Pasal 8 Pasal 9 Kajian Pasal –Pasal tentang perlindungan Hukum dalam Undang-Undang

52 pengadilan HAM yang mengadili perkara yang bersangkutan dan jaksa agung paling lambat 7 tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal putusan di laksanakan. Adapun salinan dari keterangan tentang undang-undang yang mengatur masalah perlindungan saksi dari ancaman, tata cara memperoleh perlindungan, mendapatkan restitusi, rehabilitasi, kompensasi, dan penghentian untuk tidak bersangkutan kembali oleh LPSK, yaitu guna untuk mengetahui kepastian hokum dan peraturan perlindungan saksi dan korban dari tindak kejahatan.

5. Pasal 8

Perlindungan dan hak-hak saksi dan korban di berikan sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana ketentuan diatur dalam Undang-Undang ini.

6. Pasal 9

1 saksi danatau korban yang measa dirinya berada dalam ancaman yang sangant besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang di periksa. 2 Saksi danatau korban sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang di sampaikan kepada pejabat berwenamg dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian terebut. 53 3 Saksi danatau korban sebagaiman dimaksud dalam ayat 1 dapat pula di dengar kesaksiannya secara langsung melalui alat elektronik dengan di dampingi oleh pejabat yang berwenang. Ketentuan mengenai kesaksian tanpa hadir dipersidangan diatas mensyaratkan beberapa hal yaitu adanya suatu ancaman yang sangat berat yang dalam penjelasannya dikatakan sebagai ancaman yang menyebabkan saksi tidak dapat memberikan memberikan kesaksiannya, pengertian ancaman yang sangat berat ini tidak jelas apakah juga mencakup mengenai kondisi psikologis saksi maupun korban trauma atas kejahatan yang terjadi sehingga menjadi faktor yang bisa dikatakan ancaman yang sangat berat. Syarat yang lainnya adalah adanya persetujuan hakim, dan mekanisme pemberaian kesaksian tersebut harus diberikan dihadapan pejabat yang berwenang atau dihadapan pejabat yang berwenang. Persyaratan ini tidak melibatkan atau tidak mengatur mengenai peranan lembaga perlindungan saksi dan korban untuk memberikan sarankonsultasi dan informasi tertentu atas kondisi saksi atas ancaman tertentu. Mengenai bentuk kesaksian atas saksi yang dalam kondisi ancaman yang sangat berat ini, masih terdapat bentuk pemberian kesaksian lainnya yang belum dimasukkan dalam kondisi khusus ini. Pada ayat 2 kesaksiannya secara tertulis dan ditandatangani oleh saksi pada berita acara, bentuk kesaksian secara merekam suara saksi viva voce ataupun transkrip tertulis belum dimasukkan dalam ketentuan ini. Ketentuan tentang dibolehkannya model pemeriksaan dengan merekam suara saksi maupun transkrip tertulis sudah diatur dalam hukum internasional.6 Ayat 3, saksi 54 memberikan kesaksian secara langsung melalui sarana elektronika yang lazim dikenal dengan media teleconference, model kesaksian ini telah lazin digunakan dalam praktek peradilan internasional. Namun, bentuk kesaksian yang lainnya dalam rangka melindungi saksi ketika mendapatkan ancaman yang sangat berat patut juga untuk dimasukkan misalnya dengan tindakan untuk menahan bukti dan informasi tertentu dan digantikan dengan suatu ikhtisar yang dilakukan oleh jaksa penuntut sebelum dimulainya persidangan karena adanya kekhawatiran bahwa informasi tersebut akan menimbulkan bahaya yang gawat bagi korban dan saksi. C. Perlindungan Hukum Dalam UU No. 13 Tahun 2006 Terhadap Saksi 1. Perlindungan Hukum dari Ancaman Terhadap Saksi Hampir setiap Negara memiliki peraturan perlindungan, khususnya di Indonesia, bahwa Negara ini mempunyai tata tertib untuk memperoleh sebuah perlindungan hukum terhadap saksi dari ancaman orang yang bersangkutan, maka dari itu pemerintah membentuk Undang-undang dan telah dijelaskan oleh isi memperoleh perlindungan hukum dari ancaman terhadap saksi yaitu dalm pasal 8-10 yang sebagimana diterangkan dalam pasal 8 adalah bahwa: 52 “Perlindungan dan hak saksi dan korban diberikan sejak tahap penyelidikan di mulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang- undang ini”. 52 Ibid,. h. 16 55 Kemudian saksi yang dirinya terancam dan tidak dapat hadir secara langsung dipengadilan dan disebabkan ancaman yang begitu mencekam, jadi saksi juga bisa memberikan keterangan dengan menggunakan alat elektronik dan didampingi oleh beberapa pejabat yang berwenang. Dari isi keterangan tersebut dapat dijelaskan dengan lebih sempurna pada pasal 9 ayat 1 sampai 3 yang menyatakan bahwa: 1 Saksi danatau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa. 2 Saksi danatau korban sebagaiman dimaksud pada ayat 1 dapat memberikan kesaksinnya secara tertulis yang disampaikan dihadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut. 3 Saksi danatau korban sebagaiman dimaksud dalam pasal 1 dapat pula di dengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian yang dijelaskan dalam pasal tersebut tentang melindungi saksi dari ancaman yang berat dan menyampaikan kesaksiannya dengan tulisan atau sarana elektronik. Jadi dari saksi yang terancam tersebut selain mendapatkan perlindungan juga mendapat kebebasan hukum atau peringanan hukum di karenakan sudah ingin memberikan laporan untuk mengungkap kejahatan orang tersebut. Di dalam penjelasan tentang bebas dari 56 hukum atau keringanan hukum di jelaskan kembali dengan lebih terarah dalam pasal 10 ayat 1 sampai 3 berupa : 1 Saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atu diberikannya. 2 Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat di bebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. 3 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan iktikad baik. 53 Dari pasal tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam tata cara memperoleh perlindungan pada pasal 29 sampai 32 yang di maksud menjelaskan tentang bagaimana memperoleh tata cara perlindungan hukum bahwa tata cara memperoleh perlindungan hukum yaitu diterangkan dalam pasal 29 sampai 30 yang berisikan bahwa: a. Saksi danatau korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK b. LPSK segera melakukan pemeriksaan kepada permohonan sebagaimana di maksud dalam huruf a; 53 Ibid,. h. 5 57 c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 tujuh hari sejak permohonan perlindungan diajukan 54 Dari pasal 29 ini juga ditindak lanjuti dalam pasal 30 yang menerangkan tentang penerimaan permohonan saksi dan korban dan pernyataan kesediaan untuk mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi. Adapun yang lebih menyangkut dalam pembahasan ini dijelaskan pada pasal 30 berupa: 1 Dalam hal LPSK menerima permohonan saksi dan korban sebagaiman dimaksud dalam pasal 29, saksi danatau korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi dan korban. 2 Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi danatau korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang berisikan bahwa: a. Kesedian saksi danatau korban untuk memberikan kesaksian dan proses peradilan; b. Kesedian saksi danatau korban untuk mentaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya. c. Kesediaan saksi danatau korban untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama dia dalam perlindungan LPSK; d. Kewajiban saksi danatau korban untuk tidak memberikan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK; dan e. Hal-hal lain yang di anggap perlu olek LPSK 54 Ibid,. h. 11 58 Dari keterangan ini yang dikeluarkan oleh LPSK kepada saksi berupa kesediaan saksi dan korban untuk memberikan kesaksian, mentaati peraturan dari LPSK dan tidak berhubungan dengan sembarang orang tanpa persetujuan LPSK dan lain-lain. Dengan demikian LPSK juga wajib memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap saksi dan koban termasuk juga dengan keluarganya, dari mulainya pernyatan dan penjelasan di sini juga lebih jelas diterangkan dalam pasal 31, yaitu: “LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada saksi danatau korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanginya pernyataan kesediaan sebagaiman di maksud dalam pasal 30”. 55 Oleh karena itu LPSK juga harus lebih fokus untuk memberikan perlindungan terhadapap saksi agar saksi tidak mengalami keresahan ketika memberikan keterangan atau dalam mengajukan untuk memperoleh perlindungan saksi juga dapat menghentikan perlindungan karena adanya inisiatif untuk di hentikannya perlindungan oleh LPSK atau juga melanggar ketentuan perjanjian, dan lebih jelasnya lagi di terangkan dalam pasal 32 yang mencakup tentang: 1 Perlindungan atas keamanan saksi danatau korban hanya dapat di hentikan berdasarkan alasan: 55 Ibid,. h. 12 59 a. Saksi danatau korban meminta agar perlindungan terhadapnya di hentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri; b. Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan saksi danatau korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan; c. Saksi danatau korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau LPSK berpendapat bahwa saksi danatau korban tidak lagi memerlukan perlindungan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan. 2 Penghentian perlindungan keamanan seorang saksi danatau korban harus di lakukan secara tertulis. Dari sini jelaslah bahwa perjanjian perlindungan dan penghentian perlindungan sudah diatur dari pasal 32. 60

BAB IV PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM KASUS

PIDANA DI INDONESIA

A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Saksi dan Korban

Hukum Islam bersumberdari al- Qur‟an, al-Hadits dan ijma‟ para sahabat dan tabi‟in. Al-Qur‟an dan al-Hadits melengkapi sebagian besar dari hokum- hukum Islam, kemudian para sahabat menambahkan atas hukum-hukum itu. Aneka hokum yang diperlukan untuk menyelesaikan kemuskilan-kemuskilan yang terjadi dalam masyarakat. Karena dapat dikatakan bahwa syari‟at hukum Islam adalah hokum-hukum yang bersifat umum yang dapat diterapkan dalam perkembangan hukum Islam menurut kondisi dan situasi masyarakat. Hukum Islam mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus karenanya hukum Islam senantiasa berkembang dan perkembangan itu merupakan tabi‟at hukum Islam yang terus hidup. 56 Menurut hukum Islam kesedian menjadi saksi dan mengemukan kesaksian oleh orang yang menyaksikan peristiwa atau perkara pidana hukumya fardhu kifayah. 57 Hal ini didasarkan pada dalil-dalil yang antara lain sebagai berikut: Firman Allah SWT 56 Hasbi Ash-Shiddiqi, Filsafat Hukum Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1975 h. 44 57 Abdurrahman umar, Kedudukan saksi dalam peradilan menurut hukum Jakarta: PT. Pustaka al-Husna, 1986, cet ke 1 h. 41