Karakteristik Individu TINJAUAN PUSTAKA

a. Arti penting. Sebuah imbalan tidak akan dapat mempengaruhi apa yang dilakukan oleh orang-orang atau bagaimana perasaan mereka jika hal tersebut tidak penting bagi mereka. Tantangan dalam merancang sistem imbalan adalah mencari imbalan yang sedapat mungkin mendekati kemauan pekerja dan menerapkan berbagai imbalan untuk menyakinkan imbalan yang tersedia adalah penting bagi semua individu yang berbeda dalam organisasi. b. Fleksibilitas. Jika imbalan disesuaikan dengan karakteristik unik dari anggota individu, dan jika imbalan disesuaikan tergantung pada level kerja, beban kerja, maka imbalan memerlukan beberapa tingkat fleksibilitas. c. Frekuensi. Semakin sering suatu imbalan dapat diberikan, semakin besar potensi sumber daya sebagai alat mempengaruhi kinerja karyawan. d. Visibilitas. Imbalan mesti benar-benar dapat dilihat jika karyawanpekerja merasakan adanya hubungan antara kinerja dengan imbalan. Imbalan yang kelihatan memiliki keunggulan tambahan karena mampu memuaskan kebutuhan- kebutuhan karyawan akan pengakuan dan penghargaan. e. Biaya. Sistem imbalan nyata sekali tidak dapat dirancang tanpa pertimbangan yang diberikan terhadap biaya-biaya imbalan yang tercakup. Semakin rendah biayanya, semakin diinginkan imbalan tersebut dari sudut pandang organisasi.

2.6. Karakteristik Individu

Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan, baik tujuan pribadi maupun tujuan organisasi. Individu dengan karakter sendiri dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan. Berkaitan dengan Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008. karakteristik individu, kemampuan, kepercayaan, kepribadian, penghargaan kebutuhan dan pengalaman. Menurut Bashaw dan Grant dikutip oleh Agus 2001, bahwa ciri-ciri pribadi meliputi jenis kelamin, status perkawinan, usia pendidikan, pendapatan keluarga dan masa jabatan. Sejalan dengan hal tersebut, Robbins 1996 mengungkapkan beberapa karakteristik pribadi yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab dan status masa kerja. Karakterisitik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun tehnis pelaksanaan. Demikian halnya dalam pelaksanaan supervisi Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS, karakteristik individu seperti pelatihan, masa kerja dan pengetahuan secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai supervisor dalam serangkaian kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS , seperti tatalaksana penyakit infeksi, evaluasi program, sampai pada pelaporan dan umpan balik dari pencapaian program Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS tersebut. 2.7.Landasan Teori Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS adalah pendekatan terhadap balita sakit. Aktivitas ini dilakukan secara terpadu dengan memadukan pelayanan promosi, pencegahan, serta pengobatan terhadap lima penyebab utama kematian bayi dan balita di negara berkembang yaitu pneumonia, diare, campak, malaria dan malnutrisi WHO, 2003. Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008. Pada prinsipnya penerapan MTBS didahului dengan membangun komitmen di tingkat kabupaten dan memberikan pelatihan kepada petugas. Petugas yang dilatih adalah dokter spesialis anak di rumah sakit, pemegang program di kabupaten, dokter puskesmas, perawat dan bidan puskesmas. Mekanisme pelayanan MTBS di kabupaten adalah dokter spesialis anak sebagai tempat rujukan, petugas kabupaten sebagai supervisor dan petugas puskesmas serta jajarannya sebagai tempat pelayanan. Dengan demikian akan terjadi mekanisme pelayanan terpadu yang terintegrasi dan diharapkan akan dapat memberikan daya ungkit terhadap penurunan angka kematian bayi dan balita Depkes RI, 2000 Elemen yang penting dalam peningkatan pelayanan kesehatan terpadu tersebut adalah ketrampilan petugas kesehatan dan berfungsinya supervisor kabupaten dan puskesmas dalam melakukan perencanaan, intervensi dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dalam MTBS. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan manajemen sumber daya manusia yang baik, khususnya peran dan fungsi serta kinerja supervisor dalam melakukan pengawasan pelaksanaan MTBS di wilayah kerja puskesmas masing-masing. Keberhasilan pelaksanaan MTBS ditinjau dari manajemen sumber daya manusia antara lain dipengaruhi oleh kinerja petugas kesehatan dan supervisor di lapangan. Kinerja tersebut juga dipengaruhi oleh faktor Kemampuan dan motivasi Keith dan Davis,1964 yang dikutip oleh Ridwan 2004.Sedangkan menurut Gibson 1987 mengemukakan bahwa kinerja selain dipengaruhi oleh kemampuan manajer atau pengelola instansi juga dipegaruhi oleh karakteristik dan perilaku kerja individu Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008. pengelola maupun manajernya. Ada tiga komponen variabel yang mempengaruhi perilaku kerja seseorang yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan. Salah satu unsur penting dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas adalah kinerja supervisor. Supervisor adalah manajer tingkat pertama yang berhubungan langsung dengan petugas kesehatan di lapangan dalam pelaksanaan MTBS, baik bidan desa, kader, dokter maupun tenaga kesehatan lainnya. Komitmen atau motivasi supervisor dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor karakteristik jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan pengetahuan. Faktor lain adalah variabel organisasi misalnya sistem imbalan, prosedur kerja, lingkungan pekerjaan dan lain sebagainya. Variabel psikologis misalnya motivasi, sikap dan lainnya Dharma, 2004. Beberapa faktor yang diasumsikan sangat penting untuk diperhatikan dalam peningkatan kualitas kerja dan kinerja supervisor MTBS. Adapun faktor tersebut antara lain adanya sistem imbalan yang jelas dan sistematis, uraian tugas dan evaluasi yang jelas serta hirarki perintah serta tanggung jawab yang jelas Dharma, 2004. Supervisor MTBS biasanya ditentukan oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas berdasarkan kriteria pelatihan yang pernah diikutinya, kemampuan tentang MTBS dan pengalamannya dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Jadi secara umum kompetensi petugas MTBS diasumsikan sudah memadai, namun perlu diperhatikan Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008. motivasi dan produktivitas kerja mereka. Kedua unsur tersebut sangat dipengaruhi oleh imbalan yang mereka peroleh, baik dalam bentuk imbalan langsung maupun tidak langsung. Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS dalam pelaksanaanya didukung oleh berbagai faktor untuk mencapai cakupan pelayanan yang optimal dan dibutuhkan manajemen yang berkesinambungan dan tertata rapi. Salah satu fungsi manajemen tersebut adalah supervisi. Supervisi merupakan bagian yang sangat penting, istilah supervisi dalam Bahasa Indonesia adalah bimbingan teknis Bintek yang terdiri dari proses pembelanjaran dan pemberdayaan. Bintek merupakan salah satu komponen fungsi manajemen untuk mencapai hasil guna dan daya guna pelaksanaan kegiatan. Selain itu supervisi juga merupakan upaya pembinaan dan pengarahan untuk meningkatkan gairah dan prestasi kerja. Bimbingan teknis justru seringkali yang paling lemah atau terabaikan dan kadang-kadang dalam pelaksanaan pembinaan dan supervisi tidak dilakukan pemecahan masalah, tidak dilakukan tindak lanjut dan tidak dibuat laporan, atau dibuat laporan tetapi tidak dianalisis. Adapun pekerjaan sebagai seorang supervisor dalam pelaksanaan kegiatannya meliputi perencanaan, pengorganisasian, pendayagunaan tenaga, pembinaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Demikian juga dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS , unsur-unsur manajemen tersebut sangat penting diperhatikan oleh seorang supervisor Dharma, 2004. Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS dan supervisi, antara lain penelitian Hasan Basri, dkk 2004 mengenai analisis penatalaksanaan pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Kabupaten Pekalongan dapat disimpulkan bahwa sesuai kerangka konsep, pengetahuan dan motivasi petugas terhadap penatalaksanaan pneumonia dengan metode Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS adalah sebagai berikut, sebagian besar petugas mempunyai tingkat pengetahuan yang baik 60 dan 40 mempunyai tingkat pengetahuan kurang mengenai tatalaksana pneumonia menurut Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS . Tingkat motivasi petugas pada umumnya termasuk dalam kategori baik yaitu 58,6. Sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan tatalaksana pneumonia menurut Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS tercukupi untuk semua puskesmas Mardijanto, 2005. Penelitian Kusnanto 2005 tentang pemberian insentif bagi tenaga kesehatan di daerah terpencil, bahwa pemberian insentif sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja petugas kesehatan di puskesmas, variabel yang paling dominan pemberian insentif dengan prinsip keadilan. Menurut hasil penelitian Sanusi, dkk 2006 bahwa dalam pelaksanaan supervisi ke puskesmas untuk membina petugas puskesmas dan puskesmas pembantu atau tenaga kesehatan yang bertugas terhadap pelaksanaan program gizi, menunjukkan bahwa pentingnya interaksi supervisor dengan petugas gizi puskesmas, dimana variabel yang diukur meliputi kencenderungan dan frekuensi kunjungan, serta metode komunikasi supervisor. Varibel tersebut berhubungan secara signifikan Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008. terhadap cakupan pelayanan petugas gizi puskesmas dalam melaksanakan serangkaian kegiatan gizi di wilayah kerjanya. Karakterisitik individu secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan dalam organisasi, baik ditingkat manajemen maupun tehnis pelaksanaan. Demikian halnya dalam pelaksanaan supervisi Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS, karakteristik individu seperti jenis kelamin,pelatihan, masa kerja dan pengetahuan secara tidak langsung mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai supervisor dalam serangkaian kegiatan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS , seperti tatalaksana penyakit infeksi, evaluasi program, sampai pada pelaporan dan umpan balik dari pencapaian program Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS tersebut, Robbins 1996. Said Hanafiah : Pengaruh Karakteristik Individu dan Sistem Imbalan Terhadap Aktivitas Supervisi Pada Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBS di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur. USU e-Repository © 2008.

2.8. Kerangka Konsep Penelitian