38
acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam melaksanakan pekerjaan.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia IAI, antara lain: 1. Prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal
dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi.
2. Peraturan perilaku seperti standar minimun perilaku etis yang ditetapkan sebagai perilaku khusus yang merupakan suatu
keharusan. 3. Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi
para praktisi harus memahaminya. 4. Ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus
tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya
Wahyudi dan Mardiyah, 2006: 5.
2. Independensi
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan
publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik Christiawan, 2002: 79. Auditor
39
harus menghindari pengaruh dari klien dan fokus dalam melindungi kelompok lain seperti, kreditur, pemegang saham dan populasi yang terbesar
yaitu investor Warren dan Alzola, 2009: 43.
Independensi dianggap sebagai karakteristik auditor yang paling kritis, bahkan nilai auditing sangat
bergantung pada persepsi publik atas independensi auditor Arens et al, 2008: 111.
Ikatan Akuntan Indonesia IAI, 2009 melalui standar Profesional Akuntan Publik SA seksi 220 mendefinisikan independensi sebagai berikut:
“Independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, mengakui kewajiban untuk jujur
tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan paling tidak
sebagian atas laporan auditor independen”.
Standar umum yang kedua mengatur sikap mental auditor dalam menjalankan tugasnya. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Menurut IAI dalam Standar Profesional Akuntan Publik SPAP,2009
yaitu pada standar umum kedua berbunyi: “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum dibedakan dalam hal ini Ia berpraktik sebagai auditor internal.
Kode Etik Akuntan Publik menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak
40
mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Berkaitan dengan
hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi akuntan publik menurut Mulyadi 2010, yaitu : 1 Akuntan publik memiliki mutual atau
conflicting interest dengan klien, 2 Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri, 3 Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan
4 Bertindak sebagai penasihat advocate dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan
dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Menurut
Mulyadi 2010
independensi sendiri
dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Independensi dalam kenyataan independence in fact. Merupakan independensi dalam diri akuntan yang berupa
kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam pemeriksanaanya.
2. Independensi dalam
penampilan Independence
in apprearance. Merupakan independensi yang dilihat dari sudut
pandang pihak lain yang mengetahui informasi yang besangkutan dengan diri akuntan.
3. Independensi di pandang dari sudut keahliannya Independence in competence. Seseorang dapat mempertimbangkan fakta
dengan baik apabila ia mempunyai keahlian mengenai pemeriksaan fakta tersebut.
41
3. Kompetensi