35
C. Auditor Independen
Auditor independen yaitu auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan
keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur,
investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah terutama instansi pajak Mulyadi, 2010: 28.
Auditor independen Independent Auditor di Amerika Serikat biasanya adalah Certified Public Accountant CPA yang bertindak sebagai
praktisasi perorangan atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Pada umumnya lisensi diberikan
kepada mereka yang telah lulus dalam ujian persamaan CPA serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang auditing. Karena pendidikan dan pelatihan
yang mereka peroleh serta pengalaman yang mereka miliki, auditor independen memiliki kualifikasi untuk melaksanakan setiap jenis audit.
Sedangkan klien para independen tersebut dapat berasal dari perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, kantor pemerintah maupun
perorangan Boynton, 2006: 8. Berdasarkan penjelasan di atas auditor independen adalah auditor
profesional yang memberikan jasa kepada masyarakat umum khususnya dalam audit baik sebagai praktisi perorangan maupun kantor akuntan.
36
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Auditor
1. Profesionalisme
Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan
tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan
menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual
seperti dikemukakan oleh Lekatompessy 2003: 69. Profesi merupakan jenis
pekerjaan yang
memenuhi beberapa
kriteria, sedangkan
profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak.
Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi
untuk berperilaku semestinya. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan
perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi.
Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy 2003, berkaitan dengan dua
aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pelatihan,
37
pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.
Hastuti dkk. 2003: 1206 menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik.
Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi
dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan
pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban sosial
adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya
karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu
membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi. Setiap ada campur tangan dari luar
dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling
berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai
38
acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia IAI, antara lain: 1. Prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal
dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.
2. Peraturan perilaku seperti standar minimun perilaku etis yang ditetapkan sebagai perilaku khusus yang merupakan suatu
keharusan. 3. Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi
para praktisi harus memahaminya. 4. Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus
tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya
Wahyudi dan Mardiyah, 2006: 5.
2. Independensi
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan
publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik Christiawan, 2002: 79. Auditor
39
harus menghindari pengaruh dari klien dan fokus dalam melindungi kelompok lain seperti, kreditur, pemegang saham dan populasi yang terbesar
yaitu investor Warren dan Alzola, 2009: 43.
Independensi dianggap sebagai karakteristik auditor yang paling kritis, bahkan nilai auditing sangat
bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor Arens et al, 2008: 111.
Ikatan Akuntan Indonesia IAI, 2009 melalui standar Profesional Akuntan Publik SA seksi 220 mendefinisikan independensi sebagai berikut:
“Independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, mengakui kewajiban untuk jujur
tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan paling tidak
sebagian atas laporan auditor independen”.
Standar umum yang kedua mengatur sikap mental auditor dalam menjalankan tugasnya. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik SPAP,2009
yaitu pada standar umum kedua berbunyi: “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum dibedakan dalam hal ini Ia berpraktik sebagai auditor internal.
Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak
40
mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Berkaitan dengan
hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi akuntan publik menurut Mulyadi 2010, yaitu : 1 Akuntan publik memiliki mutual atau
conflicting interest dengan klien, 2 Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri, 3 Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan
4 Bertindak sebagai penasihat advocate dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan
dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Menurut
Mulyadi 2010
independensi sendiri
dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Independensi dalam kenyataan independence in fact. Merupakan independensi dalam diri akuntan yang berupa
kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam pemeriksanaanya.
2. Independensi dalam
penampilan Independence
in apprearance. Merupakan independensi yang dilihat dari sudut
pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang besangkutan dengan diri akuntan.
3. Independensi di pandang dari sudut keahliannya Independence in competence. Seseorang dapat mempertimbangkan fakta
dengan baik apabila ia mempunyai keahlian mengenai pemeriksaan fakta tersebut.
41
3. Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA 1998 yang dikutip Lasmahadi 2002 dalam Alim, dkk 2007 kompetensi didefinisikan sebagai aspek-
aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif,
sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan
kinerja. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam
bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman Mayangsari, 2003. Penelitian yang dilakukan Bonner 1990 menunjukkan bahwa
pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini
menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor Hogarth, 1991.
Ashton 1991 menemukan bukti empiris bahwa perbedaan pengetahuan yang dimiliki auditor pada berbagai tingkat pengalaman, tidak
dapat dijelaskan oleh lamanya pengalaman yang dimilikinya. Choo dan Trotman 1991 memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman
lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum atypical dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor
42
yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum typical. Penelitian serupa
dilakukan oleh Tubbs 1992, menunjukkan bahwa subyek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang
lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit.
4. Etika Profesi
Etika dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu: etos berarti kebiasaan atau adat, dan ethiokos berarti perasaan batin atau kecenderungan
batin mendorong manusia dalam bertingkah laku. “Etika sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus
dilakukan seseorang dalam situasi tertentu”. Etika ethics menurut Arens 2008: 98 secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip
atau nilai moral. Definisi etika dalam kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 237
adalah sebagai berikut: 1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral atau akhlak. 2. Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip
43
moral yang mengatur tentang perilaku profesional Agoes, 2008. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai
penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini
merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan
ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib mentaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut
kepentingan masyarakat luas Herawaty dan Susanto, 2009: 16. Menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik Institut akuntan Publik
Indonesia IAPI, 2009: 4-5 ada lima jenis prinsip dasar etika profesi yaitu prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta sikap
kecermatan dan kehati-hatian profesional professional competence and due care, prinsip kerahasiaan, dan prinsip perilaku profesional. Berikut adalah
penjelasan dari kelima jenis prinsip, yaitu: 1. Prinsip integritas
Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesonal
dan hubungan
bisnis dalam
melaksanakan pekerjaannya.
44
2. Prinsip Objektivitas Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak undue influence dari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan profesional
atau pertimbangan bisnisnya. 3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian
profesional professional competence and due care Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian
profesionalnya pada suatu tingakatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat
menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-
undangan, dan metode pelaksnaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar
profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.
4. Prinsip Kerahasiaan Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut
kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan
sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang
45
berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh
praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga. 5. Prinsip Perilaku Profesional
Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat
mendeskreditkan profesi. Institut Akuntan Publik Indonesia seksi 100.1 menyatakan salah
satu hal yang membedakan profesi akuntan akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi
kepentingan publik. Sehingga seluruh praktisi harus memenuhi seluruh prinsip dasar kode etik ketika bertindak untuk kepentingan publik.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam penugasan audit harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Seorang auditor harus mematuhi beberapa prinsip etika profesi yang telah ditetapkan oleh IAPI.
5. Pengetahuan mendeteksi Kekeliruan
Pengetahuan akuntan publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya
serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan
pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan
46
hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya Herawaty dan Susanto, 2009: 16.
Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja.
Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan
penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif Noviyani dan Bandi: 2002. Seorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan
tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan.
Pengertian mengenai kekeliruan menurut Ikatan Akuntan Indonesia IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik SPAP paragraf 6,
dinyatakan bahwa kekeliruan error berarti salah saji misstatement atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak
disengaja. Kekeliruan dapat berupa 1 Kekeliruan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan; 2
Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta; 3 Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi
yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi dan cara penyajian atau pengungkapan.
Menurut pendapat Erick 2005: 45 kegagalan dalam mendeteksi kekeliruan yang material akan mempengaruhi kesimpulan dari pengguna
laporan keuangan. Faktor utama yang membedakan antara kesalahan dengan
47
kecurangan adalah tindakan yang mendasarinya yang berakibat terjadinya salah saji misstatement dalam laporan keuangan. Untuk membedakan salah
saji tersebut disengaja atau tidak disengaja, dalam praktiknya sangat sulit untuk dibuktikan, terutama yang berkaitan dengan estimasi akuntansi dan
penerapan prinsip akuntansi.
6. Opini Audit
Laporan keuangan biasanya disajikan oleh manajemen. Karena keterlibatan manajemen inilah terkadang laporan keuangan disajikan tidak
dengan objektif. Oleh karena itu diperlukan pihak lain yang independen untuk menilai laporan keuangan yang dibuat. Auditor sebagai pihak
independen dapat memeriksa dan manilai laporan keuangan secara objektif
dengan menggunakan SPAP sebagai standar. Menurut Standar Professional
Akuntan Publik PSA 29 SA Seksi 508, ada lima jenis opini auditor yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian Unqualified Opinion, Pendapat wajar
tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas Unqualified with Explanatory Language, Pendapat wajar dengan pengecualian Qualified Opinion,
Pendapat tidak wajar Adverse Opinion, dan pernyataan tidak memberikan
pendapat Disclaimer.
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian Unqualified Opinion Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor
apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum PABU, dan
48
tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Dalam SA 411 paragraf 04 dikatakan bahwa
laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah melalui apakah:
a Prinsip akuntansi yang dipilih dan dilaksanakan telah berlaku umum
b Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan.
c Laporan keuangan
beserta catatannya
memberikan informasi
cukup yang
dapat mempengaruhi
penggunaannya, pemahamannya, dan penafsirannya. d Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
diklasifikasikan dan diikhtisarkan dengan semestinya, yang tidak terlalu rinci ataupun terlalu ringkas.
e Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang mendasarinya dalam suatu cara yang menyajikan
posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas dalam batas- batas yang dapat diterima, yaitu batas-batas yang rasional
dan praktis untuk dicapai dalam laporan keuangan. 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas
Unqualified Opinion with Explanatory Language Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau
diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan
49
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan
bahasa penjelas. Kondisi atau keadaan tersebut antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. Auditor harus menjelaskan hal ini dalam
paragraph untuk menegaskan pemisahan tanggung jawab dalam pelaksanaan audit.
b. Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI. Penyimpangan tersebut adalah
penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian Qualified Opinion Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis
pendapat ini diberikan apabila: a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya
pembatasan lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.
b. Auditor yakin bahwa laporan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak
material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa
50
pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.
Bentuk dari penyimpangan prinsip akuntansi yang berterima umum PABU yaitu menyangkut risiko atau ketidakpastian,
dan pertimbangan materialitas. Penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang menyangkut
risiko atau ketidakpastian umumnya dikelompokkan kedalam satu diantara tiga golongan:
a. Pengungkapan yang
tidak memadai,
jika auditor
berkesimpulan bahwa hal yang berkaitan dengan resiko atau ketidakpastian tidak diungkapkan secara memadai
dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, auditor harus menyatakan
pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.
b. Ketidaktepatan prinsip akuntansi, Standar Akuntansi Keuangan SAK yang berkaitan dengan kontijensi atau
estimasi hasil peristiwa masa depan tipe tertentu menjelaskan
situasi yang
didalamnya terdapat
ketidakmampuan untuk membuat estimasi yang dapat menimbulkan
pertanyaan tentang
ketetapan prinsip
akuntansi yang digunakan, dan jika auditor berkesimpulan bahwa prinsip akuntansi yang digunakan menyebabkan
51
laporan keuangan salah disajiakan secara material, Ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau
pendapat tidak wajar. 4. Pendapat tidak wajar Adverse Opinion
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus
kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak
wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan. Penjelasan tersebut harus
dinyatakan dalam paragraph terpisah sebelum paragraph pendapat.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat Disclaimer of Opinion
Pernyataan auditor tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila:
a. Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu.
b. Auditor tidak independen terhadap klien. Opini audit yang diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit
yang dilakukan dapat memberi simpulan atas opini audit yang harus diberikan terhadap laporan keuangan yang diauditnya. Dengan demikian, auditor dalam
52
memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya Arens Loebbeckke diadaptasi oleh Jusuf: 2003.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya oleh Alim dkk. 2007 dengan judul “Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor
sebagai Variabel Moderasi”. Penelitian ini dilakukan di KAP Jawa Timur dan hasilnya membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi seorang auditor maka semakin tinggi juga kualitas auditnya yang berarti
semakin tepat pemberian opini auditnya. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi independensi seorang auditor maka semakin tinggi juga kualitas auditnya. Hasil pengujian yang dilakukan
menunjukkan bahwa antara kompetensi dengan etika tidak dapat mendukung hipotesis yang ada, karena kedua variabel tersebut dikeluarkan dari model
menurut hasil olah data SPSS. Kaitan antara independensi dengan etika menunjukkan bahwa interaksi antara independensi dengan etika berpengaruh
terhadap kualitas audit.
53
Tabel 2.1 Tinjauan penelitian terdahulu
No Nama Peneliti
Judul Metodologi Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan
Perbedaan
1. Herawaty dan
Susanto 2009 Pengaruh
Profesionalisme, Pengetahuan
Akuntan Publik dalam Mendeteksi
Kekeliruan dan Etika Profesi
terhadap Tingkat Materialitas
Akuntan Publik. 1. Objek penelitian
pada KAP di Jakarta 2. Metodologi
penelitian menggunakan
regresi berganda 3. Variabel independen
yaitu profesionalisme,
pengetahuan akuntan publik
dalam mendeteksi kekeliruan dan etika
profesi.
4. Metode sampling yang digunakan
Convenience sampling
1. Variabel dependen yaitu tingkat
materialitas akuntan publik.
Profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi
kekeliruan dan etika profesi berpengaruh secara positif terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan
keuangan.
Bersambung ke halaman berikutnya
54
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti Judul
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
2. Ikhsan 2007 Profesionalisme
Auditor pada Kantor Akuntan
Publik dilihat dari perbedaan
Gender, KAP dan Hierarki
Jabatannya. 1. Variabel
independennya yaitu profesionalisme.
1. Objek penelitian yaitu KAP di
Medan 2. Metode sampling
yang digunakan yaitu
Clustered sampling
3. Variabel dependennya yaitu
perbedaan Gender, KAP dan Hierarki
Jabatannya.
4. Metodologi penelitiannya yaitu
t-tes dan ANOVA Tidak ada perbedaan tingkat
profesionalisme auditor pada KAP jika dilihat dari perbedaan gender,
auditor pada KAP yang bekerjasama dengan kantor akuntan
asing memiliki tingkat profesional yang lebih tinggi dibanding dengan
auditor pada KAP yang tidak bekerjasama.
Hirarki jabatan pada KAP di Indonesia juga mempengaruhi
tingkat profesionalisme auditor pada KAP tersebut.
3. Alim dkk. 2007
Pengaruh Kompetensi
Independensi Auditor dengan
1. Metodologi penelitian yang
digunakan yaitu regresi berganda
1. Objek penelitian pada KAP di Jawa
Timur Malang Surabaya
Independensi dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit.
Bersambung ke Halaman Berikutnya
55
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti Judul
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
Etika Auditor sebagai Variabel
Moderasi. 2. Variabel
independen yaitu kompetensi,
independensi 2. Metode sampling
yaitu simple random sampling
3. Metodologi Penelitian yaitu
Explanatory research
4. Variabel dependen yaitu kualitas
audit. 4. Mayangsari
2003 Pengaruh
Keahlian Audit dan Independensi
terhadap Pendapat Audit: Sebuah
Kuasieksperimen. 1. Variabel
independennya yaitu Independensi
2. Variabel Dependennya yaitu
Pendapat audit. 1. Metodologi yang
digunakan yaitu ANOVA Multiple
Comparison Procedure.
Benferroni.
2. Subjek Penelitian yaitu auditor dan
mahasiswa di Jakarta.
3. Merupakan penelitian
kuasieksperimen. Pendapat auditor yang ahli dan
independen cenderung benar dibandingkan auditor yg tidak
independen.
Bersambung ke Halaman Berikutnya
56
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti Judul
Metedologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
5. Warren, Alzola 2009
Ensuring Independent
Auditors: Increasing the
Saliency of the Professional
Identity 1. Variabel
Independen yaitu Independensi
auditor. 1. Metodologi
penelitian yaitu Describe multiple
2. Penelitian dilakukan di New
Jersey. Auditor memiliki keinginan untuk
tidak memihak seperti yang disyaratkan oleh badan-badan
profesional, mereka tidak bisa mandiri jika mereka
mengidentifikasi dengan kelompok non-profesional seperti klien.
6. Gendron, Suddaby,
LamSource 2006
An Examination of the Ethical
Commitment of Professional
Accountants to Auditor
Independence 1. Metodologi
penelitian yang digunakan adalah
regresi berganda.
2. Variabel independen yaitu etika,
profesional, independensi
auditor. 1. Subjek penelitian
yaitu auditor dan direksi di institute
CAs di Kanada. Dengan komitmen yang lebih tinggi
menunjukkan preferensi yang lebih tinggi untuk mengontrol regulasi
yang lebih ketat, di mana individu akuntan yakin bahwa rekan-
rekannya tidak memberikan paksaan dalam pelaksanaan audit,
auditor melaksanakan standar professional.
7. Manggala Hutapea 2007
Analisis Faktor- faktor yang
1. Variabel Independen yaitu
1. Objek penelitian pada KAP di
Faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap independensi
Bersambung ke Halaman Berikutnya
57
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti Judul
Metedologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
Mempengaruhi Independensi
Auditor dalam pelaksanaan
Audit oleh kantor Akuntan Publik.
independensi. 2. Metodologi yang
digunakan yaitu regresi berganda.
3. Metode sampling yaitu Convenience
sampling Palembang
2. Objek penelitian yaitu pada KAP di
Palembang. auditor adalah hubungan keluarga
dan pribadi auditor. Urutan kedua yaitu ikatan kepentingan keuangan.
Urutan selanjutnya yaitu lamanya penugasan audit pada klien lebih
dari lima tahun.
8. Sukriah dkk. 2009
Pengaruh Pengalaman
Kerja, Independenesi,
Objektivitas, Integritas dan
Kompetensi Terhadap Kualitas
Hasil Pemeriksaan.
1. Metodologi penelitian yang
digunakan yaitu regresi berganda.
2. Variabel independen yaitu independensi,
kompetensi. 1. Variabel dependen
yaitu kualitas hasil pemeriksaan.
2. Subjek penelitian yaitu Pegawai
Negeri Sipil PNS Inspektorat
sepulau Lombok.
3. Metode sampling yang digunakan
yaitu purposive sampling.
Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil
pemeriksaan, semakin tingi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor,
maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil
pemeriksaan yang dilakukannya.
9. Larsson
Wonnerholm 2006
Ethics in the Auditing
1. Variabel Independen yaitu
etika profesi. 1. Metodologi
penelitiannya yaitu Qualitative
Auditor memiliki tingkat pertimbangan etis yang tinggi
dalam keputusan mereka.
Bersambung ke halaman Berikutnya
58
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti Judul
Metodologi Penelitian Hasil
Persamaan Perbedaan
Profession –a comparison
between auditors and students-
and quantitative aprroach.
2. Subjek yang diteiti
yaitu auditor dan mahasiswa.
Auditor juga memiliki pertimbangan etis yang lebih tinggi
dari siswa akuntansi ketika menghadapi dilema etis. Siswa
membutuhkan pendidikan etika lebih sebelum memasuki profesi
audit.
10. Gusti dan Ali 2008
Hubungan Skeptisisme
Profesional Auditor dan
Situasi Audit, Etika,
Pengalaman serta Keahlian audit
dengan ketepatan Pemberian Opini
Auditor oleh Akuntan Publik
1. Metodologi penelitian yaitu
regresi berganda. 2. Variabel Independen
yaitu etika. 3. Variabel dependen
yaitu ketepatan pemberian opini
auditor oleh akuntan publik.
4. Metode sampling yaitu convenience
sampling. 1. Subjek penelitian
yaitu partner dan auditor senior pada
KAP Sumatera. Skeptisisme profesional auditor
dan situasi audit mempunyai hubungan yang signifikan dengan
ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik, etika,
pengalaman dan keahlian tidak mempunyai hubungan yang tidak
signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor .
Sumber: Berbagai jurnal Penelitian
59
F. Keterkaitan Antar Variabel