BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia kini sarat dengan konflik. Setiap kawasan tengah mempertontonkan pertikaian yang tak berkesudahan. Kita melihat bagaimana agresi militer Israel
terhadap Lebanon dan Palestina telah menodai perdamaian di kawasan itu. Berbagai fasilitas dan bangunan dihancurkan, korban jiwa pun berjatuhan.
Mahalnya sebuah perdamaian ini melahirkan keprihatinan mendalam berbagai kalangan. Dan konflik yang baru-baru ini terjadi yang terjadi di Irak, Palestina-
Israel, dan India yang menggunakan agama dan budaya sebagai alat pemicu terjadinya tindak kekerasan dan merusak perdamaian yang sedang diperjuangkan.
Kekerasan dalam konteks ini bisa memperpanjang kecurigaaan yang ada antar masyarakat, antar umat beragama, dan akhirnya antar peradaban. Ketiadaan
perdamaian yang terjadi itu, juga telah dan akan beresonansi terhadap kehidupan nasional kita. Dalam kehidupan ekonomi, misalnya, konflik Arab-Israel yang
telah diredusir menjadi konflik Israel-Hizbullah, pada akhirnya akan berpengaruh pada harga minyak dunia. Konflik ini juga berpengaruh terhadap kehidupan
sosial. Bila konflik tersebut terus berlangsung tanpa ada upaya untuk menghentikan, maka konflik itu akan mendorong terjadinya radikalisme dalam
masyarakat. Pun akan memicu adanya konflik antara kelompok. Kita harus menetapkan langkah strategis untuk menghentikannya.
Semua konflik diatas tak lain dipicu oleh kesalahpahaman-kesalahpahaman antarbudaya seringkali terjadi, ketika kita bergaul dengan kelompok-kelompok
budaya yang berbeda. Problem utamanya adalah kita cenderung menganggap budaya kita sebagai suatu kemestian, tanpa mepersoalkannya lagi taken-for-
granted , dan karenanya kita menggunakannya sebagai standar untuk mengukur
budaya-budaya lain
1
. Bila seseorang tidak menyetujui nilai-nilai, sebenarnya itu tidak berarti bahwa orang itu salah, alaih-alih secara kultural orang itu sedikit
berbeda dari kita
2
. Kita bisa melihat wujud kesalahpahaman tersebut dalam berbagai hal di
seluruh dunia. Kesalahpahaman seperti itu bisa memicu suatu tindak kekerasan yang juga merusak perdamaian yang ada atau belum ada pada suatu masyarakat.
Akar penyebab dari kekerasan bisa berbentuk apa saja, termasuk budaya. Bagaimanapun juga, penggunaan dan penyalahgunaan sentimen agama dan etnik
sebagai suatu alat untuk mobilisasi politik dalam situasi politik bisa dengan mudahnya memperburuk masalah.
Oleh karena itu, komunikasi adalah faktor penting yang perlu dibentuk dalam hal ini. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang
lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa
berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu mengemuka lewat perilaku manusia. Ketika kita berbicara, kita sebenarnya sedang berperilaku. Ketika kita
melambaikan tangan, tersenyum, bermuka masam, menganggukan kepala, atau memberikan suatu isyarat, kita juga sedang berperilaku. Sering perilaku-perilaku
1
Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, cet.ke- 10, h-8
2
Hopper and Whitehead, 1979-1977
ini merupakan
pesan-pesan; pesan-pesan
itu digunakan
untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang
3
. Perilaku seseorang dalam berkomunikasi ditentukan oleh cara hidupnya. Dan
semua itu berkaitan dengan budaya dimana dia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya.
Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-
pola budaya secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki agama, waktu, peranan,
hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha
individu dan kelompok. Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya
menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana kondisi- kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya
seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekwensinya, budaya merupakan landasan komunikasi
4
. Bila budaya beragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasinya.
Corak budaya suatu masyarakat sangat berpengaruh dalam membentuk suatu peradaban. Perbedaan budaya inilah yang seringkali menjadi penyebab
kesalahpahaman antar masyarakat terjadi. Kesalahpahaman antarbudaya itu dapat dikurangi bila kita sedikitnya mengetahui prinsip-prinsip komunikasi antarbudaya
3
Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, cet.ke- 10, h-12
4
Dedy Mulyana, Komunikasi antar Budaya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, cet.ke- 10,h-19
dan mempraktikannya dalam berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya.
Melihat hal itu, Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations CDCC sebagai sebuah lembaga dialog dan kerja sama antar peradaban, yang
gencar mendiskusikan wacana dialog peradaban, mencoba untuk menjalin komunikasi antar masyarakat yang berbeda budaya tersebut melalui diskusi antar
peradaban dan menawarkannya sebagai solusi guna menghindari benturan tersebut. CDCC merupakan salah satu lembaga antar peradaban di Indonesia
yang melalui berbagai program, berusaha untuk mempertemukan dua peradaban yang berbeda dalam sebuah acara yang ditujukan untuk mengurangi benturan
antarperadaban yang sudah sejak lama terjadi, khususnya antara timurIslam dan barat serta mempererat hubungan diantara keduanya. Dan salah satu program
CDCC adalah mengadakan The 2
nd
World Peace Forum Forum Perdamaian Dunia. Penyelenggaraan The 2
nd
World Peace Forum Forum Perdamaian Dunia ini merupakan salah satu sarana komunikasi yang penting untuk
menyamakan pandangan dari berbagai kalangan masyarakat dunia untuk mendorong terwujudnya perdamaian. Ini layaknya interfaith dialogue yang
berupaya untuk menyamakan pandangan guna mencegah dan meredam konflik agama dan upaya untuk saling memahami antarpemeluk agama.
Dari latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil judul: ’’Perspektif Komunikasi Antarbudaya untuk Perdamaian: Kasus The 2
nd
World Peace Forum CDCC Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations Jakarta, Studi
Kasus: The 2nd World Peace Forum.“
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah