Teori Dasar Tentang Sikap Keberagamaan

xxxvi dilakukan berdasarkan keyakinan hatinya yang dilandasi dengan keimanan keyakinannya. Dari beberapa pengertian dan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap keberagamaan adalah kondisi keimanan atau keyakinan terdalam seseorang terhadap ajaran agamanya yang kemudian diaktualisasikan dalam sikap dan prilaku hidupnya sehari-hari.

5. Teori Dasar Tentang Sikap Keberagamaan

Pembahasan tentang sikap keagamaan tidak terlepas dari sikap dan hal-hal yang menyertainya serta agama itu sendiri. Sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun kognisi individu, juga bahwa sikap dapat bersifat relatif konsisten dalam sejarah hidup individu. Rumusan tersebut menunjukkan bahwa sikap mencakup komponen kognisi, afeksi dan konasi. Maraf mengemukakan bahwa terdapat tiga komponen sikap yaitu; 1 komponen kognisi yang berhubungan dengan beliefs, ide dan konsep, 2 komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang, dan 3 komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. 34 Sementara itu, Krech memaparkan bahwa ada empat faktor yang menentukan pembentukan sikap seseorang yaitu 1 keinginan, 2 informasi, 3 hubungan dalam kelompok, dan 4 kepribadian seseorang. 35 34 Maraf, Sikap Manusia; Perubahan serta Pengukurannya, Jakarta: Ghalia Indonesia,1982, h. 20-21 - 35 David Krech, Richard S. Crutchfield dan Argenton L. Ballachey, Individual in Society, Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha, 1982, h. 139 xxxvii Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dan tendensi perilaku sebagai komponen konatif seperti itulah yang menjadi landasan dalam usaha penyimpulan sikap yang dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap. Pembentukan sikap dilatarbelakangi oleh persepsi, kesiapan, keyakinan, dan penilaian seseorang terhadap suatu obyek yang berada sepanjang rintangan kontinum antara titik ekstrem positif dan titik ekstrem negatif. Sikap yang cenderung pada titik positif akan melahirkan respons positif, sebaiknya sikap yang cenderung pada titik negatif akan melahirkan respons yang negatif. 36 Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan kesediaan bereaksi terhadap suatu hal, obyek atau situasi tertentu. Hal ini menandakan sikap senantiasa diarahkan pada suatu obyek, dalam artian bukan sikap tanpa objek. Dalam kehidupan sehari-hari, keberadaan sikap mempunyai peranan yang sangat penting. Hal ini karena sikap yang ada pada diri seseorang akan memberikan warna atau corak pada tingkah laku atau perbuatan orang tersebut. Sementara ada orang yang bersikap menerima dalam menanggapi gejala sosial di luar dirinya. Di pihak lain, ada pula orang yang bersikap menolak dalam menanggapi gejala sosial yang ada di luar dirinya. Dengan demikian jelaslah bahwa pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap dalam perkembangannya 36 Maraf, Sikap Manusia; Perubahan serta Pengukurannya, h. 25 xxxviii banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma, interaksi antar individu, perkembangan sarana komunikasi dan sebagainya. Dalam studi mengenai perilaku, sikap merupakan konsep yang paling penting. Karena sikap dapat meramalkan perilaku seseorang. JP. Chaplin mengartikan sikap atau attitude sebagai suatu predisposisi atau kecenderungan yang relatif stabil dan berlangsung terus-menerus untuk bertingkah laku dan bereaksi dengan suatu cara tertentu terhadap pribadi lain; objek, lembaga atau personal tertentu. 37 Mar’at dalam Walgito mengatakan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikologis. Faktor eksternal dapat berupa situasi yang ada dalam masyarakat, hambatan- hambatan atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan berpengaruh terhadap sikap yang ada pada seseorang. 38 Sementara agama religi secara terminologi bahasa, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah suatu sistem prinsip kepercayaan kepada Tuhan dewa dengan kebaktian atau kewajiban- kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan itu. 39 37 J. P. Chaplin., Kamus Lengkap Psikologi, h. 48 38 Bimo, Walgito, Psikologi Sosial, Surabaya: Andi Offset, 1980, h. 52 39 Departemen P K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, Cet. 17, h. 10 xxxix Dalam pengertian lain dapat dijelaskan agama merupakan suatu ajaran yang bersumber kepada wahyu Tuhan dan berintikan moral dan etika bagi pemeluknya dalam kehidupan di dunia dan di akherat. 40 Agama memiliki dua pengertian, secara subyektif sosiologis psikologis dan secara obyektif doktriner: a. Secara subyektif sosiologis psikologis manusia. Agama adalah perilaku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaannya, berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengendalikan tingkah lakunya, baik dalam berinteraksi dengan sesama manusia, maupun dengan Tuhannya serta makhluk lainnya. Sehingga dalam manifestasinya agama adalah sebuah pola hidup yang telah mengakar dalam batinnya. b. Secara obyektif doktriner. Agama adalah ajaran dari Tuhan yang menuntun dan menjadi petunjuk bagi manusia dalam kehidupannya mencapai kebahagiaan. Agama dalam pengertian ini belum membudaya dalam batin dan perilaku manusia. 41 Menurut pendapat Blok dan Stark, untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang dapat dipakai kerangka sebagai berikut : a. Keterlibatan tingkat ritual ritual involvement, yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual agama mereka. b. Keterlibatan ideologis ideological involvement, yaitu tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agama mereka. c. Keterlibatan intelektual intellectual involvement, yaitu yang menggambarkan sejauh mana seseorang mengetahui tentang ajaran 40 Departemen Agama, Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Negara Pancasila. Jakarta: Proyek Penelitian Keagamaan Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1984-1985, h. 9 41 Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Golden Terayon Press, 1998, Cet. Ke-3, h. 1-3 xl agamanya, seberapa jauh aktivitasnya dalam menambah pengetahuan agama mereka. d. Keterlibatan pengalaman eksperiental involvement, yaitu yang menunjukkan apakah seseorang pernah mengalami pengalaman yang spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. e. Keterlibatan secara konsekuen consequential involvement, yaitu tingkatan sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya. 42

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keberagamaan