Latar Belakang Sejarah GAMBARAN UMUM WILAYAH LAHAT

lv

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH LAHAT

A. Latar Belakang Sejarah

Sejarah kehidupan ketatanegaraan pemerintah daerah Kabupaten Lahat sekarang telah mempunyai rentang perjalanan sejarah yang panjang. Cikal bakal adanya Pemerintah dimulai sejak zaman kesultanan Palembang sekitar tahun 1830 yaitu dengan dibentuknya marga. Marga merupakan pemerintahan bagi sumbai-sumbai dan suku-suku. marga-marga ini terbentuk dari sumbai- sumbai dan suku-suku yang ada pada waktu itu seperti : Lematang, Pasemahan, Lintang, Gumai, Tebing Tinggi dan Kikim. Pada masa bangsa Inggris berkuasa di Indonesia, Marga tetap ada. Kemudian pada zaman pendudukan Belanda sesuai dengan kepentingan Belanda di Indonesia pada waktu itu, pemerintahan di Kabupaten Lahat dibagi dalam afdelling Keresidenan dan onder afdelling kewedanan. Dari 7 afdelling yang terdapat di Sumatera Selatan, di Kabupaten Lahat terdapat 2 dua afdelling yaitu afdelling Tebing Tinggi dengan 5 lima daerah onder afdelling dan afdelling Lematang Ulu, Lematang Ilir, Kikim serta Pasemahan dengan 4 onder afdelling. Dengan kata lain pada waktu itu di Kabupaten Lahat terdapat 2 keresidenan. Pada tanggal 20 Mei 1869 afdelling Lematang Ulu, lvi Lematang Ilir,serta Pasemah beribu kota di Lahat dipimpin oleh PP Ducloux dan posisi marga pada saat itu sebagai bagian dari afdelling. 62 Pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942, kehidupan ketatanegaraan afdelling yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda tetap berlanjut, namun diubah menjadi sidokan dengan pemimpin orang pribumi yang ditunjuk oleh pemerintah militer Jepang dengan nama Gunco dan Fuku Gunco. Kekalahan Jepang pada tentara sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 dan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka Kabupaten Lahat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948, Kepres No. 141 Tahun 1950, PP Pengganti UU No. 3 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950. Kabupaten Lahat pertama dipimpin oleh R. Sukarta Marta Atmajaya, kemudian diganti oleh Surya Winata dan Amaludin dan dengan PP No. 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Tingkat I provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Lahat resmi sebagai daerah Tingkat II hingga sekarang dan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otda, dan dirubah UU No. 32 Tahun 2004 menjadi Kabupaten Lahat. 63 Sejak saat itu, Kabupaten Lahat berdiri sebagai entitas regional yang memiliki pemerintahan sendiri lengkap dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya. Status tersebut sungguh telah 62 Kabupaten Lahat, Profil Desa dan Kelurahan Kabupaten Lahat Tahun 2006, Lahat, Pemerinth Kabupaten Lahat, 2006, h. 6 63 Kabupaten Lahat, Profil Desa dan Kelurahan Kabupaten Lahat Tahun 2006, h. 7 lvii menjadi faktor penentu yang sangat dominan dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan dinamika sosial politik Kabupaten Lahat. Sebagai daerah otonom, Kabupaten Lahat telah tumbuh sebagai pusat aktivitas sosial ekonomi regional dan lokal yang sangat potensial dan prospektif. Jumlah penduduk meningkat secara sangat signifikan. Melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan No. 008SK1998 tanggal 6 Januari 1988. Tanggal 20 Mei akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Lahat. 64 Kabupaten Lahat memiliki motto “Seganti Setungguan” yang merupakan falsafah hidup masyarakat dan rakyat daerah yang melambangkan pengertian persatuan dan kesatuan yang kokoh, semangat gotong-royong, setia kawan yang mendalam, setia kata dan berpendirian teguh serta bertanggung jawab. Sementara itu, kecamatan Lahat merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Lahat dengan beberapa desa Melalui PP No. 43 tahun 1981. Kecamatan ini adalah satu-satunya kecamatan di kabupaten Lahat yang paling potensial untuk dikembangkan. Kecamatan Lahat memiliki fungsi penyangga sekaligus menerima dampak pertumbuhan dan pembangunan yang terjadi di wilayah sekitarnya. Kenyataan ini mendorong pemerintah Lahat untuk meningkatkan dapat memberikan pelayanan yang lebih sesuai dengan denyut pertumbuhan ekonomi lokal. 64 Kabupaten Lahat, Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Lahat 2005, Lahat, Pemerinth Kabupaten Lahat, 2005, h. 5 lviii B. Faktor Geografi Wilayah Kabupaten Lahat adalah salah satu kabupaten yang berada di dalam wilayah poros Propinsi Sumatera Selatan Republik Indonesia yang Secara astronomis Lahat terletak antara 3,25° - 4,5° LS 102,37° - 103,45° BT. Wilayah yurisdiksi administratif Kabupaten Lahat mencakup 24 wilayah kecamatan yang mencakup 528 wilayah desakelurahan. Luas wilayah Kabupaten Lahat tercatat lebih kurang 6.618,27 kilometer persegi. Batas wilayah Kabupaten Lahat: Sebelah utara : Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Rawas Sebelah selatan : Kota Pagar Alam dan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu Sebelah barat : Kabupaten Rejang Lebung Provinsi Bengkulu Sebelah timur : Kabupaten Muara Enim Kondisi geografi Kabupaten Lahat beriklim tropis dengan rata-rata suhu udara maksimum 30,47 derajat dan rata-rata suhu udara minimum 22,16 derajat. Ketinggian wilayah Kabupaten Lahat dari atas permukaan laut bervariatif mulai dari 100 meter sampai dengan 1.000 meter. Kecamatan yang paling rendah dari permukaan laut adalah kecamatan Merapi dengan ketinggian 100 meter sampai dengan 150 meter sedangkan kecamatan yang paling tinggi adalah kecamatan Tanjung Sakti dengan ketinggian 900 meter lix sampai dengan 1.000 meter, dengan rata-rata curah hujan 251,27 mm dan kelembaban udara 78,50 serta rata-rata kecepatan angin 4,66 kmjam. 65 Sementara wilayah Kecamatan Lahat sendiri merupakan bagian dari wilayah administratif Kabupaten Lahat dengan Ibu Kota Kecamatan Kota Baru yang secara fisik berbatasan langsung dengan Kecamatan Gumay Talang di Bagian utara dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pulau Pinang, timur berbatasan dengan Kecamatan Merapi Barat, barat berbatasan dengan Kecamatan Gumay Talang. Luas wilayah Kecamatan Lahat tercatat lebih kurang 217,23 km², yang dibagi habis dalam 13 desa. Kontur wilayah Kecamatan Lahat adalah Tanah Sawah Mukim Rawa Tanah Kebun baik Rakyat maupun Swasta.

C. Faktor Penduduk