Stereotip STEREOTIP DAN PRASANGKA

Perbedaan kedaerahan ini terkadang menjadi pemicu pecahnya suatu konflik nasional. Begitu pula perbedaan identitas regional di berbagai bagian negara di Amerika Serikat. Dalam hal ini, identitas daerah bisa dijadikan sebagai identifikasi dengan sebuah daerah geografik khusus dari sebuah Negara. Identitas memiliki pengaruh yang sangat besar pada proses komunikasi antar budaya. Pertama, kita bisa menggunakan dinamika individu budaya untuk mengetahui isu-isu yang muncul ketika kita menemui orang yang tidak kita ketahui identitasnya. Dalam interaksi komunikasi antar budaya, identitas yang disalahgunakan selalu barakibat buruk dan bisa mengakibatkan masalah komunikasi. Terkadang kita berasumsi tentang identitas seseorang bardasarkan keanggotaannya dalam suatu kelompok budaya tertentu. Ketika kita melakukannya, kita sedang mengacuhkan aspek individualnya dan dengan menggunakan aspek dialektikal, kita bisa mengenal dan menyeimbangkan antara aspek budaya dan individual dari identitas seseorang. Perspektif ini bisa membimbing cara kita berkomunikasi dengan orang tersebut dan juga orang lain.

C. STEREOTIP DAN PRASANGKA

1. Stereotip

“The identity characteristics described previously sometimes form the basis for stereotypes, prejudice, and racism. The origins of these have both individual and contextual elements” 44 Karakteristik identitas yang telah digambarkan terkadang bisa membentuk sebuah dasar adanya stereotip, prasangka dan rasisme, yang berasal dari faktor individu maupun kontekstual. Untuk dapat mengerti tentang banyaknya jumlah informasi yang kita terima, kita harus mengkategorisasikan dan mengeneralisirnya, terkadang juga bersandar pada beberapa stereotip –kepercayaan khalayak umum tentang suatu kelompok. Stereotip juga membantu kita mengetahui apa yang kita harapkan dari orang lain. Bisa saja positif atau negatif. Misalnya, orang Asia-Amerika yang seringkali bersikap subjektif terhadap stereotif positif “model minoritas”, yang membuat semua orang Asia dan Asia-Amerika menjadi pekerja keras dan serius. Stereotip ini menjadi sangat biasa terjadi di Amerika Serikat selama masa gerakan hak asasi sipil tahun 1960an- 1970an. Pada waktu itu orang Asia-Amerika dilihat sebagai minoritas “bagus” –berbeda dengan Afrika-Amerika, kita selalu konfrontatif dan bahkan militant dalam perlawanan mereka untuk mencapai sebuah persamaan dengan kelompok mayoritas. Bahkan stereotip positif bisa berbahaya jika menciptakan harapan yang tidak nyata pada seseorang. Bukan berarti karena seseorang itu Asia- Amerika atau cantik, atau pintar maka dia akan lebih unggul di sekolah atau ramah atau menawan. Stereotip akan jadi sangat mengganggu apabila berubah menjadi negatif dan tidak fleksibel. Riset membuktikan bahwa, sekali diikuti, maka stereotip itu akan sulit untuk dihilangkan. Faktanya 44 Judith N. Martin, Thomas K. Nakayama, Intercultural Communication in Contexts, p.189 bahwa masyarakat lebih cenderung mengingat informasi yang mendukung stereotip mereka dan menghapus informasi yang berlawanan. Hamilton, Sherman Ruvolo, 1990. “Gordon Allport, a Harvard University psychologist, was another pioneering scholar in research on prejudice when showed that stereotypes-generalizations about some group of people that oversimplify reality-lead to prejudice. Allports 19541979 book, The Nature of Prejudice, discussed how human cognitive activities like categorization and generalization can lead to prejudiced attitudes. Prejudiced individuals often think in stereotypes. The generalizations prevent accurate perception of the qualities of unalike others” 45 Seorang psikolog dari Universitas Harvard, Gordon Allport berpendapat bahwa generalisasi dari sebuah stereotip itu bisa mengarahkan suatu kelompok untuk menyederhanakan suatu kenyataan yang kemudian bisa menimbulkan adanya sebuah prasangka. Dalam bukunya, The Nature of Prejudice, Allport membahas bagaimana aktifitas kognitif manusia seperti kategorisasi dan generalisasi bisa menimbulkan kebiasaan berprasangka. Seseorang yang sering berprasangka seringkali berpikir dalam kerangka stereotip. Generalisasi tersebut mencegah adanya suatu persepsi akurat yang berkualitas tentang orang lain. Sikap-sikap yang menganut stereotip dan prasangka inilah yang menjadi salah satu pemicu timbulnya sebuah konflik.

2. Prasangka