Teori Wilbur Schramm Teori-teori Komunikasi antar Budaya

mencurigai motif kita. Kita diharapkan untuk berbeda. Namun, kita pun diharapkan untuk menghormati dan menerima orang lain apa adanya. Dan kita dapat tanpa memaksa kepribadian kita, untuk berlajar berkomunikasi dengan mereka dengan mengamati pola-pola tradisi mereka yang tidak tertulis. Kesadaran tentang adanya kekeliruan dalam hubungan lintas- budaya merupakan langkah maju pertama yang besar. Dan menerima fakta bahwa pendirian kita tak selamanya benar ketimbang pendirian orang lain merupakan suatu hal yang baik.

b. Teori Wilbur Schramm

Menurut Wilbur Schramm, ada dua garis tanggung jawab yang berkaitan dengan komunikasi antar budaya, yaitu: faktor personal dan governmental atau pemerintah 13 . Diskusi tentang jembatan antar budaya sangatlah penting, bukan hanya karena kita memerlukan jembatan yang lebih banyak dan lebih bagus tetapi karena dengan memiliki jembatan itu kita dapat mengendalikan siapa dan apa yang lewat di atasnya 14 Itulah sumber kekuasaan besar. Sedikit bangsa yang tidak setuju dengan adanya jembatan antar budaya ini, tetapi banyak pemerintah saat ini sering memperhatikan apa yang lewat di atas jembatan itu. Misalnya UNESCO United Nations for Education and Children Organization selama tahun 1950-an sampai tahun 1960-an, memiliki tujuan utama yaitu free flow of information arus bebas informasi. Banyak program organisasi ini dirancang untuk mendukung tujuan itu: konvensi hak cipta, konvensi pertukaran bahan budaya dan pendidikan, perhatian pada satelit 13 Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya, h.2 14 Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya, h.1 komunikasi dan agen berita, dll. Namun sekarang program itu telah dikesampingkan dan beralih pada program Right to Communicate Hak Berkomunikasi, dan masalah kebijaksanaan komunikasi bagaimana harus mengontrol penggunaan jembatan antar budaya. Begitu pun dengan pemerintah kita, yang memiliki program pertukaran mahasiswa ke luar negeri, peningkatan hak bagi media, dan lain-lain. Jembatan komunikasi antar budaya ada karena : pertama, telah tumbuh rasa saling bergantung di seluruh dunia 15 Bila dulu jembatan antar budaya itu dianggap perlu, sekarang justru jembatan itu bersifat essensial. Kedua, ketakutan akan satelit komunikasi yang menyebar ke negara Dunia Ketiga pada permulaan tahun 1970-an 16 . Dapat dimaklumi jika negara- negara Dunia Ketiga mencemaskan efek hiburan murah dan iklan yang merayu yang akan dicurahkan pada bangsa mereka oleh kapitalis besar pemilik satelit. Maka itulah saat yang tepat untuk membuat isu politik dan mencubit ekor kekuasaan-kekuasaan itu, terutama kekuasaan yang paling besar. Maka timbulah berbagai konfrontasi, diantara satu pihak yang menentang masuknya siaran televisi ke suatu negeri tanpa sensor dan izin, dan pihak yang berpegang teguh pada konsep abstrak kebebasan berbicara, arus bebas, dan penyiaran tak terbatas. Konfrontasi ini mendatangkan manfaat pada siapa pun, kecuali secara emosional, tetapi konfrontasi ini juga telah membayang-bayangi pemikiran dan perencanaan komunikasi intercultural. Misalnya, apakah arus informasi bebas ini hanya untuk bangsa-bangsa yang memiliki media internasional? Yang lebih penting lagi, konfrontasi ini memfokuskan 15 Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya ,h.3 16 Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya ,h.4 perhatian pada hubungan antar kebudayaan dan komunikasi. Para ahli, misalnya Prof. Hall, melihatnya sebagai “Budaya adalah komunikasi, komunikasi adalah budaya” 17 . Namun, pemimpin negara Dunia Ketiga melihatnya dari sebab akibat: komunikasi mempertahankan dan mengubah budaya. Karena itu, mengendalikan komunikasi berarti mengendalikan apa yang akan terjadi pada budaya mereka. Sedangkan faktor individual menekankan pada penghormatan. Pertama, kita harus menghormati anggota budaya lainnya sebagai manusia yang memiliki nama, sejarah hidup dan kepribadian. Kedua, kita harus menghormati budaya lain apa adanya, bukan sebagaimana kita menghendakinya. Ketiga, menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak. Dan akhirnya, kita yang berkomunikasi lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang yang berbeda budaya. Professor Hall menambahkan dalam karyanya The Message “bahwa seluruh penafsiran kita tentang buaya bersifat relatif; kita tidak boleh menilai budaya yang lain berdasarkan budaya kita yang terbatas, tapi kita harus mencari keterkaitan satu peristiwa dengan peristiwa lain”

2. Budaya, Komunikasi dan Konflik