasan di atas, maka undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat 2 KUHAP yang menyebutkan: 56 Soufnir Chibro, Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Terhadap Pembangunan, Jakarta: Sinar Grafika, 1992, hal. 46. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Dimana pasal tersebut memiliki sifat-sifat khusus, dan karena kekhususannya itu memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan eksepsional, baik dari bagian umum maupun bagian khusus KUHP, yang mana hal ini dapat juga terjadi terhadap beberapa hal-hal yang menyangkut masalah-masalah penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Sepanjang penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan melampaui batas kewenangan yang diperbolehkan oleh undang-undang. Apabila dihubungkan dengan berlakunya KUHAP, yaitu dengan adanya ketentuan peralihan Pasal 284 ayat 2 maka hal-hal yang merupakan penyimpangan-penyimpangan tersebut masih tetap berlaku pada perundang- undangan pidana khusus, sepanjang belum diubah atau dicabut. Untuk memperjelas uraian ini dapat kita perhatikan ketentuan materi Pasal 25 Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955 yang berbunyi: Terhadap pengusutan Tindak Pidana Ekonomi selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam “Het Herzine Indonesische Reglement” baca: Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, karena HIR telah digantikan KUHAP, kecuali jika Undang-Undang Darurat ini menentukan lain. Adanya kalimat “kecuali” jika Undang-Undang Darurat ini menentukan lain”, menyimpulkan adanya penyimpangan dalam Undang-Undang Darurat Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 tersebut, baik dari segi hukum pidana materilnya maupun hukum acaranya formalnya, dan hal inilah yang merupakan tetap melekat pada undang-undang yang bersangkutan dan tetap berlaku sekalipun sifatnya sementara, sepanjang belum diubah atau dicabut. Selanjutnya, selain dari yang disebutkan di atas apabila diteliti secara lebih cermat, masih terdapat beberapa penyimpangan yang merupakan kekhususan dari Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi ini dalam hukum acaranya antara lain: 1. Adanya wewenang yang sangat luas dari petugas pegawai pengusut dalam Tindak Pidana Ekonomi. Luasnya wewenang ini atas dasar pertimbangan, agar petugas pengusut dapat menindak secara cepat pelanggaran bidang ekonomi pada umumnya dan Tindak Pidana Pelanggaran Merek khususnya. Hal ini misalnya terdapat dalam Pasal 18 UUTPE yang memberikan wewenang kepada petugas pengusut untuk menyita setiap barang yang dapat digunakan dalam rangka berhasilnya penyelidikan. Masih banyak lagi wewenang pegawaipenyidik yang apabila diperhatikan sangat luas, melampaui wewenang penyidik sebagaimana diatur dalam KUHAP. 2. Banyaknya tindakan tata tertib sementara yang tidak terdapat dalam KUHAP. 3. Pengadilan Ekonomi dapat bersidang di luar tempat kedudukan Pengadilan Ekonomi. Juli Agung Pramono : Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas Dalam Pelanggaran Merek, 2009 USU Repository © 2008 4. Seorang Hakim, Jaksa dan Panitera Pengadilan Ekonomi dapat dipekerjakan pada lebih dari satu Pengadilan Ekonomi.

E. Pengaturan tentang Tindak Pidana yang Dilakukan oleh