Pengaruh propesionalisme, indenpendensi, kompetensi, etika profesi, dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan terhadap ketetapan pemberian opini audit oleh auditor
1
PENGARUH PROFESIONALISME, INDEPENDENSI,
KOMPETENSI, ETIKA PROFESI, DAN PENGETAHUAN
AUDITOR DALAM MENDETEKSI KEKELIRUAN
TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN
OPINI AUDIT OLEH AUDITOR
(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta)
SKRIPSI
(Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi)
Disusun Oleh: DIAN MAYASARI NIM : 107082003482
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama : Dian Mayasari 2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat/Tgl Lahir : Bogor, 23 Oktober 1989
4. Agama : Islam
5. Nama Ayah : Muhammad Hasan 6. Nama Ibu : Mariyah
7. Anak ke dari : 2 dari 5 bersaudara
8. Alamat : Jl. Abdul Wahab no.21 rt.03/09 Sawangan- Depok
9. Telepon : 0251-8617186 / 085694483108 10.E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Islamiyah Sawangan Depok, Tahun 1994-1995 2. SDN 01 Sawangan Depok, Tahun 1995-2001 3. SMP Negeri 2 Depok, Tahun 2001-2004 4. SMA Negeri 5 Depok, Tahun 2004-2007
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007-2011 III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. 2002 - 2004 : Wakil ketua Paskibra SMP Negeri 2 Depok 2. 2008 - 2010 : Anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa
(6)
6 UIN 165 Jakarta (FOSMA 165) ESQ 3. 2009 - 2010 : Anggota Divisi Humas BEMJ Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
4. 2010 – 2011 : Anggota Divisi Kemahasiswaan BEMJ Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis 5. 2010 - sekarang : Alumni Bumi Arasy angkatan 89
6. 2010 – sekarang : Anggota tim Saman FOSMA ZERO ESQ (SAFOZE)
IV. SEMINAR DAN TRAINING
1. 2007 : - Peserta Stadium General “Prospek dan
Tantangan Profesi Akuntansi Menghadapi Era Globalisasi” di UIN
- Peserta Seminar Simposium dengan tema “Trend Bisnis 2008” di UIN
2. 2008 : Peserta Training ESQ 165 – Basic
3. 2009 : Peserta “Internal Accounting Competition” di UIN 4. 2010 :Peserta Pelatihan Seminar dan Workshop,
Accurate versi 4 Accounting Software di STAN 5. 2010 : Peserta Pelatihan Telkom Bumi Arasy Angkatan
(7)
(8)
8
THE INFLUENCE OF PROFESSIONALISM, INDEPENDENCE, COMPETENCE, PROFESSION ETICHS, AND AUDITOR KNOWLEDGE FOR DETECTION OF ERROR TO THE ACCURACY OF AUDIT OPINION
BY ACCOUNTANT PUBLIC
(Empiric study at Auditors Public Firm In Jakarta)
By: Dian Mayasari
Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
The purpose of the research was to analayze the professionalism, independence, competence, professional etichs, and knowledge of the auditors in detecting errors that affect for the accuracy of audit opinion by auditors in Public Accounting Firm (PAF) in Jakarta, which is listed in the Directory Indonesian Institute of Certified Public Accountants (IICPA).
The method of determination sample used was convenience sampling. The data used were primary data collected through questionnaires. The questionnaire distributed numbered 119 copy but only 87 copy question returned. Analyzing for research hypothesis is done by multiple regression.
The regression result found that professionalism, independence, competence, and the knowledge of the auditors in detecting errors had significant positive influence for the accuracy of audit opinion by the auditors, whereas Professional etichs had significant negative influence on the accuracy of audit opinion by the auditors. Competence was the most dominant independent variable for the accuracy of audit opinion by the auditors
.
Keywords: Profesionalism, independence, competence, professional etichs, the auditor Knowledge, and the accuracy of opinion.
(9)
9 PENGARUH PROFESIONALISME, INDEPENDENSI, KOMPETENSI,
ETIKA PROFESI, DAN PENGETAHUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KEKELIRUAN TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN
OPINI AUDIT OLEH AUDITOR
(Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta)
Oleh: Dian Mayasari
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi, dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta yang terdaftar di Direktorat Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah convenience sampling. Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 119 tetapi hanya 87 yang kembali. Analisis untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi berganda.
Hasil uji regresi ditemukan bahwa profesionalisme, independensi, kompetensi, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor. Sedangkan etika profesi memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor. Kompetensi merupakan variabel independen yang paling dominan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
Kata kunci: Profesionalisme, Independensi, Kompetensi, Etika profesi, Pengetahuan Auditor, Ketepatan Opini.
(10)
10 KATA PENGANTAR
Assalamu ’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillahirobbil ’alamin puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya serta Sholawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada Rosulullah SAW, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul ”Pengaruh Profesionalisme, Independensi, Kompetensi, Etika Profesi, dan Pengetahuan Auditor dalam Mendeteksi Kekeliruan terhadap Ketepatan Pemberian Opini Audit Oleh Auditor (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Jakarta)”.
Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan meraih gelar Sarjana (S1) Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sebagai manusia biasa dalam penulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan akibat keterbatasan pengetahuan serta pengalaman. Namun berkat bantuan, bimbingan, serta dorongan dari berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselsesaikan. Kepada semua pihak yang memberikan bantuan moril dan materil baik secara langsung maupun tidak langsung hingga tersusun skripsi ini, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tuaku tercinta, Ayahanda (Muhammad Hasan) dan Ibunda (Mariyah) yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian dan dukungan moril, spiritual maupun materil yang tiada henti. Semoga apa yang Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
(11)
11 2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan memberikan arahan serta masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Yessi Fitri, SE, Ak., M.Si selaku dosen pembimbing II dan sekertaris Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan, mencurahkan perhatian dan memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Rahmawati, SE, MM. selaku Ketua Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan segenap ilmunya.
7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Para Auditor di Kantor Akuntan Publik Jakarta yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner.
9. senior-senior yang telah membantu saya dalam penyebaran kuesioner dan memberikan semangatnya.
10.Kakakku Anita Hasan dan adik-adikku Dede Mahmudah, Syifa Mawaddah, Fuad Hasan Wirayudha yang selalu memberikan motivasi dan menghibur penulis.
(12)
12 11.Untuk Ahmad Ferri Fathurohman yang menyempatkan waktunya untuk membantu menyebar kuesioner dan selalu menghibur serta menjadi motivasi dalam menyusun penelitian ini.
12.Teman-teman terbaikku “Accounting B 07” hompimpa crew (iiss, culi, jabar, endang), tami, ica, wina, rahayu, koi, dewi, ani, anik, amel, herdis, paul, nani, abloy, idris, dio dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, susah senang kita lalui bersama dalam menyusun dan melakukan penelitian ini. Thanks guys.
13.Teman-teman akuntansi angkatan 2007, BEMJ Akuntansi, FOSMA 165, DPSM angkatan 89 yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.
14.Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis, Amin. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi rekan-rekan mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penyajian skripsi ini.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jakarta, Maret 2011
(13)
13 DAFTAR ISI
Keterangan Halaman
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ……… ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOPREHENSIF ………. iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……… . iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… .. v
PERNYATAAN ORIGINAL SKRIPSI ……….. vii
ABSTRACT ……….. viii
ABSTRAK ……… ix
KATA PENGANTAR ………. x
DAFTAR ISI ………..…… xiii
DAFTAR GAMBAR ……….. xvi
DAFTAR TABEL ………...…. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………. xviii
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang ………. 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ……….……... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Auditing ... 13
B. Standar Auditing ... 14
1.Standar Umum ... 14
2.Standar Pekerjaan Lapangan ... 14
(14)
14
C. Auditor Independen ... 17
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Auditor …… 18
1.Profesionalisme ... 18
2.Independensi ... 20
3.Kompetensi ... 23
4.Etika Profesi ... 24
5.Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan ... 27
6.Opini Audit ... 29
1) Pendapat wajar tanpa Pengecualian ... 29
2) Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas ... .30
3) Pendapat Wajar dengan Pengecualian ... 31
4) Pendapat tidak Wajar ... 33
5) Pernyataan tidak memberikan pendapat ... 33
E. Penelitian Terdahulu ... 34
F. Keterkaitan Antar Variabel ... 41
G. Kerangka Pemikiran ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 49
B. Metode Penentuan Sampel ... 49
C. Metode pengumpulan Data ... 50
D. Metode Analisis Data ... 50
1.Statistik Deskriptif ... 50
2.Uji Kualitas Data ……… 50
1. Uji Validitas ……….. 51
2. Uji Reliabilitas ... 51
3. Uji Model Regresi ……… 52
A. Uji Asumsi Klasik ... 52
1. Uji Multikolonieritas ... 52
(15)
15
3. Uji Heteroskedastisitas ... 54
4. Uji Hipotesis ... 55
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 59
1.Variabel Tidak terikat (Independent variable) ... 59
2.Variabel Terikat (Dependent Variable) ... 62
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ………. 66
1. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 66
2. Karakteristik Profil Responden ………. 69
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ……… 72
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ……… 72
2. Hasil Uji Kualitas Data ……… 73
3. Hasil Uji Asumsi Klasik ……… 77
4. Hasil Uji Hipotesis ……… 81
C. Analisis dan Interpretasi ……… 86
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……… 91
B. Implikasi ……… 92
C. Keterbatasan ……….. 94
D. Saran ……… 95
DAFTAR PUSTAKA ……… 97
(16)
16 DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 35
3.1 Operasionalisasi Variabel ... 63
4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ……… 66
4.2 Data Penyebaran Penelitian ……….. 68
4.3 Data Sampel Penelitian ……… 69
4.4 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …… 70
4.5 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir.. 70
4,6 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Posisi Terakhir ……. 71
4.7 Hasil Uji Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja … 71 4.8 Hasil Uji Statistik Deskriptif ………. 72
4.9 Hasil Uji Validitas ………. 74
4.10 Hasil Uji Validitas ………. 76
4.11 Hasil Uji Reliabilitas ……….. 77
4.12 Hasil Uji Multikolonieritas ………... 78
4.13 Hasil Uji Koefisien Determinasi ……….. 81
4.14 Hasil Uji Statistik t ……… 82
(17)
17 DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran………..………... 48 4.1 Hasil Uji Normalitas ………. 79 4.2 Grafik Scatterplot ………. 80
(18)
18 LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Surat Izin Riset ……….. 102
2. Kuesioner ……… 103
3. Data Skor Kuesioner ……….. 111
4. Uji Validitas ……… 125
5. Uji Reliabilitas ……… 138
6. Uji Asumsi Klasik ……….. 143
7. Uji Regresi Berganda ………. 145
8. Daftar Nama dan Alamat KAP ……….. 147
(19)
19 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan keuangan memiliki peran penting dalam dunia bisnis. Hal ini disebabkan laporan keuangan dapat mencerminkan bagus tidaknya posisi suatu perusahaan sehingga dapat menentukan keberlangsungan suatu perusahaan (going concern). Seiring berjalannya waktu, laporan keuangan suatu perusahaan pasti membutuhkan jasa seorang akuntan publik (auditor) untuk mengaudit laporan keuangan tersebut.
Menurut Financial Accaounting Standard Board (FASB) dalam Statement of Financial Accounting Concept No.2, menyatakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama yang membuat informasi akuntansi berguna untuk membuat keputusan. Untuk dapat mencapai kualitas relevan dan reliabel, maka laporan keuangan perlu diaudit oleh akuntan publik (auditor). Hal ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepada pemakai bahwa laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia.
Standar Profesional Akuntan Publik pada seksi 341 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya harus berdasarkan pada ada tidaknya kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap kemampuan suatu kesatuan
(20)
20 usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode satu tahun sejak tanggal keuangan auditan.
Seorang auditor yang jujur dalam melaksanakan tugasnya dan bekerja tanpa tekanan atas permintaan pihak tertentu/kepentingan pribadinya akan dapat mempertahankan integritas. Tugas utama seorang auditor adalah melaksanakan audit dan memberikan opininya atas suatu laporan keuangan perusahaan yang berpedoman pada peraturan yang ada didasarkan pada pendidikan, pengalaman, dan pelatihan yang dimilikinya, serta dengan sikap profesionalisme, kompeten, objective, dan tidak memihak.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi (Herawaty dan Susanto, 2009).
Meningkatnya persaingan tersebut membuat para akuntan publik menjadi lebih sulit berprilaku secara profesional, dan membuat banyak kantor akuntan publik lebih berkepentingan untuk mempertahankan klien dan laba yang besar. Karena itu banyak kantor akuntan publik telah menerapkan falsafah dan praktik yang sering disebut sebagai praktik bisnis yang disempurnakan (Manggala dan Hutapea, 2007).
(21)
21 Pada saat ini kebutuhan akan etika sangat penting, karena dengan adanya etika semuanya dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan mematuhi kode etik profesional maka diharapkan profesi akuntan publik agar berprilaku pantas dan professional serta melaksanakan audit beserta jasa-jasa terkait dengan mutu tinggi. Selain itu seorang auditor harus mempunyai pengetahuan, pemahaman dan penerapan etika secara memadai dalam pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan profesional harus dikerjakan dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi pelanggaran etika yang dilakukan oleh auditor (Manggala dan Hutapea, 2007).
Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata–mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan auditan. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki sikap independensi dan kompetensi yang memadai (Herawaty dan Susanto, 2009). Akuntan publik bertugas untuk membuktikan kewajaran suatu laporan keuangan klien dan tidak memihak kepada siapapun karena akuntan publik tidak hanya mendapat kepercayaan dari klien tetapi juga pihak ketiga. Namun sering kali kepentingan klien dan pihak ketiga bertentangan. Dalam hal inilah auditor dituntut untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan pihak ketiga dengan cara mempertahankan independensinya (Manggala dan Hutapea, 2007).
(22)
22 Disamping itu, kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Namun meskipun demikian klien tetap merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi saat ini dimana telah terdapat berbagai regulasi yang mengatur mengenai kerjasama klien dengan auditor (Alim, Hapsari, Purwanti, 2007).
Maraknya kejahatan akuntansi korporat yang terjadi akhir-akhir ini membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan khususnya laporan keuangan auditan terhadap auditor mulai menurun. Akibat kejahatan tersebut, para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mulai mempertanyakan kembali kinerja akuntan publik sebagai pihak independen yang menilai kewajaran laporan keuangan melibatkan akuntan publik yang seharusnya menjadi pihak independen.
Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis yang terkelola dengan baik, sorotan atas kinerja akuntan terjadi dengan begitu tajamnya. Ini tidak terlepas dari terjadinya beberapa skandal besar di dunia yang telah melibatkan profesional akuntan. Peristiwa bisnis yang melibatkan akuntan tersebut seharusnya memberikan pelajaran untuk mengutamakan etika profesi dalam melaksanakan praktik profesional akuntansi.
Profesi auditor telah menjadi perhatian masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Krisis moral dalam dunia bisnis yang mengemuka akhir-akhir ini adalah kasus Enron Corporation. Laporan keuangan Enron sebelumnya
(23)
23 dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh kantor akuntan Arthur Anderson, salah satu kantor akuntan publik (KAP) dalam jajaran big five pada waktu itu, namun secara mengejutkan dinyatakan pailit.
Di Indonesia sendiri ada kasus Kimia Farma dan Bank Lippo, dengan melibatkan kantor-kantor akuntan yang selama ini diyakini memiliki kualitas audit tinggi. Kasus Kimia Farma dan Bank Lippo juga berawal dari terdeteksinya manipulasi dalam laporan keuangan. Kasus lain yang cukup menarik adalah kasus audit PT. Telkom yang melibatkan KAP ”Eddy Pianto & Rekan”, dalam kasus ini laporan keuangan auditan PT. Telkom tidak diakui oleh SEC (pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat). Peristiwa ini mengharuskan dilakukannya audit ulang terhadap PT. Telkom oleh KAP yang lain. Adapun alasan yang menyebabkan SEC menolak laporan Eddy Pianto yaitu karena tidak ada izin dari KAP Hadi Susanto untuk menggunakan hasil auditnya atas Telkomsel (perusahaan anak PT. Telkom), seharusnya Eddy Pianto melakukan kualifikasi atau disclaimer tehadap laporan keuangan PT. Telkom. Disamping itu, Eddy Pianto tidak mendemonstrasikan kompetensinya dalam menerapkan US GAAS. Kasus keterlibatan 10 KAP yang melakukan audit terhadap bank beku operasi (BBO) dan bank beku kegiatan usaha, dalam kasus ini melibatkan KAP papan atas. Di samping itu, kasus penggelapan pajak oleh KAP ”KPMG Sidharta & Harsono” yang menyarankan kepada kliennya (PT. Easman Christensen) untuk melakukan penyuapan kepada aparat perpajakan Indonesia untuk mendapatkan keringanan atas jumlah kewajiban pajak yang harus dibayarnya (Ludigdo, 2006).
(24)
Pelanggaran-24 pelanggaran lain oleh perusahaan publik yang tidak terpublikasi oleh media ini disebabkan adanya benturan kepentingan (melanggar Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-32/PM/2000 peraturan nomor IX.E.1).
Berdasarkan kasus-kasus di atas dan kemudian dihubungkan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, akuntan seolah menjadi profesi yang harus/paling bertanggung jawab. Hal ini disebabkan karena peran pentingnya akuntan dalam masyarakat bisnis. Akuntan publik bahkan dituduh sebagai pihak yang paling besar tanggungjawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia (Ludigdo, 2006).
Akuntan publik dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi. Di Indonesia dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Pasal 1 ayat 2 Kode Etik Akuntan Indonesia menyatakan bahwa setiap anggota harus mempertahankan integritas, objektivitas dan independensi dalam melaksanakan tugasnya. Seorang auditor yang mempertahankan integritas, akan bertindak jujur dan tegas dalam mempertimbangkan fakta, terlepas dari kepentingan pribadi. Auditor yang mempertahankan objektivitas, akan bertindak adil tanpa dipengaruhi tekanan dan permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya. Auditor yang menegakkan independensinya, tidak akan terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan. Di samping itu dengan adanya kode etik, masyarakat akan dapat menilai sejauh mana seorang auditor telah bekerja sesuai dengan standar-standar etika yang telah ditetapkan oleh profesinya.
(25)
25 Sementara itu, profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti, Indriarto, Susilawati (2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi.
Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan.
Disamping itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit. Untuk dapat mempertimbangkan dan menentukan risiko, seorang akuntan publik harus memiliki pengetahuan dalam mendeteksi kekeliruan. Dimana kegiatan ini sangat berpengaruh pada laporan akhir audit atas opini yang diberikan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil simpulan bahwa proses pengambilan keputusan dalam bidang audit dipengaruhi oleh faktor profesionalisme, independensi, kompetensi, pengetahuan auditor yang dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Pengetahuan auditor berkaitan
(26)
26 dengan pengalaman dan pendidikan yang dimiliki oleh auditor dan dapat menyebabkan perbedaan pendapat audit terhadap suatu kasus tertentu, sedangkan profesionalisme berkaitan dengan sikap independensi dan kompetensi seorang auditor dalam menjalankan tugasnya yang dimana sikap itu merupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga profesionalisme, independensi dan kompetensi menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki auditor. Variabel penelitian ini meliputi profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
Penelitian ini merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Alim dkk. (2007) yang berjudul “Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi”. Penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi dan mengembangkan penelitian ini karena kompetensi dan independensi merupakan hal yang penting dan harus dimiliki seorang auditor dalam menjalankan profesi mereka. Penelitian ini mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alim dkk. (2007):
1. Periode Penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan pada tahun 2007, sedangkan penelitian sekarang dilakukan pada tahun 2010. 2. Variabel penelitian. Pada penelitian sebelumnya hanya ada dua
variabel independen yaitu kompetensi dan independensi sedangkan pada penelitian sekarang penulis menambahkan variabel independen, yaitu profesionalisme, pengetahuan akuntan publik
(27)
27 dalam mendeteksi kekeliruan, dan etika profesi yang diteliti sebelumnya oleh Herawaty dan Susanto (2009) dalam “Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan, Etika Profesi dan Pertimbangan tingkat Materialitas”, sedangkan perbedaan pada variabel dependen yaitu pada penelitian sebelumnya memiliki variabel dependen kualitas audit, pada penelitian sekarang variabel dependennya yaitu ketepatan pemberian opini audit oleh auditor yang sebelumnya di teliti oleh Gusti dan Ali (2008) dalam “Skeptimisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik”.
3. Pada penelitian sebelumnya objek penelitian adalah auditor dengan pengalaman kerja bervariasi dan bekerja di KAP yang berada di Jawa Timur sedangkan penelitian sekarang adalah auditor dengan pengalaman kerja yang bervariasi dan bekerja di KAP yang berada di wilayah Jakarta.
Penelitian ini memiliki keunikan tersendiri dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini terdiri dari lima variabel independen dan satu variabel dependen. Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang Profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan ketepatan dalam pemberian opini audit menjadi salah satu alasan peneliti melakukan penelitian ini. Kemudian peneliti akan
(28)
28 melakukan penelitian di wilayah Jakarta untuk mencerminkan kondisi auditor di Jakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang saya sampaikan, maka rumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi, dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor?
2. Variabel independen apakah yang paling dominan mempengaruhi ketepatan pemberian opini audit oleh auditor?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui dan mempelajari sampai sejauh mana pengaruh profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi dan pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi, dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
2. Menganalisis variabel independen yang paling dominan mempengaruhi ketepatan pemberian opini audit oleh auditor
(29)
29 D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak, diantaranya:
1. Bagi Auditor
Sebagai masukan yang bermanfaat dalam upaya meningkatkan profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi dan pengetahuan mendeteksi kekeliruan audit sehingga auditor dapat memberikan opini audit yang lebih tepat.
2. Bagi Pemakai Jasa Akuntan
Agar klien auditor mengerti hal-hal yang berhubungan dengan profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi dan pengetahuan auditor mendeteksi kekeliruan terhadap ketepatan pemberian opini audit. Selain itu, klien auditor dapat terus mempertahankan keberlangsungan usahanya sesuai dengan aturan bisnis yang legal dan tidak melakukan manipulasi bisnis yang dapat merugikan pihak-pihak lain yang terkait seperti stakeholder, investor, pemegang saham, dan lainnya.
3. Bagi Akademisi
Untuk menambah wawasan mengenai aturan yang berlaku dan pengetahuan terapan, serta memberi informasi dan gambaran yang lebih jelas bagi peneliti lain yang ada hubungan dengan penulisan skripsi ini.
(30)
30 4. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan kepustakaan, sumbangan pemikiran, dan dijadikan bahan pembelajaran serta penelitian selanjutnya demi berkembangnya ilmu pengetahuan ditengah masyarakat.
5. Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian ini penulis akan lebih dapat memahami penerapan dari teori-teori yang didapat selama dibangku kuliah, terutama yang berkaitan dengan judul yang dipilih.
(31)
31 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Auditing
Arens et al. (2010: 4) mendefinisikan auditing sebagai:
“Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”
Menurut Agoes (2008: 3) auditing adalah:
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Sedangkan menurut Boyton (2006: 6) auditing adalah:
“a systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to inetersted users”.
Auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2010: 9).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat peneliti simpulkan bahwa auditing merupakan suatu proses yang sistematis dalam memeriksa dan mengevaluasi bukti-bukti informasi yang diperoleh, sesuai
(32)
32 dengan kriteria yang ditetapkan untuk memberikan pendapat atas kewajaran suatu laporan keuangan didasarkan atas derajat kesesuaian yang telah ditetapkan.
B. Standar Auditing
Standar auditing terdiri dari tiga jenis standar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (IAI, 2009: 150.1).
a) Sandar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b) Standar Pekerjaan Laporan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
(33)
33 c) Standar Pelaporan
1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan keuangan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Adapun paragraf lingkup yang berisi pernyataan auditor bahwa auditnya dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh organisasi profesi akuntan publik dan beberapa penjelasan tambahan tentang standar auditing tersebut, serta suatu pernyataan keyakinan bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut memberikan dasar yang
(34)
34 memadai bagi auditor untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan (Mulyadi, 2010: 15).
Kalimat pertama dalam paragraf lingkup berbunyi sebagai berikut, “Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”. Di Indonesia, badan yang berwenang menyusun standar auditing adalah Dewan Standar Profesional Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia. Tidak setiap orang yang dapat melakukan audit terhadap laporan keuangan dapat menyatakan bahwa auditnya dilakukan berdasarkan standar auditing. Standar audit mengatur syarat-syarat diri auditor, pekerjaan lapangan, dan penyusunan laporan audit.
Kalimat kedua dalam paragraf lingkup berbunyi sebagai berikut, “Standar tersebut mengharuskan kami untuk merencanakan dan melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material”. Kalimat ketiga berbunyi “Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung, jumlah-jumlah, dan pengungkapan dalam laporan keuangan.” Kalimat keempat berbunyi sebagai berikut, “Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.” Kalimat kelima berbunyi “Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat” (Mulyadi, 2010: 16-19).
(35)
35 C. Auditor Independen
Auditor independen yaitu auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak) (Mulyadi, 2010: 28).
Auditor independen (Independent Auditor) di Amerika Serikat biasanya adalah Certified Public Accountant (CPA) yang bertindak sebagai praktisasi perorangan atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Pada umumnya lisensi diberikan kepada mereka yang telah lulus dalam ujian persamaan CPA serta memiliki pengalaman praktik dalam bidang auditing. Karena pendidikan dan pelatihan yang mereka peroleh serta pengalaman yang mereka miliki, auditor independen memiliki kualifikasi untuk melaksanakan setiap jenis audit. Sedangkan klien para independen tersebut dapat berasal dari perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, kantor pemerintah maupun perorangan (Boynton, 2006: 8).
Berdasarkan penjelasan di atas auditor independen adalah auditor profesional yang memberikan jasa kepada masyarakat umum khususnya dalam audit baik sebagai praktisi perorangan maupun kantor akuntan.
(36)
36 D.Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Auditor
1. Profesionalisme
Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003: 69). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak.
Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika profesi menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap mengupayakan profesionalisme yang tinggi.
Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003), berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek struktural dan aspek sikap. Aspek struktural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan tempat pelatihan,
(37)
37 pembentukan asosiasi profesional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan pembentukan jiwa profesionalisme.
Hastuti dkk. (2003: 1206) menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai
(38)
38 acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), antara lain:
1. Prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.
2. Peraturan perilaku seperti standar minimun perilaku etis yang ditetapkan sebagai perilaku khusus yang merupakan suatu keharusan.
3. Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya.
4. Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya (Wahyudi dan Mardiyah, 2006: 5).
2. Independensi
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2002: 79). Auditor
(39)
39 harus menghindari pengaruh dari klien dan fokus dalam melindungi kelompok lain seperti, kreditur, pemegang saham dan populasi yang terbesar yaitu investor (Warren dan Alzola, 2009: 43). Independensi dianggap sebagai karakteristik auditor yang paling kritis, bahkan nilai auditing sangat bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor (Arens et al, 2008: 111).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2009) melalui standar Profesional Akuntan Publik SA seksi 220 mendefinisikan independensi sebagai berikut:
“Independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor independen”.
Standar umum yang kedua mengatur sikap mental auditor dalam menjalankan tugasnya. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP,2009) yaitu pada standar umum kedua berbunyi: “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ini Ia berpraktik sebagai auditor internal).
Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak
(40)
40 mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi akuntan publik menurut Mulyadi (2010), yaitu : (1) Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, (2) Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri, (3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4) Bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya.
Menurut Mulyadi (2010) independensi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Independensi dalam kenyataan (independence in fact). Merupakan independensi dalam diri akuntan yang berupa kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam pemeriksanaanya.
2. Independensi dalam penampilan (Independence in apprearance). Merupakan independensi yang dilihat dari sudut pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang besangkutan dengan diri akuntan.
3. Independensi di pandang dari sudut keahliannya (Independence in competence). Seseorang dapat mempertimbangkan fakta dengan baik apabila ia mempunyai keahlian mengenai pemeriksaan fakta tersebut.
(41)
41 3. Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA 1998 yang dikutip Lasmahadi (2002) dalam Alim, dkk (2007) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Kompetensi juga merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003).
Penelitian yang dilakukan Bonner (1990) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1991). Ashton (1991) menemukan bukti empiris bahwa perbedaan pengetahuan yang dimiliki auditor pada berbagai tingkat pengalaman, tidak dapat dijelaskan oleh lamanya pengalaman yang dimilikinya. Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor
(42)
42 yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum (typical). Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs (1992), menunjukkan bahwa subyek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit.
4. Etika Profesi
Etika dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata yaitu: etos berarti kebiasaan atau adat, dan ethiokos berarti perasaan batin atau kecenderungan batin mendorong manusia dalam bertingkah laku. “Etika sebenarnya meliputi suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi tertentu”. Etika (ethics) menurut Arens (2008: 98) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral.
Definisi etika dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 237) adalah sebagai berikut:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral atau akhlak.
2. Kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip–prinsip
(43)
43 moral yang mengatur tentang perilaku profesional (Agoes, 2008). Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib mentaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas (Herawaty dan Susanto, 2009: 16).
Menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik Institut akuntan Publik Indonesia (IAPI, 2009: 4-5) ada lima jenis prinsip dasar etika profesi yaitu prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care), prinsip kerahasiaan, dan prinsip perilaku profesional. Berikut adalah penjelasan dari kelima jenis prinsip, yaitu:
1. Prinsip integritas
Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesonal dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.
(44)
44 2. Prinsip Objektivitas
Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.
3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care)
Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingakatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksnaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.
4. Prinsip Kerahasiaan
Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang
(45)
45 berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.
5. Prinsip Perilaku Profesional
Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendeskreditkan profesi.
Institut Akuntan Publik Indonesia seksi 100.1 menyatakan salah satu hal yang membedakan profesi akuntan akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Sehingga seluruh praktisi harus memenuhi seluruh prinsip dasar kode etik ketika bertindak untuk kepentingan publik.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika dalam penugasan audit harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Seorang auditor harus mematuhi beberapa prinsip etika profesi yang telah ditetapkan oleh IAPI.
5. Pengetahuan mendeteksi Kekeliruan
Pengetahuan akuntan publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan
(46)
46 hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya (Herawaty dan Susanto, 2009: 16). Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja.
Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani dan Bandi: 2002). Seorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan.
Pengertian mengenai kekeliruan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) paragraf 6, dinyatakan bahwa kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja. Kekeliruan dapat berupa (1) Kekeliruan dalam pengumpulan atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan; (2) Estimasi akuntansi yang tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta; (3) Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi dan cara penyajian atau pengungkapan.
Menurut pendapat Erick (2005: 45) kegagalan dalam mendeteksi kekeliruan yang material akan mempengaruhi kesimpulan dari pengguna laporan keuangan. Faktor utama yang membedakan antara kesalahan dengan
(47)
47 kecurangan adalah tindakan yang mendasarinya yang berakibat terjadinya salah saji (misstatement) dalam laporan keuangan. Untuk membedakan salah saji tersebut disengaja atau tidak disengaja, dalam praktiknya sangat sulit untuk dibuktikan, terutama yang berkaitan dengan estimasi akuntansi dan penerapan prinsip akuntansi.
6. Opini Audit
Laporan keuangan biasanya disajikan oleh manajemen. Karena keterlibatan manajemen inilah terkadang laporan keuangan disajikan tidak dengan objektif. Oleh karena itu diperlukan pihak lain yang independen untuk menilai laporan keuangan yang dibuat. Auditor sebagai pihak independen dapat memeriksa dan manilai laporan keuangan secara objektif dengan menggunakan SPAP sebagai standar. Menurut Standar Professional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ada lima jenis opini auditor yaitu pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion), Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified with Explanatory Language), Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion), Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion), dan pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer).
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU), dan
(48)
48 tidak terdapat kondisi atau keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Dalam SA 411 paragraf 04 dikatakan bahwa laporan keuangan yang wajar dihasilkan setelah melalui apakah:
a) Prinsip akuntansi yang dipilih dan dilaksanakan telah berlaku umum
b) Prinsip akuntansi yang dipilih tepat untuk keadaan yang bersangkutan.
c) Laporan keuangan beserta catatannya memberikan informasi cukup yang dapat mempengaruhi penggunaannya, pemahamannya, dan penafsirannya.
d) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan diikhtisarkan dengan semestinya, yang tidak terlalu rinci ataupun terlalu ringkas.
e) Laporan keuangan mencerminkan peristiwa dan transaksi yang mendasarinya dalam suatu cara yang menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas dalam batas-batas yang dapat diterima, yaitu batas-batas-batas-batas yang rasional dan praktis untuk dicapai dalam laporan keuangan.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language)
Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan standar auditing, penyajian laporan
(49)
49 keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Kondisi atau keadaan tersebut antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. Auditor harus menjelaskan hal ini dalam paragraph untuk menegaskan pemisahan tanggung jawab dalam pelaksanaan audit.
b. Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh IAI. Penyimpangan tersebut adalah penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) Sesuai dengan SA 508 paragraf 38 dikatakan bahwa jenis pendapat ini diberikan apabila:
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan lingkup audit yang material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. b. Auditor yakin bahwa laporan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berdampak material tetapi tidak mempengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa
(50)
50 pengungkapan yang tidak memadai, maupun perubahan dalam prinsip akuntansi.
Bentuk dari penyimpangan prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU) yaitu menyangkut risiko atau ketidakpastian, dan pertimbangan materialitas. Penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang menyangkut risiko atau ketidakpastian umumnya dikelompokkan kedalam satu diantara tiga golongan:
a. Pengungkapan yang tidak memadai, jika auditor berkesimpulan bahwa hal yang berkaitan dengan resiko atau ketidakpastian tidak diungkapkan secara memadai dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.
b. Ketidaktepatan prinsip akuntansi, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berkaitan dengan kontijensi atau estimasi hasil peristiwa masa depan tipe tertentu menjelaskan situasi yang didalamnya terdapat ketidakmampuan untuk membuat estimasi yang dapat menimbulkan pertanyaan tentang ketetapan prinsip akuntansi yang digunakan, dan jika auditor berkesimpulan bahwa prinsip akuntansi yang digunakan menyebabkan
(51)
51 laporan keuangan salah disajiakan secara material, Ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar.
4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion)
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat diberikan terhadap laporan keuangan. Penjelasan tersebut harus dinyatakan dalam paragraph terpisah sebelum paragraph pendapat.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan auditor tidak memberikan pendapat ini diberikan apabila:
a. Ada pembatasan lingkup audit yang sangat material baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu.
b. Auditor tidak independen terhadap klien.
Opini audit yang diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit yang dilakukan dapat memberi simpulan atas opini audit yang harus diberikan terhadap laporan keuangan yang diauditnya. Dengan demikian, auditor dalam
(52)
52 memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya (Arens & Loebbeckke diadaptasi oleh Jusuf: 2003).
E.Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya oleh Alim dkk. (2007) dengan judul “Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi”. Penelitian ini dilakukan di KAP Jawa Timur dan hasilnya membuktikan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi seorang auditor maka semakin tinggi juga kualitas auditnya yang berarti semakin tepat pemberian opini auditnya. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi independensi seorang auditor maka semakin tinggi juga kualitas auditnya. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa antara kompetensi dengan etika tidak dapat mendukung hipotesis yang ada, karena kedua variabel tersebut dikeluarkan dari model menurut hasil olah data SPSS. Kaitan antara independensi dengan etika menunjukkan bahwa interaksi antara independensi dengan etika berpengaruh terhadap kualitas audit.
(53)
53
Tabel 2.1
Tinjauan penelitian terdahulu
No Nama Peneliti Judul
Metodologi Penelitian
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Herawaty dan Susanto (2009) Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Akuntan Publik dalam Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi terhadap Tingkat Materialitas Akuntan Publik.
1.Objek penelitian pada KAP di Jakarta 2.Metodologi
penelitian menggunakan regresi berganda 3.Variabel independen
yaitu
profesionalisme, pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi.
4.Metode sampling yang digunakan Convenience sampling
1. Variabel dependen yaitu tingkat materialitas akuntan publik.
Profesionalisme, pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan dan etika profesi
berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
(54)
54
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti
Judul
Metodologi Penelitian
Hasil
Persamaan
Perbedaan
2. Ikhsan (2007)
Profesionalisme
Auditor pada
Kantor Akuntan
Publik dilihat dari
perbedaan
Gender, KAP dan
Hierarki
Jabatannya.
1.
Variabel
independennya yaitu
profesionalisme.
1.
Objek penelitian
yaitu KAP di
Medan
2.
Metode sampling
yang digunakan
yaitu
Clustered
sampling
3.
Variabel
dependennya yaitu
perbedaan Gender,
KAP dan Hierarki
Jabatannya.
4.
Metodologi
penelitiannya yaitu
t-tes dan ANOVA
Tidak ada perbedaan tingkat
profesionalisme auditor pada KAP
jika dilihat dari perbedaan gender,
auditor pada KAP yang
bekerjasama dengan kantor akuntan
asing memiliki tingkat profesional
yang lebih tinggi dibanding dengan
auditor pada KAP yang tidak
bekerjasama.
Hirarki jabatan pada KAP di
Indonesia juga mempengaruhi
tingkat profesionalisme
auditor pada KAP tersebut.
3. Alim
dkk
.
(2007)
Pengaruh
Kompetensi &
Independensi
Auditor dengan
1.
Metodologi
penelitian yang
digunakan yaitu
regresi berganda
1.
Objek penelitian
pada KAP di Jawa
Timur (Malang &
Surabaya)
Independensi dan kompetensi
berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit.
(55)
55
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti
Judul
Metodologi Penelitian
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Etika Auditor
sebagai Variabel
Moderasi.
2.
Variabel
independen yaitu
kompetensi,
independensi
2.
Metode sampling
yaitu
simple
random sampling
3.
Metodologi
Penelitian yaitu
Explanatory
research
4.
Variabel dependen
yaitu kualitas
audit.
4. Mayangsari
(2003)
Pengaruh
Keahlian Audit
dan Independensi
terhadap Pendapat
Audit: Sebuah
Kuasieksperimen.
1.
Variabel
independennya yaitu
Independensi
2.
Variabel
Dependennya yaitu
Pendapat audit.
1.
Metodologi yang
digunakan yaitu
ANOVA
Multiple
Comparison
Procedure.
Benferroni.
2.
Subjek Penelitian
yaitu auditor dan
mahasiswa di
Jakarta.
3.
Merupakan
penelitian
kuasieksperimen.
Pendapat auditor yang ahli dan
independen cenderung benar
dibandingkan auditor yg tidak
independen.
(56)
56
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti
Judul
Metedologi Penelitian
Hasil
Persamaan
Perbedaan
5. Warren, Alzola
(2009)
Ensuring
Independent
Auditors:
Increasing the
Saliency of the
Professional
Identity
1.
Variabel
Independen yaitu
Independensi
auditor.
1.
Metodologi
penelitian yaitu
Describe multiple
2.
Penelitian
dilakukan di New
Jersey.
Auditor memiliki keinginan untuk
tidak memihak seperti yang
disyaratkan oleh badan-badan
profesional, mereka tidak bisa
mandiri jika mereka
mengidentifikasi dengan kelompok
non-profesional seperti klien.
6. Gendron,
Suddaby,
LamSource
(2006)
An Examination
of the Ethical
Commitment of
Professional
Accountants to
Auditor
Independence
1.
Metodologi
penelitian yang
digunakan adalah
regresi berganda.
2.
Variabel independen
yaitu etika,
profesional,
independensi
auditor.
1.
Subjek penelitian
yaitu auditor dan
direksi di institute
CAs di Kanada.
Dengan komitmen yang lebih tinggi
menunjukkan preferensi yang lebih
tinggi untuk mengontrol regulasi
yang lebih ketat, di mana individu
akuntan yakin bahwa
rekan-rekannya tidak memberikan
paksaan dalam pelaksanaan audit,
auditor melaksanakan standar
professional.
7. Manggala &
Hutapea (2007)
Analisis
Faktor-faktor yang
1.
Variabel
Independen yaitu
1.
Objek penelitian
pada KAP di
Faktor yang berpengaruh secara
signifikan terhadap independensi
Bersambung ke Halaman Berikutnya
(57)
57
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti
Judul
Metedologi Penelitian
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Mempengaruhi
Independensi
Auditor dalam
pelaksanaan
Audit oleh kantor
Akuntan Publik.
independensi.
2.
Metodologi yang
digunakan yaitu
regresi berganda.
3.
Metode sampling
yaitu
Convenience
sampling
Palembang
2.
Objek penelitian
yaitu pada KAP di
Palembang.
auditor adalah hubungan keluarga
dan pribadi auditor. Urutan kedua
yaitu ikatan kepentingan keuangan.
Urutan selanjutnya yaitu lamanya
penugasan audit pada klien lebih
dari lima tahun.
8. Sukriah
dkk
.
(2009)
Pengaruh
Pengalaman
Kerja,
Independenesi,
Objektivitas,
Integritas dan
Kompetensi
Terhadap Kualitas
Hasil
Pemeriksaan.
1.
Metodologi
penelitian yang
digunakan yaitu
regresi berganda.
2.
Variabel independen
yaitu independensi,
kompetensi.
1.
Variabel dependen
yaitu kualitas hasil
pemeriksaan.
2.
Subjek penelitian
yaitu Pegawai
Negeri Sipil (PNS)
Inspektorat
sepulau Lombok.
3.
Metode sampling
yang digunakan
yaitu
purposive
sampling
.
Kompetensi berpengaruh positif
terhadap kualitas hasil
pemeriksaan, semakin tingi tingkat
kompetensi yang dimiliki auditor,
maka semakin meningkat atau
semakin baik kualitas hasil
pemeriksaan yang dilakukannya.
9.
Larsson &
Wonnerholm
(2006)
Ethics in the
Auditing
1.
Variabel
Independen yaitu
etika profesi.
1.
Metodologi
penelitiannya yaitu
Qualitative
Auditor memiliki tingkat
pertimbangan etis yang tinggi
dalam keputusan mereka.
Bersambung ke halaman Berikutnya
(58)
58
Lanjutan Tabel 2.1
No. Nama Peneliti
Judul
Metodologi Penelitian
Hasil
Persamaan
Perbedaan
Profession
–a comparison
between auditors
and
students-and quantitative
aprroach
.
2.
Subjek yang diteiti
yaitu auditor dan
mahasiswa.
Auditor juga memiliki
pertimbangan etis yang lebih tinggi
dari siswa akuntansi ketika
menghadapi dilema etis. Siswa
membutuhkan pendidikan etika
lebih sebelum memasuki profesi
audit.
10. Gusti dan Ali
(2008)
Hubungan
Skeptisisme
Profesional
Auditor dan
Situasi Audit,
Etika,
Pengalaman serta
Keahlian audit
dengan ketepatan
Pemberian Opini
Auditor oleh
Akuntan Publik
1.
Metodologi
penelitian yaitu
regresi berganda.
2.
Variabel Independen
yaitu etika.
3.
Variabel dependen
yaitu ketepatan
pemberian opini
auditor oleh akuntan
publik.
4.
Metode sampling
yaitu
convenience
sampling.
1.
Subjek penelitian
yaitu partner dan
auditor senior pada
KAP Sumatera.
Skeptisisme profesional auditor
dan situasi audit mempunyai
hubungan yang signifikan dengan
ketepatan pemberian opini auditor
oleh akuntan publik, etika,
pengalaman dan keahlian tidak
mempunyai hubungan yang tidak
signifikan dengan ketepatan
pemberian opini auditor .
(59)
59 F. Keterkaitan Antar Variabel
Profesionalisme merupakan sikap seseorang dalam menjalankan suatu profesi yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Sebagai seorang profesional, auditor internal mengakui tanggung jawab terhadap klien dan terhadap rekan seprofesi termasuk untuk berperilaku, sekalipun ini berarti pengorbanan pribadi.
Berdasarkan penelitian Herawaty dan Susanto (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat profesionalisme akuntan publik, pengetahuannya dalam mendeteksi kekeliruan dan ketaatan pada kode etik akan semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitasnya dalam melaksanakan audit laporan keuangan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesa yang dibangun adalah:
Ha1: Profesionalisme memiliki pengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
Independensi adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh profesi auditor. Antle (1984) mendefinisikan independensi sebagai suatu hubungan antara akuntan dan kliennya yang mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga temuan dan laporan yang diberikan auditor hanya dipengaruhi oleh bukti-bukti yang ditemukan dan dikumpulkan sesuai dengan aturan atau prinsip-prinsip profesionalnya.
Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Mayangsari (2003) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan pendapat antara
(60)
60 auditor. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah independensi. Auditor yang independen memberikan pendapat yang lebih tepat dibandingkan auditor yang tidak independen. Auditor yang ahli dan non ahli memang mempunyai perbedaan dalam memberikan suatu pendapat jika mereka tidak mendapatkan tekanan sosial maupun ekonomis dalam proses pemberian pendapat. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
Ha2 : Independensi memiliki pengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
Kompetensi berarti seorang auditor memiliki keahlian profesional yang dapat diperoleh dari berbagai pengalaman dan pelatihan. Alim dkk. (2007) mengungkapkan hasil penelitiannya yaitu kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Hal ini berarti bahwa kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Sukriah dkk. (2009) menyebutkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesa yang dibangun adalah:
Ha3: Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor.
Seorang auditor dalam menjalankan tugas auditnya harus sesuai dengan etika profesi yang telah ditetapkan. Auditor harus memiliki norma
(61)
61 perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan publik dengan kliennya, antara akuntan publik dengan rekan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Herawaty dan Susanto (2009) mengemukakan hasil penelitiannya yaitu etika profesi berpengaruh secara positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesa yang diajukan adalah:
Ha4: Etika profesi berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor
Selama melakukan pemeriksaan keuangan, auditor selalu bergantung pada pengetahuannya tentang kekeliruan (error knowledge). Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) di dalam standar Profesional Akuntansi Publik (SPAP) memberikan definisi kekeliruan (error) dan ketidakberesan (irregularities). Faktor utama yang membedakan antara kekeliruan dan ketidakberesan terletak pada penyebab salah saji laporan keuangan yang melandasinya bersifat sengaja atau tidak. Namun, kesengajaan seringkali sulit untuk ditentukan, terutama jika menyangkut estimasi akuntansi atau penerapan prinsip akuntansi.
Penelitian yang dilakukan Hartoko (1997) bertujuan untuk meneliti perubahan dalam pengetahuan auditor tentang kekeliruan yang disebabkan oleh bertambahnya pengalaman. Penelitian yang dilakukan Hartoko merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Tubbs yang berjudul “The Effect of Experience on The Auditor’s Organization and Amount of Knowledge” (Tubbs. 1992: 783-801). Hasil penelitian Hartoko adalah bahwa
(62)
62 pengalaman seorang auditor berpengaruh positif terhadap pengetahuan tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang diketahui oleh seorang auditor. Penelitian juga dilakukan oleh Herawaty dan Susanto (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan memiliki pengaruh positif terhadap tingkat materialitas. Berdasarkan penjelasan diatas hipotesa yang dibangun adalah:
Ha5 : Pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan memiliki pengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini audit oleh auditor
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) mengharuskan pembuatan laporan setiap kali Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan. Bagian terpenting dari laporan audit adalah opini audit (pendapat akuntan). Pemberian opini audit atas laporan keuangan didasarkan pada keyakinan profesional auditor terhadap hasil audit yang dilakukan. Gusti dan Ali (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh bukti empiris dan menemukan kejelasan fenomena tentang hubungan skeptisime profesional auditor dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik dan hubungan situasi audit, etika, pengalaman dan keahlian audit dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik. Hasil penelitiannya adalah skeptisisme profesional auditor mempunyai hubungan yang signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik. Artinya, semakin tinggi tingkat skeptis seorang auditor maka semakin baik pula opini auditor yang akan diberikannya. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah:
(63)
63 Ha6 : Profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi dan pengetahuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini audit.
G. Kerangka Pemikiran
Profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Dengan begitu, profesionalisme auditor adalah mutu dan kualitas dalam menjalankan kegiatan audit. Auditor dituntut kejujurannya ketika memeriksa suatu laporan keuangan. Dalam SPAP telah diatur mengenai profesionalisme sebagai standar auditor dalam pelaksanaan audit. Permasalahnnya yaitu apakah auditor tersebut masih memepertahankan kujujuran yang menjadi kewajibannya dalam memeriksa suatu laporan keuangan, tentu saja sesuai dengan aturan yang berlaku, seorang auditor yang profesional juga harus mematuhi etika profesi yang ada.
Dalam Kode Etik Akuntan tahun 1994 disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan keobjektifan dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Ia juga harus menghindari situasi yang bisa menimbulkan kesan pada pihak ketiga bahwa ada pertentangan kepentingan
(64)
64 dan keobjektifan sudah tidak dapat dipertahankan. Karena jika hal tersebut terjadi, maka independensinya sudah diragukan sebagai seorang auditor.
Etika profesional, keterampilan dan pengalaman merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan untuk memberikan opini audit. Seorang auditor yang menghormati etika profesi dapat mencegah terjadinya keadaan yang mengakibatkan dilema etika ketika manajemen menginginkan opini audit yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu keterampilan dan pengalaman yang tinggi dapat mengurangi resiko audit dalam memberikan opini audit.
Dalam melaksankan kegiatan audit, terdapat prosedur dan langkah-langkah yang harus dijalankan oleh auditor. Seorang auditor dapat menemukan suatu kekeliruan dalam penugasan audit yang dilakukan. Pengertian mengenai kekeliruan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) paragraf 6, dinyatakan bahwa kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja.
Proses akhir dari kegiatan audit adalah pemberian opini audit yang diberikan oleh auditor. Dimana laporan keuangan suatu perusahaan dinyatakan wajar atau tidak. Mengacu pada PSA 29 dan PSA 30, maka opini audit dikelompokkan menjadi (1) pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion); (2) pendapat wajar tanpa pengecualian dengan kalimat penjelas (modified unqualified opinion); (3) pendapat wajar dengan
(65)
65 pengecualian (qualified opinion); (4) pendapat tidak wajar (adverse opinion); (5) pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).
Seorang auditor memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diauditnya sesuai dengan prosedur dan bukti audit yang diperoleh selama penugasan audit. Auditor harus menyatakan dan mengungkapkan temuan yang berkaitan laporan keuangan. Selain itu, temuan tersebut harus diungkapkan jika memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan.
Laporan keuangan audit yang relevan dan reliable akan tercapai apabila sebuah laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana auditor tersebut harus memiliki sikap profesionalisme, independensi, kompetensi, etika profesi dan pengetahuan mendeteksi kekeliruan untuk dapat memberikan opini audit yang tepat mengenai kewajaran suatu laporan keuangan.
Informasi laporan keuangan dibutuhkan oleh banyak pihak yang berkepentingan, baik itu pihak internal maupun pihak eksternal. Oleh karena itu, seorang auditor dituntut untuk menyajikan informasi sesuai dengan kejadian sebenarnya agar tidak merugikan banyak pihak. Auditor sudah diberikan kepercayaan dan tanggungjwab sehingga harus menjalan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Untuk lebih memahami permasalahan yang akan diteliti, berikut ini disajikan dengan bagan kerangka pemikiran, dalam gambar 2.1.
(66)
66
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Uji Model Regresi
Uji Asumsi Klasik : 1. Uji Normalitas 2. Multikolonieritas 3. Heteroskedastisitas
Uji Regresi Berganda
Uji F Uji t Adjusted R2
Interpretasi
Kesimpulan Independensi (X2)
(Alim dkk. (2007), Mayangsari (2003), Warren & Alzola (2009), Manggala Hutapea (2007), Gendron, Suddaby &
LamSource (2006)) Kompetensi (X3)
(Alim dkk. (2007), dan Sukriah dkk (2009))
Ketepatan pemberian opini audit oleh auditor
(Y) (Gusti dan Ali
(2008))
Pengetahuan akuntan dalam mendeteksi kekeliruan (X5) (Herawaty dan Susanto (2009))
Etika profesi (X4)
(Herawaty dan Susanto (2009) dan Larsson &Wennerholm (2006))
Profesionalisme (X1) (Herawaty dan Susanto (2009), dan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)