Harapan Komunikasi antar Budaya

violence and systematic exclusion” 50 Diskriminasi bisa dimulai dari sikap nonverbal seperti kurangnya kontak mata atau keluar dari sebuah percakapan, sampai pada sebuah penghinaan verbal dan keluar dari pekerjaan atau diskriminasi dalam kesempatan ekonomi lain, sampai pada kekerasan fisik dan keluar dari keseluruhan sistem.

D. Harapan Komunikasi antar Budaya

Pendekatan dialektikal kita telah menyebutkan tentang peran penting kemapuan individu dan paksaan kontekstual dalam mengembangkan hubungan antar budaya. “The First step in applying our knowledge to intercultural communication is to recognize the connectedness of humans ang the importance of dialogue” 51 Langkah awal untuk mengaplikasikan pengetahuan kita tentang komunikasi antar budaya adalah untuk menyadari adanya keterkaitan antar manusia dan pentingnya sebuah dialog. A. Memasuki sebuah Dialog Untuk menyadari dan merangkul keterkaitan kita bahkan pada orang yang berbeda dengan kita, kita harus terlibat dalam sebuah dialog sejati. Ide utama dalam sebuah dialog adalah saling berbagi dan saling memberi. Menurut Starosta dan Chen untuk membentuk inti suksesnya sebuah dialog, harus ada fokus untuk mendengarkan, daripada berbicara. 50 Judith N. Martin, Thomas K. Nakayama, Intercultural Communication in Contexts, New York: McGraw-Hill, 2007, p.192 51 Judith N. Martin, Thomas K. Nakayama, Intercultural Communication in Contexts, p.447 Sebuah model komunikasi antar budaya adalah mendengarkan. Dalam model ini, komunikator antar budaya komunikator antar budaya haruslah efektif, sensitif pada orang lain, berpikir sebelum berbicara, dan menyampaikan sebuah pesan yang tidak pernah mengancam atau mengutuk ataupun menimbulkan arti yang beragam. Pendengar pun mendengarkan pesan yang disampaikan, menyadarinya, mempertimbangkan kembali, mencoba interpretasi beda yang mungkin –berusaha untuk memahami usulan pembicara. Ketika pendengar percaya bahwa dia telah mengerti pesan yang sedang dibuat, dia menanggapinya, dan tidak dengan sikap yang mengancam. Kita tahu bahwa dalam proses mendengarkan, ambiguitas itu ada, yang berlawanan dengan maksud sebuah komunikasi yang menghendaki sebuah kejelasan dan ringkas. Dan dialog komunikasi antar budaya itu haruslah jelas. B. Menjadi sekutu Kita perlu membuat suatu jalan baru untuk memikirkan tentang keberagaman budaya dan perbedaan budaya –sebuah cara yang menyadari kompleksitas dalam berkomunikasi antar budaya dan menagarah pada isu tentang kekuatan. Sebaliknya, kita bisa terjebak diantara sebuah kerangka konpetitif: jika kita menang sesuatu, dan orang lain kalah, berarti kita bisa menang jika orang lain kalah. Pemikiran seperti ini membuat kita merasa frustasi dan bersalah. Tujuannya adalah untuk menemukan cara dimana kita mendapatkan kesatuan yang wajar daripada mendapat banyak perbedaan dan kebenaran yang kontradiktif, sebuah kesatuan yang berdasarkan pada koalisis yang disadari, kesadaran menarik dan politik kekeluargaan, dimana kita semua menang. Dan bagaimana kita bisa melakukannya? Pertama kita bisa mengidentifikasi persekutuan antar budaya. Ada tiga isu yang membentuk sebuah persekutuan antar budaya. Pertama, kita harus menyikapi kekuatan dan hak istimewa yang ada: teman antar budaya menyadari dan mengerti bagaimana perbedaan etnik, gender, dan kelas mengarah pada kekuatan dan berusaha untuk mengatur kekuatan isu-isu tersebut. Persekuatuan antar budaya ikatan antara individu atau kelompok antar budaya yang ditandai dengan saling menyadari kekuatan dan akibat dari sebuah sejarah serta oleh orientasi ketegasan. C. Membangun Koalisi Beberapa konteks yang akan muncul di kemudian hari, bisa membuat kita berpikir kembali tentang ientitas kita. Retorika yang digunakan untuk menggerakan koalisi itu bisa bermacam-macam. Ketika kita berusaha untuk membangun hubungan antar budaya, terkadang kita harus melebihkan beberapa identitas kita, atau kita harus memperkuat identitas kita. Identitas yang saling bergantian ini membuat kita bisa membangun koalisi dengan orang-orang yang berbeda, untuk mengembangkan hubungan antar budaya yang positif dan untuk dunia yang lebih baik. D. Keadilan sosial dan Transformasi Dalam keadilan sosial kita harus mengetahui tentang adanya penindasan dan ketidakadilan –setelah kita menyimpulkan bahwa komunikasi antar budaya itu tidak selalu menarik dan menyenangkan, mereka ada dalam sebuah hirarki dimana satu pihak teristimewakan dan mengatur yang lainnya. Starosta dan Chen menyebutkan bahwa pendengaran antar budaya harus diikuti dengan aplikasi. Pada akhirnya dialog harus merubah hal-hal yang asalnya buruk menjadi lebih baik. Mendengar dengan baik itu berarti mempromosikan harmoni antar budaya dan antar ras, perbaikan terhadap kemiskinan, penegnalan keadilan, saling menghormati dan harmoni. Johnson menawarkan beberapa pendapat konkrit tentang keadilan sosial dan transformasi pribadi. 1. Mengetahui keberadaan suatu masalah. 2. Memberi perhatian. 3. Melakukan suatu tindakan. E. Pemberian Maaf Walaupun pemberian maaf itu terbatas dan problematic, pemberian maaf merupakan sebuah pilihan untuk mempromosikan pemahaman dan rekonsiliasi antar budaya. Pemberian maaf itu memang lebih daripada sebuah cara sederhana dari kebenaran agama; dan menuntut sebuah intelektualitas yang dalam dan komitmen emosional selama masa penderitaan. Selain itu, harus ada sikap untuk merelakan, sebuah perubahan, sebuah transformasi semangat baru.

E. Implementasi dalam Perdamaian