Tujuan Saksi Hak- Hak dan Tujuan Saksi a. Hak-Hak Saksi

21                        ق لا 2 : 282 Artinya: “Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. jika tak ada dua oang lelaki, Maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya ”. QS .2 al-Baqarah 282 c Ketiga adalah hak di mana bisa di terima bila di terima salah satu dari dua hal, boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan, boleh empat orang wanita. Penyusun menjelaskan hak ini dengan perkataan: hak ini adalah sesuatu yang biasanya disaksikan oleh kaum laki-laki, namun jarang, misalnya bersalin, haid dan susuan. Ketahuilah bahwa tidak ada hak yang bisa ditetapkan berdasarkan dua kesaksian wanita dan sumpah. Adapun hak-hak Allah, kesaksian kesaksian wanita tidak diterima, hanya kesaksian laki-laki saja yang diterima.

b. Tujuan Saksi

Kesaksian adalah menyampaikan perkara yang sebenarnya, untuk membuktikan sebuah kebenaran dengan mengucapkan lafaz-lafaz kesaksian di hadapan sidang pengadilan, inilah definisi kesaksian. Seperti mendengar, 22 melihat dan hal-hal yang serupa. Oleh karena itu untuk menyampaikan kesaksian dinamakan dengan memberi sebuah kesaksian. 19 Kesaksian tidak boleh didasarkan pada dzan, seperti bukti meyakinkan yang berasal dari penginderaan oleh satu panca indra, maka masyarakat di bolehkan bersaksi dengan bukti-bukti semacam itu. Semua bukti yang tidak berasal melalui jalan ini, maka kesaksian atas bukti-bukti itu tidak di perbolehkan. Sebab, Kesaksian tidak ditegakkan kecuali dengan sesuatu yang meyakinkan. Dengan demikian kesaksian tidak boleh ditetapkan dengan jalan as sama‟ mendengar dari orang lain. Artinya orang yang hendak bersaksi tidak boleh memberi kesaksian yang menyatakan : “ saya mendengar dari orang”, atau “ saya mendengar bahwa orang-orang berkata”, atau yang lainnya. Namun demikian dikecualikan pada sembilan kasus. Pada sembilan kasus tersebut boleh memberikan kesaksian yang as sama‟. yaitu pada kasus pernikahan, nasab, kematian, dan peradilan. Pada empat kasus ini tidak di jumpai adanya perbedaan pendapat tentang di terimanya kesaksian dengan jalan as sama‟. Jadi jelaslah pula bahwa hakekat kesaksian adalah menyampaikan kebenaran, yaitu berita yang benar dan meyakinkan yang disampaikan oleh orang yang jujurbenar. Kesaksian merupakan upaya untuk membuktikan kebenran. Bukti juga disyariatkan untuk menampakkan kebenaran. 19 Ahmad ad-Daur, Terj-Syamsuddin Ramadlan, Hukum Pembuktian Dalam Islam, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002, cet ke-1. h. 24 23 Berdasarkan hal ini maka kesaksian dengan penyangkalan murni tidak dapat diterima, sebab hal ini bertentangan dengan definisi kesaksian. Namun jika pengingkaran lebih dulu di awali dengan sebuah pembuktian, maka kesaksiannya dengan demikian di perbolehkan. Karena kesaksian itu secara otomatis bukan lagi menjadi kesaksian di dalam pembuktian. Oleh karena itu di katakan “tidak bolehnya memberi kesaksian dengan penyangkalan murni, tidak di kataka n penyangkalan saja”, karena diperbolehkan memberi kesaksian dengan penyangkalan yang diperkuat dengan bukti.. 20

4. Dasar Hukumnya