bahwa masyarakat lebih cenderung mengingat informasi yang mendukung stereotip mereka dan menghapus informasi yang berlawanan. Hamilton,
Sherman Ruvolo, 1990. “Gordon Allport, a Harvard University psychologist, was
another pioneering scholar in research on prejudice when showed that stereotypes-generalizations about some group of
people that oversimplify reality-lead to prejudice. Allports 19541979 book, The Nature of Prejudice, discussed how
human cognitive
activities like
categorization and
generalization can lead to prejudiced attitudes. Prejudiced individuals often think in stereotypes. The generalizations
prevent accurate perception of the qualities of unalike others”
45
Seorang psikolog dari Universitas Harvard, Gordon Allport berpendapat bahwa generalisasi dari sebuah stereotip itu bisa mengarahkan
suatu kelompok untuk menyederhanakan suatu kenyataan yang kemudian bisa menimbulkan adanya sebuah prasangka. Dalam bukunya, The Nature
of Prejudice, Allport membahas bagaimana aktifitas kognitif manusia
seperti kategorisasi dan generalisasi bisa menimbulkan kebiasaan berprasangka. Seseorang yang sering berprasangka seringkali berpikir
dalam kerangka stereotip. Generalisasi tersebut mencegah adanya suatu persepsi akurat yang berkualitas tentang orang lain. Sikap-sikap yang
menganut stereotip dan prasangka inilah yang menjadi salah satu pemicu timbulnya sebuah konflik.
2. Prasangka
45
Everett M. Rogers, Thomas M. Steinfatt, Intercultural Communication, Illinois: Waveland Press. Inc, p.58
“ Prejudice is anegative attitude toward a cultural group based on a little or no evidence”
46
Martin menyebutkan bahwa prasangka
merupakan sikap negatif tentang suatu budaya baik itu berdasarkan pengalaman atau tidak. Singkatnya merupakan tuduhan tanpa ada bukti
yang cukup. Stereotip itu memberitahu kita tentang sebuah kelompok, sedangkan prasangka merupakan bagaimana perasaan kita tentang suatu
kelompok Newberg, 1994. Prasangka bisa muncul dari kebutuhan seseorang untuk berpikir
positif tentang kelompoknya sendiri dan merasa negatif terhadap kelompok lain, atau bisa juga muncul dari ancaman yang terlihat atau
nyata Hecht,1998. Peneliti Walter Stephan dan Cookie Stephan 1999 berpendapat bahwa tekanan antara berbagai kelompok budaya dan kontak
negatif terdahulu, disertai oleh status ketidaksamaan dan ancaman yang nyata, bisa menimbulkan prasangka. Jadi prasangka itu bisa disimpulkan
sebagai sebuah sikap biasanya negatif terhadap sebuah kelompok budaya berdasarkan bukti atau tidak.
“Some prejudices consist of the irrational suspicion or hatred of a particular group or religion. They can create avoidance and interpersonal
conflict-and prevent effective communication between culturally different individuals”
47
selain itu, Prasangka mengandung kecurigaan yang tidak rasional dan kebencian terhadap suatu kelompok atau agama tertentu, yang
mana bisa mengakibatkan penghindaran dan konflik antar pribadi serta
46
Judith N. Martin, Thomas K. Nakayama, Intercultural Communication in Contexts, New York: McGraw-Hill, 2007, p.191
47
Everett M. Rogers, Thomas M. Steinfatt, Intercultural Communication, Illinois: Waveland Press. Inc,
p.56
mencegah terjadinya komunikasi yang efektif diantara individu yang berbeda budaya.
“Why do people do prejudice? Psycologist Richard Brislin suggest that, just as stereotyping arises from normal
cognitive functioning, holding prejudice may
serve understandable functions. These functions may not excuse
prejudice, but they do help us understand why prejudice is so widespread. He identifies four such functions: the utilitarian
function, the ego-defensive fuction, the value-expressive functions and the knowledge function”
48
Seorang psikolog Richard Brislin 1999 berpendapat bahwa prasangka timbul karena memiliki beberapa fungsi, sebagaimana stereotip
yang timbul dari fungsi kognitifnya. Fungsi-fungsi ini mungkin bukan menjadi alasan utama, tapi setidaknya kita bisa mengerti mengapa
prasangka itu bisa menyebar luas. Dia menyebutkan beberapa fungsi tersebut:
1 Bermanfaat. Orang berprasangka karena bermanfaat bagi mereka,
misalnya mereka lebih mudah untuk bersikap seperti itu dalam beberapa kelompok dan tidak harus berseteru karena berbeda
pandangan. 2
Pertahanan diri. Mereka yang berprasangka karena mereka sendiri tidak ingin mengingat hal-hal tidak menyenangkan tentang diri
mereka.
48
Judith N. Martin, Thomas K. Nakayama, Intercultural Communication in Contexts, New York: McGraw-Hill, 2007, p.191
3 Nilai ekspresif. Orang mempertahankan prasangka mereka tentang
stu hal karena mereka inging memperkuat beberapa aspek kehidupan yang sangat mereka junjung tinggi.
4 Pengetahuan. Orang-orang berprasangka karena sikap seperti itu
bisa membuat mereka mampu untuk mengatir dan menyusun dunia mereka dengan cara yang masuk akal bagi mereka, sama halnya
dengan stereotip yang juga membantu kita untuk mengatur dunia kita.
3. Diskriminasi
“When a negative attitude toward an outgroup is translated into action, the behavior is called discrimination, defined as the process
oftreating individuals unequally on the basis of their ethnicity, gender, age, sexual orientation, or other characteristics”
49
Ketika sebuah sikap negative diteruskan pada sebuah perbuatan, sikap tersebut disebut
diskriminasi, yang mana bisa didefinisikan sebagai proses memperlakukan seseorang dengan tidak sama berdasarkan etnis, gender, usia, orientasi
sexual, atau karakteristik lainnya yang berbeda. Tingkah laku seperti itu dihasilkan dari stereotip dan prasangka.
Diskriminasi bisa berdasarkan pada ras rasisme, gender sexism, atau identitas lainnya. “It may range from subtle nonverbal behavior such
as lack of eye contact or exclusion from a conversation, to verbal insult and exclusion from jobs or other economy opportunities, to physical
49
Everett M. Rogers, Thomas M. Steinfatt, Intercultural Communication, Illinois: Waveland Press. Inc,
p.56
violence and systematic exclusion”
50
Diskriminasi bisa dimulai dari sikap nonverbal seperti kurangnya kontak mata atau keluar dari sebuah
percakapan, sampai pada sebuah penghinaan verbal dan keluar dari pekerjaan atau diskriminasi dalam kesempatan ekonomi lain, sampai pada
kekerasan fisik dan keluar dari keseluruhan sistem.
D. Harapan Komunikasi antar Budaya